BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu ;

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Pendidikan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan. Kesempurnaan, kemuliaan, serta kebahagiaan tidak mungkin

ISLAM DAN TOLERANSI. Disampaikan pada perkuliahan PENDIDIKAN AGAMA ISLAM. MUHAMMAD ALVI FIRDAUSI, S.Si, MA. Modul ke: Fakultas TEHNIK

BAB I PENDAHULUAN. dasar. Di tingkat ini, dasar-dasar ilmu pengetahuan, watak, kepribadian, moral,

Dunia telah menjadi DESA BESAR, Dunia tanpa Batas (pelaksanaan Haji, Pertandingan Sepak Bola dll, bisa dilihat secara langsung ASRORI, MA.

PENGAJIAN RAMADAN 1435 H PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peluang sebesar-besarnya kepada setiap anak Indonesia, untuk memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tinggi. Pada lembaga-lembaga pendidikan tersebut mata pelajaran agama

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. potensi perselisihan hidup beragama, perulah adanya upaya-upaya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Firman Allah SWT. Dalam Surat Al-Mujaadilah [58:11]:

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

STRATEGI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DALAM PENGUATAN NASIONALISME SISWA DI SMA N 5 PURWOKERTO

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

BAB I PENDAHULUAN. dan mendidik hingga pada akhirnya terjadi keseimbangan antara fisik dan mental.

ISLAM dan DEMOKRASI (1)

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan hidup secara tepat dimasa akan datang atau dapat juga didefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. Undang-Undang RI No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV ANALISIS DATA

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana firman Allah Swt. pada Q.S. al-mujadalah ayat 11, sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal

BAB I PENDAHULUAN. ada perantaraan pendidikan agar perkembangannya sempurna sesuai dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. setiap individu memiliki ciri khasnya sendiri-sendiri, selain itu setiap individu

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan segala potensi dan bakat yang terpendam dapat ditumbuhkembangkan,

STRATEGI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN MEDIA DALAM PROSES PEMBELAJARAN UNTUK ANAK DIFABEL (TUNAGRAHITA) DI SLB MARSUDI PUTRA I BANTUL

Bab 1 PENDAHULUAN. QS. Al-Baqarah ayat 282 berkenaan dengan aktivitas atau kegiatan ekonomi:

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat besar untuk menciptakan masa

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. menguntungkan baik bagi anak maupun bagi masyarakat. 2. berupaya untuk mencetak individu-individu yang berkualitas, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. derajat dan kedudukan suatu negara tersebut menjadi lebih tinggi. Sebagaimana

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengaruh kehidupan modern, wanita semakin hari semakin

BAB I PENDAHULUAN. terbelakang. Pendidikan harus benar-benar diarahkan untuk menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. * Seluruh Teks dan terjemah Al-Qur`ān dalam skripsi ini dikutip dari Microsoft Word Menu Add-Ins

BAB I PENDAHULUAN. merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Jika dilihat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizki Panji Ramadana, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEMAMPUAN BERBICARA DALAM KEGIATAN PRESENTASI SISWA KELAS V DI SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. dengan peningkatan terhadap kualitas pendidikan itu sendiri. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Allah swt Berfirman. dalam surat Al-Mujadallah ayat 11.

LEMBAR OBSERVASI UNTUK SISWA

BAB I PENDAHULUAN. termasuk hal yang sangat diperhatikan di Indonesia disamping bidang yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. sebelumnya. Selain itu, penyelenggaraan pendidikan juga perlu memiliki standarstandar

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan sudah dirasakan oleh

BAB VI PERUBAHAN YANG TERJADI PASCA PENDAMPINGAN. A. Kondisi Kemandirian Masyarakat Karang Rejo Gang 6

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

PERAN MUHAMMADIYAH DALAM TOLERANSI ANTAR UMAT BERAGAMA DI DESA BANDARDAWUNG KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR PERIODE

