TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika kumbang badak adalah

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Oryctes rhinoceros (Coleoptera: Scarabaeidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Patogen serangga adalah mikroorganisme infeksius yang membuat luka atau

TINJAUAN PUSTAKA. Thrips termasuk ke dalam ordo Thysanoptera yang memiliki ciri khusus, yaitu

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Kumbang Tanduk (Coleoptera: Scarabaeidae) berat dan tanaman dapat mati. Apabila hama ini dapat bertahan dalam areal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berikut adalah taksonomi pengisap polong kedelai (EOL, 2014):

setelah peletakan dan menetas pada umur hari. Dalam penelitian yang telah

TINJAUAN PUSTAKA. bulu-bulu atau sisik dari induknya. Tiap kelompok telur maksimum terdapat

PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tumbuhan tropis

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Boleng (Cylas formicarius (Fabr.))

II. TINJAUAN PUSTAKA. Symphylid memiliki bentuk yang menyerupai kelabang, namun lebih kecil,

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup lalat buah mengalami 4 stadia yaitu telur, larva, pupa dan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Segera!!!...Potong Tunggul Kelapa Yang Mati

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. Dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur Brontispa longissima berwarna coklat, berbentuk pipih dan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN. memikat perhatian banyak mata. Pemuliaan anggrek dari tahun ke tahun,

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. (Ostrinia furnacalis) diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L) Meriill) merupakan salah satu komoditi tanaman yang

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kakao (Theobroma cacao) merupakan tumbuhan berbentuk pohon yang berasal

TINJAUAN PUSTAKA. S. asigna van Ecke termasuk ke dalam kingdom Animalia, filum. Arthropoda, kelas Insecta, ordo Lepidoptera, family Limacodidae, genus

Uji Efektifitas Beberapa Entomopatogen Pada Larva Oryctes rhinoceros L. (Coleoptera: Scarabaeidae) di Laboratorium

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Spodoptera litura F. (Lepidoptera : Noctuidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima

Gambar 1. Nimfa Helopeltis spp Sumber: Atmadja (2003) Gambar 2. Imago betina Helopeltis spp Sumber: Atmadja (2003)

TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana lazimnya makhluk hidup, tak terkecuali tumbuhan, tidak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan daun kelapa sawit. Namun demikian, penggunaan insektisida kimia

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ulat kantong Mahasena Corbetti :

APAKAH APLIKASI BIOPESTISIDA SUDAH EFEKTIF?

I. PENDAHULUAN. Usaha produksi pertanian tidak terlepas kaitannya dengan organisme pengganggu

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

I. PENDAHULUAN. luas areal kakao yang cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Isolat M. anisopliae pada Berbagai Konsentrasi terhadap

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penghisap Polong (Riptortus linearis Fabr.) Telur R. linearis berbentuk bulat dengan diameter telur 1,0-1,2 mm.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Telur P. castanae Hubner. Bentuk telur oval dan dapat menghasilkan telur sebanyak butir perbetina.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Ulat Api Setothosea asigna Eecke (Lepidoptera: Limacodidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max L. Merril) merupakan salah satu komoditas pangan bergizi

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna

TINJAUAN PUSTAKA. Hama Pengisap Polong Kedelai

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Blackman dan Eastop (2000), adapun klasifikasi kutu daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. batang dan daun sedangkan generatif yang merupakan alat perkembangbiakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Pengendalian Hama Secara Hayati

II. TINJAUAN PUSTAKA. Suryanto, 2007). Hama diartikan sebagai organisme baik mikroba, tanaman,

TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Hama Kedelai Cara Pengendalian

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan siklus hidup rayap dapat dilihat pada gambar:

TINJAUAN PUSTAKA. buku pertama di atas pangkal batang. Akar seminal ini tumbuh pada saat biji

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kopi (coffea sp.) adalah tanaman yang berbentuk pohon termasuk dalam famili

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr.) merupakan komoditas andalan yang sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepik hijau (N. viridula L.) sudah lama dikenal sebagai hama penting tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika kumbang tanduk menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

Potensi Heterorhabditis sp. Dalam Mengendalikan Oryctes rhinoceros. Weiser (1991) mengemukakan bahwa Steinernematidae dan Heterorhabditidae

