V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

dokumen-dokumen yang mirip
VI ANALISIS FAKTOR FAKTOR SUMBER RISIKO PRODUKSI TERHADAP PRODUKSI KARET ALAM

METODE MAGANG. Tempat dan Waktu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. SOCIATE FINANCIARE DES CHACILUS MEDANSA oleh bangsa belgia. Pada tahun 1996-

KEADAAN UMUM Sejarah Perusahaan

Disampaikan oleh : Edison P. Sihombing dan Dimas H. Pamungkas

percobaan pemupukan, berdasarkan jumlah dan macam unsur hara yang diangkut hasil panen, berdasarkan ketersediaan unsur hara dalam tanah (analisis

PENYAKIT BIDANG SADAP

(Gambar 1 Gejala serangan Oidium heveae pada pembibitan karet)

BAB II. PT. Socfin Indonesia Medan (socfindo) Perkebunan Aek. Pamienke

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Way Kanan merupakan salah satu wilayah pemekaran dari wilayah

BAB II PT SOCFIN INDONESIA. Socfindo Medan SA (Societe Financiere Des Caulthous Medan Societe

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. merupakan cikal bakal berdirinya Kebun/Unit PT. Perkebunan Nusantara V

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsep Pemupukan (4T) BPE Jenis Pupuk

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

IV METODE PENELITIAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

KEADAAN UMUM Letak Wilayah Administratif Keadaan Iklim dan Tanah

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya serta amat beragam jenis dan sumbernya. Data-data ini bervariasi

PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian dalam pembangunan di Indonesia tidak perlu. diragukan lagi. GBHN pun telah memberikan amanat bahwa prioritas

KEADAAN UMUM KEBUN Letak Geografis Keadaan Iklim, Tanah, dan Topografi

BAB I PENDAHULUAN. B. Tujuan Penulisan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian

PEMBAHASAN Manajemen Panen Teluk Siak Estate

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Januari 2014 di

KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG

PENDAHULUAN. pertanian. Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar penggunaan lahan di. menyangkut kesejahteraan bangsa (Dillon, 2004).

KERAGAAN PRODUKTIFITAS BEBERAPA KLON UNGGUL KARET RAKYAT DI PROPINSI BENGKULU. Some variability Productivity Superior Rubber Clone People in Bengkulu

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

KEADAAN UMUM KEBUN. Sejarah Kebun. Letak Geografis dan Administratif Kebun

KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG. Lokasi Kebun

SEMINAR TUGAS AKHIR DISUSUN OLEH : NAMA :HENRIK FRANSISKUS AMBARITA NIM : : BUDIDAYA PERKEBUNAN PEMBIMBING : Ir. P.

KEADAAN UMUM Letak Wilayah Administratif Keadaan Iklim dan Tanah

KONDISI UMUM KEBUN. Profil Perusahaan

POLA DASAR SADAPAN POLA DASAR SADAPAN

KEADAAN UMUM. Letak Wilayah Administratif

BAB II PROSES BISNIS PERUSAHAAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

KEADAAN UMUM Letak Wilayah Administratif

TINJAUAN PUSTAKA Akar Tanaman Kelapa Sawit Ekologi Kelapa Sawit

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Lapangan Terpadu Kampus Gedung Meneng Fakultas

TUGAS I. MANAJEMEN PEMELIHARAAN KELAPA SAWIT

KONDISI UMUM LOKASI MAGANG

Indonesia Kebun Matapao adalah sebagai berikut: tertinggi di PT. Socfindo Kebun Mata Pao. Manager/ADM mempunyai

AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN SENSUS TANAMAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

PENGELOLAAN LIMBAH ORGANIK INDUSTRI KELAPA SAWIT

KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG

LEAF SAMPLING UNIT ( L S U )

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

BISNIS BUDIDAYA KARET

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Botani Kelapa Sawit

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KERAGAMANTANAMAN DANPRODUKSI KELAPASAWIT PTPERKEBUNANNUSANTARAV

keja pengendalian gulma secara manual tidak pernah dapat dicapai oleh tenaga kerja, ha1 ini disebabkan oleh kerapatan dan penutupan gulma.

Lampiran 1 Jurnal harian sebagai karyawan harian lepas Prestasi Kerja Penulis Karyawan Standar

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. berlokasi di Desa Pagaran Tapah Darussalam Kec. Pagaran Tapah Darussalam

III KERANGKA PEMIKIRAN

KEADAAN UMUM. Letak Wilayah Administratif

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor karet Indonesia selama

Chart Title. Indonesia 3.5 ha Thailand 2 ha Malaysia 1.5 ha

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PENYAKIT Fusarium spp. PADA TANAMAN KARET. Hilda Syafitri Darwis, SP.MP. dan Ir. Syahnen, MS.

Karya Ilmiah tentang Penanaman Pohon Karet

KEADAAN UMUM Letak Geografis dan Administratif Luas Areal dan Tata Guna Lahan

PEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan

Teknik Budidaya Tanaman Durian

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. perkebunan, khususnya pada sektor tanaman karet. Penduduk di Desa Negeri

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK

KONDISI UMUM KEBUN. Letak Geografis Kebun. Keadaan Iklim dan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.

RISIKO PRODUKSI KARET ALAM DI KEBUN AEK PAMIENKE PT SOCFINDO KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA PROVINSI SUMATERA UTARA

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

Getas, 2 Juni 2009 No : Kepada Yth. Hal : Laporan Hasil Kunjungan Kebun Getas PTP Nusantara IX

TAP INSPEKSI PENDAHULUAN

KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG

Cara Menanam Cabe di Polybag

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

PEMBAHASAN. Aspek Teknis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Produktivitas Optimal PENDAHULUAN 13/07/2017 PT PADASA ENAM UTAMA. Bahan Tanaman. Manajemen Kebun. Oleh: Lambok Siahaan.

PENYADAPAN TANAMAN KARET

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG. Pelaksanaan Teknis

KONDISI UMUM Sejarah Perkebunan

pernyataan singkat tentang hasil penelitian sedangkan saran berisikan hal-hal yang perlu dilakukan berkaitan dengan hasil penelitian. 8.1.