Oleh: Shahmuzir bin Nordzahir

BAB I PENDAHULUAN. Mohammad Effendi. Pengantar Pdikopedagogik Anak Berkelainan.(Jakarta: Bumi Aksara. 2006). hlm 1

PENDAHULUAN. mencapai tujuan pendidikan nasional. Perkembangan zaman saat ini menuntut

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan

ISLAM DIN AL-FITRI. INDIKATOR: 1. Mendeskripsikan Islam sebagai agama yang fitri

BAB I PENDAHULUAN. ini. Kenyataan ini menunjukkan bahwa manusia memerlukan pendidikan. Akan

KOMPETENSI DASAR INDIKATOR:

BAB I PENDAHULUAN. akan pentingnya pendidikan harus dilaksanakan sebaik-baiknya sehingga dapat

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan suatu kegiatan yang tidak pernah berhenti dilakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. terbagi menjadi kepulauan-kepulauan. Hal ini menjadikan Indonesia memiliki

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas akhlak seseorang sangat dipengaruhi oleh kondisi iman dalam

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena

BAB I PENDAHULUAN. memberikan manfaat untuk sesama, untuk lingkungan disekitarnya dan juga untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah diajarkannya cara menulis Al-Quran dan Hadits. Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah

memberikan gairah dan motivasi kepada para siswa. Sesuai dengan Undang dengan visi misi pendidikan nasional dan reformasi pendidikan menyebutkan

والنظرية الرتبوية اإلسالمية ادلستمد من الكتاب والسنة- أي منتشريع اإلسال م الكلي للوجود اإلنساين وعال قا ته با خلا لق والكوان واحلياة...

Sunnah menurut bahasa berarti: Sunnah menurut istilah: Ahli Hadis: Ahli Fiqh:

warga negara yang memiliki kekhususan dalam pemenuhan kebutuhan pendidikannya. Salah satu usaha yang tepat dalam upaya pemenuhan kebutuhan khusus

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN SIKAP BULLYING SISWA KELAS V SDN NOGOTIRTO SLEMAN YOGYAKARTA

BAB IV KONSEP SAKIT. A. Ayat-ayat al-qur`an. 1. QS. Al-Baqarah [2]:

BAB I PENDAHULUAN. sebuah instansi, organisasi maupun lembaga-lembaga lainnya. Adapun

BAB I PENDAHULUAN. olahraga dan rumah tangga. Trauma muskuloskeletal biasanya menyebabkan

BAB V PEMBAHASAN. untuk bekerja demi tercapainya tujuan organisasi. (biographical), kemampuan (ability) kepribadian (personality) dan pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. individu, pendidikan juga berimplikasi besar terhadap kemajuan suatu bangsa. Oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika juga berkembang di bidang ilmu yang lain, seperti Kimia, Fisika, saat ini dengan penerapan konsep matematika tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dibidang pendidikan merupakan sara dan wahana yang sangat baik

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi pendidikan di Indonesia telah dijabarkan dalam Undang-Undang. Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berfikir secara kritis dan mandiri serta menyeluruh dalam

Berkahilah untuk ku dalam segala sesuatu yang Engkau keruniakan. Lindungilah aku dari keburukannya sesuatu yang telah Engkau pastikan.

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan dalam masyarakat. Aspek perubahan meliputi: sosial, politik, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. kearah peningkatan yang lebih positif. Agar usaha-usaha tersebut dapat terwujud

ISLAM IS THE BEST CHOICE

BAB IV ANALISIS PEMAHAMAN DAN IMPLEMENTASI TOLERANSI ANTAR UMAT BERAGAMA. maka dalam bab ini peneliti kemukakan secara garis besar mengenai

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Orang Yang Meninggal Namun Berhutang Puasa

