BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pengendalian Intern

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah Pengendalian Intern baru resmi digunakan oleh IAI pada

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut George H. Bodnar dan William S. Hopwood (1996:1)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUN PUSTAKA. dewan komisaris, manajemen, dan personil satuan usaha lainnya, yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kemudian pengertian Audit menurut Arens dan Loebbecke (2006:4), audit

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Berikut beberapa pengertian prosedur menurut para ahli, antara lain: a. Pengertian prosedur menurut Mulyadi (2001) adalah:

BAB 11 LANDASAN TEORI. setiap departemen tanpa mengesampingkan tanggung jawab masingmasing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. manajemen juga memiliki peranan penting. Prosedur merupakan rangkaian

BAB II TINJAUN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai dasar acuan pelaksanaan program-program penanggulangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian dan Tujuan Pengawasan Internal. Pengawasan internal yang baik merupakan alat yang dapat membantu

pengertian sistem pengendalian intern ada

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Tinjauan Teori Pengertian Sistem dan Prosedur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Sistem Akuntansi, Gaji dan Upah. 1. Pengertian Sistem Akuntansi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perbankan. Etika itu sendiri adalah kesepakatan bersama dan pedoman untuk

Gaji : pembayaran atas penyerahan jasa yang dilakukan oleh karyawan yang mempunyai jenjang jabatan dan dibayar secara tetap per bulan Upah :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. membawa Indonesia menuju ekonomi pasar bebas setiap organisasi dituntut untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Sistem dan Karakteristiknya. Systema yang berarti penempatan atau mengatur.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS EFEKTIFITAS SISTEM INFORMASI AKUNTANSI PENGGAJIAN KARYAWAN (Studi Kasus PT CHERIA ALAM MANDIRI) Mita Kurniasih EB10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mulyadi ( 2001 : 2 ) : Suatu sistem pada dasarnya adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akurat, dan berdaya guna maka didesain suatu sistem akuntansi. Sistem akuntansi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

keuangan saja sehingga rawan akan terjadinya kecurangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Dan Unsur-Unsur Sistem Akuntansi. atau lebih komponen-komponen yang saling berkaitan (inter-related) atau

BAB II. Concepts telah mendefinisikan audit sebagai suatu proses sistematis yang secara

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERTANYAAN PENELITIAN. mencapai tujuan perusahaan maupun organisasi yang didukung dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori atribusi ini dikembangkan oleh Kelley pada tahun 1967, kemudian dilanjutkan oleh

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Proses Seleksi Penutupan Calon Nasabah atau Pemohon Asuransi

gaji merupakan pembayaran atas penyerahan jasa yang dilakukan oleh karyawan tetap (pembayaran gajinya cenderung tetap sesuai skala gaji yang

BAB II CV. SINAR MUARA MEDAN. Perseroan Komanditer(CV) Sinar Muara Medan adalah usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hall (2006: 6), mengartikan bahwa sistem adalah kelompok. dari dua atau lebih komponen atau subsistem yang saling berhubungan

PEMAHAMAN STRUKTUR PENGENDALIAN INTERN

PENGARUH KEPATUHAN PENGENDALIAN INTERN TERHADAP PERILAKU ETIS KARYAWAN DALAM SISTEM PENGGAJIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian dan Tujuan Pengawasan Internal. yang ditetapkan telah dilaksanakan dengan baik sehingga tujuan perusahaan dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akuntabilitas merupakan salah satu unsur pokok perwujudan good governance yang

BAB II BAHAN RUJUKAN

TUGAS E-LEARNING ADMINISTRASI BISNIS INTERNAL CONTROL

PENGARUH KEPATUHAN PENGENDALIAN INTERN TERHADAP PERILAKU ETIS KARYAWAN DALAM SISTEM PENGGAJIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan yang semakin maju,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini: a. Keandalan pelaporan keuangan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERTIMBANGAN ATAS PENGENDALIAN INTERN DALAM AUDIT LAPORAN KEUANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unsur yang erat berhubungan satu dengan yang lain yang berfungsi bersama-sama

MAKALAH TENTANG INTERNAL CONTROL

ANALISIS EFEKTIFTITAS SISTEM INFORMASI AKUNTANSI PENGGAJIAN KARYAWAN PADA PT. TWINK PRIMA PRATAMA. Adithia Pratama EB10

TUGAS MAKALAH ADMINISTRASI BISNIS. PENGENDALIAN INTERNAL (INTERNAL CONTROL) (Dosen : Putri Taqwa Prasetyaningrum,ST,MT)

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Sistem, Informasi, dan Data

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mulyadi (2001:5) sistem adalah suatu jaringan prosedur yang dibuat menurut

