BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

BAB I PENDAHULUAN. untuk semua (Education For All) yang berarti pendidikan tanpa memandang batas

BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris.

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk. termasuk anak yang memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian diri, keperibadian, kecerdasan ahlak mulia, serta keterampilan yang

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan yang bermutu merupakan ukuran keadilan, pemerataan

BAB IV ANALISIS PENELITIAN. A. Analisis Kebijakan Pendidikan Inklusi di SD Negeri 02 Srinahan Kesesi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal

BAB I PENDAHULUAN. berkebutuhan khusus. Permasalahan pendidikan sebenarnya sudah lama

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam. perkembangan individu yang berlangsung sepanjang hayat.

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan

SOSIALISASI PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSIF NUFA (Nurul Falah) Bekasi, 22 Juni PSG Bekasi

GURU PEMBIMBING KHUSUS (GPK): PILAR PENDIDIKAN INKLUSI

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

PEND. ANAK LUAR BIASA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

E-JUPEKhu(JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. internasional. Dalam konteks praktis pendidikan terjadi pada lembaga-lembaga formal

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan Kebudayaan No. 002/U/1986, pemerintah telah merintis

I. PENDAHULUAN. yang berkualitas. Pembelajaran yang dilakukan guru hendaknya dapat. tinggi selalu memperbaharui mekanisme dan pola pembelajaran kearah

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

BAB I PENDAHULUAN. serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. dijamin dan dilindungi oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun. nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena

BAB 1 PENDAHULUAN. Pancasila, dan dituntut untuk menjunjung tinggi norma Bhinneka Tuggal Ika,

Digital story telling sebagai media bagi guru untuk mengembangkan komunikasi anak berkebutuhan khusus

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizki Panji Ramadana, 2013

BAB I PENDAHULUAN. tenaga profesional untuk menanganinya (Mangunsong,2009:3). Adapun pengertian tentang peserta didik berkebutuhan khusus menurut

BAB I PENDAHULUAN. harus dapat merasakan upaya pemerintah ini, dengan tidak memandang

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

A. Perspektif Historis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan adalah hak seluruh warga negara tanpa membedakan asalusul,

SUMIYATUN SDN Ketami 1 Kec. Pesantren Kota Kediri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu ;

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ema Rahmawati, 2014 Kompetensi guru reguler dalam melayani anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar

REVITALISASI SLB PASCA IMPLEMENTASI SEKOLAH INKLUSI Oleh: Slamet Hw, Joko Santosa FKIP-UMS ABSTRAK

1 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan memiliki kecakapan hidup dan mampu mengoptimalkan segenap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan. Kesempurnaan, kemuliaan, serta kebahagiaan tidak mungkin

BAB I PENDAHULUAN. manusia di dunia baik itu pendidikan formal maupun non formal. Begitu

BAB I PENDAHULUAN. atas pendidikan. Unesco Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mencanangkan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SDN No MEDAN MARELAN

P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Maosul, 2013

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Pertama Negeri (SMPN) inklusif di Kota Yogyakarta, tema ini penting

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta

D S A A S R A R & & FU F N U G N S G I S PE P N E D N I D DI D KA K N A N NA N S A I S ON O A N L A

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari. memperoleh perlakuan yang layak dalam kehidupan.

PENDIDIKAN PENYANDANG CACAT DARI SUDUT PANDANG MODEL PENDIDIKAN INKLUSI DI INDONESIA. Oleh: Haryanto

BAB I PENDAHULUAN. yang telah ditetapkan, yaitu untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia. Hal

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB I PENDAHULUAN. warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak, tidak terkecuali anak

PENDIDIKAN INKLUSIF. Kata Kunci : Konsep, Sejarah, Tujuan, Landasan Pendidikan Inklusi

WALIKOTA PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah, masyarakat dan orang tua sebagai penanggung jawab dalam

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

JASSI_anakku Volume 17 Nomor 1, Juni 2016

BAB V PEMBAHASAN. berkebutuhan khusus di SMK Negeri 8 Surabaya. Surabaya semakin di percaya oleh mayarakat.

