I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau

I. PENDAHULUAN. dalam mengelola potensi sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola

I. PENDAHULUAN. Tolok ukur keberhasilan pembangunan ekonomi dapat dilihat dari

I. PENDAHULUAN. dengan jalan mengolah sumberdaya ekonomi potensial menjadi ekonomi riil

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam konteks bernegara, pembangunan diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. nasional dan internasional dengan pemerataan dan pertumbuhan yang diinginkan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan. pendapatan perkapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan oleh masyarakat luas (Lincolin Arsyad, 1999).

BAB I PENDAHULUAN. bawah garis kemiskinan (poverty line), kurangnya tingkat pendidikan,

I. PENDAHULUAN. panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan (Arsyad, 2010).

Analisa Keterkaitan Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Sumatera

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing.

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan proses kenaikan pendapatan perkapita

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan umum yang sering dihadapi oleh negara-negara sedang

BAB 1 PENDAHULUAN. dijelaskan terlebih dahulu beberapa istilah yang terkait dengan judul. Adapun

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka

BAB I PENDAHULUAN. Setiap wilayah umumnya mempunyai masalah di dalam proses. pembangunannya, masalah yang paling sering muncul di dalam wilayah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai latar belakang perbedaan antar

I. PENDAHULUAN. Kemiskinan adalah masalah bagi negara-negara di dunia terutama pada negara yang

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang

I. PENDAHULUAN. berkembang dengan jalan capital investment dan human investment bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduknya. Pembangunan dalam perspektif luas dapat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 1997). Salah satu indikator kemajuan

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

BAB IV GAMBARAN UMUM. Provinsi Lampung dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14

I. PENDAHULUAN. adanya otonomi daerah maka masing-masing daerah yang terdapat di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dalam proses pertumbuhan ekonomi tersebut. Salah satu indikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan

ANALISIS DISPARITAS PENDAPATAN ANTAR DAERAH DI PROVINSI ACEH DENGAN PENDEKATAN INDEKS KETIMPANGAN WILLIAMSON PERIODE TAHUN

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi.

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder bersifat runtun waktu (time series)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan

INDEKS KESENJANGAN EKONOMI ANTAR KECAMATAN DI KOTA PONTIANAK (INDEKS WILLIAMSON)

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI SUMATERA BARAT ( )

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB I PENDAHULUAN. bukan lagi terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi meluas keaspek

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Nomor No.12 tahun 2008 (revisi UU no.32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. angka pengangguran dapat dicapai bila seluruh komponen masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan

I. PENDAHULUAN. tani, juga merupakan salah satu faktor penting yang mengkondisikan. oleh pendapatan rumah tangga yang dimiliki, terutama bagi yang

ANALISA PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI PULAU SUMATERA. Etik Umiyati

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah pembangunan ekonomi bukanlah persoalan baru dalam

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

I. PENDAHULUAN. Setiap negara selalu berusaha untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. kultural, dengan tujuan utama meningkatkan kesejahteraan warga bangsa secara

BAB I PENDAHULUAN. dan distribusi pendapatan yang merata tanpa adanya disparitas. Selain untuk

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan kesehatan. Dari sudut pandang politik, ini terlihat bagaimana. kesehatan yang memadai untuk seluruh masyarakat.

III. METODE PENELITIAN. Provinsi Lampung adalah data sekunder berupa PDRB tiap kabupaten/kota di

BAB I PENDAHULUAN. nilai inti untuk memahami pembangunan yang paling hakiki antara lain

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode waktu yang panjang (Afrizal, 2013). Walaupun banyak mendapat tanggapan di kalangan masyarakat namun tidak dapat disangkal bahwasanya pemerataan pembangunan merupakan salah satu indikator yang lazim digunakan oleh badan-badan dunia dalam menilai keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu Negara. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang melibatkan berbagai perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan institusi sosial, di samping akselerasi pertumbuhan ekonomi, pemerataan ketimpangan pendapatan, serta pemberantasan kemiskinan. Maka tujuan dari pembangunan itu sendiri adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ketimpangan, pemerataan, dan infrastruktur sebenarnya telah dikenal cukup lama di Indonesia, misalnya melatar belakangi program padat karya berbagai pembangunan infrastruktur, seperti dalam program perbaikan kampung, perbaikan jalan, pos kampling, sungai, irigasi listrik, telepon, pelayanan kesehatan,