"EFEKTIVITAS SISTEM PENGGAJIAN PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KEBUMEN" Dwi Suprajitno. Abstrak

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan kegiatan operasi perusahaan diperlukan adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III SISTEM PENGAWASAN INTERNAL GAJI PADA BPJS KETENAGAKERJAAN KANTOR WILAYAH SUMBAGUT

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akuntansi sebagai sutu sistem informasi, mengidentifikasi, mengumpulkan dan. bagi mereka yang menggunakan informasi tersebut.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Judul Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. penting yang tercakup sistem manajemen sumber daya manusia yaitu : a) Seleksi calon karyawan dan pengangkatan karyawan baru

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Badridwan (2009:1), prosedur adalah urutan-urutan kegiatan

BAB 2 LANDASAN TEORI

CHAPTER VI. Nyoman Darmayasa, Ak., CPMA., CPHR., BKP., CA., CPA. Politeknik Negeri Bali 2014

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cabang semarang. Tujauan peneliti adalah sebagai bahan pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era teknologi informasi dan globalisasi saat ini menyebabkan perubahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Standar Audit SA 240. Tanggung Jawab Auditor Terkait dengan Kecurangan dalam Suatu Audit atas Laporan Keuangan

SISTEM AKUNTANSI PENGGAJIAN PADA PT KEDAMAIAN PALEMBANG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Sistem Penggajian BMT Usaha Mandiri Sejahtera

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Sistem Pengendalian Intern. Sistem menurut James A Hall (2007: 32). Sistem adalah kelompok dari dua

BAB II LANDASAN TEORI. dengan cara. Istilah sistem dari bahasa Yunani yaitu Systema yang berarti

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PROPOSISI PENELITIAN

`EFEKTIVITAS SISTEM PENGENDALIAN INTERN PADA PENGUJIAN PENGENDALIAN: KAJIAN KONSEPTUAL AUDIT LAPORAN KEUANGAN Oleh: Amalia Ilmiani

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Struktur Pengendalian Intern. Pada umumnya setiap perusahaan dalam menjalankan fungsi-fungsi

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Sistem menurut Azhar Susanto (2011 : 22) dalam bukunya. secara harmonis untuk mencapai satu tujuan tertentu.

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. agar tujuan yang ingin dicapai oleh entitas atau perusahaan dapat tercapai.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Kepatuhan Pengendalian Intern 2.1.1.1. Pengertian Pengendalian Intern Istilah Pengendalian Intern baru resmi digunakan oleh IAI pada tahun 2001. Sebelumnya istilah yang dipakai adalah sebagai berikut: Sistem Pengendalian Intern, Sistem Pengawasan Intern, dan Struktur Pengendalian Intern. Pengendalian intern itu sendiri mempunyai definisi yang berbeda sesuai dengan istilahnya pada masa itu, namun dalam definisinya tujuannya kurang lebih tetap sama. Menurut Mulyadi (2001:163), sistem pengendalian intern meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajamen. Sedangkan IAI (2001: 319.2) mendefinisikan Pengendalian intern sebagai suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen dan personel lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini: (a) Keandalan laporan keuangan, (b) Efektivitas dan efisiensi operasi, dan (c) Kepatuhan terhadap hukum yang berlaku.

Dalam organisasi bisnis, pengendalian intern mempunyai posisi yang strategis, apalagi bagi perusahaan yang sudah besar sehingga keberadaan pengendalian intern tidak dapat diabaikan. Pengabaian pengendalian intern berarti berani menantang risiko kerugian, dan cepat atau lambat akibat dampak buruknya akan dirasakan oleh organisasi tersebut. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengendalian intern adalah metode, prosedur, dan ukuranukuran yang dikoordinasikan dalam rangka menjaga kekayaan perusahaan, mengecek ketelitian dan keandalan akuntansi serta mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen. 2.1.1.2. Tujuan Pengendalian Intern Menurut Mulyadi (2001:178), tujuan pengendalian intern akuntansi adalah sebagai berikut: 1. Menjaga Kekayaan perusahaan : a. Penggunaan kekayaan perusahaan hanya melalui sistem otorisasi yang telah ditetapkan. b. Pertanggungjawaban kekayaan perusahaan yang dicatat dibandingkan dengan kekayaan yang sesungguhnya ada. 2. Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi: a. Pelaksanaan transaksi melalui sistem otorisasi yang telah ditetapkan. b. Pencatatan transaksi yang terjadi dalam catatan akuntansi. Tujuan tersebut dirinci lebih lanjut sebagai berikut: a. Penggunaan kekayaan perusahaan hanya melalui sistem otorisasi yang telah ditetapkan. (1) Pembatasan akses langsung terhadap kekayaan. (2) Pembatasan akses tidak langsung terhadap kekayaan.