Kesiapan Guru dalam Pelaksanaan Wajib Belajar 12 Tahun di Sekolah Inklusi

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agar keberlangsungan hidup setiap manusia terjamin maka kebutuhan dasar akan pendidikan harus terpenuhi sehingga lebih bermartabat dan percaya diri. Oleh karena itu negara mempunyai kewajiban kepada setiap warganya tanpa terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam kemampuan (difabel) untuk mendapat pelayanan pendidikan yang bermutu sebagaimana pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan peng- ajaran. Begitu juga pada bab IV pasal 5 ayat 4UU No. 20 tahun 2003 mengenai Sisdiknas mengamanatkan bagi warga negara yang memiliki bakat istimewa dan kemampuan kecerdasan lebih berhak mendapatkan pendidikan khusus. Pasal 12 ayat 1f mempunyai makna bahwa setiap peserta didik pada satuan pendidikan berhak menuntaskan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditentukan. Maksud pendidikan khusus sesuai UU No. 20 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan untuk anak didik yang mempunyai tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena 1

kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Pandangan Staub dan Peck (Tarmansyah, 2007:83), pendidikan inklusi adalah penempatan anak berkelainan ringan, sedang dan berat secara penuh di kelas. Pendidikan khusus adalah pendidikan bagi anak yang mempunyai penyimpangan (secara signifikan) membutuhkan layanan yang menun jang guna mengoptimalkan perkembangan potensinya. Agar potensinya dapat berkembang secara optimal dan tidak ada jurang pemisah antara peserta didik maka dibutuhkan pendidikan khusus. Landasan Anak Ber kebutuhan Khusus (ABK) dalam pemerataan kesempatan belajar sesuai dengan pernyataan Salamanca tahun 1994. Pernyataan Salamanca ini merupakan perluasan tujuan educational for all dengan mempertimbangkan pergeseran kebijakan mendasar yang diperlukan untuk menggalakkan pendekatan pendidikan inklusif (Pristiwaluyo, 2009:2) Begitu juga Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 mengenai Standar Nasional Pendidikan, pasal 41 ayat 1 telah mendorong terwujudnya sistem pendidikan inklusi dengan menyatakan bahwa setiap satuan pendidikan yang melaksanakan pendidikan inklusi harus memiliki tenaga kependidikan yang mempunyai kompetensi penyelenggaraan pembelajaran bagi siswa dengan kebutuhan khusus. Undang-Undang tentang pendidikan inklusi dan 2

bahkan uji coba pelaksanaan pendidikan inklusinya pun telah dilakukan (Kustawan, 2012:2). Tujuan penyelenggaraan pendidikan inklusi supaya anak ABK dengan anak normal mempunyai kesempatan secara bersama-sama untuk mengikuti pendidikan maupun beradaptasi dengan lingkungannya. Dasartersebut sudah jelas, yakni dalam pembukaan UUD 1945 alenia empat bahwa pemerintah melindungi segenap warga negara dan mencerdaskan kehidupan bangsa, UU No. 29 Tahun 2003, UU No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam hal pendidikan, PP No. 72 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Biasa, dan SK Dirjen Dikdasmen Depdiknas No. 380/C.C6/MN/2003 tanggal 20 Januari 2003. UNESCO mengungkapkan yang dikutip oleh Pristiwaluyo (2009:8) bahwa pendidikan inklusi diarahkan untuk menyediakan atau mengakomodasi spektrum kebutuhan belajar yang sangat luas dalam seting pendidikan formal dan informal dan tidak sekedar mengntegrasikan anakanak yang termajinalkan dalam pendidikan mainstream. Guru sekolah dasar pada umumnya belum mempunyai pengalaman mengajar siswa ABK. Pengalaman Sangita seorang dokter yang beralih profesi menjadi pengajar anak berkebutuhan khusus menyatakan: Mengajar anak berkebutuhan khusus bukan perkara mudah. Perlu ada pengetahuan dan keterampilan khusus 3