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ribu Ha)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

KEADAAN UMUM. Wilayah Administratif

KEADAAN UMUM Letak Wilayah Administratif Luas Areal dan Tata Guna Lahan

PEMBAHASAN Prosedur Gudang

KATA PENGANTAR. Bumi Agung, September 2015 Penulis

Transkripsi:

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1 Profil Perusahaan PT Socfin Medan didirikan pada tahun 1930 dengan nama Socfin Medan (Socliete Finaciere Des Conchocs Medan Siciete Anonyme). Perusahaan ini didirikan berdasarkan Akte Notaris William Leo No. 45 tanggal 7 Desember 1930 dan merupakan perusahaan yang mengelola perusahaan perkebunan di daerah Sumatera Utara, Aceh Selatan, dan Aceh Timur. Pada tahun 1965 berdasarkan penetapan Presiden no. 6 tahun 1965, keputusan Presiden kabinet Dwikora no. A/d/50/65, Instruksi Menteri Perkebunan no. 20/MPR/M.Perk./65, no. 29/Mtr/M.perk/65 dan SK no.100/m.perk/65 semua perkebunan yang dikelola PT Socfin Medan berada di bawah pengawasan Pemerintah Republik Indonesia. Tanggal 29 April 1968 dicapai suatu persetujuan antara pemerintah RI dengan PT Socfin Medan dengan tujuan mendirikan perusahaan perkebunan Belgia dalam bentuk Joint Venture dengan komposisi modal 60 persen bagi Pengusaha Belgia dan 40 persen Pemerintah Indonesia. Sejalan dengan perkembangan PT Socfin Medan berubah nama menjadi PT Socfin Indonesia (Socfindo), pada tahun 2001 anggaran dasar PT Socfindo mengalami beberapa perubahan berdasarkan akta perubahan dari Notaris Ny. R.Arie Soetardjo mengenai komposisi saham menjadi 90 persen bagi Pengusaha Belgia dan 10 persen bagi Pemerintah Indonesia. PT Socfindo merupakan sebuah perusahaan perkebunan dengan komoditi utamanya yaitu Kelapa Sawit dan Karet yang terletak di wilayah Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Aceh dengan total areal seluruhnya 49,548.96 Ha. Visi perusahaan adalah menjadi perusahaan industri perkebunan kelapa sawit dan karet kelas dunia yang efisien dalam produksi dan memberikan keuntungan kepada para stake holder dan misi perusahaan sebagai berikut : 1) Mengembangkan bisnis dan memberikan keuntungan bagi pemegang saham 2) Memberlakukan sistem manajemen yang mengacu pada standar internasional dan acuan yang berlaku di bisnisnya 37

3) Menjalankan operasi dengan efisien dan hasil yang tertinggi (mutu dan produktivitas) serta harga yang kompetitif 4) Menjadi tempat kerja pilihan bagi karyawannya, aman dan sehat 5) Penggunaan sumber daya yang efisien dan minimalisasi limbah 6) Membagi kesejahteraan bagi masyarakat dimana kami beroperasi PT Socfin Indonesia berkantor pusat di Medan beralamatkan Jalan K.L. Yos Sudarso no. 106 Medan dipimpin oleh seorang Principal Director yang ditetapkan oleh Komisaris atau pemilik saham dan seorang General Manager, keduanya disebut Direksi. Penyelengaraan kegiatan perusahaan dilakukan Direksi dengan dibantu oleh Kepala-Kepala Bagian Departemen dan Group Manager yang memimpin satu rayon perkebunan dimana PT Socfindo memiliki tiga rayon perkebunan (Group I,II,III). Masing-masing Group Manager memimpin beberapa perkebunan di group masing-masing. Bagian Departemen di PT Socfindo adalah sebagai berikut : 1) Bagian Umum (General Department) 2) Bagian Perbelanjaan (Finance Department) 3) Bagian Pembelian (Purchase Department) 4) Bagian Tanaman (Agricultural Department) 5) Bagian Tehnik (Technic Department) 6) Bagian penjualan (Sales Department) 7) Bagian Informasi Teknologi (IT Department) PT Socfindo juga memiliki beberapa kebun yang terdiri dari tiga Group. Group satu terdiri dari kebun Sei liput, Seunagan, Seumayam, dan Lae Butar. Untuk group dua yaitu kebun Mata Pao, Bangun Bandar, Tanah Gambus, Tanah Maria, Tanah Besi, dan Lima Puluh, sedangkan group tiga terdiri dari Aek Loba, Padang Pulo, Negeri Lama, Aek Pamienke, dan Halimbe. Ketiga group kebun ini tersebar dibeberapa kabupaten yang dapat dilihat pada Tabel 9. 38

Tabel 9. Penyebaran Kebun di PT Socfin Indonesia (Socfindo) Tahun 2012 No. Perkebunan Kebun Kabupaten 1 Kelapa Sawit Seumayam Aceh Barat 2 Kelapa Sawit Seunagan Aceh Barat 3 Kelapa Sawit Lae Butar Aceh Selatan 4 Kelapa Sawit Sei Liput Aceh Timur 5 Kelapa Sawit Mata Pao Serdang Badagai 6 Kelapa Sawit Bangun Bandar Serdang Badagai 7 Karet Tanjung Maria Serdang Badagai 8 Karet Tanah Besi Serdang Badagai 9 Karet Lima Puluh Batu Bara 10 Kelapa Sawit Tanah Gambus Batu Bara 11 Kelapa Sawit Aek Loba Asahan 12 Kelapa Sawit Padang Pulo Asahan 13 Kelapa Sawit Negeri Lama Labuhan Batu 14 Karet Aek Pamingke Labuhan Batu 15 Karet Halimbe Labuhan Batu Sumber : PT Socfindo (2012) 5.2 Perkembangan Usaha Perkebunan Karet PT Socfindo memiliki lima perkebunan karet yaitu Tanjung Maria, Tanah Besi, Lima Puluh, Aek Pamingke, dan Halimbe. Perkembangan usaha karet dari lima perkebunan di PT Socfindo dari tahun ke tahun mengalami produktivitas yang berfluktuasi. Hal ini dapat dilihat dari penurunan produktivitas tahun 2007 ke 2008 pada Tabel 10. Setelah dari tahun 2008 sampai 2011 dan seterusnya, produktivitas karet mengalami peningkatan dan penurunan yang tidak terlalu signifikan, sehingga dapat disimpulkan produktivitas karet untuk PT Socfindo secara keseluruhan masih mengalami perkembangan yang cukup baik. Tabel 10. Perkembangan Produktivitas PT Socfindo Tahun 1968-2011 Tahun Luas Lahan (Ha) Produksi (KK Kg) Produktivitas (Kg/Ha) 1968 7.653 4.302.922 562 2006 6.751,50 10.548.342 1.562 2007 6.514,89 10.768.773 1.653 2008 6.703,06 9.558.521 1.426 2009 6.716,07 10.383.661 1.546 2010 7.032,83 10.729.320 1.526 2011* 6.925,58 11.761.378 1.698 Sumber : Divisi Bagian Tanaman PT Socfindo (2011) Keterangan : * Angka Sementara Penelitian ini dilakukan di salah satu perkebunan karet PT Socfindo, yaitu perkebunan Aek pamienke. Perkembangan produktivitas karet untuk kebun aek 39