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN. selesai sampai kapanpun, sepanjang ada kehidupan manusia di dunia ini, karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 5 ayat 1 s.d 4 menyatakan bahwa ; Setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu ; warga Negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus ; warga negara daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus ; Warga Negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus. 1 Tujuan pendidikan nasional sebagaimana diamanatkan Undang- Undang perlu diapresiasi semua pihak, agar cita cita pendidikan yang ideal akan terwujud. Dalam hal ini perlu kerjasama yang baik dari berbagai elemen masyarakat, terutama pemerintah yang memegang peranan penting dalam upaya pemerataan pendidikan nasional secara menyeluruh. Saat ini banyak anak-anak yang tidak dapat menikmati suasana belajar dibangku sekolah karena berbagai sebab, diantaranya, karena alasan ekonomi, jarak sekolah yang jauh, konflik sosial, dan anak-anak yang berkelainan maupun yang berbakat. Dalam hal ini peran 1 Undang-Undang No.20 Tahun 2003,Pasal 5 ayat (1 s.d 4) 1

2 pemerintah sangat penting untuk melindungi dan melayani hak- hak anak dalam menerima pedidikan. Pemerintah dalam hal ini perlu membuat suatu kebijakan yang dapat memberikan solusi dalam menangani berbagai masalah pendidikan yang berkembang, kebijakan tersebut hendaknya dapat melindungi dan melayani hak- hak anak untuk mendapatkan pendidikan dan pengakuan terhadap perbedaan minat, kemampuan dan kebutuhan dalam belajar. Sejak disahkannya Undang- Undang No 20 tahun 2003 pasal 15 tentang Pendidikan khusus dan pasal 32 tentang pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus serta Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 tahun 2009 tentang Pendidkan Inklusif bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat Istimewa, memberikan harapan dan terobosan baru dalam memberikan pelayanan pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus berupa pelayanan pendidikan inklusif. Seiring dengan perkembangan dan kemajuan zaman, reformasi kelembagaan yang melayani anak yang mempunyai kelainan telah banyak dilakukan. Pada masa sebelumnya bentuk kelembagaan yang melayani pendidikan anak yang berkelainan masih banyak yang bersifat segregasi atau terpisah dari masyarakat pada umumnya. Selama ini pendidikan bagi anak berkelainan disediakan dalam tiga macam

3 lembaga pendidikan yaitu Sekolah Luar Biasa /Sekolah berkelaian (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dan Pendidikan Terpadu. Sekolah Luar Biasa / Sekolah berkelainan ( SLB ) sebagai lembaga pendidikan khusus tertua menampung berbagai jenis anak berkelainan, sedangkan Pendidikan Terpadu adalah sekolah biasa yang menampung anak yang berkelainan dengan kurikulum, guru, sarana pengajaran, dan kegiatan belajar mengajar yang sama. Memasuki akhir millennium kedua, visi dan misi kelembagaan sudah cenderung kepada bentuk integrasi. Suatu bentuk dimana anak luar biasa menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat. 2 Saat ini model pendidikan inklusif merupakan salah satu bentuk layanan pendidikan bagi anak yang berkebutuhan paling ideal untuk dilaksanakan. Di sekolah inklusif anak- anak yang berkebutuhan khusus membaur dengan anak-anak normal lainya tanpa adanya perbedaan, mereka bisa belajar bagaimana berkomunikasi, bersikap, berinteraksi dengan sesama. Dengan adanya kontak, interaksi, komunikasi dan sosialisasi anak - anak yang berkebutuhan merasa memperoleh penghargaan, perlakuan, dan penghormatan yang sangat mereka butuhkan dalam menjalani kehidupannya. Dan bagi anak yang normal bisa belajar berempati dan bertoleransi sehingga tumbuh sikap saling menghormati dan menghargai. 2 Terry Irenewaty dan Aman, Evaluasi Kebijakan Pendidikan Inklusif di SMA Muhammadiyah 4 Yogykarta, Penelitian, Yogyakarta,2007, h.3,td