b. Pertanggungjawaban kekayaan perusahaan yang dicatat dibandingkan dengan kekayaan yang sesungguhnya ada. (1) Pembandingan secara periodik antara catatan akuntansi dengan kekayaan yang sesungguhnya ada. (2) Rekonsiliasi antara catatan akuntansi yang diselenggarakan. c. Pelaksanaan transaksi melalui sistem otorisasi yang telah ditetapkan. (1) Pemberian otorisasi oleh pejabat yang berwenang. (2) Pelaksanaan transaksi sesuai dengan otorisasi yang diberikan oleh pejabat yang berwenang. d. Pencatatan transaksi yang terjadi dalam catatan akuntansi. (1) Pecatatan semua transaksi yang terjadi. (2) Transaksi yang dicatat adalah benar-benar terjadi. (3) Transaksi dicatat dalam jumlah yang benar. (4) Transaksi dicatat dalam periode akuntansi yang seharusnya. (5) Transaksi dicatat dengan penggolongan yang seharusnya. (6) Transaksi dicatat dan diringkas dengan teliti. 2.1.1.3. Komponen-komponen Pengendalian Intern Menurut Agoes (2004:75), pengendalian intern terdiri dari lima komponen yang saling terkait berikut ini: a. Lingkungan pengendalian menetapkan corak suatu organisasi, memengaruhi kesadaran pengendalian orangorangnya. Lingkungan pengendalian merupakan dasar untuk semua komponen pengendalian intern, menyediakan disiplin dan struktur. b. Penaksiran risiko adalah identifikasi entitas dan analisis terhadap risiko yang relevan untuk mencapai tujuannya, membentuk suatu dasar untuk menentukan bagaiman risiko harus dikelola. c. Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang membantu menjamin bahwa arahan manajemen dilaksanakan. d. Informasi dan komunikasi adalah pengidentifikasian, penangkapan, dan pertukaran informasi dalam suatu bentuk dan waktu yang memungkinkan orang melaksanakan tanggung jawab mereka. e. Pemantauan adalah proses yang menetukan kualitas kinerja pengendalian intern sepanjang waktu.

2.1.1.4. Keterbatasan Pengendalian Intern Walaupun banyak manfaat yang didapat dari penerapan pengendalian intern, namun pengendalian intern itu sendiri pastilah mempunyai kelemahan atau keterbatasan. Sukrisno (2004:81) menyatakan bahwa: Terlepas dari bagaimana bagusnya desain operasinya, pengendalian intern hanya dapat memberikan keyakinan memadai bagi manajemen dan dewan komisaris berkaitan dengan pencapaian tujuan pengendalian intern entitas. Kemungkinan pencapaian tersebut dipengaruhi oleh keterbatasan bawaan yang melekat dalam pengendalian intern. Hal ini mencakup kenyataan bahwa pengendalian intern dapat rusak karena kegagalan yang bersifat manusiawi tersebut, seperti kekeliruan atau kesalahan yang sifatnya sederhana. Disamping itu pengendalian dapat tidak efektif karena adanya kolusi di antara dua orang atau lebih atau manajemen mengesampingkan pengendalian intern. Faktor lain yang membatasi pengendalian intern adalah biaya pengendalian intern entitas tidak boleh melebihi manfaat yang diharapkan dari pengendalian tersebut. Meskipun hubungan manfaat-biaya merupakan kriteria utama yang harus dipertimbangkan dalam pendesainan pengendalian intern, pengukuran secara tepat biaya dan manfaat umum tidak mungkin dapat dilakukan. Oleh karena itu, manajemen melakukan estimasi kualitatif dan kuantitatif serta pertimbangan dalam menilai hubungan biaya manfaat tersebut. 2.2.1.5. Pengendalian Intern dalam Sistem Penggajian Menurut Guy et al. (2003:140) Penegendalian intern untuk asersi transaksi penggajian adalah: a. Asersi Eksistensi atau Kejadian 1. Menggunakan dokumen yang sah untuk menerima dan memberhentikan karyawan serta secara independen membandingkannya dengan gaji. 2. Menggunakan kartu jam kerja dan kartu absen, serta meminta pengesahan supervisor atas kartu absen itu. 3. Membandingkan secara independen kartu absen yang disetujui dengan gaji.