pamienke dari tahun 2006-2010 mengalami fluktuasi produktivitas yang dapat dilihat mulai dari 2006 sampai 2007 mengalami peningkatan produktivitas sebesar 11,04 persen, sedangkan pada tahun 2008 mengalami penurunan yang sangat signifikan sebesar 23,53 persen dari produktivitas pada tahun 2007. Pada tahun 2009 mengalami peningkatan kembali sebesar 1,56 persen dan menurun kembali sebesar 10,01 persen pada tahun 2010. Produktivitas (kg/ha/tahun) Kebun Aek Pamienke PT Socfindo dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Produktivitas Kebun Aek Pamienke PT Socfindo Tahun 2006-2010 Tahun Produktivitas (Kg/Ha) Pertumbuhan (%) 2006 1.657-2007 1.840 11,04 2008 1.407-23,53 2009 1.548 10,02 2010 1.379-10,92 Sumber : Divisi Bagian Tanaman PT Socfindo (2011) Kebun Aek Pamienke PT Socfindo memiliki luas lahan yang paling besar dibandingkan perkebunan karet lainnya yang dapat dilihat pada Tabel 12. Luas lahan tersebut adalah luas lahan yang ditanami tanaman belum menghasilkan (TBM) dan tanaman menghasilkan (TM), dan sisanya berupa rawa, perumahan, pabrik, dan jalan kebun. Tanaman belum menghasilkan adalah tanaman yang berumur 0-5 tahun, sedangkan untuk tanaman menghasilkan berumur > 5 tahun. Tabel 12. Luas Areal Perkebunan Karet PT Socfindo Tahun 2012 Perkebunan Karet Luas Lahan yang ditanami Lain-lain( rawa, perumahan, pabrik, dan Total (Ha) (Ha) jalan kebun) Tanjung Maria 1.224,98 23,09 1.248,07 Tanah Besih 1.367,98 28,03 1.396,01 Lima Puluh 1.794,85 32,49 1.827,34 Aek Pamienke 3.820,25 121,00 3.941,25 Halimbe 1.406,46 145,48 1.551,94 Sumber : Divisi Bagian Tanaman PT Socfindo (2012) 5.3 Struktur Organisasi Kebun Aek Pamienke PT. Socfindo berada di group tiga dengan dipimpin oleh seorang Group Manager (GM), sedangkan untuk pengelolaan perkebunan Aek Pamienke dipimpin oleh seorang manager kebun yang disebut pengurus, 40

bertanggung jawab penuh terhadap pelaksanaan operasi lapangan dan pabrik karet kebun Aek Pamienke. Pelaksanaan tugas yang berlaku adalah seorang pengurus di bantu oleh seorang asisten kepala beserta lima orang asisten divisi di lapangan (kebun), satu orang kepala pabrik dengan jabatan tekhniker I dan satu orang asisten teknik dengan jabatan tekniker II, serta satu orang Kepala Tata Usaha (KTU) yang bertanggung jawab terhadap administrasi kebun yang dibantu beberapa orang pegawai administrasi. Tenaga kerja yang bekerja di dalam perusahaan secari garis besar dapat dibagi dalam beberapa kategori atau golongan, yaitu : 1) Staf Karyawan dengan golongan staf merupakan karyawan yang berposisi sebagai suatu pengurus yang bertanggung jawab akan pengelolaan perkebunan, seperti manager, asisten kepala, kepala masing-masing afdeling, kepala pabrik, dan kepala tata usaha. Karyawan dengan golongan staf mendapatkan gaji dan berbagai macam tunjangan sesuai dengan posisinya masing-masing. 2) Non-Staf Golongan ini merupakan peralihan golongan dari karyawan tetap bulanan yang akan menuju staf, sehingga mendapatkan tunjangan yang masih sama dengan karyawan tidak bulanan, tapi selangkah lebih dekat menuju staf. 3) Karyawan Tetap Bulanan (KTB) Karyawan Tetap Bulanan (KTB) merupakan karyawan yang dianggap tetap secara bulanan, mendapatkan gaji dan tunjangan sesuai dengan status atau jumlah anggota keluarga yang ditanggung, seperti pegawai kantor, dan lain sebagainya. 4) Karyawan Tetap Harian (KTH) Karyawan Tetap Harian (KTH) merupakan karyawan tetap secara harian mendapatkan gaji dan tunjangan yang tidak tergantung pada jumlah anggota keluarga yang ditanggung, seperti pegawai deres, nyemprot, pabrik, dan lain sebagainya. 41