untuk menangani mereka, di samping pentingnya kerjasama dengan orang tua sang anak. Namun, satu hal yang patut dimiliki guru untuk mampu membantu tumbuh kembang dan pendidikan anak berkebutuhan khusus adalah hati yang mengasihi! (cae-indonesia.com/mengajar-anak berkebutuhan-khusus-mengajar deng...). Jadi dari kutipan tersebut menjelaskan bahwasiswa berkebutuhan khusus harus dihadapi dengan kemampuan khusus juga. Artinya tidak semua orang bias melayani mereka tanpa ketrampilan khusus. Guru tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk siswanya baik siswa normal maupun berkebutuhan khusus. Sebab guru belum mema hami mengenai anak berkebutuhan khusus. Guru di sekolah dasar biasanya baru mengetahui mengenai anak tuna daksa, tuna rungu dan, tuna netra. Sedangkan kalau siswa autisme karena relative mudah dideteksi dan dikenali. Biasanya jenis lain belum begitu banyak dikenali sehingga sangat mungkin memberikan perlakuan yang kurang sesuai. Pendidikan inklusi merupakan pendekatan untuk mengubah sistem kebutuhan peserta didik yang sangat beragam dengan mengakomodasi melalui pendidikan. Tujuannya agar memungkinkan baik guru maupun siswa merasa nyaman dengan adanya perbedaan, dijadikan sebagai tantangan dalam pembelajaran dan bukan dianggap beban. Dengan adanya sekolah inklusi harapannya 4

bisa memotivasi sekolah regular agar mampu memberi pelayanan kepada semua siswa, terutama bagi yang mempunyai kebutuhan khusus. Pembelajaran yang dilaksanakan pada pendidikan inklusi bias dilihat dari hasilnya. Karena kegiatan pembelajaran sebagai inti dari ketercapaian kurikulum yang dilaksanakan, dan mutu pendidikan atau lulusan bisa dilihat dari keberhasilan proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Anak-anak yang memiliki kelainan atau kecerdasan luar biasa mempunyai kesempatan yang sama agar potensi yang dimiliki bisa berkembang optimal bersama dengan anakanak normal lainya yang tergabung di kelas inklusi, karena pada dasarnya mereka merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu komunitas. Hal ini menarik untuk disoroti, bahwasanya pembelajaran di kelas inklusi yang siswanya hiterogen dengan berbagai macam karakteristik yang berbeda, perilaku, aktivitas, kemampuan dan kreativitas yang dimiliki mereka mampu melaksanakan proses pembelajaran (Ibrahim, 2003:34). Bagi guru dan siswa ini merupakan suatu tantangan bagaimana agar berhasil dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Maka dari itu perlu ada inovasi pembelajaran dan daya kreativitas guru sangat diperlukan. Dengan cara apa untuk memotivasi siswa, reaksi siswa terhadap materi yang diberikan, perilaku siswa dalam kelas, pemberian umpan balik (feet back), evaluasi sampai 5

dengan hasil belajar yang diperoleh menjadi tantangan tersendiri. Penanganan belajar siswaabk memerlukan ketrampilan khusus sesuai dengan karakteristiknya. Oleh karena itu, dalam pembelajaran di kelasinklusi, perlu dibantu oleh guru pendidikan khusus. Guru pendidikan khusus (GPK) ini bertugas membantu guru kelas saat pelaksanaan KBM, dan memberikan bimbingan secara langsung pada ABK yang memang membutuhkannya. Komponen lain yang dapat dimanfaatkan guru untuk membantu ABK dalam proses pembelajaran adalah tutor sebaya, yaitu siswa lain yang memiliki kemampuan lebih diarahkan untuk membantu belajar ABK (Direktorat PLB, 2007:4). Sekolah Dasar Negeri 1 Panimbo adalah salah satu sekolah dasar di Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan yang telah ditunjuk sebagai rintisan penyelenggara sekolah inklusi oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Grobogan bekerjasama dengan lembaga internasional Plan Indonesia Grobogan berdasarkan Surat Keputusan Nomor: 421/3129/B/2007 tertanggal 2 Mei tahun 2007. SD Negeri 1 Panimbo sebagai sekolah penyelenggara inklusi menjadi harapan pemerintah dan masyarakat untuk mewujudkan sekolah yang dapat mengakomodir keragaman siswa. SD Negeri 1 Panimbo sejak ditunjuk untuk melaksanakan pendidikan 6