2 pendidikan dan lain-lain. Ketimpangan pembangunan antar daerah dengan pusat dan antar daerah satu dengan daerah lain merupakan suatu hal yang wajar, karena adanya perbedaan dalam sumber daya dan awal pelaksanaan pembangunan antar daerah. (Williamson, 1965, dalam Hartono, 2008). Ketimpangan yang paling lazim dibicarakan adalah ketimpangan ekonomi. Ketimpangan ekonomi sering digunakan sebagai indikator perbedaan pendapatan per kapita rata-rata, antar kelompok tingkat pendapatan, antar kelompok lapangan kerja, dan antar wilayah. Pendapatan per kapita rata-rata suatu daerah dapat disederhanakan menjadi Produk Domestik Regional Bruto dibagi dengan jumlah penduduk. Cara lain yang bisa digunakan adalah dengan mendasarkan kepada pendapatan personal yang didekati dengan pendekatan konsumsi (Widiarto, 2001). Dalam pengukuran ketimpangan pembangunan ekonomi regional digunakan Indeks Williamson. Masalah besar yang umumnya dihadapi oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpendapatan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang berada di bawah garis kemiskinan (poverty line) (Aldilla, 2011). Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh masing-masing orang, daerah satu dengan lainnya maupun negara satu dengan negara lainnya. Penting bagi kita untuk dapat memiliki definisi yang sama dalam mengartikan pembangunan. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menciptakan pendapatan riil perkapita sebuah Negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, sejumlah orang hidup di bawah garis kemiskinan mutlak tidak

3 naik, dan distribusi pendapatan tidak semakin timpang (Tarigan, 2004). Permasalahan ketimpangan pembangunan ekonomi tidak dapat dipisahkan dari permasalahan kemiskinan, biasanya terjadi pada negara miskin dan berkembang. Ketimpangan ini pada awalnya disebabkan oleh adanya perbedaan kandungan sumber daya alam dan perbedaan kondisi demografi yang terdapat pada masing masing wilayah. Akibat dari perbedaan ini, kemampuan suatu daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mendorong proses pembangunan juga menjadi berbeda (Sari, 2009). Terjadinya ketimpangan pembangunan antar wilayah ini selanjutnya membawa implikasi terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat pada wilayah bersangkutan. Biasanya implikasi ini ditimbulkan adalah dalam bentuk kecemburuan dan ketidakpuasan masyarakat yang dapat pula berlanjut dengan implikasi politik dan ketentraman masyarakat. Karena itu, aspek ketimpangan pembangunan ekonomi antar wilayah ini perlu ditanggulangi melalui formulasi kebijakan pembangunan wilayah yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Sari (2009) melakukan penelitian tentang ketimpangan pembangunan antar wilayah di Provinsi Lampung, hasil penelitiannya menunjukan bahwa kondisi ketimpangan pembangunan antar wilayah di Provinsi Lampung Tahun 2003-2007 dalam kategori tingkat ketimpangan ringan. Penelitian ini juga menunjukan bahwa wilayah yang memiliki pertumbuhan relatif lambat adalah Kabupaten Lampung Barat, Lampung Selatan, Lampung Tengah, Lampung Utara dan Kota Metro.