5) Buruh Harian Lepas (BHL) Golongan ini merupakan tenaga kerja yang masih dianggap sementara/ tidak tetap. BHL mendapatkan bayaran dengan Upah Minimum Provinsi (UMP) sektor perkebunan. BHL memiliki tugas dalam merawat tanaman karet, seperti membersihkan rumput dan gulma. Pencarian BHL dapat dibantu melalui kerjasama yang dilakukan PT Socfindo kebun Aek Pamienke dengan koperasi lestari. Tugas koperasi lestari dalam hal ini adalah mencari BHL apabila diperlukan, kemudian PT Socfindo yang membayarnya ke pihak koperasi. Struktur organisasi untuk PT Socfindo kebun Aek Pamienke dapat dilihat rincian lengkapnya pada Gambar 7. Pengurus/Manager Asisten Kepala (ASKEP) Kepala Afdeling/Divisi KTU (Kepala Tata Usaha) Tekniker I Tekniker II Afd. I Afd. II Afd. III Afd. IV Afd. V Gambar 7. Struktur Organisasi Kebun Aek Pamienke PT Socfindo Sumber : Kebun Aek Pamienke PT Socfindo (2012) Setiap afdeling yang terdapat dalam perkebunan juga memiliki struktur organisasi masing-masing, yang terdiri dari mandor satu tanaman, mantri produksi, mantri tanaman, tap control, krani lateks, dan pembantu krani yang masing-masing memiliki tugasnya dalam setiap afdeling. Setiap afdeling rata-rata terdiri dari 400-800 ha yang terbagi dalam beberapa blok. Struktur organisasi tiap afdeling dapat dilihat pada Gambar 8. 42

Kepala Asisten (ASKEP) Asisten Afdeling I, II, III, IV, V Tap Kontrol Mantri Tanaman Mantri Produksi Mandor I Tanaman Krani Lateks Karyawan Mandor Deres Karyawan Karyawan Gambar 8. Struktur Organisasi Setiap Afdeling Kebun Aek Pamienke PT Socfindo Sumber : Kebun Aek Pamienke PT Socfindo (2012) 5.4 Peraturan Ketenagakerjaan 1) Jam Kerja dan Tata Tertib Kerja Waktu kerja karyawan kebun Aek Pamienke PT Socfindo adalah 7 jam satu hari atau 40 jam dalam satu minggu dimana dalam pelaksanaanya diatur sebagai berikut : a) Karyawan lapangan bekerja enam hari dalam seminggu. Khusus karyawan penderes yang masuk pada hari libur atau hari minggu akan diberi premi khusus (Uang Kontan) atau sering disebut kontanan. Karyawan mulai bekerja pukul 06.30 WIB sampai pukul 14.00 WIB dan diantaranya termasuk istirahat untuk makan pagi yang biasa di istilahkan wolon pada pukul 10.00-12.00 WIB. b) Karyawan pabrik karet kebun Aek Pamienke juga bekerja enam hari dalam sepekan, jika mereka masuk pada hari minggu atau hari libur maka dianggap lembur. Waktu kerja karyawan pengolahan dibagi menjadi dua shift, yaitu shift pertama bekerja mulai pukul 07.00 WIB sampai pukul 11.00 WIB, dan shift kedua bekerja mulai jam 13.00 WIB berakhir sampai pukul 16.00 WIB. 43

c) Pegawai kantor pengurus dan pabrik bekerja mulai pukul 08.00 WIB sampai 16.00 WIB dan diantaranya sudah termasuk waktu istirahat tengah hari dari pukul 12.00 WIB sampai dengan pukul 14.00 WIB untuk makan siang. Kelebihan jam kerja dihitung sebagai lembur. PT Socfindo memberikan hak cuti bagi seluruh pekerja perkebunan yang diatur sebagai berikut : a) Istirahat tahunan yang disebut juga cuti tahunan diberikan 12 hari dalam setahun, dan bila telah bekerja enam tahun mendapat cuti panjang selama tiga bulan. b) Bagi pekerja wanita yang sedang mempersiapkan proses kelahiran mendapat hak cuti selama tiga bulan. c) Bagi pekerja yang mendapat kemalangan, kawin/mengawinkan, mendapat hak cuti selama dua hari. d) Bagi pekerja yang mengikuti ibadah haji diberikan cuti selama mengikuti ibadah tersebut. 2) Sistem Upah Sistem upah yang diterapkan pada setiap karyawan berpedoman kepada Upah Minimum Provinsi (UMP) sektor perkebunan. Selain upah dasar, perusahaan juga menetapkan sistem pembayaran lainnya antara lain : a) Diterapkan premi jika karyawan dapat mencapai atau menyelesaikan pekerjaan melebihi target perusahaan. b) Lembur jika karyawan bekerja melebihi waktu yang sudah ditetapkan. c) Diberikan catu natura berupa beras untuk pekerja 15 kg, untuk istri 9 kg, dan untuk anak 7,5 kg maksimum tiga anak. d) Pemberian tunjangan Hari Raya pada setiap mendekati hari raya. e) Pemberian bonus tahunan yang besarannya dihitung dari keuntungan perusahaan 3) Fasilitas Kesejahteraan Karyawan Dan Sarana Sosial Kebun Aek Pamienke PT Socfin Indonesia (Socfindo) memberikan Fasilitas kesejahteraan dan sarana sosial bagi pekerja dan keluarganya, baik fisik maupun non-fisik antara lain : 44

a) Perumahan Semua pekerja kebun diberikan sarana perumahan yang lokasinya disesuaikan dengan lokasi kerja dari masing-masing pekerja baik di divisi maupun di pabrik. Perumahan yang diberikan telah dilengkapi dengan instilasi jaringan listrik dan air dan telah memenuhi standar rumah sehat. Namun demikian banyak juga pekerja yang tidak tinggal di rumah yang telah disediakan perusahaan tetapi tinggal dirumah pribadi dengan lokasi kampung disekitar kebun b) Sarana Kesehatan Kebun Aek Pamienke mempunyai unit kesehatan berupa poliklinik yang tugas pokok setiap harinya memberikan pertolongan, pengobatan dan perawatan bagi pekerja dan keluarganya. Apabila karyawan atau keluarga dalam keadaan sakit parah atau berat dan tidak dapat ditangani lagi oleh para medis di poliklinik, maka pasien yang sakit akan dirujuk ke rumah sakit terdekat di daerah, di kota madya atau di ibu kota provinsi dan semua biaya akan ditanggung sepenuhnya oleh perusahaan bila telah memenuhi prosedur pengobatan. 5.5 Kegiatan Utama Perkebunan Karet PT Socfindo Kebun Aek Pamienke memiliki tiga kegiatan utama dalam pengelolaan perkebunan karet alam, yaitu kegiatan perawatan, pemupukan, dan pemanenan. 1) Kegiatan Perawatan Kegiatan perawatan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk merawat tanaman dan lingkungan sekitarnya, serta mengatasi hama, gulma, dan penyakit yang terjadi pada tanaman yang meliputi penyemprotan liringan (jalur untuk dapat dilewati oleh karyawan). Hal ini dilakukan agar gulma tidak tumbuh, pencegahan dan pengobatan hama penyakit, membersihkan gulma, memperdalam parit yang dangkal, dan merawat serta memperbaiki jalanan sekitar yang telah rusak. Hama yang paling banyak ditemukan pada Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) adalah kutu dan rayap. Hama ini sangat banyak jenisnya pada umumnya menyerang tanaman karet yang masih kecil yang menghambat pertumbuhan untuk menjadi besar dan subur, karena zat-zat yang terdapat dalam batang serta daun di 45