4. Menganalisis dan menindaklanjuti varians biaya tenaga kerja. 5. Memisahkan fungsi personalia, pencatatan waktu, dan pembayaran gaji. b. Asersi Kelengkapan 1. Menggunakan cek gaji bernomor urut dan memeriksa urutannya. 2. Melakukan rekonsiliasi bank atas rekening khusus gaji. 3. Menganalisis dan menindaklanjuti varians biaya tenaga kerja. 4. Memisahkan fungsi penyiapan gaji, penandatanganan cek serta pembayaran gaji, dan pencatatan gaji. 2.1.2 Moralitas Manajemen 2.1.2.1. Pengertian Moralitas Manajemen Istilah moral dalam pengertiannya dikaitkan dengan tindakan manusia yang bernilai positif. Moral itu sendiri merupakan nilai keabsolutan dalam kehidupan masyarakat secara utuh. Lebih luas lagi adalah tentang moralitas. Moralitas adalah pelaksanaan kewajiban karena hormat terhadap hukum, sedangkan hukum yang dimaksud itu sendiri tertulis dalam hati manusia. Dengan kata lain, moralitas adalah tekad untuk mengikuti apa yang dalam hati disadari sebagai kewajiban mutlak. Moral adalah lebih bersifat tuntutan dari luar masyarakat/kehidupan karena kiprah umum atau praktek nyata Djahiri (1985:20). Artinya sebenarnya selain muncul dari diri sendiri, perlu dilakukan tuntutan secara eksternal (oleh masyarakat) yang berupa tuntutan maupun hukuman apabila

individu/lembaga tersebut melakukan tindakan yang tidak bermoral. Seperti yang dikutip oleh Glifandi (2011) dalam penelitian sebelumnya, Moral management is not coincident with profit or value maximization because of the cost of addressing the externality or the corporate redistribution (Baron, 2006). Artinya, moralitas manajemen tidak berkaitan dengan keuntungan atau pemaksimalan nilai. Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa moralitas manajemen adalah pelaksanaan kewajiban mutlak oleh manajamen perusahaan sesuai dengan prinsip-prinsip dan nilai moral dengan kesadaran sendiri. 2.1.2.2. Tahapan Moral Dalam penelitiannya, Wilopo (2006) memuat bahwa Kohlberg (1969), sebagaimana dikutip oleh Velasquez (2002) menyatakan bahwa moral berkembang melalui tiga tahapan, yaitu tahapan prakonvensional, tahapan konvensional, dan tahapan postkonvensional (pasca konvensional) tahapan tersebut: Lebih lanjut lagi, Daft (2002:174) menguraikan tiga 1. Prakonvensional Mengikuti peraturan untuk menghindari hukuman Bertindak untuk kepentingan sendiri Kepatuhan dan kebaikan demi kebaikannya sendiri 2. Konvensional Berdasarkan harapan orang lain

Memenuhi tugas dan kewajiban sistem sosial Menjunjung undang-undang 3. Pasca Konvensional Mengikuti prinsip keadilan dan hak yang dipilih sendiri Sadar bahwa orang-orang memiliki nilai yang berbeda dan mencari solusi yang kreatif atas dilema etika Keseimbangan atas kepedulian individu dan kebaikan secara umum 2.1.3. Sistem Kompensasi 2.1.3.1. Pengertian Kompensasi Menurut Cahyani (2009:77), kompensasi sesungguhnya merupakan pengertian luas dari pengupahan. Kompensasi mencakup pula tunjangan baik tunjangan berbentuk uang maupun non uang selain gaji atau upah yang diterima setiap bulan. Sedangkan Hasibuan (2007 : 118) berpendapat bahwa kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada perusahaan. Banyak perusahaan yang mengenyampingkan pemberian kompensasi yang sesuai bagi para karyawannya. Tanpa disadari, justru hal itu yang membuat semakin banyaknya perilaku tidak produktif dan masalah-masalah yang berkaitan dengan perilaku tidak etis di dalam perusahaan tersebut. Masalah-masalah itu antara lain inresponsible behaviour (perilaku yang tidak

bertanggung jawab) dan employee dishonesty (ketidakjujuran karyawan). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sistem kompensasi yang baik adalah sistem yang diperlukan organisasi untuk meyakinkan karyawan bahwa mereka akan mendapatkan apa yang mereka butuhkan secara layak sehingga mereka dengan sadar melakukan tindakan yang diinginkan oleh organisasi. 2.1.3.2. Tujuan Kompensasi Menurut Mathis and Jackson (2006:419), program kompensasi yang efektif dalam sebuah organisasi memiliki empat tujuan: 1. Kepatuhan pada hukum dan peraturan yang berlaku 2. Efektifitas biaya bagi organisasi 3. Keadilan internal, eksternal, dan individual bagi para karyawan 4. Peningkatan kinerja bagi organisasi Lebih lanjut lagi, Mathis and Jackson (2006:419) Berpendapat bahwa : Pemberi kerja harus menyeimbangkan biaya kompensasi pada satu tingkat yang menjamin daya saing organisasional dan memberikan penghargaan yang memadai untuk para karyawan atas pengetahuan, keterampilan, kemampuan, dan kinerja mereka. Agar dapat menarik, mempertahankan, dan memberi penghargaan pada karyawan, para pemberi kerja memberikan beberapa jenis kompensasi.

