BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah tingkah laku atau perbuatan manusia yang melanggar

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. di masa mendatang sangat bergantung pada kondisi anak-anak sekarang. Anak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam teknologi informasi dengan penyebaran norma-norma dan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. dapat timbul disebabkan oleh faktor- faktor penyebab, baik faktor intern

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial. Dalam kenyataannya, kenakalan remaja merusak nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

BAB I PENDAHULUAN. dipersiapkan sebagai subjek pelaksana cita-cita perjuangan bangsa. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam diri manusia selalu terdapat ketidak puasan, oleh sebab itu ia akan

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2011), hlm Sudarsono, Kenakalan Remaja, (Jakarta: Rineka, 1990), hlm 1

PERAN UNITBINMAS (UNIT PEMBINAAN MASYARAKAT) DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN REMAJA PELAJAR. (Studi Kasus Pada Polsek Kerjo Kabupaten Karanganyar)

I. PENDAHULUAN. mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi,

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan kemajuan zaman banyak dampak yang dialami manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang kejahatan semakin berkembang sesuai dengan

Bahan Masukan Laporan Alternatif Kovenan Hak Sipil dan Hak Politik (Pasal 10) PRAKTEK-PRAKTEK PENANGANAN ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM DALAM KERANGKA

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian Anak dalam Konsideran Undang-Undang Nomor 11 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2013:6).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan aset masa depan bagi suatu bangsa. Remaja di ibaratkan

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan, dapat dilihat pada akhir akhir ini telah timbul akibat negatif

BAB II LANDASAN TEORI. oleh orang dewasa maka akan mendapat sangsi hukum.

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. timbul berbagai macam bentuk-bentuk kejahatan baru. Kejahatan selalu

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha mencapai tujuan bangsa Indonesia yaitu mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak

kehidupan bangsa sesuai dengan tujuan nasional seperti tercantum pada alinea IV

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tolak ukur segala hal mengenai harapan dan tujuan dari bangsa

JURNAL HUKUM. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara OLEH :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lembaga pembinaan atau sering disebut LAPAS yaitu tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial

BAB I PENDAHULUAN. kenakalan remaja? Harapan remaja sebagai penerus bangsa yang menentukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

I. PENDAHULUAN. dalam kandungan. Anak sebagai sumber daya manusia dan bagian dari generasi muda, sudah

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. UUD 1945 pasal 1 ayat (3) bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum yang

Oleh Lily I. Rilantono (Ketua Umum YKAI)

BAB II. Perlindungan Hukum Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika Di Lembaga. Pemasyarakatan Anak

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

PENDAHULUAN. disebut sebagai periode pubertas, pubertas (puberty) adalah perubahan cepat pada. terjadi selama masa remaja awal (Santrock, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daniati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan budaya dan ilmu pengetahuan (iptek), perilaku

PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA DAN INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN ANAK SERTA PENERAPANNYA

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Anak Di Indonesia. hlm Setya Wahyudi, 2011, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab besar demi tercapainya cita-cita bangsa. Anak. dalam kandungan. Penjelasan selanjutnya dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Kesulitan mengadakan adaptasi menyebabkan banyak kebimbangan, pribadi yang akibatnya mengganggu dan merugikan pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Thomy Sastra Atmaja, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Manusia dengan segala aspek kehidupannya itu melaksanakan aktivitas dalam

BAB I PENDAHULUAN. juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara hukum, menyebabkan kita akan dihadapkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pergaulan

Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta )

BAB I PENDAHULUAN. harapan-harapan dari orang tua dan negara ini berada. Dapat dikatakan

MENYOROTI MARAKNYA PENGENDARA MOTOR DIBAWAH UMUR Oleh: Imas Sholihah * Naskah diterima: 13 Juni 2016; disetujui: 02 Agustus 2016

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja

I. PENDAHULUAN. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke- 19, dimana anak

BAB I PENDAHULUAN. awal dekade 1980-an. Mereka adalah anak-anak yang hidup terpisah dari

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan aset dan sebagai bagian dari generasi bangsa. Anak

RESTORATIVE JUSTICE SEBAGAI MODEL PEMIDANAAN MODERN BAGI ANAK Oleh :