hisap secara simultan yang pada akhirnya karet menjadi mati secara berlahan. Tanaman karet gejala kuning pada daun serta layu yang berguguran. Rayap pada umumnya mulai menyerang tanaman karet mulai dari akar yang mati serta pangkal kayu yang ada di sekitar batang karet. Pembasmian hama dilakukan dengan cara kimiawi (penyemprotan) menggunakan insektisida. Kegiatan pembasmian hama dikerjakan oleh karyawan dengan rekomendasi dari asisten afdeling atau mantri tanaman, sedangkan untuk pembasmian gulma dan penyakit dilakukan dengan cara yang sama seperti pembasmian hama, tetapi penyakit hanya ada pada Tanaman Menghasilkan (TM). Seluruh kegiatan perawatan dilakukan per afdeling dengan diketuai oleh mantri tanaman sesuai perintah dari asisten afdeling masing-masing dengan upah sesuai dengan UMP sektor perkebunan. 2) Kegiatan Pemupukan Kebun Aek Pamienke PT Socfindo melakukan pemupukan untuk tanaman TBM (Tanaman Belum Menghasilkan) & TM (Tanaman Menghasilkan) dengan area, dosis, dan jenis pupuk yang telah ditetapkan oleh manajemen PT Socfindo. Pada tanaman TBM, aplikasi pemberian pupuk dilakukan dua kali, yaitu pada aplikasi pertama bulan Januari-April dan aplikasi kedua setelah 6 bulan dari aplikasi pertama, sedangkan untuk aplikasi pupuk pada TM diberikan setelah proses siklus gugur daun. Siklus gugur daun tersebut dapat melestarikan lingkungan karena daun yang berguguran dapat meningkatkan unsur tanah. Kebijakan pemupukan dapat berubah sewaktu-waktu karena kebijakan dari manajemen PT Socfindo yang disebabkan oleh beberapa hal, antara lain timbulnya gugur daun yang berkepanjangan, fisiologis tanaman yang sudah tidak baik, dan lain sebagainya. Aplikasi pupuk pada tanaman menghasilkan didasarkan kepada tiga faktor utama, yaitu posisi panel deres, efek topping, dan adanya serangan penyakit gugur daun (SLF). Berdasarkan hal tersebut, maka pemupukan dibedakan dalam dosis dan waktu aplikasi. Jenis Pupuk untuk tanaman umur enam tahun adalah NPK dan tanaman umur > 6 tahun menggunakan pupuk tunggal Urea, RP dan KCl dengan frekuensi Aplikasi satu kali per tahun. Aplikasi diantara jenis pupuk pada setiap blok, pupuk dapat diaplikasi pada waktu yang sama atau memiliki selang 46

waktu 10-15 hari, tetapi harus selesai dalam waktu 30 hari kerja atau 75 hari sejak masa refoliasi. Sistem aplikasi pupuk ditentukan sebagai berikut : a) Sistem Penaburan : Urea, KCl, NPK (compound) ditabur merata, sedangkan pupuk RP ditabur secara strip. b) Lokasi/tempat penaburan : Semua jenis pupuk (Urea, RP dan KCl atau NPK) dilakukan pada salah satu sisi barisan dengan jarak sekitar dua meter dari tanaman, tahun berikutnya diaplikasikan pada sisi yang berlawanan. Pada tahun 2011 aplikasi pupuk dilaksanakan pada sisi utara dari barisan tanaman. c) Waktu penaburan : hal yang paling penting dalam aplikasi pupuk karena sangat berhubungan dengan efisiensi dan ketepatan waktu pupuk tersebut diperlukan oleh tanaman, sehingga dibedakan berdasarkan kondisi tanaman yang akan dipupuk, yaitu : i) Tanaman yang dipupuk berdasarkan posisi panel dan efek topping, aplikasi mulai dilaksanakan 45 hari setelah refoliasi dan harus selesai dalam waktu satu bulan untuk semua jenis pupuk pada semua blok yang dipupuk. Pengamatan waktu defoliasi dan refoliasi harus benarbenar dilaksanakan secara up to date dan kebutuhan tenaga aplikasi harus dihitung secara tepat. ii) Tanaman yang mengalami gugur daun : harus diaplikasi segera setelah gugur daun ke dua (SLF) selesai. Oleh sebab itu pengamatan dan pencatatan terhadap blok-blok yang mengalami gugur daun harus dilaksanakan secara tepat dan benar dan setiap tahun dilaporkan ke divisi bagian tanaman. 3) Kegiatan Pemanenan Pemanenan merupakan kegiatan inti dalam usaha perkebunan karet alam. Kegiatan pemanenan di perusahaan dilakukan oleh kelompok pemanen yang dipimpin oleh seorang mandor. Syarat untuk pohon karet dapat dipanen adalah 50 persen dari populasi dalam satu blok lilit batang pohon karet telah mencapai 50 centimeter. Setiap mandor memiliki 15-20 karyawan atau dapat disebut penderes. Sistem yang digunakan dalam kegiatan panen adalah sistem panel A dan B dengan empat sesi. Sistem panel A dan B merupakan suatu sistem dimana pohon 47

