Sistem Aerasi Berlanjut (Extended Aeratian System) Proses ini biasanya dipakai untuk pengolahan air limbah dengan sistem paket (package treatment)

dokumen-dokumen yang mirip
[Type text] BAB I PENDAHULUAN

BAB 4. PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN BIAKAN TERSUSPENSI (Suspended Growth Process)

EVALUASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT (Studi Kasus : Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan)

Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC BAB 2 PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH

A. BAHAN DAN ALAT B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

II. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI MINUMAN

BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN

kimia lain serta mikroorganisme patogen yang dapat

PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK DENGAN PROSES LUMPUR AKTIF YANG DIISI DENGAN MEDIA BIOBALL

Evaluasi Instalasi Pengolahan Air Limbah Hotel X di Surabaya

BAB 5 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH FASILITAS LAYANAN KESEHATAN SKALA KECIL

PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota

PERENCANAAN DESAIN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI NATA DE COCO DENGAN PROSES LUMPUR AKTIF

Pengolahan Limbah Cair Industri secara Aerobic dan Anoxic dengan Membrane Bioreaktor (MBR)

BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL

BAB VI HASIL. Tabel 3 : Hasil Pre Eksperimen Dengan Parameter ph, NH 3, TSS

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 12 UJI COBA PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK INDIVIDUAL DENGAN PROSES BIOFILTER ANAEROBIK

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN

BAB IV PILOT PLANT PENGOLAHAN AIR LIMBAH PENCUCIAN JEAN MENGGUNAKAN KOMBINASI PROSES PENGENDAPAN KIMIA DENGAN PROSES BIOFILTER TERCELUP ANAEROB-AEROB

BAB 2 STANDARD OPERATIONAL PROCEDURE (SOP) IPAL GEDUNG PT. INDOSAT, Tbk.

INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) BOJONGSOANG

Desain Alternatif Instalasi Pengolahan Air Limbah Pusat Pertokoan Dengan Proses Anaerobik, Aerobik Dan Kombinasi Aanaerobik Dan Aerobik

PENGARUH RASIO MEDIA, RESIRKULASI DAN UMUR LUMPUR PADA REAKTOR HIBRID AEROBIK DALAM PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK

BAB 6 PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN PROSES TRICKLING FILTER

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI SECARA AEROBIC DAN ANOXIC DENGAN MEMBRANE BIOREACTOR (MBR)

BAB 13 UJI COBA IPAL DOMESTIK INDIVIDUAL BIOFILTER ANAEROB -AEROB DENGAN MEDIA BATU SPLIT

BAB 9 KOLAM (PONDS) DAN LAGOON

BAB II UNIT INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL)

TUGAS MANAJEMEN LABORATORIUM PENANGANAN LIMBAH DENGAN MENGGUNAKAN LUMPUR AKTIF DAN LUMPUR AKTIF

MODUL 3 DASAR-DASAR BPAL

Pengelolaan Air Limbah : PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN BIAKAN TERSUSPENSI MOH. SHOLICHIN Jurusan Teknik Pengairan, Universitas Brawijaya

Sewage Treatment Plant

TL-4140 Perenc. Bangunan Pengolahan Air Limbah L A G O O N / P O N D S

PENURUNAN KONSENTRASI CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD)

BAB 5 PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN PROSES FILM MIKROBIOLOGIS (BIOFILM)

A. Regulasi IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) atau Sewage Treatment Plant Regulation

BAB V TUGAS KHUSUS 5.1. Pendahuluan Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pengolahan Limbah Rumah Makan dengan Proses Biofilter Aerobik

PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK disusun oleh : Dr. Sugiarto Mulyadi

BAB I PENDAHULUAN. mil laut dengan negara tetangga Singapura. Posisi yang strategis ini menempatkan

Pengaruh Cell Residence Time (Crt) Terhadap Kualitas Efluent Pada Pengolahan Limbah Cair Sintetik Tapioka

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI MINUMAN RINGAN

PENENTUAN KOEFISIEN BIOKINETIK DAN NITRIFIKASI PADA PROSES BIOLOGIS LUMPUR AKTIF AIR LIMBAH (144L)

DAUR ULANG AIR LIMBAH UNTUK AIR MINUM

BAB 11 CONTOH PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN IPAL DOMESTIK KAPASITAS 150 M 3 PER HARI

WASTEWATER TREATMENT AT PT. X BY ACTIVE SLUDGE ( Pengolahan Limbah Cair PT. X Secara Lumpur Aktif )

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian

Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Padang

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

BAGIAN 9. Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Makan. Oleh : Ir. Sutiyono, M.Si. dan Ir. Sri Rahayu, MT.