BAB II LANDASAN TEORI Remaja, Karakteristik dan Tugas Perkembangannya. adolescence yang diadopsi dari bahasa latin adolescere yang artinya

BAB I PENDAHULUAN. hukum adalah Negara Republik Indonesia. Negara Indonesia adalah negara

16 PENDAMPINGAN ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM

I. PENDAHULUAN. mempunyai ciri dan sifat khusus, karena anak merupakan titipan dari Tuhan yang

menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk

Al Adl, Volume VIII Nomor 1, Januari-April 2016 ISSN ELEKTRONIK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak adalah bagian yang tak terpisahkan dari keberlangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Surakarta cukup tinggi, yaitu pada bulan Januari-Juni 2012,

BAB I PENDAHULUAN. berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan

BAB I PENDAHULUAN. Terabaikannya pemenuhan hak-hak dasar warga binaan pemasyarakatan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1979 TENTANG KESEJAHTERAAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. boleh merampas hak hidup dan merdeka tersebut.

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN. dan Effendi (1995) penelitian eksplanatory yaitu tipe penelitian untuk

BAB I PENDAHULUAN. ada juga kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak. Anak yaitu seorang yang belum berumur 18 tahun dan sejak masih dalam

I. PENDAHULUAN. Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada

BAB I PENDAHULUAN. aka dikenakan sangsi yang disebut pidana. mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam

BAB III. Pemasyarakatan Anak Blitar. 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga

I. PENDAHULUAN. yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa dimasa yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tentunya siswa banyak mengalami interaksi yang cukup leluasa dengan. yang dihuni oleh beberapa suku dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional identik dengan cita-cita dan tujuan nasional, sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. pembeda adalah penanganan dalam proses tindak pemidanaan terhadap narapidana

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No: 164/Pid.B/2009/PN.PL) SAHARUDDIN / D

Kriminalitas Sebagai Masalah Sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sosial, ekonomi, politik, budaya dan sebagainya. Salah satu masalah sosial yang

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan adalah tingkah laku atau perbuatan manusia yang melanggar hukum. Kejahatan yang terjadi di masyarakat saat ini tidak seluruhnya dilakukan oleh orang dewasa, akan tetapi sering juga dilakukan oleh anak. Jika kita perhatikan dalam media cetak maupun elektronik kasus anak yang berhadapan dengan hukum cenderung mengalami peningkatan. Hal ini dibuktikan berdasarkan data yang di dapat dari Dirjen Pemasyarakatan, jumlah anak yang berkonflik dengan dengan hukum pada tahun 2015 adalah 2735 anak, tahun 2016 berjumlah 2319 anak, dan pada Juni 2017 adalah 2593 anak (dalam smslap.ditjenpas.go.id, 14 Juni 2017). Berdasarkan data tersebut, dapat dinyatakan bahwa jumlah anak didik pemasyarakatan menurun pada tahun 2016 tetapi hal itu tidak dapat membuktikan bahwa program pembinaan anak didik pemasyarakatan berhasil karena pada bulan Juni 2017 anak didik pemasyarakatan di Indonesia mengalami peningkatan. Seorang anak yang melakukan pelanggaran hukum sebenarnya bukan didasarkan kepada motif yang jahat, melainkan mereka hanya melakukan penyimpangan norma-norma sosial yang dianggap masyarakat sebagai anak nakal atau dengan istilah Juvenile Delinquency. Dengan istilah tersebut anakanak yang melakukan tindak pidana dapat terhindar dari golongan yang katakan sebagai penjahat (criminal). 1