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Bojer. (Lepidoptera: Crambidae) Imago betina meletakkan telur secara berkelompok pada dua baris secara

I. PENDAHULUAN. Kepik hijau (Nezara viridula L.) merupakan salah satu hama penting pengisap

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI (PBKo) SECARA PHT UPTD-BPTP DINAS PERKEBUNAN ACEH 2016

BAHAN DAN METODA. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar m dpl pada bulan

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1. Telur R. linearis Sumber: Foto langsung

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Manfaat NPV Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Penggerek Tongkol Jagung H. armigera Hubner. tanaman, daun dan batang. Paling banyak diletakkan pada waktu tanaman sudah

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Kumbang Bubuk Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Pracaya (2007), kumbang penggerek buah kopi dapat

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kopi (Coffea spp.) adalah spesies tanaman berbentuk pohon. Tanaman ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Biologi O. rhinoceros Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika kumbang badak adalah Kingdom Fillum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insekta : Coleoptera : Scarabaeidae : Oryctes Spesies : Oryctes rhinocheros L. Siklus hidup kumbang ini antara 4-9 bulan, namun pada umumnya 4-7 bulan. Telur berbentuk lonjong, berwarna putih, dan diliputi oleh butiran-butiran tanah. Panjang 3-3,5 mm, lebar 2 mm. Menjelang menetas telur bertambah besar, panjang menjadi 4 mm, lebar 3 mm. Stadium telur lamanya 11 13 hari, rata-rata 12 hari, Semakin lama telur semakin membulat, besarnya bertambah dan warnanya menjadi lebih kelam (Vandaveer, 2004). Kumbang betina mampu memproduksi telur sebanyak 35 sampai 140 butir. Telur-telur akan diletakkan pada sampah-sampah, pada pucuk kelapa yang mati, dan ada pula yang diletakkan pada kotoran-kotoran yang terdapat diantara pelepah-pelepah (Gambar 1). Imago betina menghasilkan telur 30-70 butir dan menetas setelah ± 12 hari. Telur berwarna putih dengan garis tengah ± 3 mm, lalu bewarna agak kelam dan mendekati penetasan akan bewarna coklat (Suziani, 2011).

Gambar 1. Telur O. rhinoceros Sumber: Suziani, 2011 Stadia larva O. rhinoceros terdiri atas 3 instar. Masa larva instar satu 14-19 hari, larva instar dua 15-22 hari, dan larva instar tiga 51-73 hari. Sebelum menjadi pupa, larva mengalami masa prapupa selama 10-15 hari (Bedford, 1976). Larva berwarna putih, berbentuk silinder, gemuk dan berkerut-kerut, melengkung membentuk setengah lingkaran. Kepala keras dilengkapi dengan rahang yang kuat (Gambar 2). Larva berkembang pada kayu lapuk, kompos, dan hampir semua bahan organik yang membusuk. Batang kelapa sawit dan kelapa adalah tempat yang baik untuk tempat hidup larva ini (Prawirosukarto dkk, 2003). Gambar 2. Larva O. rhinoceros Sumber: foto langsung

Pupa berada dalam kokon yang dibuatnya dari sisa-sisa media hidupnya. Pupa berwarna coklat, panjang 45-50 mm, masa pupa 19-27 hari, dan kumbang yang baru jadi berlindung dalam kokon 14-28 hari (Gambar 3) (Lubis dkk, 1992). Gambar 3. Pupa O. rhinoceros Sumber: Foto langsung Kumbang berwarna hitam, bagian bawah badan coklat kemerah-merahan, panjang kurang lebih 40 mm. kumbang jantan mempunyai cula lebih panjang dari pada betina. Umur kumbang 4-4,5 bulan, dan kumbang betina mulai bertelur 20-62 hari setelah keluar dari kokon. Seekor betina mampu bertelur 35-70 butir (Lubis dkk, 1992). Kumbang badak berwarna coklat tua mengkilap. Panjangnya bisa mencapai lebih kurang 5-6 cm. Kumbang badak ini bisa berumur lebih kurang 2-7 bulan. Imago bewarna hitam, ukuran tubuh 35 45 mm. Cula yang terdapat pada kepala menjadi ciri khas kumbang ini. Cula kumbang jantan lebih panjang dari cula kumbang betina. Imago jantan lebih kecil dari imago betina. O. rhinoceros betina mempunyai bulu tebal pada ujung abdomennya, sedangkan yang jantan tidak berbulu. O. rhinoceros dapat terbang sampai sejauh 9 km (Gambar 4) (Prawirosukarto dkk, 2003).