2.1.3.3. Jenis Program Kompensasi Adapun jenis program kompensasi diuraikan dalam tabel 2.1 di bawah ini: Tabel 2.1 Komponen Program Kompensasi Lansung Gaji Pokok 1. Upah 2. Gaji Penghasilan Tidak Tetap 1. Bonus 2. Insentif 3. Opsi saham Kompensasi Tidak langsung Tunjangan 1. Asuransi Jiwa 2. Cuti berbayar 3. Dana Pensiun 4. Kompensasi pekerja 5. lain-lain Sumber: Mathis and Jackson, Manajemen Sumber Daya Manusia, 2006 Menurut Mathis&Jackson (2006:420), gaji pokok dan penghasilan tidak tetap merupakan bentuk paling umum dari kompensasi langsung. Kompensasi tidak langsung biasanya terdiri atas tunjangan karyawan. a. Gaji Pokok Kompensasi dasar yang diterima oleh seorang karyawan, biasanya berupa upah atau gaji, disebut gaji pokok (base pay). Banyak organisasi menggunakan dua kategori gaji pokok; per jam dan gaji tetap, yang diidentifikasikan berdasarkan cara imbalan kerja tersebut didistribusikan dan sifat dari pekerjaan. Imbalan kerja per jam merupakan cara pembayaran yang paling umum yang didasarkan dari waktu dan karyawan yang dibayar berdasarkan jam kerja menerima upah (wage), yang merupakan imbalan kerja yang

besarnya tetap untuk setiap periode tanpa menghiraukan jumlah jam kerja. Digaji biasanya membawakan status yang lebih tinggi untuk para karyawan daripada diberi upah. Beberapa organisasi mempertahankan pendekatan yang mana semua digaji pada karyawan manufaktur dan administrasi mereka guna menciptakan rasa kesetiaan dan komitmen yang lebih besar. Akan tetapi, mereka masih harus membayar kerja lembur untuk karyawan tertentu seperti yang didefinisikan undang-undang mengenai imbalan kerja yang berlaku. b. Penghasilan Tidak Tetap Jenis lain dari imbalan tidak langsung adalah penghasilan tidak tetap (variable pay), yang merupakan kompensasi yang dihubungkan secara langsung dengan kinerja individual, tim, atau organisasional. Jenis penghasilan tidak tetap yang paling umum untuk sebagian besar karyawan berupa pembayaran bonus dan program insentif. Ekseskutif sering menerima penghargaan dalam jangka panjang seperti opsi saham. c. Tunjangan Banyak organisasi memberikan banyak penghargaan ekstrinsik dalam cara yang tidak langsung. Dengan kompensasi tidak langsung, karyawan menerima nilai nyata dari penghargaan tersebut tanpa menerima uang tunai yang sebenarnya. Tunjangan (benefit) adalah sebuah penghargaan tidak langsung asuransi

kesehatan, cuti berbayar, atau dana pensiun yang diberikan untuk karyawan atau sekelompok karyawan sebagai bagian dari keanggotaan organisasional, tanpa menghiraukan kinerja. 2.1.3.4. Penetuan Tingkat Kompensasi Menurut Cahyani (2009: 87), ada lima cara menentukan tingkat kompensasi, yaitu: 1. Survey tentang Kompensasi atau Upah Pelaksanaan survey ini terutama dilakukan untuk mendapatkan keadilan eksternal. Memang bukan hal yang mudah untuk melakukan survey kompensasi, tetapi kesulitan yang tinggi tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak melakukan survey kompensasi. Survey bisa dilakukan secara formal yang biasanya lebih sering mendapatkan kendala atau secara informal berdasarkan hubungan pertemanan. 2. Melakukan Evaluasi Jabatan Evaluasi jabatan menilai bobot atau harga suatu pekerjaan atau jabatan dalam rangka menentukan tingkat atau hierarki kompensasi yang layak diterima oleh pemegang jabatan atau pelaku pekerjaan tersebut. 3. Mengelompokkan Pekerjaan ke Jenjang Upah Jenjang upah terdiri dari jabatan yang memiliki tingkat kesulitan yang kurang lebih sama, seperti yang telah ditetapkan oleh evaluasi jabatan. 4. Menetapkan Harga untuk Setiap Jenjang Upah Penetetapan harga untuk setiap jenjang upah digambarkan dalam kurva upah. Hal ini dilakukan agar pemberian kompensasi lebih transparan dan untuk mengurangi kecurangan. Dengan adanya kurva upah ini, maka setiap karyawan di bagian penggajian dapat mengetahui rentang kompensasi yang patut diterima oleh sang karyawan. 5. Memastikan Tingkat Upah Tingkat upah perlu dipastikan karna harga yang telah ditetapkan untuk setiap jenjang terkadang tidak bisa seperti garis lurus. Terkadang, ada satu atau dua orang mendapat upah diluar garis lurus dalam kurva upah, sehingga perlu di tetapkan batas maksimum dan minimum kompensasi dari suatu posisi.