4 Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan untuk menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut. Tolak ukur keberhasilan pembangunan ekonomi dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi, semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah, dan antar sektor (Widiarto, 2001). Searah dengan itu, Provinsi Lampung mengarahkan pembangunan daerahnya untuk menggali potensi yang ada di daerahnya, baik potensi sumber daya alam maupun sumber daya manusia guna mencapai pemerataan pendapatan, kesempatan kerja, tingkat partisipasi angkatan kerja serta pertumbuhan ekonomi yang tinggi di berbagai daerahnya (Sari, 2009). Tetapi faktanya menurut data Badan Pusat Statistik, Provinsi Lampung memiliki persentase penduduk miskin terbanyak di Pulau Sumatera. Perkembangan penduduk miskin menurut provinsi di wilayah sumatera seperti terlihat pada Tabel 1. Dari tabel 1 tersebut memperlihatkan bahwa Provinsi Lampung pada Tahun 2012, mempunyai persentase kemiskinan cukup tinggi setelah Provinsi Aceh dan Bengkulu yaitu sebesar 16,18 persen dibandingkan dengan provinsi lainnya di wilayah sumatera. Hal ini mengidentifikasikan adanya ketidakmerataan pembangunan ekonomi yang terjadi di Provinsi Lampung.

5 Tabel 1. Persentase Penduduk Miskin Menurut Provinsi di Wilayah Sumatera Provinsi TAHUN 2008 2009 2010 2011 2012 Aceh 23.53 21.80 20.98 19.57 19.46 Sumatera Utara 12.55 11.51 11.31 11.33 10.67 Sumatera Barat 10.67 9.54 9.50 9.04 8.19 Riau 10.63 9.48 8.65 8.47 8.22 Jambi 9.32 8.77 8.34 8.65 8.42 Sumatera Selatan 17.73 16.28 15.47 14.24 13.78 Bengkulu 20.64 18.59 18.30 17.50 17.70 Lampung 20.98 20.22 18.94 16.93 16.18 Bangka Belitung 8.58 7.46 6.51 5.75 5.53 Kep. Riau 9.18 8.27 8.05 7.40 7.11 Sumber: Susenas, Badan Pusat Statistik. 2013 Berdasarkan administrasi wilayah, secara administratif Provinsi Lampung terdiri dari 15 Kabupaten/Kota, 214 wilayah Kecamatan, dan 2.463 desa/kelurahan dengan luas wilayah sebesar 35.288,35 Km 2, daerah yang memiliki luas wilayah terbesar di Provinsi Lampung adalah Kabupaten Tulang Bawang yaitu 7.770,84 Km 2 dan daerah dengan luas wilayah paling kecil adalah Kota Metro dengan luas 61,79 Km 2. Secara tradisional pembangunan memiliki arti peningkatan yang terus menerus pada Gross Domestik Produk (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara. Untuk daerah, makna pembangunan yang tradisional difokuskan pada PDRB suatu provinsi, kabupaten dan kota. (Riadi, 2005) Meskipun Provinsi Lampung mempunyai persentase penduduk miskin yang cukup tinggi tetapi Provinsi Lampung mempunyai PDRB per kapita yang terus meningkat setiap tahunnya. Terlihat dalam Tabel 2, bahwa PDRB per kapita Provinsi Lampung pada tahun 2011 sebesar Rp. 5.555.227 meningkat pada tahun

6 2012 sebesar Rp.5.814.771. Kota Metro menjadi daerah yang terkecil dalam memperoleh PDRB per kapita di antara kabupaten dan kota lainnya, yaitu pada tahun 2012 sebesar Rp.634.245. Tabel 2. PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten dan Kota Provinsi Lampung Tahun 2008-2012 (Rp) No Kabupaten / Kota 2008 2009 2010 2011 2012 1 Lampung Barat 1253282 1427754 1509472 1578014 1682894 2 Tanggamus 1947707 2218851 2345519 2493930 2667036 3 Lampung Selatan 3612129 4114980 4350044 4612550 4906268 4 Lampung Timur 3616348 4119786 4328221 4195197 4811393 5 Lampung Tengah 4874432 5553010 5883047 6587165 7006637 6 Lampung Utara 2816427 3208506 3368213 3557987 3781781 7 Way Kanan 1176454 1340230 1409576 1487011 1570458 8 Tulang Bawang 1869365 2129602 2261365 2385679 2548776 9 Pesawaran 1383250 1575815 1668928 1775910 1887427 10 Bandar Lampung 5399408 6151069 6540521 6967851 7423369 11 Metro 466289 531202 562509 598519 634245 12 Tulang Bawang Barat 934535 1064633 1127310 1199022 1277649 13 Mesuji 1036542 1180841 1250762 1327385 1405713 14 Pringsewu 1108613 1262945 1350744 1446602 1538923 LAMPUNG 4817185 5028805 5281731 5555227 5814771 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung 2013 Penyebab ketimpangan pembangunan antar wilayah di Provinsi lampung di antaranya adalah perbedaan kandungan sumber daya alam, sumber daya manusia dalam hal ini tenaga kerja, kondisi demografis, Investasi yang berbeda-beda antar wilayah, mobilitas barang dan jasa yang kurang lancar, dana alokasi bantuan antar wilayah, konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah dan sosial budaya. (Sari, 2009). Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah perluasan kesempatan kerja yang dapat dilakukan antara lain melalui peningkatan investasi. Gambaran perkembangan pembangunan daerah tidak lepas dari perkembangan distribusi dan alokasi investasi antar daerah. Provinsi Lampung merupakan salah satu barometer perekonomian Indonesia dan merupakan daerah tujuan investasi.