a b Gambar 4. a. Imago jantan O. rhinoceros, b. Imago betina O. Rhinoceros Sumber: http://itp.lucidcentral.org Gejala serangan O. rhinoceros Pada tanaman yang berumur antara 0-1 tahun, kumbang dewasa (baik jantan maupun betina) melubangi bagian pangkal batang yang dapat mengakibatkan titik tumbuh atau terpuntirnya pelepah daun yang dirusak. Pada tanaman dewasa kumbang dewasa akan melubangi pelepah termuda yang belum terbuka. Jika yang dirusak adalah pelepah daun yang termuda (janur) maka ciri khas bekas kerusakannya adalah janur seperti digunting berbentuk segitiga. Stadium hama yang berbahaya adalah stadium imago (dewasa) yang berupa kumbang (Suziani, 2011). Kumbang dewasa akan menggerek pucuk kelapa sawit. Gerekan tersebut dapat menghambat pertumbuhan dan jika sampai merusak titik tumbuh akan dapat mematikan tanaman. Pada areal peremajaan kelapa sawit, serangan kumbang badak dapat mengakibatkan tertundanya masa produksi kelapa sawit sampai satu tahun dan tanaman yang mati dapat mencapai 25% (Winarto, 2005). Pada tanaman muda kumbang badak ini mulai menggerek dari bagian samping bonggol pada ketiak pelepah terbawah, langsung ke arah titik tumbuh kelapa sawit. Panjang lubang gerekan dapat mencapai 4,2 cm dalam sehari.

Apabila gerekan sampai ke titik tumbuh, kemungkinan tanaman akan mati. Pucuk kelapa sawit yang terserang, apabila nantinya membuka pelepah daunnya akan kelihatan seperti kipas atau bentuk lain yang tidak normal (Prawirosukarto dkk, 2003). Tampak guntingan-guntingan/potongan-potongan pada daun yang baru terbuka seperti huruf V (Gambar 5), gejala ini disebabkan kumbang menyerang pucuk dan pangkal daun muda yang belum membuka yang merusak jaringan aktif untuk pertumbuhan. Serangan ini dapat dilakukan oleh serangga jantan maupun betina (Prawirosukarto dkk, 2003). Gambar 5. Gejala serangan O. rinocheros Sumber: Foto langsung Sedangkan Prawirosukarto dkk, (2003) mengatakan, dengan dilakukannya pemberian mulsa tandan kelapa sawit menyebabkan masalah. Hama ini sekarang juga dijumpai pada areal tanaman yang menghasilkan. O. rhinoceros ini dapat merusak pertumbuhan tanaman dan dapat mengakibatkan tanaman mati (Chong dkk, 1991). Bakteri Bacillus thuringiensis Pada medium padat koloninya berwarna putih, kasar, dengan bentuk yang tidak beraturan. Sel vegetatifnya berbentuk batang ramping dengan panjang 3-5

µm dan lebar 1,0-1,2 µm, motil, gram positif, mempunyai flagellum yang peritrik, dan membentuk endospora (Gambar 6) (Setiawati dan Sudarwohadi, 1991). Gambar 6: Sel Bacillus thuringiensi Sumber : blass.com.au/definitions/bacillus Bacillus thuringiensis merupakan bakteri yang bersifat aerob, atau anaerob fakultatif pada medium yang dibumbuhi nitrat sebagai penerima terakhir elektron. Pada uji indol fan oksidase, bakteri ini memberikan hasil negatif, tetapi memberikan reaksi positif pada uji merah metal dan tidak dapat menggunakan nitrat sebagai satu-satunya sumber karbon (Darwis,1995). Bt menghasilkan toksin yang memiliki daya racun terhadap serangga hama tertentu. Spesifitas terhadap serangga tertentu dipengaruhi oleh komponen kimiawi toksin sehingga kisaran serangga sasarannya sempit. Toksin yang dihasilkan dikenal sebagai delta toksin yang terdapat di dalam protein Kristal serta tidak bersifat racun terhadap manusia dan vertebrata lainnya (Lay, 1993). Cara kerja Bt dapat diuraikan sebagai berikut: racun Bt harus dimakan oleh hama serangga yang peka agar Bt dapat efektif bekerja. ICP atau spora ICP yang mengandung racun cry (cry toxins) terikat pada bagian permukaan sel perut tengah membentuk lubang-lubang yang menghancurkan kemampuan sel untuk mengendalikan pertukaran molekul. Protoxin mengikat receptor membrane glycoprotein yang terdapat pada sel perut tengah yang mengakibatkan terjadinya