2.1.4. Perilaku Etis dan Perilaku Tidak Etis 2.1.4.1. Pengertian Perilaku Etis dan Perilaku Tidak Etis Perilaku menurut Thoha (2008:34) adalah suatu fungsi dari interaksi antara seorang individu dengan lingkungannya. Ini berarti bahwa seorang individu dengan lingkungannya, yang dalam hal ini adalah perusahaan, menentukan perilaku keduanya secara langsung. Keduanya mempunyai sifat-sifat khusus atau karakteristik tersendiri dan jika kedua karakteristik berinteraksi maka akan menimbulkan perilaku individu dalam organisasi. Etika (ethics) secara luas dapat diartikan sebagai serangkaian prinsip nilai atau moral. Menurut Daft (2002:167) Etika merupakan prinsip-prinsip dan nilai-nilai moral yang mengatur perilaku seseorang atau sebuah kelompok dalam hubungannya dengan apa yang benar atau yang salah. Dari masing-masing pengertian di atas maka dapat diketahui bahwa Perilaku Etis Karyawan adalah interaksi karyawan terhadap perusahaan dengan mengikuti prinsip-prinsip dan nilainilai moral yang berlaku. Perilaku etis sangat diperlukan dalam masyarakat, tidak lain halnya dalam perusahaan. Perilaku ini menjaga agar baik manajemen maupun karyawan-karyawan di dalamnya berkomunikasi secara efektif. Agar kebutuhan akan perilaku etis terpenuhi, maka dibuatlah serangkaian prinsip atau nilai moral

yang telah ditentukan dalam undang-undang dan peraturan. Akan tetapi, prinsip-prinsip etis harus dapat didefinisikan dengan baik karena bila tidak, akan menjadi tidak berguna. Sebagian besar orang mendefinisikan perilaku tidak etis sebagai tindakan yang berbeda dengan apa yang mereka anggap tepat dilakukan dalam situasi tertentu. Ada dua alasan utama mengapa seseorang bertindak tidak etis: standar etika seseorang berbeda dengan standar etika yang berlaku di masyarakat secara keseluruhan, atau orang memilih untuk bertindak mementingkan diri sendiri. Sering kali, kedua alasan itu muncul bersamaan (Arens 2008:98). Buckley et al., (1998) menjelaskan bahwa perilaku tidak etis merupakan sesuatu yang sulit untuk dimengerti, yang jawabannya tergantung pada interaksi yang kompleks antara situasi serta karakteristik pribadi pelakunya. Meski sulit dalam konteks akuntansi, dan hubungannya dengan pasar sering tidak jelas, namun memodelkan perilaku perlu dipertimbangkan guna memperbaiki kualitas keputusan serta mengurangi biaya yang berkaitan dengan informasi dan untuk memperbaiki tersedianya informasi yang tersedia bagi pasar (Hendriksen, 1992:237).

2.1.5. Sistem Penggajian 2.1.5.1. Pengertian Gaji dan Upah Menurut Mathis and Jackson (2009:420), gaji adalah imbalan kerja yang tetap untuk setiap periode tanpa menghiraukan jumlah jam kerja. Sedangkan Upah adalah imbalan kerja yang dihitung secara langsung berdasarkan pada jumlah waktu kerja. Sistem penggajian meliputi penggunaan tenaga kerja dan dan pembayaran ke semua pegawai, tanpa memperhatikan klasifikasi atau metode penentuan kompensasi. Sistem ini menjadi penting untuk beberapa alasan. Pertama, gaji, upah, dan pajak penghasilan merupakan komponen utama pada kebanyakan perusahaan. Kedua, beban tenaga kerja (labour) merupakan pertimbangan penting dalam penilaian persediaan. Terakhir, penggajian merupakan bidang yang menyebabkan pemborosan sejumlah besar sumber daya perusahaan karena inefisiensi atau pencurian melalui fraud (Arens&Lobbecke 1996:553) 3.1.4.2. Dokumen Dalam sistem Penggajian Menurut Mulyadi (2001:374), dokumen yang digunakan dalam sistem akuntansi penggajian dan pengupahan adalah: 1. Dokumen pendukung perubahan gaji dan upah. Dokumen-dokumen ini umumnya dikeluarkan oleh fungsi kepegawaian berupa surat-surat keputusan yang bersangkutan dengan karyawan, seperti misal surat