karet terbagi akan dua panel yang dapat diambil lateksnya. Pohon karet diharapkan perusahaan dapat mencapai umur produktif 24 tahun dengan adanya sistem panel ini. Sistem panen menggunakan sistem empat sesi, yaitu A, B, C, dan D. Pengambilan lateks dilakukan dalam empat hari sekali dengan satu harinya atau satu sesinya penderes mengambil lateks dari 500 pohon. Maka jatah untuk satu penderes dalam empat sesi adalah 2000 pohon. Setelah penderes mengambil lateks dari 2000 pohon tersebut, kemudian dikumpulkan di tempat penampungan lateks atau rumah lateks. Mandor bertugas untuk mencatat dan mengawasi hasil produksi lateks yang dipanennya setiap akhir bulan. Penderes yang dapat mencapai atau menyelesaikan pekerjaan dalam memperoleh lateks yang melebihi target perusahaan dengan mematuhi peraturan yang telah ditetapkan, maka setiap penderes berhak mendapatkan premi. 5.6 Faktor-faktor Risiko Produksi Risiko pada komoditi pertanian sangat rentan dalam mempengaruhi produksi yang dihasilkan, begitu pula pada komoditi perkebunan yaitu karet. Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan yang diusahakan oleh PT Socfindo. Produksi karet alam kebun Aek Pamienke PT Socfindo setiap tahun mengalami fluktuasi yang dapat di sebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi, sebagai berikut : 1) Jumlah pohon yang mati Jumlah pohon yang mati adalah jumlah pohon yang tidak dapat berproduksi lagi di akibatkan oleh beberapa faktor, seperti jumlah pohon yang mati akibat penyakit fomes (jamur akar putih), jumlah pohon yang sakit akibat penyakit brown bast/bark necrosis (BB/BN), jumlah pohon yang tumbang karena angin, dan jumlah pohon yang diremajakan pada awal tahun 2010 dan 2011 dapat dilihat pada Tabel 13. 48

Tabel 13. Jumlah Pohon yang Mati Tahun 2009-2011 Tahun Pohon yang tumbang akibat angin Pohon yang Mati akibat Fomes Pohon yang terkena BB/BN Pohon yang diremajakan 2009 3993 1863 7645 0 2010 3777 7298 1126 43961 2011 11240 3752 4715 43961 TOTAL 19010 12913 13486 87922 Sumber : Kebun Aek Pamienke PT Socfindo (2011) Jumlah pohon yang mati atau tumbang akibat angin tahun 2011 mengalami peningkatan yang sangat signifikan dibandingkan tahun 2009 dan 2010 yang dapat dilihat pada Tabel 13. Hal ini mengakibatkan pada tahun 2011, perkebunan PT Socfindo Kebun Aek Pamienke mengalami bencana angin puting beliung, sehingga ± 38 Ha luas perkebunan mengalami serangan angin yang berat dan untuk serangan ringan. Angin adalah cuaca alam yang tidak dapat dikendalikan. Maka jumlah yang tumbang akibat serangan angin dapat beragam dan tidak dapat ditentukan jumlahnya. PT Socfindo dapat mengurangi permasalahan risiko tersebut dengan cara menanam klon karet yang berjenis tahan akan angin, kemudian ditanam pada daerah-daerah yang rawan karena angin, seperti daerah berbukit. Klon yang tahan akan angin adalah klon PB 260 dan PB 340, sedangkan untuk klon yang kuat akan angin adalah RRIC 100 dan PB 217. Perusahaan berharap engan adanya antisipasi ini, maka jumlah pohon yang tumbang atau mati karena angin tidak terlalu besar setiap bulan atau setiap tahunnya. Serangan angin puting beliung tahun 2011 terjadi pada tanggal 18 Juni 2011 jam 18.00 21.00 WIB. Arah angin dari arah timur menuju barat dan kecepatan angin tidak tercatat. Hal tersebut dipastikan sangat kuat dan berputar (twister) sehingga menyebabkan banyak pohon yang patah dan terbongkar sampai ke akarnya. Jumlah pohon yang mati akibat fomes (jamur akar putih) tahun 2010 lebih tinggi dibandingkan pada tahun 2009 dan 2011 pada Tabel 13. Hal ini disebabkan pada tahun 2010, manajemen PT Socfindo melakukan perubahan pada teknik perawatan fomes terkait SOP untuk persiapan lahan bekas fomes yang kebersihannya harus diperhatikan dengan baik. Sifat jamur pada umumnya menular, sehingga apabila tanah atau lahan bekas fomes terjamin kebersihannya, maka jumlah pohon yang terkena fomes dapat dikurangi seminimal mungkin. 49

Tehnik yang membedakan adalah target umur tanaman yang disensus dan pemberian jumlah dosis fungisida. Fungisida berbentuk granular yang diberikan ke dalam tanah merupakan langkah pencegahan terhadap penyakit fomes. Pada tahun 2009, sensus pohon yang terkena penyakit fomes ini hanya sampai umur 10 tahun dengan dosis 10 gram per pohonnya, sedangkan untuk tahun 2010 dan 2011, target sensus tanaman karet sudah sampai umur 20 tahun dan dosis 30 gram per pohon dan 50 gram per pohon. Gambar 9. Pohon yang Terkena Fomes (Jamur Akar Putih) Sumber : Kebun Aek Pamienke PT Socfindo (2012) Besar kecilnya jumlah pohon yang terkena Brown Bast/Bark Necrosis (BB/BN) tergantung pada sistem panel dan jenis klonnya. Sistem panel karet PT Socfindo dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10. Sistem Panel Deres Pohon Karet Sumber : Kebun Aek Pamienke PT Socfindo (2012) 50