pori. Kerusakan pada epitelium perut tengah berhubungan dengan berhentinya makan dan terjadinya paralisis pada serangga. Pelukaan pada perut tengah juga mengakibatkan terjadinya septosemia yang pada akhirnya mengakibatkan kematian serangga (Sembel, 2010). Protein kristal yang termakan oleh ulat akan larut dalam lingkungan basa pada usus organisme sasaran yang memiliki nilai ph antara 9,0 dan 10,5, sedangkan spora akan mengalami germinasi pada ph tersebut. Pada serangga target, protein tersebut akan teraktifkan melalui pemisahan proteolitik oleh enzim protease. Berat molekul protein menurun dari 130 kda menjadi 65 kda. Protein yang teraktifkan akan menempel pada protein receptor yang berada pada langitlangit sel epitel usus serangga. Masuknya toksin kedalam membran sel usus terjadi dalam dua tahap ikatan, yaitu ikatan yang bersifat reversible dan irreversibel. Ikatan reversible sangat penting pada aktivitas racun selanjutnya, karena hilangnya ikatan akan menurunkan toksisitas racun, sebaliknya jika afinitas meningkat maka daya toksisitas racun pun meningkat (Setiawati dan Sudarwohadi, 1991). Setelah insersi ke dalam membran dan terbentuk pori terjadi influk air yang mengandung ion yang menyebabkan sel menjadi swelling dan akhirnya menjadi lisis. Pada akhirnya serangga akan mengalami gangguan pencernaan dengan berhentinya makan yang menyebabkan kematian larva jadi bentuk tubuhnya setelah mati yaitu menjadi mengerut dan mengering (Tarigan, 2012). Jamur Beauveria bassiana Jamur B. bassiana merupakan spesies jamur yang sering digunakan untuk mengendalikan serangga. B. bassiana diaplikasikan dalam bentuk spora yang dapat menginfeksi serangga melalui kulit kutikula, mulut, dan ruas ruas yang

terdapat pada tubuh serangga. Jamur ini ternyata memiliki spektrum yang luas dan dapat mengendalikan banyak spesies serangga sebagai hama tanaman. Hasil penelitian menunjukkan, B. bassiana efektif untuk mengendalikan semut api, aphid, dan ulat grayak (Dinata, 2006). Miselia jamur B. bassiana bersekat atau berwarna putih, di dalam tubuh serangga yang terinfeksi terdiri atas banyak sel, dengan diameter 4 µm, sedang diluar tubuh serangga ukurannya lebih kecil, yaitu 2 µm. Hifa fertile terdapat pada cabang (branchelests), tersusun melingkar (verticillate) dan biasanya menggelembung atau menebal. Spora menempel pada ujung dan sisi sporangiofor atau cabang cabangnya (Gambar 7) (Utomo dan Pardede, 1990). Gambar 7: Spora B. bassiana Sumber : http://www.ecaa.ntu.edu.tw Perkecambahan, pertumbuhan dan sporulasi optimum cendawan B. bassiana terjadi pada suhu 25 o 30 o C dan kelembaban relatif 100%. spora bersel satu, bentuknya oval agak bulat (globose) sampai dengan bulat telur (obovate), berwarna hialin dengan diameter 2 3 µm. Sporangiofor berbentuk zig zag tersebut merupakan ciri khas dari genus Beauveria (Ahmad, 2008).