keputusan pengangkatan karyawan baru, kenaikan pangkat, perubahan tarif upah, penurunan pangkat, pemberhentian sementara dari pekerjaan (skorsing), pemindahan, dan lain sebagainya. Tembusan dokumendokumen ini dikirimkan ke fungsi pembuat daftar gaji dan upah untuk kepentingan pembuat daftar gaji dan upah. 2. Kartu jam hadir. Dokumen ini digunakan oleh fungsi pencatat waktu untuk mencatat jam hadir setiap karyawan di perusahaan. Catatan jam hadir karyawan ini dapat berupa daftar hadir biasa, dapat pula berbentuk kartu hadir yang diisi dengan mesin pencatatat waktu. 3. Kartu jam kerja. Dokumen ini digunakan untuk mencatat waktu yang dikonsumsi oleh tenaga kerja langsung pabrik guna mengerjakan pesanan tertentu. Dokumen ini diisi oleh mandor pabrik dan diserahkan ke fungsi pembuat daftar gaji dan upah untuk kemudian dibandingkan dengan kartu jam hadir, sebelum digunakan untuk distribusi biaya upah langsung kepada setiap jenis produk atau pesanan. 4. Daftar gaji dan daftar upah. Dokumen ini berisi jumlah gaji dan upah bruto setiap karyawan, dikurangi potongan-potongan berupa PPh pasal 21, utang setiap karyawan, iuran untuk organisasi karyawan, dan lain sebagainya. 5. Rekap daftar gaji dan rekap daftar upah. Dokumen ini merupakan ringkasan gaji dan upah per departemen, yang dibuat berdasarkan daftar gaji dan upah. Dalam perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan, rekap daftar upah dibuat untuk membebankan upah langsung dalam hubungannya dengan produk kepada pesanan yang bersangkutan. 6. Surat pernyataan gaji dan upah. Dokumen ini dibuat oleh fungsi pembuat daftar gaji dan upah bersamaan dengan pembuatan daftar gaji dan upah atau dalam kegiatan yang terpisah dari pembuat daftar gaji dan upah. Dokumen ini dibuat sebagai catatatan bagi setiap karyawan mengenai rincian gaji dan upah yang diterima setiap karyawan beserta berbagai potongan yang menjadi beban setiap karyawan. 7. Amplop gaji dan upah. Uang gaji dan upah karyawan diserahkan kepada setiap karyawan dalam amplop gaji dan upah. Di halaman muka gaji dan upah setiap karyawan ini berisi informasi mengenai nama karyawan, nomor identifikasi karyawan,

dan gaji bersih yang diterima karyawan dalam bulan tertentu. 8. Bukti Kas keluar. Dokumen ini merupakan perintah pengeluaran uang yang dibuat oleh fungsi akuntansi kepada fungsi keuangan, berdasarkan informasi dalam daftar gaji dan upah yang diterima dari fungsi pembuat daftar gaji dan upah. 3.1.4.3. Catatan Akuntansi yang Digunakan dalam Penggajian Dalam Mulyadi (2001:379), catatan akuntansi yang digunakan dalam pencatatan gaji dan upah adalah: 1. Jurnal Umum Jurnal umum dalam pencatatan gaji dan upah digunakan untuk mencatat distribusi biaya tenaga kerja ke dalam setiap departemen dalam perusahaan. 2. Kartu Harga Pokok Produk Catatan ini digunakan untuk mencatat upah tenaga kerja langsung yang dikeluarkan untuk pesanan tertentu. 3. Kartu Biaya Catatan ini digunakan untuk mencatat biaya tenaga kerja tidak langsung dan biaya kerja nonproduksi setiap departemen dalam perusahaan. Sumber informasi untuk pencatatan dalam biaya kartu ini adalah bukti memorial. 4. Kartu Penghasilan Karyawan Catatan ini digunakan untuk mencatat penghasilan dan berbagai potongannya yang diterima oleh setiap karyawan. Informasi dalam kartu penghasilan ini dipakai sebagai dasar