4 Penyelenggaraan pendidikan Inklusif sesuai dengan ajaran Islam yang dijelaskan dalam Al-Quran Surah Al-Hujurat 13 sebagai berikut: ي ا أ ي ه ا ا لن اس إ ن ا خ ل ق ن اك م م ن ذ ك ر و أ ن ث ى و ج ع ل ن اك م ش ع ىب ا و ق ب ائ ل ل ت ع ار ف ىا إ ن أ ك ر م ك م ع ن د للا أ ت ق اك م إ ن للا ع ل يم خ ب ير Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenalmengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. 3 Pada pembelajaran inklusif semua orang bagian berharga dalam kebersaman, apapun perbedaan mereka. Semua anak terlepas dari kemampuan maupun ketidakmampuan, jenis kelamin, status sosial ekonomi, suku, latar belakang budaya, bahasa dan agama menyatu dalam komunitas sekolah yang sama. Dalam inklusivitas, semua perbedaan tidak dilihat sebagai problematika, tetapi sebuah tantangan dan pengayaan dalam lingkungan belajar. Mereka jadi siap dan familiar dengan keberagaman, dan merasa nyaman dengan aneka perbedaan. 4 Usaha untuk memberikan pelayanan pendidikan inklusif telah mulai diberlakukan dikota Palangka Raya, hal ini sebagai salah satu wujud komitmen Pemerintah Kota Palangka Raya dalam melaksanakan 3 Al-Hujurat [49]:13 4 Suyanto dan Mudjito, Masa Depan Pendidikan Inklusif, Jakarta, Kemendikbud, 2014,h.11

5 amanat Undang-Undang No.20 Tahun 2003 Tentang Pendidikan Nasional pasal 5 dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa. Palangka Raya sebagai ibukota Provinsi Kalimantan Tengah berkomitmen untuk menjadikan Palangka Raya sebagai kota pendidikan yang ramah, adil tanpa diskriminasi hal ini berdasarkan Surat Keputusan Walikota Palangka Raya Nomor 328 Tahun 2014 Tentang Kelompok Kerja Pendidikan Inklusif kota Palangka Raya dan Peraturan Walikota Palangka Raya Nomor 26 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Khusus, Pendidikan Inklusif dan Pusat Sumber di Kota Palangka Raya. Surat Keputusan dan Peraturan Walikota Palangka Raya tersebut yang ramah, adil tanpa harus diimplementasikan dalam pendidikan dikriminasi terhadap anak berkebutuhan khusus pada semua sekolah yang ada di Palangka Raya. Keberadaan sekolah inklusif dibandingkan dengan sekolah - sekolah formal tentunya banyak memerlukan pertimbangan mengingat dari segi fisik dan psikologis peserta didik yang berbeda dengan peserta didik lainnya. Ada beberapa sekolah yang ditunjuk untuk menjadi piloting sekolah inklusif dikota Palangka Raya diantaranya SMAN 8, SMA Muhammadiyah I dan SMAN 4 Palangka Raya, berdasarkan observasi awal Tahun Pelajaran 2015/2016 SMAN 8 masih belum