7 Tetapi selain itu diperlukan juga campur tangan pemerintah untuk mengurangi ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah, oleh karena itu penelitian ini memfokuskan hanya kepada pengaruh tenaga kerja, investasi swasta dan dana alokasi bantuan pemerintah sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung. Investasi berupa penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing di daerah dapat mempengaruhi secara negatif terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi. Artinya dengan adanya peningkatan investasi akan mengakibatkan kegiatan ekonomi dan peningkatan kemakmuran penduduk sehingga ketimpangan akan menurun (Hartono, 2008). Berikut akan ditampilkan Tabel yang memperlihatkan penanaman modal/ Investasi selama 5 Tahun (2008-2012) di Provinsi Lampung: Tabel 3. Penanaman Modal/ Investasi Provinsi Lampung Tahun 2008-2012 Tahun PMDN (Jt Rp) % Perubahan PMA (Jt Rp) % Perubahan 2008 742635 2235416 2009 1948356 61.88% 39418-5571.05% 2010 857553-127.20% 1288749 96.94% 2011 3751948 77.14% 127967-907.09% 2012 2712576-38.32% 129977 1.55% Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2013 Berdasarkan Tabel 3, Investasi di Provinsi Lampung baik PMA maupun PMDN mengalami penurunan hal ini berbeda dengan PDRB yang terus meningkat pada setiap tahunnya. Tabel tersebut juga memperlihatkan bila PMDN meningkat maka PMA akan mengalami penurunan begitu juga sebaliknya bila PMA meningkat maka PMDN mengalami penurunan, penurunan PMDN yang terbesar terjadi pada tahun 2010 dengan perubahan sebesar -127,20% sedangkan untuk PMA

8 penurunan terbesar terjadi pada Tahun 2009 dengan perubahan sebesar - 5571,05%. Ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah secara absolut maupun ketimpangan relatif antara potensi dan tingkat kesejahteraan tersebut dapat menimbulkan masalah dalam hubungan antar daerah. Falsafah pembangunan ekonomi yang dianut pemerintah jelas tidak bermaksud membatasi arus modal (bahkan yang terbang ke luar negeri saja hampir tidak dibatasi). Arus modal mempunyai logika sendiri untuk berakumulasi di lokasi-lokasi yang mempunyai prospek return atau tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi, dan tingkat risiko yang lebih rendah. Sehingga tidak dapat dihindari jika arus modal lebih terkonsentrasi di daerah-daerah kaya sumber daya alam dan kota-kota besar yang prasarana dan sarananya lebih lengkap yang mengakibatkan jumlah penduduk yang menganggur di Provinsi yang berkembang akan meningkat (Hartono, 2008). Berikut akan ditampilkan tabel yang memperlihatkan Kondisi Ketenagakerjaan di Provinsi Lampung selama 5 Tahun (2008-2012): Tabel 4. Kondisi Ketenagakerjaan Provinsi Lampung Tahun 2008-2012 (Jiwa) Tahun Jumlah penduduk usia kerja Angkatan Kerja Bekerja dan Penyerapan Tenaga Kerja Menganggur 2008 7,437,414 5,248,138 3,568,770 3,213,553 355,217 2009 7,526,448 5,351,935 3,627,155 3,387,175 239,980 2010 7,608,405 5,367,848 3,706,346 3,302,297 404,049 2011 7,691,007 5,426,127 3,761,621 3,517,030 244,591 2012 7,767,312 5,523,672 3,732,415 3,536,574 195,841 Sumber: Dinas Tenaga Kerja & Transmigrasi Provinsi Lampung,2013