2 Sambas (2013: 13) menyatakan bahwa: Secara etimologis, istilah Juvenile Delinquency berasal dari bahasa latih Juvenils yang artinya anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode remaja; dan Delinquere yang berarti terabaikan, mengabaikan. Kemudian diperluas artinya menjadi jahat, asosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau, penteror, tidak dapat diperbaiki lagi, durjana, dursila, dan lain-lain. Dengan demikian, Juvenile Delinquency adalah perilaku jahat/dursila atau kejahata/kenakalan anak-anak muda; merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang. Selanjutnya menurut Atmasasmita (dalam Haryanti, 2015: 18) juvenile delinquency adalah setiap perbuatan atau tingkah laku seseorang anak di bawah umur 18 tahun dan belum kawin yang merupakan pelanggaran terhadap normanorma hukum yang berlaku serta dapat membahayakan perkembangan pribadi si anak yang bersangkutan. Anak yang melakukan perbuatan yang melanggar hukum, dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain latar belakang ekonomi keluarga yang tidak mampu memenuhi segala kebutuhan anak menyebabkan anak mencari pemenuhan kebutuhannya dari lingkungan luar, adanya dampak negatif dari arus globalisasi di bidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta perubahan gaya dan cara hidup sebagian orang tua telah membawa perubahan sosial yang mendasar dalam kehidupan masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap perilaku anak. Selain itu, anak yang kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, serta pengawasan dari orang tua. Anak yang seperti itu akan mudah terseret dalam arus pergaulan masyarakat dan lingkungannya yang kurang sehat dan merugikan perkembangan pribadinya.

3 Seorang anak yang melakukan pelanggaran hukum akan dihadapkan kepada tanggung jawab atas perbuatannya. Dengan demikian undang-undang memungkinkan untuk melakukan penahanan di lembaga pemasyarakatan apabila si anak terbukti melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Sejalan dengan pendapat Jatnika (2015: 17) yang mengungkapkan bahwa anak dengan perilaku menyimpang yang melanggar hukum akan dikenai sanksi dengan menyandang status sebagai Anak Didik Lembaga Pemasyarakatan (Andikpas). Dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), yang dimaksud dengan anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana. Anak-anak yang berkonflik dengan hukum dan yang dicabut kebebasan sipilnya ini, memiliki hak untuk diperlakukan dengan cara-cara yang sesuai untuk meningkatkan martabat dan harga dirinya, yang dapat memperkuat penghargaan anak pada hak-hak asasi manusia dan kebebasan dasar orang lain sesuai dengan usianya. Anak yang berkonflik dengan hukum yang menyandang status sebagai anak didik pemasyarakatan merupakan insan dan sumber daya manusia yang harus diperlakukan dengan baik dan manusiawi dalam satu sistem pembinaan yang terpadu. Dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (selanjutnya UU Pemasyarakatan) yang menyatakan bahwa: Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batasan serta cara pembinaan wargabinaan pemasyarakatan berdasarkan pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembinaan, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar

4 menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat berperan aktif dalam pembangunan, dan dapat hidup wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Anak yang berkonflik dengan hukum akan dibina di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (selanjutnya LPKA) Kelas I Medan. LPKA merupakan sarana perlindungan dan pembinaan bagi anak negara, anak sipil, dan anak pidana yang berdasarkan keputusan pengadilan. Sasaran akhir dari kehadiran lembaga pemasyarakatan adalah pembinaan. LPKA Kelas I Medan merupakan salah satu LPKA terbesar di Sumatera Utara. LPKA Kelas I Medan merupakan instansi Pemerintah dan sebagai pelaksana teknisi yang menampung, merawat dan membina anak yang berkonflik dengan hukum. Salah satu pembinaan yang ada di LPKA ialah pembinaan kemandirian yang meliputi program pembinaan keterampilan tertentu supaya kelak setelah masa hukuman mereka selesai, mereka mempunyai bekal keterampilan untuk mencari pekerjaan. Sehingga hal ini menjadi tanggung jawab LPKA dalam membekali anak didik pemasyarakatan. Pembinaan keterampilan itu sendiri bertujuan untuk membentuk kemandirian anak didik pemayarakatan di bidang keterampilan kerja, yang sangat berguna bagi mereka setelah bebas dari LPKA. Dengan diberikannya pembinaan keterampilan bagi anak didik pemasyarakatan diharapkan mereka dapat menjadi manusia mandiri sehingga setelah mereka kembali ke masyarakat, mereka tidak akan menjadi penggangguran atau beban bagi orangtuanya serta mampu dengan mudah mendapatkan lapangan kerja yang sesuai dengan keterampilan yang mereka peroleh selama di LPKA.