6 memiliki peserta didik inklusif, SMA Muhamadiyah memiliki satu peserta didik inklusif dengan indikasi lambat belajar, dari sekolahsekolah tersebut hanya SMAN 4 yang memiliki siswa yang berkebutuhan khusus lebih banyak yaitu 10 orang, berdasarkan pertimbangan tersebut maka penulis memilih SMAN 4 Palangka Raya sebagai tempat penelitian. Penunjukkan sekolah piloting sebagai penyelenggara pendidikan inklusif harus memenuhi kriteria berdasarkan Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Departemen Pendidikan Nasional meliputi : "1) Kesiapan sekolah untuk menyelenggarakan program pendidikan inklusif ( kepala sekolah, komite sekolah, guru, peserta didik, dan orang tua); 2) Terdapat anak berkebutuhan khusus di lingkungan sekolah; 3) Tersedia guru pembimbing khusus (GPK) dari PLB (guru tetap sekolah atau guru yang diperbantukan dari lembaga lain); 4) Komitmen terhadap penuntasan wajib belajar; 5) Memiliki jaringan kerjasama dengan lembaga lain yang relevan; 6) Tersedia sarana penunjang yang mudah diakses oleh semua anak; 7) Pihak sekolah telah memperoleh sosialisasi tentang pendidikan inklusif; 8) Sekolah tersebut telah terakreditasi; 9) Memenuhi prosedur adminstrasi yang telah ditentukan." 5 Berdasarkan kriteria diatas SMAN 4 Palangka Raya yang terletak di Jalan Sisingamangaraja III telah memenuhi kriteria untuk menyelengarakan pendidikan inklusif. Tahun Pelajaran 2015/2016 jumlah siswa di SMAN 4 Palangka Raya 1.134 0rang, siswa inklusif 10 orang meliputi 3 orang lamban belajar, 3 orang tuna daksa, 2 orang low vision 6, 1 hiperaktif 7 dan 1 orang autisme. 8 5 Departemen Pendidikan Nasional, Pedoman Umum Penyelenggaraan pendidikan Inklusif, Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, 2007,h.29 6 Low Vision adalah daya tajam penglihatan yang sangat rendah

7 Dipilihnya SMAN 4 Palangka Raya sebagai lokasi dalam penelitian ini karena SMAN 4 Palangka Raya merupakan sekolah yang lebih siap menyelenggarakan pendidikan inklusif berdasarkan kriteria diatas dan memiliki peserta didik inklusif yang lebih banyak dibandingkan dengan sekolah sekolah piloting lain yang ditunjuk pemerintah. Pelaksanaan pendidikan inklusif merupakan tanggung jawab pemerintah untuk menjamin terselenggaranya dengan menyediakan sumber daya yang diperlukan, dan pemerintah juga wajib menyediakan guru pembimbing khusus yang ditunjuk untuk menyelenggaraan pendidikan inklusif. Proses belajar mengajar dan kurikulum yang digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif pada dasarnya sama dengan sekolah umum dan menggunakan kurikulum standar nasional yang berlaku di sekolah umum. Namun demikian, karena ragam hambatan yang dialami peserta didik berkelainan sangat bervariasi, mulai dari yang sifatnya ringan, sedang sampai yang berat, maka dalam implementasinya kurikulum tingkat satuan pendidikan yang sesuai dengan standar nasional perlu di lakukan modifikasi (penyelerasan) sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Kenyataan di lapangan telah memberikan indikasi bahwa 7 Hiperaktif adalah gangguan perilaku yang ditandai dengan gangguan pemusatan perhatian, pembicaraan yang lepas kontrol, dan perilaku hiperaktif biasanya terdapat pada anak laki-laki. Istilah lain untuk anak hiperaktif adalah ADHD ( Attention Deficit Hyperactivity Disorder) atau ADD/H ( Attention Deficit Disorder/ Hyperactivity), penulisan istilah-istilah itu maksudnya adalah sama 8 Data dari Koordinator Inklusif SMAN 4 Palangka Raya, Tahun 2016

8 ternyata ada keberhasilan tertentu dalam pelaksanaan pendidikan inklusif di sekolah. Penyelenggaraan pendidikan inklusif merupakan terobosan baru dalam menciptakan suatu sistem pendidikan moral bagi siswa agar mampu mengkondisikan diri terhadap lingkungan yang komplek dimana keberagaman karakteristik siswa bisa membawa kearah pendidikan baru yang lebih modern. 9 Tingkatan dalam pendidikan inklusif dapat dibedakan berdasarkan tingkat kelainan peserta didiknya. Hal ini terjadi karena tidak semua sekolah inklusi dapat menerima peserta didik berkebutuhan khusus sepenuh waktu di kelas reguler. Adapun tingkat kelainan peserta didik berkebutuhan khusus adalah: 1. Mild disabilities adalah tingkat kelainan yang ringan dan masih bisa melakukan kegiatan dengan anak- anak seusianya. 2. Moderate disabilities adalah tingkat kelainan sedang, masih bisa melakukan kegiatan dengan bantuan. 3. Severe atau profound disabilities adalah tingkat kelainan berat yang memerlukan pendampingan dan bantuan. 4. Most severe disabilities adalah tingkat kelainan sangat berat yang memerlukan bantuan dan perawatan terus menerus. 10 9 Terry Irenewaty dan Aman, Evaluasi Kebijakan Pendididkan Inklusif di SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta, Penelitian, h.6,td 10 Suyanto dan Mudjito, Masa Depan Pendidikan Inklusif, Jakarta: Kemendikbud Direktorat Pendidikan Dasar,2014,h.60