B.bassiana dapat menginfeksi serangga dari ordo Coleoptera dan Lepidoptera. Serangga yang terserang akan menjadi lamban dan nafsu makan berkurang lama kelamaan menjadi diam dan mati.tubuh serangga akan mengeras dan permukaannya penuh dengan warna putih (Utomo dan Pardede, 1990). Infeksi jamur B.basiana di mulai setelah integument serangga terkontaminasi oleh konidia jamur. Konidia berkecambah dan membentuk tabung kecambah serta menghasilkan enzim proteinase,lipase dan kitinase.enzim-enzim ini berguna untuk melunakkan integument serangga yang terdiri dari kitin (Tarigan, 2012). Setelah berhasil melakukan penetrasi kedalam tubuh serangga, miselium akan memproduksi racun yang di sebut beuverisin. Racun ini dapat merusak struktur membrane sel,sehingga akan terjadi dehidrasi sel dan berakibat matinya serangga inang. Apabila serangga inang telah mati miselium akan menembus keluar tubuh serangga dan menghasilkan konidia pada permukaan tubuh bagian luar (Haryono, 1993). B. bassiana secara alami terdapat didalam tanah sebagai jamur saprofit. Pertumbuhan jamur di dalam tanah sangat di pengaruhi oleh kondisi tanah, seperti kandungan bahan organik, suhu, kelembaban, kebiasaan makan serangga, adanya pestisida sintetis, dan waktu aplikasi (Dinata, 2006). Mekanisme pengendalian serangga hama oleh B. bassiana adalah melalui infeksi langsung hifa atau spora B. bassiana ke dalam kutikula melalui kulit luar serangga. Pertumbuhan hifa akan mengeluarkan enzim yang menyerang dan menghancurkan kutikula, sehingga hifa tersebut mampu menembus dan masuk serta berkembang di dalam tubuh serangga. Pada perkembangannya di dalam tubuh serangga, B. bassiana akan mengeluarkan racun yang disebut beauvericin

yang menyebabkan terjadinya paralisis pada anggota tubuh serangga. Paralisis menyebabkan kehilangan koordinasi sistem gerak, sehingga gerakan serangga tidak teratur dan lama-kelamaan melemah, kemudian berhenti sama sekali. Setelah lebih-kurang lima hari terjadi kelumpuhan total dan kematian. Toksin juga menyebabkan kerusakan jaringan, terutama pada saluran pencernaan, otot, sistem syaraf, dan sistem pernafasan (Wahyudi, 2008). Setelah serangga inang mati, B. bassiana akan mengeluarkan antibiotik, yaitu Oosporein yang menekan populasi bakteri dalam perut serangga inang. Dengan demikian, pada akhirnya seluruh tubuh serangga inang akan penuh oleh propagul B. bassiana. Pada bagian lunak dari tubuh serangga inang, jamur ini akan menembus keluar dan menampakkan pertumbuhan hifa di bagian luar tubuh serangga inang yang biasa disebut white bloom. Pertumbuhan hifa eksternal akan menghasilkan konidia yang bila telah masak akan disebarkan ke lingkungan dan menginfeksi serangga sasaran baru (Wahyudi, 2008). Jamur Metarhizium anisopliae M. anisopliae adalah salah satu cendawan entomopatogen yang termasuk dalam divisi Deuteromycotina: Hyphomycetes. Cendawan ini biasa disebut dengan green muscardine fungus dan tersebar luas di seluruh dunia (Prayogo dkk, 2005). Gambar 8: Konidia M. anisopliae Sumber : :http://www.fruit.affrc.go.jp