inklusi sampai dengan saat ini sudah 9 tahun yaitu dimulai sejak tahun 2007. Penyebaran banyaknya siswa inklusi selama 9 tahun dapat dilihat padatabel berikut. Tabel 1.1 Penyebaran Siswa Inklusi SDN 1 Panimbo Tahun Ajaran Jumlah Siswa Inklusi 2007/2008 31 2008/2009 33 2009/2010 37 2010/2011 35 2011/2012 32 2012/2013 32 2013/2014 32 2014/2015 27 2015/2016 27 Sumber data siswa ABK SDN 1 Panimbo Selama 9 tahun program sekolah inklusi berjalan di SD Negeri 1 Panimbo banyaknya siswa inklusi pada setiap tahun jumlahnya berbeda. Tingkatan siswa ABK kebanyakan adalah slow leaner (lambat belajar) dan hanya ada satu,dua siswa ABK yang lainnya. Setiap siswa inklusi akan digabungkan pada kelas yang sama dengan siswa regular. Tidak ada kelas khusus bagi siswa inklusi. Siswa berkebutuhan khusus disesuaikan kelas masingmasing sesuai tingkatan (dagrasi), sehingga disetiap kelas 7

ada siswa berkebutuhan khusus. Daya tampung siswa berkebutuhan khusus tidak dibatasi dalam penerimaannya yaitu menyesuaikan jumlah siswa yang ada. Pada tahun ajaran 2015/2016 pada semester dua jumlah siswa seluruhnya sebanyak 137 siswa. Dari jumlah tersebut yang termasuk memiliki kebutuhan khusus sebanyak 27 siswa yaitu kelas satu sebanyak 6 siswa, kelas dua 5, kelas tiga, kelas empat 5 orang, kelas lima 7 orang dan kelas enam 4 orang. Penyelenggaraan pendidikan inklusi di SD Negeri 1 Panimbo adalah dengan menggabungkan siswa yang berkebutuhan khusus dari tingkat ringan, sedang, dan berat dikelas regular secara bersama. Penempatan siswa inklusi ada disetiap jenjang atau kelas, sehingga tidak ada kelas khusus. Sosialisasi pendidikan inklusi selalu diberikan kepada siswa dan walimurid pada awal tahun supaya mereka tahu apa itupendidikan inklusi dan dapat menerima dengan baik, saat dikelas karena ada siswa berkebutuhan khusus. Pada kenyataannya penyelenggaraan pendidikan inklusi di SD Negeri 1 Panimbo belum bias terlaksana secara maksimal. Masih ada hambatan-hambatan yang ditemukan di lapangan dan perlu ditangani. Pemerintah baru bias memberikan bantuan beasiswa bagi ABK. Itupun belum semua siswa yang tergolong ABK mendapat beasiswa hanya berkisar 50% sampai 80% yang mendapat 8

dari jumlah ABK keseluruhan. Bahkan untuk tahun 2015 beasiswa untuk ABK juga tidak ada. Dengan demikian, maka perlu dilakukan pengkajian dalam rangka mengevaluasi untuk mengumpulkan informasi tentang pelaksanaan program inklusi di SD Negeri 1 Panimbo sebagai sekolah inklusi yang selanjutnya informasi tersebut nantinya dapat digunakan sebagai alternatif yang tepat dalam pengambilan keputusan. Pentingnya dilakukan evaluasi adalah untuk menen tukan rekomendasi kebijakan selanjutnya agar pembelajaran yang berlangsung dapat lebih meningkat atau diperbaiki. Adapun model evaluasi yang digunakan pada penelitian ini adalah metode evaluasi CIPP. Dalam penelitian evaluasi program banyak menerapkan Model CIPP.Adapun tokoh CIPP ini adalah Stufflebeam dan kawan-kawan pada tahun 1967 di Ohio State University. CIPP merupakan singkatan dari Context Evaluation, Input Evaluation, Process Evaluation, product Evaluation. Model CIPP adalah model evaluasi yang memandang program yang dievaluasi sebagai suatu sistem, sehingga bila menggunakan model ini maka harus menganalisis program tersebut berdasarkan komponen-komponennya (Arikunto, 2004:25). Gambaran dari pelaksanaan program pendidikan sekolah inklusi di SD Negeri 1 Panimbo diperoleh dengan cara melakukan evaluasi program pendidikan inklusi di 9