9 Untuk keperluan pengembangan pengajaran pendidikan inklusif dan kemampuan sekolah dalam menerima peserta didik inklusif perlu dilakukan asesmen dan identifikasi keunggulan dan hambatanhambatannya serta kebutuhan khusus peserta didik. Pendidikan Inklusif merupakan suatu model pendidikan yang unik sehingga memerlukan manajemen peserta didik yang baik agar pelayanan pendidikannya berjalan efektif, sehingga penulis tertarik untuk meneliti "Manajemen Layanan Peserta Didik Inklusif di SMAN 4 Palangka Raya " B. Fokus dan Subfokus Penelitian Fokus dalam penelitian ini adalah pola manajemen layanan peserta didik Inklusif, sedangkan subfokus adalah proses layanan kepada peserta didik inklusif C. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana pola manajemen layanan peserta didik inklusif di SMAN 4 Palangka Raya? 2. Faktor- faktor apa saja yang menghambat proses manajemen layanan peserta didik inklusif di SMAN 4 Palangka Raya? 3. Bagaimana upaya pimpinan sekolah untuk menindak lanjuti kendalakendala dalam memberikan layanan peserta didik inklusif di SMAN 4 Palangka Raya.

10 D. Tujuan dan Kegunaan Penelitan 1. Tujuan Penelitian a. Untuk memahami pola manajemen layanan peserta didik inklusif di SMAN 4 Palangka Raya. b. Untuk memahami faktor-faktor yang menghambat keberhasilan dalam memberikan layanan peserta didik inklusif di SMAN 4 Palangka Raya. c. Untuk memahami upaya pimpinan sekolah dalam menindak lanjuti kendala-kendala dalam memberikan layanan peserta didik inklusif di SMAN 4 Palangka Raya. d. Untuk menawarkan pola manajemen layanan peserta didik inklusif di SMAN 4 Palangka Raya 2. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian dapat dibedakan menjadi dua yaitu: a. Teoritis Menambah dan membuka wawasan tentang manajemen pendidikan, terutama terkait dengan manajeman layanan peserta didik inklusif.

11 b. Praktis 1) Bagi Kepala Sekolah a) Sebagai acuan untuk meningkatkan efektifitas dalam pelaksanaan dan pelayanan peserta didik inklusif di SMAN 4 Palangka Raya. b). Hasil penelitian dapat dijadikan tolak ukur keberhasilan penyelenggaraan pendidikan inklusif di SMAN 4 Palangka Raya dan bahan pertimbangan untuk menentukan kebijakan dalam memberikan pelayanan kepada peserta didik inklusif. 2) Bagi Mahasiswa Hasil penelitian dapat dijadikan kajian oleh peneliti selanjutnya. 3) Bagi Guru Hasil penelitian dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja guru dalam memberikan pembinaan dan pelayanan terhadap peserta didik inklusif 4) Bagi Dinas Pendidikan Kota Palangka Raya Memberi masukan yang berguna untuk Pemerintah Kota Palangka Raya dalam hal ini Dinas Pendidikan Kota untuk mengintensifkan kebijakan pendidikan inklusif sebagai program perluasan dan pemerataan pendidikan.

12