9 Tabel 4, menunjukkan penduduk Provinsi Lampung tahun 2008 berjumlah 7,437,414 jiwa terdiri dari 3,568,770 jiwa angkatan kerja, sedangkan tenaga kerja yang terserap hanya berjumlah 3,213,553 jiwa, sehingga tingkat pengangguran yang terjadi berjumlah 355,217 jiwa, dan pada Tahun 2012 jumlah penduduk berjumlah 7,767,312 jiwa terdiri dari 3,732,415 jiwa angkatan kerja, sedangkan tenaga kerja yang terserap hanya berjumlah 3,536,574 jiwa, sehingga tingkat pengangguran yang terjadi berjumlah 195,841 jiwa, mengalami penurunan dari Tahun 2011 yang berjumlah 244,591. Di sisi lain gelombang pencari kerja juga mengalir mengejar kesempatan ke kota-kota besar, ke daerah-daerah yang kaya potensi. Hal ini menjadi masalah kepadatan penduduk bagi daerah yang menerima pencari kerja dari daerah-daerah miskin ke kota-kota besar. Oleh karena di kotakota besar tersebut relatif banyak golongan ekonomi lemah dari penduduk asli ataupun dari daerah-daerah lain yang dapat mengakibatkan saling berebut tempat dan peluang antar kelompok daerah asal (Munir, 2003). Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana perimbangan terdiri dari bagi hasil pajak/ bukan pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana alokasi bantuan pembangunan daerah berupa Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan salah satu sumber keuangan untuk melakukan pembangunan ekonomi daerah.

10 Berikut akan ditampilkan Tabel yang memperlihatkan dana alokasi bantuan pembangunan daerah berupa Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU) selama 5 Tahun (2008-2012): Tabel 5. Kondisi Dana Alokasi Bantuan Pembangunan Provinsi Lampung Tahun 2008-2012 (Jt Rp) Tahun DAU % Perubahan DAK % Perubahan 2008 4,782,655,515 342,938,616 2009 4,825,526,000 0.89% 630,093,000 45.57% 2010 5,110,468,006 5.58% 703,557,300 10.44% 2011 6,431,138,009 20.54% 872,665,000 19.38% 2012 6,777,552,300 5.11% 905,712,000 3.65% Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2013.(data diolah) Tabel 5. Memperlihatkan dana alokasi bantuan pembangunan daerah berupa DAK dan DAU selama 5 tahun terus meningkat setiap tahunnya dengan peningkatan terbesar untuk DAU terjadi pada tahun 2011 sebesar 20,54% sedangkan untuk DAK terjadi pada tahun 2009 sebesar 45,57%, dari tabel tersebut Provinsi Lampung belum bisa terlepas dari dana bantuan pusat seperti DAU dan DAK, karena jumlah dana bantuan setiap tahunnya terus meningkat, untuk itulah diperlukan pembangunan ekonomi daerah yang merupakan bagian dari pembangunan nasional. Guna meningkatkan pembangunan nasional harus didukung dengan pembangunan daerah yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dalam rangka mewujudkan keserasian dan keseimbangan Pembangunan Nasional. Pembangunan ekonomi daerah lebih menekankan pada pendekatan daerah secara administrasi dan pendekatan sektoral, yang diarahkan untuk lebih mengembangkan dan menserasikan laju pertumbuhan antar daerah, antar perkotaan, antar perdesaan yang pelaksanaannya disesuaikan dengan prioritas daerah serta pengembangan