Nama Peneliti Wilopo (2006) Annisa Fitriana (2010) Siti Aisah (2010) Mohammad Glifandi Hari Fawzy (2011) PPh pasal 21 yang menjadi beban tanda terima gaji dan upah karyawan. 2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang digunakan peneliti, yang terdiri dari beberapa tahun yang berbeda, akan dijabarkan dalam tabel 2.2. dibawah ini: Tabel 2.2 Ringkasan Penelitian Terdahulu Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Kecenderungan kecurangan Akuntansi : Studi Kasus pada Perusahaan Publik di Indonesia dan Badan Usaha Milik Negara di Indonesia Kecurangan akuntansi, perilaku tidak etis, keefektifan pengendalian internal, kesesuaian kompensasi, ketaatan aturan akuntansi, asimetri informasi, dan moralitas manajemen. Kecenderungan kecurangan, pengendalian internal, dan kesesuaian kompensasi. Pengaruh Pengendalian Internal dan Kesesuaian Kompensasi Terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi (Fraud) pada Pura Group (Perseroan) di Kabupaten Kudus Pengaruh Pengendalian Perilaku etis karyawan Intern, Integritas dalam sistem Manajemen dan Kepatuhan penggajian, terhadap Perilaku Etis pengendalian intern Karyawan dalam Sistem integritas manajemen, Penggajian dan kepatuhan. Analisis Pengaruh Perilaku tidak etis, Keefektifan Pengendalian kecurangan akuntansi, Internal, Persepsi pengendalian internal, Kesesuaian Kompensasi, persepsi kesesuaian Moralitas Manajemen akuntansi, dan terhadap Perilaku Tidak moralitas manajemen. Etis dan Kecurangan Akuntansi Sumber: Hasil Olahan Penulis, 2012 Perilaku tidak etis manajemen dan kecurangan akuntansi dapat diturunkan dengan meningkatkan keefektifan pengendalian internal, ketaatan aturan akuntansi, moralitas manajemen, serta menghilangkan asimetri informasi namun kompensasi yang sesuai tidak menurunkan perilaku tidak etis dan kecenderungan kecurangan akuntansi. Pengendalian internal dan kesesuaian kompensasi berpengaruh signifika terhadap kecenderungan kecurangan. Pengendalian intern, integritas manajemen dan kepatuhan memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku etis karyawan dalam sistem penggajian. Keefektifan pengendalian internal dan moralitas manajemen berpengaruh signifikan terhadap perilaku tidak etis dan kecenderungan kecurangan akuntansi sedangakan faktor persepsi kesesuaian kompensasi tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku tidak etis dan kecenderungan kecurangan akuntansi.

Perbedaan hasil yang terdapat pada tabel 2.2. diatas karena ada perbedaan dari tahun penelitian, populasi dan jumlah sampel yang digunakan masing-masing peneliti berbeda satu sama lain, yaitu: Penelitian Wilopo (2006) dilakukan pada direktur dan manajer perusahaan publik & BUMN dengan jumlah sampel 153 responden. Penelitian Annisa (2010) dilakukan pada karyawan Pura Group (Persero) di Kabupaten Kudus dengan jumlah sampel 75 responden. Penelitian Siti (2010) dilaksanakan pada karyawan 6 Perusahaan Go Public maupun yang tidak Go public yag terdapat di Jakarta yaitu: PT. Alita Praya Mita, PT. Indofood Sukses Makmur (Tbk), PT. Java Cell, PT. Mustika Ratu (Tbk), PT. Tiara Royal, PT. Tripatra Engineers and Constractors dengan jumlah sampel 120 responden. Penelitian Mohammad (2011) dilakukan pada karyawan pemerintah Provinsi Jawa Tengah dengan jumlah sampel 41 responden. Dengan adanya perbedaan itu, maka peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian sejenis dibidang perbankan, yaitu pada PT. Bank Rakyat Indonesia Cabang Putri Hijau Medan yang belum ada pada penelitian terdahulu yang menjadi referensi penulis.

2.3. Kerangka Konseptual Kerangka konseptual merupakan gambaran tentang pola hubungan antara variabel-variabel yang diteliti. Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan diatas, kerangka konseptual penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Pengendalian Intern (ξ 1 ) Moralitas Manajemen (ξ 2 ) Perilaku Etis Karyawan dalam Sistem Penggajian (η ) Sistem Kompensasi (ξ 3 ) Uji Regresi Linear Berganda Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Sumber: Olahan Penulis, 2011. Gambar 2.1 menjelaskan bagaimana pengendalian intern, moralitas manajemen dan sistem kompensasi mempengaruhi perilaku etis karyawan dalam sistem penggajian. Annisa Fitriana (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pengendalian internal dan sistem kompensasi mempunyai dampak terhadap kecenderungan kecurangan, dimana perilaku etis karyawan sebagai gejalanya. Sedangkan menurut penelitian Dallas (2002) yang dikutip oleh Siti Aisah (2010) bahwa semakin tinggi tingkat moralitas manajemen, semakin rendah perilaku

tidak etisnya. Hal itu berarti tingkat moralitas manajemen yang tinggi akan memacu perilaku etis para karyawannya. 2.4. Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Berdasarkan rumusan masalah yang sebelumnya telah dijelaskan, hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pengendalian internal berpengaruh terhadap perilaku etis karyawan dalam sistem penggajian. 2. Moralitas manajemen berpengaruh terhadap perilaku etis karyawan dalam sistem penggajian. 3. Sistem kompensasi berpengaruh terhadap perilaku etis karyawan dalam sistem penggajian.