STUDI PERBANDINGAN KINERJA MEMBRAN BIOREAKTOR (MBR) DAN SUBMERGED MEMBRAN BIOREAKTOR (SMBR) PADA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR

SNI METODE PENGUJIAN KINERJA PENGOLAH LUMPUR AKTIF

DESAIN INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) BIOFILTER UNTUK MENGOLAH AIR LIMBAH POLIKLINIK UNIPA SURABAYA

BAB 4 PAKET INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT KAPASITAS 30 M 3 PER HARI. 4.1 Lokasi dan Kapasitas IPAL

PERANCANGAN REAKTOR ACTIVATED SLUDGE DENGAN SISTEM AEROB UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DOMESTIK

PEMBANGUNAN IPAL & FASILITAS DAUR ULANG AIR GEDUNG GEOSTECH

BAGIAN 1 - C. Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Biologis. Oleh : Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.

PERENCANAAN IPAL BIOFILTER DI UPTD KESEHATAN PUSKESMAS GONDANGWETAN KABUPATEN PASURUAN. Siti Komariyah **) dan Sugito*)

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DENGAN KANDUNGAN AMONIAK TINGGI SECARA BIOLOGI MENGGUNAKAN MEMBRANE BIOREACTOR (MBR)

INSTALASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH (IPAL)

Mekanisme : Air limbah diolah dengan aliran kontinyu Pengolahan lumpur dioperasikan tanpa resirkulasi

Y. Heryanto, A. Muda, A. Bestari, I. Hermawan/MITL Vol. 1 No. 1 Tahun 2016:

PENGELOLAAN AIR LIMBAH PKS

Pengolahan Air Limbah dengan Proses Lumpur Aktif

ANALISIS KUALITAS AIR WADUK RIO RIO DENGAN METODE INDEKS PENCEMARAN DAN TEKNOLOGI UNTUK MENGURANGI DAMPAK PENCEMARAN

KOMBINASI PROSES AERASI, ADSORPSI, DAN FILTRASI PADA PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI PERIKANAN

III.2.1 Karakteristik Air Limbah Rumah Sakit Makna Ciledug.

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB 3 METODA PENELITIAN

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC BAB 6 PERAWATAN DAN PERMASALAHAN IPAL DOMESTIK

TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH DI INDUSTRI PETROKIMIA

STUDI KINERJA BOEZEM MOROKREMBANGAN PADA PENURUNAN KANDUNGAN NITROGEN ORGANIK DAN PHOSPAT TOTAL PADA MUSIM KEMARAU.

BAB V ANALISA AIR LIMBAH

Supernatan yang dihasilkan dari thickener ini (di zone of clear liquid) masih mempunyai nilai BOD yang besar, karena itu air dikembalikan ke unit

PERENCANAAN TEKNIS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT PROSES BIOFILTER ANAEROB-AEROB KAPASITAS 200 M 3 PER HARI

Kata Kunci: Pengaruh Bakteri, Bak Aerasi, Pengolahan Air Limbah

BAB IV DASAR DASAR PERANCANGAN DAN RENCANA PENGOLAHAN

BAB I PENDAHULUAN. instalasi pengolahan sebelum dialirkan ke sungai atau badan air penerima.

RANCANG BANGUN INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH POTONG HEWAN (RPH) AYAM DENGAN PROSES BIOFILTER

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA IPAL INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BTIK LIK MAGETAN

Evaluasi Kinerja Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Keputih, Surabaya

5.1. Tinjauan Calon Lokasi IPAL

4.1. Baku Mutu Limbah Domestik

2. TINJAUAN PUSTAKA. Air limbah. Karbohidrat ( 25 %) Gambar 2. Skema pengelompokan zat-zat yang terdapat dalam air limbah (Sugiharto, 1987)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI SIRUP, KECAP DAN SAOS

Transkripsi:

Sistem Aerasi Berlanjut (Extended Aeratian System) Proses ini biasanya dipakai untuk pengolahan air limbah dengan sistem paket (package treatment) dengan beberapa ketentuan antara lain : Waktu aerasi lebih lama (sekitar 30 jam) dibandingkan sistem konvensional. Usia lumpur juga lebih lama dan dapat diperpanjang sampai 15 hari. Limbah yang masuk dalam tangki aerasi tidak diolah dulu dalam pengendapan primer. Sistem beroperasi dengan F/M ratio yang lebih rendah (umumnya < 0,1 kg BOD/ per kg MLSS per hari) dengan sistem lumpur aktif konvensional (0,2-0,5 kg BOD per kg MLSS per hari). Sistem ini membutuhkan sedikit aerasi dibandingkan dengan pengolahan konvensional dan terutama cocok untuk komunitas yang kecil yang menggunakan paket pengolahan.

No. Uraian Satuan Realisasi I OPERASIONAL IPAL MARGASARI - Kapasitas Terpasang m 3 /hr 24.266 - Kapasitas Terealisasi m 3 /bln 10.184 - Jam Operasi Jam/bln 144 - Pemakaian Listrik PLN KWH/bln 4.893 II SARANA PENUNJANG IPAL A POMPA STATION - Jam Operasi Pompa Station 1 Jam/bln - - Jam Operasi Pompa Station 2 Jam/bln 7,5 - Jam Operasi Pompa Station 3 Jam/bln 7,5 - Jam Operasi Pompa Station 4 Jam/bln 7,5 - Jam Operasi Pompa Station 5 Jam/bln 20 - Jam Operasi Pompa Station 6 Jam/bln - - Jam Operasi Pompa Station 7 Jam/bln 124 - Jam Operasi Pompa Station 8 Jam/bln 7,5 B BAK PENAMPUNGAN AKHIR - Jam Operasi Pompa 1 Jam 124 - Jam Operasi Pompa 2 Jam - C BAK EKUALISASI - Jam Operasi Mixer 1 Jam 180 - Jam Operasi Mixer 2 Jam - D BAK AERASI - Jam Operasi Mixer 1 Jam 540 - Jam Operasi Mixer 2 Jam 540 - Jam Operasi Mixer 3 Jam - E BAK SEDIMENTASI - Jam Operasi Pompa 1 Jam/bln 62 - Jam Operasi Pompa 2 Jam 62 F BAK PENGUMPUL LUMPUR - Jam Operasi Mixer 1 Jam 15 - Jam Operasi Mixer 2 Jam - G BAK AIR AKHIR PROSES - Jam Operasi Pompa 1 Jam - - Jam Operasi Sistem Gravitasi 1 Jam 62 III PELANGGAN

No. Uraian Satuan Realisasi - Jumlah Pelanggan Sambungan 826 - Jumlah Gangguan Pelanggan Sambungan 19 5.3.4 Tipe Aerated lagoon Extended Aearation Proses pengolahan air limbah dengan menggunakan lumpur aktif extended aeration merupakan pengembangan dari proses lumpur aktif konvensional (standar) yang secara umum terdiri dari bak pengendap awal, bak aerasi, dan bak pengendap akhir, serta bak klorinasi untuk membunuh bakteri pathogen. Hanya saja khusus untuk extended Aeration, tidak memerlukan bak pengendap awal. Bak pengendap awal (pada jenis konvensional) berfungsi untuk menurunkan padatan tersuspensi (suspended solids) sekitar 30-40 % serta BOD sekitar 25%. Air limpasan dari bak