11 daerah seoptimal mungkin dengan memperhatikan dampak pembangunan (Zuhri, 1998 dalam Hartono, 2008). Bagi daerah yang terlebih dulu membangun sudah tentu lebih banyak menyediakan sarana dan prasarana misalkan iklim usaha yang baik, jasa perbankan yang baik, sehingga menarik minat investor untuk mengadakan investasi. Proses tersebut menunjukkan bahwa kesenjangan pembangunan antar daerah sebenarnya akibat dari proses pembangunan itu sendiri. Berdasarkan atas penyebab ketimpangan regional antar wilayah dari tahun ke tahun cenderung melebar maka dapat diambil suatu dugaan, yakni ketimpangan pembangunan ekonomi yang dipengaruhi oleh investasi swasta, tenaga kerja dan dana alokasi bantuan pembangunan (Hartono, 2008). Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung dengan judul penelitian sebagai berikut Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Provinsi Lampung Tahun 2008-2012. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah: 1. Seberapa besar tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung dari Tahun 2008 2012? 2. Bagaimana pengaruh Tenaga Kerja terhadap tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung dari Tahun 2008 2012?

12 3. Bagaimana pengaruh Investasi Swasta terhadap tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung dari Tahun 2008 2012? 4. Bagaimana pengaruh Dana Alokasi Bantuan Pembangunan terhadap tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung dari Tahun 2008 2012? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang penulis kemukakan diatas, maka dapat dijelaskan tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung dari Tahun 2008 2012. 2. Membuktikan secara empiris pengaruh tenaga kerja terhadap tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung dari Tahun 2008 2012. 3. Membuktikan secara empiris pengaruh investasi swasta terhadap tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung dari Tahun 2008 2012. 4. Membuktikan secara empiris dana alokasi bantuan pembangunan terhadap tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung dari Tahun 2008 2012. D. Kegunaan Penelitian 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan pengetahuan serta bukti empiris mengenai pengaruh Tenaga Kerja,

13 Investasi Swasta serta Dana Alokasi Bantuan Pembangunan terhadap tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi. 2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan bagi mereka yang akan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai ketimpangan pembangunan ekonomi. 3. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumbangan pemikiran kepada Pemerintah Pusat Provinsi Lampung serta Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota tentang variabel yang signifikan berpengaruh terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah di Provinsi Lampung. E. Kerangka Pemikiran Pada dasarnya pembangunan merupakan perubahan variabel-variabel seperti penduduk, pendapatan perkapita, ouput selama kurun waktu tertentu dalam suatu daerah yang dibatasi secara jelas. Namun dalam proses pembangunan ekonomi masalah percepatan pertumbuhan ekonomi di setiap daerah adalah berbeda, sehingga mengakibatkan ketimpangan regional yang tidak dapat dihindari mengingat adanya perbedaan kekayaan sumber daya yang berbeda antar daerah dan dasar pelaksanaan pembangunan itu sendiri serta konsentrasi yang berbeda (Afrizal, 2013). Investasi berupa penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing di daerah dapat mempengaruhi secara negatif terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung. Artinya dengan adanya peningkatan investasi akan mengakibatkan kegiatan ekonomi dan peningkatan kemakmuran penduduk sehingga ketimpangan akan menurun.

14 Jumlah tenaga kerja yang ada dapat mempengaruhi tingkat ketimpangan. Dengan adanya tenaga kerja yang meningkat berarti ada kenaikan kegiatan ekonomi dan tingkat kemakmuran, sehingga ketimpangan mengalami penurunan. Jumlah tenaga kerja mempunyai pengaruh secara negatif terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi. Berarti semakin meningkat tenaga kerja akan menurunkan ketimpangan pembangunan ekonomi. Dengan dibukanya lapangan kerja baru tentu akan menyerap tenaga kerja baru sehingga jumlah angkatan kerja mengalami kenaikan. Sehingga ada penyerapan tenaga kerja ini yang akan meningkatkan pendapatan masyarakat yang pada akhirnya akan meningkatkan daya beli masyarakat sehingga permintaan barang dan jasa lebih besar yang kemudian mendorong produsen untuk memproduksi lebih banyak lagi dan seterusnya, dengan demikian kegiatan ekonomi akan berjalan dengan baik dan ketimpangan ekonomi akan menurun. Keberhasilan suatu program pembangunan sangat tergantung pada pemanfaatan sumber daya yang tersedia. Sehingga perlu adanya campur tangan pemerintah untuk mengurangi ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah, misal dengan memberikan bantuan kepada daerah untuk mempercepat pembangunan daerah. Dana alokasi bantuan pembangunan daerah merupakan salah satu sumber keuangan untuk melakukan pembangunan daerah. Pada dasarnya dalam melaksanakan pembangunan diperlukan sumber dana. Untuk mencapai keberhasilan suatu program pembangunan sangat tergantung pada pemanfaatan sumberdaya yang tersedia. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan secara empiris dana perimbangan yang khusus terdiri dari DAU dan DAK yang