Klon yang rentan akan penyakit ini adalah PB 340 dan PB 260, sedangkan panel yang rentan adalah sistem panel B pada tahun deres yang ketujuh dan kedelapan dengan umur tanaman 12 tahun dan 13 tahun. Pada tahun 2009 terjadi penyerangan BB/BN pada umur tanaman 9 dan 10 tahun dengan tahun deres keempat dan kelima. Luas untuk umur tanaman tersebut adalah 1.297,14 Ha, sedangkan untuk tahun 2010 dan 2011 terjadi pada umur tanaman 12 tahun dan 13 tahun dengan luas 1.064,76 Ha dan 1.436,61 Ha. Walaupun luas tahun 2011 lebih luas dibandingkan tahun 2009, tetapi jumlah pohon yang terkena BB/BN tahun 2009 lebih tinggi dibandingkan tahun 2011 yang dapat dilihat pada Tabel 13. Hal ini dapat disebabkan adanya jumlah pemberian rangsangan (stimulasi) yang terlalu berlebihan pada tahun 2009. Salah satu penyebab timbulnya penyakit BB/BN adalah pohon karet yang telah mengalami keletihan akibat pohon yang terus-terusan dilukai dan akibat dari rangsangan tersebut. Gambar 11. Pohon yang Terkena Brown Bast/Bark Necrosis (BB/BN) Sumber : Kebun Aek Pamienke PT Socfindo (2012) 2) Penderes yang melakukan kesalahan Penderes adalah nama lain tenaga kerja yang hanya bertugas untuk mengambil lateks atau disebut juga penyadap. Pada perkebunan karet, seorang penderes harus memiliki keahlian khusus dalam menderes lateks. Keahlian yang harus dimiliki adalah keahlian dalam melukai atau menderes pohon karet dengan kedalaman dan jarak yang telah ditetapkan. Tekniknya adalah penderes melakukan penderesan lateks dengan cara memotong kulit dengan kedalaman 1-1,5 milimeter dari kambium dan jangan sampai terjadi kerusakan kambium agar kulit pulihan dapat terbentuk dengan baik. Penderes yang melakukan kesalahan dapat menyebabkan produksi atau umur produktif tanaman karet berkurang 51

sehingga tidak dapat mencapai hasil yang diharapkan. Kesalahan yang sering terjadi, seperti menderes yang tidak sesuai kedalaman atau jarak yang telah ditetapkan, tidak membawa alat-alat yang lengkap, dan alat-alat yang tidak higienis. Cara untuk mengetahui bagaimana penderes melakukan kesalahan adalah dari monitor setiap mandor masing-masing penderesnya. Satu mandor membawahi 10-20 orang penderes. Setiap akhir bulan, mandor akan melaporkan hasil mutu deresan yang diperoleh oleh setiap penderes dan hal ini akan berpengaruh terhadap berapa jumlah premi yang akan diterima setiap bulannya. Penderes melakukan pekerjaannya yang dimulai pada pukul 06.30 WIB sampai selesai. Hal ini dikarenakan tetesan karet sangat berpengaruh akan tinggi atau rendahnya tekanan turgor dan untuk suhu di pagi hari, tekanan turgor mencapai maksimum sehingga tetesan lateks yang keluar juga akan mengalir dengan cepat. Tekanan turgor adalah perbedaan antara tekanan suhu di dalam sel pohon karet dengan tekanan suhu dilingkungan pohon karet. Hari yang semakin siang akan mengakibatkan tekanan turgor semakin menurun sehingga lateks akan mengalir lambat dan produksi dapat berkurang. Hal tersebut membuat penderes dituntut untuk disiplin dalam waktu. Pengutipan lateks dilaksanakan mulai pukul 12.30 WIB. Hasil kutipan lateks dikumpulkan di dalam blong/drijen dengan kapasitas 40 liter. Setelah semua pohon telah dikutip lateksnya, kemudian lateks disetor ke tempat penyetoran lateks dan diterima oleh krani lateks, lalu diangkut oleh truk yang akan mendistribusikan ke pabrik. 3) Jumlah pohon yang dideres Jumlah pohon yang dideres adalah jumlah pohon yang telah dapat menghasilkan lateks atau getah karet. Total jumlah pohon yang di deres mulai dari tahun 2009-2011 adalah 33.955.930 pohon dengan tahun tanam mulai dari 1986-2003. Jumlah tersebut berkurang setiap tahunnya akibat dari ada nya kehilangan pohon yang mati akibat dari beberapa sumber risiko, seperti angin, penyakit fomes, penyakit BB/BN, dan pohon yang diremajakan. Pohon yang dapat dideres dengan baik adalah salah satu faktor utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan. Semakin besar produksi lateks yang diperoleh tergantung dari berapa jumlah pohon karet yang dapat dideres dengan baik. Maka mulai dari masa tanaman belum menghasilkan (TBM), perusahaan telah dapat melakukan semua 52

antisipasi untuk mengurangi risiko yang terjadi. Hal ini dilakukan agar jumlah pohon yang dideres pada tahun deres yang telah dapat menghasilkan produksi lateks sesuai yang diharapkan dengan risiko yang semakin kecil. Pohon karet dapat dideres dan menjadi tanaman menghasilkan (TM) pada umur tanaman > 6 tahun. Pada umumnya, tanaman tahunan seperti karet akan mengalami masa-masa dimana produksi karet akan menurun sesuai dengan umur tanamannya masingmasing. Umur tanaman yang telah mencapai dimana titik produksi tidak dapat menghasilkan lateks sesuai yang diharapkan kembali, maka sistem panen yang dilakukan empat hari sekali untuk satu pohon akan diganti dengan sistem panen intensif yang dapat dilakukan dua hari sekali untuk satu ancak (500 pohon). Pohon yang sudah dalam kondisi tidak baik dan menghasilkan lateks yang tidak sesuai, maka pohon tersebut akan diremajakan kembali. Selain itu, setiap pohon yang dideres juga memiliki produktivitas yang berbeda-beda setiap pohonnya, yang salah satu penyebabnya dapat dikarenakan jenis klon atau adanya beberapa faktor risiko yang terjadi. Rata-rata produktivitas karet per pohon dan setiap tahunnya dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Rata-Rata Produktivitas Karet per Pohon Tahun 2009-2011 (Kg/Ha) Tahun Luas (Ha) Produksi (KK Kg) Produktivitas per Pohon (Kg/Ha) 2009 2722,33 4213297 1547,68 2010 2533,19 3493000 1378,89 2011 2172,58 3473431 1598,76 Sumber : Kebun Aek Pamienke PT Socfindo (2011) 4) Jumlah blok yang terkena SLF (Secondary Leaf Fall) Secondary Leaf Fall adalah siklus gugur daun kedua yang diakibatkan oleh adanya penyakit Corynespora Cassiicola. Siklus ini akan terjadi setelah tanaman karet mengalami siklus gugur daun pertama yang telah menjadi siklus hidupnya. Tidak semua tanaman di perkebunan Aek Pamienke PT Socfindo yang terkena SLF, tetapi hanya beberapa jenis klon tanaman karet dan blok di setiap afdeling kebun Aek Pamienke PT Socfindo. Klon yang rentan terkena SLF adalah PB 330 dan RRIM 921, sedangkan untuk klon yang tidak rentan terhadap SLF adalah RRIC 100 dan PB 217. Penyakit SLF ini juga sangat rentan terhadap curah hujan. Semakin tinggi curah hujan yang ada, maka akan semakin banyak jumlah pohon 53