pengendap awal dialirkan ke bak aerasi secara gravitasi. Di dalam bak aerasi, air limbah diberi oksigen dari blower atau diffuser sehingga mikroorganisma yang ada akan menguraikan zat organik yang ada di dalam air limbah secara aerobik. Dengan demikian, di dalam bak aerasi tersebut akan tumbuh dan berkembang biomassa dalam jumlah yang besar. Biomassa atau mikroorganisme inilah yang akan menguraikan senyawa polutan yang ada di dalam air limbah. Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak ini lumpur aktif yang mengandung massa mikroorganisme diendapkan dan dipompa kembali ke bagian inlet bak aerasi (resirkulasi) dengan pompa sirkulasi lumpur. Air limpasan (overflow) dari bak pengendap akhir dialirkan ke bak klorinasi untuk melalui proses desinfeksi. Di dalam bak kontaktor klor ini air limbah dikontakkan dengan senyawa klor untuk membunuh mikroorganisme pathogen. Air olahan, yakni air yang keluar setelah proses klorinasi dapat langsung dibuang ke sungai atau badan air. Sebagian lumpur yang terikut pada aliran outlet dari kolam akan terendapkan, sebagian lainya dibiarkan terakumulasi di dalam kolam atau sebagian yang diendapkan kemudian dikembalikan kedalam sistem aerasi untuk mencapai rasio ideal perbandingan makanan dan mikroorganisme yang disebut F/M ratio. Terdapat 3 sistem yang umum digunakan yaitu : Menempatkan tangki pengendapan terpisah sesudah kolam Memisahkan bagian dari kolam untuk zona pengendapan untuk menahan lumpur sebelum effluent dilepas ke badan air. Melakukan operasi lagoon secara intermittent dengan membuat dua unit secara pararel. Kedua unit akan beroperasi secara bergantian, ketika satu unit berhenti, maka akan ada kesempatan terjadinya pengendapan. Lumpur akan terakumulasi mencapai konsentrasi padatan yang ideal untuk proses pengolahan dengan metode extended aeration.

Lumpur Aktif (Activated Sludge) Lumpur aktif adalah seluruh lumpur yang tersuspensi dan diberi oksigen sehingga seluruh mikroorganisme aerobik yang ada dan melekat dengan lumpur menjadi sangat aktif. Ada dua jenis lumpur aktif yaitu tipe konvensional dan tipe extended aeration. Perbandingan karekteristik kedua jenis tersebut dapat dilihat pada Tabel dibawah ini Berdasarkan Tabel di atas, terlihat bahwa pada extended aeration: Periode aerasi lebih panjang/lama sehingga pasokan oksigen lebih sempurna

Rasio antara makanan dengan dengan mikroba lebih kecil sehingga penguraian bahan organik dalam air limbah makin effektif, dengan demikian menghasilkan ekses lumpur (sludge) yang lebih sedikit. Efisiensi penyisihan BOD yang tinggi mendekati 98% Untuk kesempurnaan hasil tesebut maka extended aeration memerlukan: Unit konstuksi yang lebih besar karena waktu detensi yang diperpanjang /lebih lama Energi lebih tinggi untuk aerasi dan resirkulasi lumpur. Kontrol oprasional harus lebih teliti terutama menjaga rasio F/M dengan mengatur konsentasi MLSS dalam tangki reaktor aerasi. Aerobik (Extended Aeration) 1. Kelebihan a) Sudah dikenal dan banyak digunakan pada umumnya digunakan untuk kapasitas kecil sampai besar. b) Diterapkan dalam pengolahan air limbah dengan konsentrasi BOD dan COD rendah pada temperatur 5-30 C. Mampu menanggulangi Loading Fluctuation. c) Effluen dapat langsung dibuang ke badan penerima (sungai, dsb). 2. Kekurangan a) Membutuhkan area yang lebih luas b) Pemakaian energi lebih tinggi dengan adanya aerator c) Lumpur yang dihasilkan banyak Variabel perencanaan (design variable) yang umum digunakan dalam proses pengolahan air limbah dengan sistem lumpur aktif adalah sebagai berikut :