Menurut Prayogo, dkk. (2005) pada awal pertumbuhan, koloni jamur berwarna putih, kemudian berubah menjadi hijau gelap dengan bertambahnya umur koloni. Miselium berdiameter 1,98 2,97 µm, konidia tersusun dengan tegak, berlapis dan bercorak yang dipenuhi dengan konidia bersel satu berwarna hialin, berbentuk bulat silinder dengan ukuran 9 µm (Gambar 8). Jamur M. anispliae banyak ditemukan di dalam tanah, bersifat saprofit dan umumnya dijumpai pada berbagai stadia serangga yang terinfeksi, tumbuh pada suhu 65-85 0 F ( 18 0-29 0 C) dengan kelembaban 30-90%. Jamur ini mempunyai koloni berwarna hijau. Konidiofor dapat mencapai panjang 75 µm, bertumpuktumpuk diselubungi oleh konidia yang berbentuk apikal berukuran 6-9,5 µm x 1,5-3,9 µm. Bercabang-cabang, berkelompok membentuk massa yang padat dan longgar. Jamur inidapat membunuh serangga, tungau dan caplak (Barnet, 1969). Larva yang diinfeksi M. anisopliae dicirikan ketika ada perubahan warna menjadi kecoklatan atau hitam pada kutikula serangga. Infeksi selanjutnya terjadi ketika serangga yang mati menjadi lebih keras dan akhirnya ditutupi oleh hifa dari jamur yang kemudian berubah menjadi hijau sesuai dengan spora yang menjadi dewasa (Moslim dkk, 2007). Pada umumnya suhu optimum cendawan entomopatogen untuk perkembangan dan pertumbuhannya, daya menyebabkan penyakit dan bertahan hidup di alam adalah 0-30 o C. Umumnya temperatur di atas 35 o C menghambat pertumbuhan dan perkembangan dari jamur entomopatogen. Konidia M. anisopliae mempunyai titik kematian pada suhu 40 o C selama 15 menit. Di bawah 4 o C, sel-sel cendawan biasanya bertahan hidup, namun jarang berkembang. Jamur entomopatogen pada umumnya dapat menoleransi kisaran yang luas dari

konsentrasi ion hydrogen antara ph 5-10, dengan ph optimum sekitar 7 (McCoy dkk, 1992). Keberhasilan perbanyakan massal jamur M. anisopliae pengembangan metode-metode produksi massal spora-spora infektif telah membuat perkembangan penggunaan jamur M. anisopliae sebagai bioinsektisida yang komersial. Jamur M. anisopliae dapat berkembang pada skala besar pada semisolid fermentasi, sama dengan yang digunakan pada produksi Bacillus thuringiensis dan dapat diformulasikan dalam bentuk tepung. Spora jamur ini dapat tumbuh pada beras steril dalam kantong plastik untuk produksi skala kecil. M. anisopliae sangat peka pada suhu yang ekstrim. Viabilitas spora akan menurun jika terjadi peningkatan suhu dan virulensi akan menurun pada suhu yang rendah (Cloyd, 2012). Suhu optimum untuk pertumbuhan M. anisopliae berkisar 22-27 o C. Konidia akan membentuk kecambah pada kelembaban di atas 90%. Konidia akan berkecambah dengan baik bila kelembaban udara sangat tinggi hingga 100%. Patogenitas M. anisopliae akan menurun apabila kelembaban udara di bawah 86% (Prayogo dkk, 2005). Keefektifan cendawan entomopatogen dipengaruhi oleh waktu aplikasi. Setelah diaplikasi, cendawan entomopatogen membutuhkan kelembaban yang tinggi untuk tumbuh dan berkembang. Kelembaban udara yang tinggi dibutuhkan pada saat pembentukan tabung kecambah (germ tube), sebelum terjadi penetrasi di dalam tubuh serangga. Cendawan entomopatogen sangat rentan terhadap sinar matahari, khususnya sinar ultraviolet. Oleh karena itu, aplikasi cendawan pada musim kemarau perlu dihindari dan sebaiknya aplikasi dilakukan pada saat kelembaban tinggi (Prayogo dkk, 2005).

Konidia M. anisopliae akan berkecambah pada kutikula inang ketika menginfeksi serangga, dan melakukan penetrasi dengan senyawa hidrolisis (peptidase dan kitinase), lalu dengan bantuan tekanan mekanis, enzim tersebut menghancurkan kulit dengan cara lisis. Setelah jamur masuk, konidianya dengan cepat memperbanyak diri sehingga blatospora segera meliputi tubuh inang. Kematian inang disebabkan oleh kolonisasi miselia yang ekstensif sehingga menyebabkan starvasi atau melalui racun yang dilepaskan pada saat penyerangan. Desikasi cadaver digunakan sebagai nutrisi dan air oleh hifa. Hifa memecah kutikula setelah serangga mati. Konidia bebas berkembang secara pasif atau aktif untuk meneruskan siklus infeksi (Winarto, 2005).