yang terkena SLF, sehingga jumlah blok yang terkena SLF pun akan semakin banyak. Penyakit SLF yang berkepanjangan ini akan mengakibatkan pertumbuhan tanaman karet menjadi kerdil dan terhambat sehingga tidak mampu atau sedikit menghasilkan lateks. Serangan lanjut dapat mengakibatkan matinya tanaman karet karena banyaknya kehilangan daun yang gugur. Tanaman memiliki nutrisi lebih atau makanan cadangan yang dapat membuat pohon karet bertahan untuk tumbuh dengan baik yang dilihat dari daunnya. Keuntungan dari SLF ini adalah semakin banyak daun yang gugur ke tanah, maka unsur hara tanah akan semakin tinggi dan baik untuk tanaman, sedangkan kerugian dari SLF ini adalah dapat menurunkan produksi hingga 20 persen sesuai penelitian bagian tanaman PT Socfindo. Gambar 12. Pohon Karet yang Terkena Secondary Leaf Fall Sumber : Kebun Aek Pamienke PT Socfindo (2012) 5) Biaya perawatan BB/BN (Brown bast/bark necrosis) Brown bast adalah penyakit kering alur sadap yang diakibatkan karena adaya gangguan fisiologis tanaman, sedangkan bark necrosis adalah penyakit busuk kulit tanaman karet yang disebabkan oleh jamur Fusarium sp. Tanaman karet yang menghasilkan di PT Socfindo kebun Aek Pamienke mengalami kasus pada umumnya tanaman karet yang awalnya terkena brown bast, maka apabila fisiologis tanaman karet sudah sangat terganggu, kemungkinan untuk terkena penyakit bark necrosis semakin besar. Biaya perawatan BB/BN dikeluarkan untuk membeli extra urea yang digunakan 200 gram/pohonnya, sel TB 192 digunakan ± 50 mililiter/pohon, dan untuk insektisidanya menggunakan Biotion atau Hostation. Tujuan dalam pemberian pupuk urea adalah untuk memberikan nutrisi tambahan pada tanaman karet yang telah sakit, sedangkan untuk sel TB 192 berguna untuk menutup bekas kerokan yang dilakukan dalam pengobatan pohon 54

karet yang telah terserang BB/BN, dan untuk insektisida nya dilakukan untuk pencegahan rayap pada kayu pohon karet. Kayu pohon karet yang telah terkena kumbang penggerek atau sejenis rayap akan digerogoti sampai sel-sel yang terdapat pada pohon karet tersebut tidak dapat berfungsi kembali dan akibatnya akan menimbulkan kematian. Selain itu, total biaya yang dikeluarkan untuk perawatan ini juga termasuk biaya tenaga kerja yang digunakan. Satu orang hanya dapat mengerjakan tiga sampai empat pohon dan dibayar Rp 60.000,- per hari nya. Oleh karena itu, semakin banyak jumlah pohon yang terkena BB/BN, maka semakin tinggi biaya perawatan yang dikeluarkan oleh perusahaan. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Biaya Perawatan dan Jumlah pohon yang terkena Brown Bast/Bark Necrosis Tahun 2009-2011 Tahun Biaya Perawatan BB/BN (Rp) Jlh Pohon yang terkena BB/BN 2009 153.052.649 7645 2010 38.637.927 1126 2011 104.217.356 4715 TOTAL 295.907.932 13486 Sumber : Kebun Aek Pamienke PT Socfindo (2011) 6) Curah hujan (mm) Curah hujan yang baik untuk tanaman karet adalah 2.500 4.000 mm dengan jumlah hari hujan 100 150 hari yang dapat dilihat pada Tabel 14. (Departemen Pertanian 2012) 9. Pengukuran berapa besar curah hujan yang jatuh di perkebunan Aek Pamienke menggunakan alat yang dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit di Sumatera Utara yang bernama Hygrometer. Sampai saat ini, hasil dari alat tersebut dapat dinyatakan akurat dalam mengukur bersarnya air hujan yang jatuh. Selain itu, alat ini juga telah digunakan diberbagai perkebunan yang ada di Sumatera Utara dan sekitarnya. 9 [DEPTAN] Departemen Pertanian. 2012. Budidaya Tanaman Karet. cybex.deptan.go.id/files/budidaya%20tan.%20karet.doc. [16 April 2012] 55

Gambar 13. Alat Pengukur Milimeter Curah Hujan Sumber : Kebun Aek Pamienke PT Socfindo (2012) Curah hujan yang melebihi batas normal akan menyebabkan kerentanan tanaman karet terhadap penyakit menjadi lebih besar, sehingga kemungkinan penurunan produksi akan semakin besar. Sebaliknya, curah hujan dan hari hujan yang cukup akan dapat memungkinan produksi meningkat lebih besar. Kerentanan penyakit yang dapat diakibatkan adalah penyakit yang disebabkan oleh Corynespora Cassiicola atau penyakit gugur daun kedua (SLF). Selain itu, curah hujan juga dapat menyebabkan penderes tidak menderes apabila curah hujan yang tinggi datang pada pagi hari. Penderes yang tetap melakukan penderesan dalam kondisi seperti ini dapat menyebabkan getah lateks mengalir ke segala arah dengan bantuan air hujan yang jatuh membasahi pohon, sehingga lateks tidak dapat dikumpulkan dengan baik, sedangkan hujan yang datang pada waktu siang hari sebelum lump membeku sempurna, maka lump tidak dapat menggumpal karena di mangkok akan banyak tergenang air. Hari hujan yang datang pada malam hari akan menyebabkan tekstur dari lump yang sudah menggumpal akan menjadi rusak. Tabel 16. Hari Hujan dan Curah Hujan Kebun Aek Pamienke Tahun 2009-2011 Tahun Hari Hujan (HH) Curah Hujan (MM) 2009 107 2127 2010 109 3050 2011 149 3513 TOTAL 365 8689 Sumber : Kebun Aek Pamienke PT Socfindo (2011) 56