15 selanjutnya disebut dana alokasi bantuan pembangunan terhadap tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi, penelitian ini tidak memasukan dana bagi hasil (DBH) sebagai bagian dari dana alokasi bantuan, karena Menurut Syarifin dan Jubaedah (2005) Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka presentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana bagi hasil ini bersumber dari pajak dan kekayaan daerah, hal ini berarti bahwa DBH bersumber dari pajak dan kekayaan daerah dan kembali lagi ke daerah sesuai persentase yang ditetapkan, berbeda dengan DAU dan DAK yang langsung bersumber dari APBN. Jika dana alokasi bantuan pembangunan daerah meningkat maka ketimpangan pembangunan akan semakin kecil. Berdasarkan uraian dari kerangka pemikiran maka hubungan antara variabel independen (bebas) dengan variabel dependen (terikat) dapat dilihat pada gambar berikut : Investasi Swasta (IS) Tenaga Kerja (TK) Indeks Ketimpangan Pembangunan Ekonomi (IW) Dana Alokasi Bantuan (DAB) Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

16 F. Hipotesis Berdasarkan tujuan penelitian ini, maka diajukan hipotesis sebagai berikut: 1. Diduga variabel Investasi Swasta berpengaruh secara negatif terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung; 2. Diduga variabel Tenaga Kerja berpengaruh secara negatif terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung; 3. Diduga variabel Dana Alokasi Bantuan Pembangunan daerah berpengaruh secara negatif terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung. G. Ruang Lingkup Penelitian Batasan masalah dilakukan agar penelitian dan pembahasannya lebih terarah, sehingga hasilnya tidak bias dan sesuai dengan harapan peneliti. Adapun ruang lingkup penelitianya adalah menguji mengenai pengaruh Tenaga Kerja, Investasi Swasta serta Dana Alokasi Bantuan Terhadap Tingkat Ketimpangan Pembangunan Ekonomi antar Kabupaten dan Kota di Provinsi Lampung. Berikut variabel yang digunakan dalam penelitian ini. 1. Ketimpangan pembangunan ekonomi, dalam penelitian ini ketimpangan ekonomi ditunjukan oleh indeks ketimpangan yang diukur menggunakan Indeks Wiliamson. 2. Tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja yang berumur 15 sampai 64 tahun yang berpartisipasi dalam aktivitas produksi barang dan jasa. 3. Investasi swasta, Investasi merupakan penanaman modal di suatu perusahaan tertentu. Investasi diperoleh dari jumlah realisasi investasi

17 dalam negeri yang terdiri dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) ditambah dengan realisasi investasi asing atau Penanaman Modal Asing (PMA). 4. Dana Alokasi Bantuan Pembangunan diukur dari jumlah dana bantuan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang telah dihitung berdasarkan kuota. Dalam penelitian ini menggunakan jumlah realisasi Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK), penelitian ini tidak memasukan dana bagi hasil (DBH) sebagai bagian dari dana alokasi bantuan, karena menurut pengertian sebelumnya DBH bersumber dari pajak dan kekayaan daerah dan kembali lagi ke daerah sesuai persentase yang ditetapkan, berbeda dengan DAU dan DAK yang langsung bersumber dari APBN.