1) Beban BOD (BOD Loading Rate atau Volumetric Loading Rate).Beban BOD adalah jumlah massa BOD di dalam air limbah yang masuk (influent) dibagi dengan volume reaktor. Beban BOD dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Beban BOD= Q So V Dimana : Q kg/m 3.hari = debit air limbah yang masuk (m 3 /hari) S0 = konsentrasi BOD di dalam air limbah yang masuk ( kg/m 3 ) V = volume reaktor (m 3 ) 2) Mixed-liquor suspended solids (MLSS). Isi di dalam bak aerasi pada proses pengolahan air limbah dengan sistem lumpur aktif disebut sebagai mixed liquor yang merupakan campuran antara air limbah dengan biomassa mikroorganisme serta padatan tersuspensi lainnya. MLSS adalah jumlah total dari padatan tersuspensi yang berupa material organik dan mineral, termasuk di dalamnya adalah mikroorganisme. MLSS ditentukan dengan cara menyaring lumpur campuran dengan kertas saring (filter), kemudian filter dikeringkan pada temperatur 105 C, dan berat padatan dalam contoh ditimbang. 3) Mixed-liquor volatile suspended solids (MLVSS). Porsi material organik pada MLSS diwakili oleh MLVSS, yang berisi material organik bukan mikroba, mikroba hidup dan mati, dan hancuran sel. MLVSS diukur dengan memanaskan terus sampel filter yang telah kering pada 600 650 C, dan nilainya mendekati 65-75 % dari MLSS. 4) Food-to-microorganism ratio atau Food-to-mass ratio disingkat F/M Ratio. Parameter ini menunjukkan jumlah zat organik (BOD) yang dihilangkan dibagi dengan jumlah massa mikroorganisme di dalam bak aerasi atau reaktor. Besarnya nilai F/M ratio umumnya ditunjukkan dalam kilogram MLLSS per hari. F/M dehitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

F /M= Q(S o S) MLSS V Dimana : Q = laju air limbah m3 per hari S0 = konsentrasi BOD di dalam air limbah yang masuk ke bak Aerasi (reaktor) (kg/m3) S = konsentrasi BOD di dalam effluent (kg/m 3 ) MLSS = Mixed-liquor suspended solids (kg/m 3 ) V = volume reaktor atau bak aerasi (m 3 ) Rasio F/M dapat dikontrol dengan cara mengatur laju sirkulasi lumpur aktif dari bak pengendapan akhir yang disirkulasi ke bak aerasi. Lebih tinggi laju sirkulasi lumpur aktif lebih tinggi pula rasio F/Mnya. Untuk pengolahan air limbah dengan sistem lumpur aktif konvensional atau standar, rasio F/M adalah 0,2 0,5 kg BOD5 per kg MLSS per hari, tetapi dapat lebih tinggi hingga 1,5 jika digunakan oksigen murni. Rasio F/M yang rendah menujukkan bahwa mikroorgansme dalam tangki aerasi dalam kondisi lapar, semakin rendah rasio F/M maka pengolah limbah semakin efisien. 5) Hidraulic retention time (HRT). Waktu tinggal hidraulik adalah waktu rata-rata yang dibutuhkan oleh larutan influent masuk ke dalam tangki aerasi untuk proses lumpur aktif; nilainya berbanding terbalik dengan laju pengenceran. HRT= 1 D =V Q Dimana : V = volume reaktor atau bak aerasi (m 3 ) Q = debit air limbah yang masuk ke dalam tangki aerasi (m 3 /jam) D = laju pengenceran (jam-1) 6) Rasio sirkulasi lumpur (Hydraulic recycle ratio, HRR). Rasio sirkulasi lumpur adalah perbandingan antara jumlah lumpur yang disirkulasikan ke bak aerasi dengan jumlah air limbah yang masuk kedalam bak aerasi.

7) Umur lumpur (sludge age) atau sering disebut waktu tinggal rata-rata cel (mean cell residence time).parameter ini menunjukkan waktu tinggal rata-rata mikroorganisme dalam sistem lumpur aktif. Jika HRT memerlukan waktu dalam jam, maka waktu tinggal sel mikroba dalam bak aerasi dapat dalam hitungan hari. Parameter ini berbanding terbalik dengan laju pertumbuhan mikroba. (Hanmer, 1986; Curds dan Hawkes, 1983). Umur lumpur dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : MLSS V Umur Lumpur (hari )= SS Q e +SS w Q e Dimana : MLSS V SSe SSw Qe Qw = Mixed-liquor suspended solids (mg/l) = volume bak aerasi (L) = padatan tersuspensi dalam effluent (mg/l) = padatan tersuspensi dalam lumpur limbah (mg/l) = laju effluent limbah (m 3 /hari) = laju influent limbah (m 3 /hari) N o Paramete r Satua n Konsentra si Limbah Domestik Penyisiha n Bak u Mut u Selisi h ** % Remov al *** Keteranga n 1 TSS 2 BOD 3 COD (mg/l ) (mg/l ) (mg/l ) 300 300 500 185 171 285 50 27,75 85% Memenuhi 30 25,65 85% Memenuhi 50 42,75 85% Memenuhi