5 Berdasarkan hasil penelitian Departemen Kriminologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia yang didukung oleh UNICEF Indonesia (dalam Sambas, 2010: 118), menunjukkan bahwa: Pada bulan Januari sampai Mei 2002, ditemukan 4,325 tahanan anak, baik yang berada di rumah tahanan maupun di Lembaga Pemasyarakatan di seluruh Indonesia. Lebih menyedihkan, sebagian besar (84,2 %) anak-anak ini berada di dalam lembaga penahanan dan pemenjaraan untuk orang-orang dewasa dan pemuda. Pada rentan waktu yang sama, yaitu Januari sampai Mei 2002, tercatat 9,465 anak-anak yang berstatus sebagai anak didik pemasyarakatan. Kemudian berdasarkan data yang di dapat melalui tahap observasi di LPKA Kelas I Medan, tercatat jumlah seluruh anak didik pemasyarakatan yang berkonflik dengan hukum juga mengalami peningkatan. Tabel 1 Data Jumlah Anak Didik Pemasyarakatan di LPKA Kelas I Medan No Tahun Jumlah 1 2015 637 Anak Didik 2 2016 513 Anak Didik 3 Februari 2017 548 Anak Didik Sumber: Bagian Registrasi LPKA Kelas I Medan Bulan Februari 2017 Dalam tabel 1 tersebut dapat dilihat jumlah anak didik pemasyarakatan di LPKA Kelas I Medan yang berkonflik dengan hukum meningkat pada awal bulan Februari 2017 yaitu mencapai 548 anak didik pemasyarakatan. Sementara idealnya kapasitas dari LPKA ini hanya mampu menampung sekitar 423 anak didik pemasyarakatan. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa jumlah anak didik pemasyaratan di LPKA Kelas I Medan mengalami kelebihan kapasitas. Hal ini dapat menyebabkan berbagai masalah sehingga pembinaan yang diberikan petugas LPKA tidak efektif.

6 Berdasarkan latar belakang masalah dan data awal yang ditemukan maka timbul ketertarikan penulis untuk mengadakan penelitian tentang Sistem Pembinaan Keterampilan Anak Didik Pemasyarakatan Di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas I Medan. B. Identifikasi Masalah 1. Semakin meningkatnya jumlah anak-anak yang berkonflik dengan hukum sehingga mereka dikenai sanksi dengan menyandang status sebagai anak didik pemasyarakatan di LPKA. 2. Sistem pembinaan keterampilan anak didik pemasyarakatan di LPKA Kelas I Medan yang tidak efektif. 3. Terbatasnya jumlah petugas LPKA dalam melaksanakan pembinaan keterampilan bagi anak didik pemasyarakatan. 4. Faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam pembinaan keterampilan anak didik pemasyarakatan LPKA. C. Pembatasan Masalah 1. Sistem pembinaan keterampilan anak didik pemasyarakatan di LPKA Kelas I Medan. 2. Faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan pembinaan anak didik pemasyarakatan di LPKA Kelas I Medan. D. Rumusan Masalah 1. Bagaimaana sistem pembinaan keterampilan bagi anak didik pemasyarakatan di LPKA Kelas I Medan?

7 2. Apakah faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam pembinaan anak didik pemasyarakatan di LPKA? E. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui sistem pembinaan keterampilan anak didik pemasyarakatan di LPKA Kelas I Medan. 2. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat dalam pembinaan anak didik pemasyarakatan di LPKA. F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis : a. Memberikan masukan untuk memperkaya pemikiran dibidang ilmu sosial khususnya jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam mengkaji ulang serta memperbaiki dan meningkatkan layanan pembinaan keterampilan anak didik pemasyarakatan di LPKA Kelas I Medan. b. Meningkatkan pengetahuan dan pengalaman penulis dalam melaksanakan penelitian ilmiah dan menambah serta memperluas wawasan berfikir penulis dalam pembinaan keterampilan anak didik pemasyarakatan di LPKA Kelas I Medan. 2. Manfaat praktis : a. Secara praktis diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat, baik itu bagi anak didik pemasyarakatan yang melakukan pembinaan keterampilan di LPKA Kelas I Medan dan supaya masyarakat dapat

8 menerima kembali anak didik pemasyarakatan yang telah menjalani pembinaan di LPKA Kelas I Medan. b. Masukan bagi LPKA dan instansi terkait untuk mengevaluasi faktorfaktor penghambat dalam pembinaan anak didik pemasyarakatan di LPKA Kelas I Medan.