SD Negeri 1 Panimbo Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan yang penyelenggaraannya dimulai tahun 2007. Atas dasar hal ini, maka dilakukan penelitian evaluasi program pendidikan inklusi di SD Negeri 1 Panimbo tahun pelajaran 2015/2016. 1.2 Fokus Penelitian 1. Evaluasi Context: Evaluasi context mendiskripsikan keadaan lingkungan sekolah yang terdiri dari: 1) Perlunya sekolah inklusi. 2) Tujuannya 3) Dukungan masyarakat, komite,dan pimpinan 4). Sosialisasi inklusi. 2. Evaluasi input: Evaluasi input menggambarkan: 1) Kelengkapan sarana dan prasarana 2) Sumber daya manusia 3) Semangat guru dan 4) Karakterisitik siswa. 3. Evaluasi Prosess: Evaluasi prosess menggambarkan: 1) Evaluasi perencanaan program pendi dikan inklusi di SD Negeri 1 Panimbo. 2) Evaluasi pelaksanaan program. 3) Mengevaluasi penilaian program 4) Identifikasi ABK serta kesulitan yang dihadapi guru dalam mengajar ABK di sekolah inklusif. 4. Evaluasi Product: Evaluasi product menggambarkan hasil perkembangan akademik dan non akademik anak ABK maupun kemampuan bersosial di sekolah inklusif. 10

1.3 Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah konteks program pendidikan inklusi di SD Negeri1 Panimbo? 2. Bagaimanakah input program pendidikan inklusi di SD Negeri1 Panimbo? 3. Bagaimanakah proses program pendidikan inklusi di SD Negeri1 Panimbo? 4. Bagaimanakah produk program pendidikan inklusi di SD Negeri1 Panimbo? 5. Adakah dampak, faktor penghambatnya dalam melaksanakan program inklusi di SD Negeri 1 Panimbo dan bagaimana solusinya? 1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk: 1. Mengevaluasi konteks program pendidikan inklusi di SD Negeri1 Panimbo 2. Mengevaluasi input program pendidikan inklusi di SD Negeri 1 Panimbo 3. Mengevaluasi proses program pendidikan inklusi di SD Negeri 1 Panimbo. 4. Mengevaluasi produk program pendidikan inklusi di SD Negeri 1 Panimbo 5. Menyimpulkan dan memberikan saran agar program pendidikan inklusi di SD Negeri 1 Panimbo diperbaiki dan dilanjutkan. 11

1.5 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian evaluasi program pendidikan inklusi ini diharapkan dapat bermanfaat untuk : 1.5.1 Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan untuk perkembangan pengetahuan khususnya sekolah penyelenggara inklusi dalam menyusun program dan sebagai referensi untuk penelitian yang sama. 1.5.2 SecaraPraktis a. Bagi Guru Sebagai motivasi atau dorongan dalam melaksanakan program pendidikan inklusi sehingga lebih kreatif dan inovatif agar siswa ABK bias dilayani walaupun sekolahnya berada diwilayah pinggiran. b. Bagi Sekolah Sebagai rekomendasi dalam mengevaluasi program pendidikan inklusi untuk menentukan arah kebijakan dalam mengambil keputusan guna mengembangkan pendidikan inklusi. c. Bagi Orang Tua dan Masyarakat Memberi wawasan dan pengetahuan tentang pentingnya pendidikan inklusi bagi anak ABK agar orang tua/masyarakat yang mempunyai anak ABK mau menyekolahkan di sekolah inklusi yang ada di sekitarnya. 12