BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan penyakit yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi HIV adalah melalui kontak seksual; transmisi darah melalui jarum suntik, transfusi darah, kecelakaan kerja pada petugas kesehatan akibat alat kesehatan yang terkontaminasi oleh HIV; transmisi perinatal yakni melalui penularan dari ibu ke bayi dan penularan melalui pemberian ASI. (Bunner & Suddart, 2002) Kadar virus tertinggi ada dalam darah yaitu sebanyak 18.000 partikel/ml disusul oleh cairan semen 11.000 partikel/ml, cairan vagina 7.000 partikel/ml, cairan amnion 4.000 partikel/ml dan ASI/saliva 1 partikel/ml. (Lily, 2004) WHO (World Health Organization) dan UNAIDS memberi peringatan kepada 3 (tiga) negara di Asia yang saat ini disebut-sebut berada pada titik infeksi HIV tertinggi. Menurut laporan WHO dan UNAIDS ketiga negara tersebut adalah China, India dan Indonesia, dimana ketiga negara tersebut merupakan negara yang memiliki populasi penduduk terbesar di dunia. (Russel, 2011) Bila dilihat dari jumlah kasus HIV/AIDS yang ada, Indonesia merupakan salah satu negara dengan epidemi HIV/AIDS yang paling cepat perkembangannya di ASIA. (UNAIDS, 2008) Secara nasional dilaporkan bahwa lebih dari 6,5 juta perempuan di Indonesia menjadi populasi yang rawan tertular dan menularkan HIV/AIDS. Data ini diperkuat pula dengan
lebih dari 24.000 perempuan usia subur di Indonesia telah terinfeksi HIV dan terdapat lebih dari 9.000 perempuan dengan HIV+ hamil setiap tahunnya. (Kemenkes, 2008) Sedangkan bila dilihat dari Laporan Surveilans HIV/AIDS Kemenkes RI tahun 1987-Juni 2011 penderita HIV/AIDS terbanyak ada pada usia reproduksi yaitu 46,4% pada usia 20-29 tahun; 31,5% pada usia 30-39 tahun. CDC (Center for Desease Control) melaporkan bahwa risiko petugas kesehatan untuk tertular HIV melalui kecelakaan kerja akibat tusukan jarum dan alat kesehatan lain yang terkontaminasi oleh HIV adalah sebesar 1%. Sedangkan menurut Laporan Surveilans HIV/AIDS Kemenkes RI, jumlah kasus HIV/AIDS pada petugas kesehatan sejak tahun 2005-2011 adalah sebanyak 16 kasus. Dari jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS yang dilaporkan ke Departemen Kesehatan Republik Indonesia sejak tahun 1987 sampai dengan 31 Desember 2007, terlihat bahwa Bali menduduki peringkat ketiga setelah Papua dan DKI Jakarta. Bila dilihat dari perkiraan penduduk yang terinfeksi HIV pada akhir tahun 2006 per 100 penduduk usia reproduksi (15-49 tahun), prevalensi untuk Bali adalah 0,22%. (KPA Prov. Bali, 2008) Hasil survei proporsi ibu hamil dengan HIV positif di Bali pada tahun 2009 sebesar 1%. Bila proporsi ibu hamil dalam satu tahun 1,6% dari jumlah penduduk (sebanyak 56.000 ibu hamil per tahun), maka ibu hamil dengan HIV positif diperkirakan berjumlah 560 orang. ( ) Seseorang yang mengidap HIV sering kali tidak menampakkan gejala, padahal orang tersebut telah mampu menularkan virus ke orang lain. Hal ini
yang sering kali menjadikan tenaga kesehatan cenderung tidak melakukan tindakan pencegahan infeksi. Bidan sebagai salah satu tenaga kesehatan yang memiliki risiko tinggi untuk tertular HIV/AIDS karena berhubungan langsung dengan darah dan cairan tubuh pasien terutama dalam proses persalinan. Tingginya risiko bidan untuk tertular HIV/AIDS didukung oleh hasil Survei Sosial Ekonomi Daerah (Suseda) Bali tahun 2008 yang melaporkan bahwa 64,3% ibu hamil melakukan persalinan terakhir di bidan. (Suseda, 2008) Demi terciptanya asuhan kebidanan yang berkualitas, pemerintah telah menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan No 1464 Tahun 2010 yang mengatur daftar peralatan praktik bidan yang harus dipenuhi pengadaannya sebelum Surat Ijin Praktik Bidan diberikan oleh Dinas Kesehatan Kota setempat. Daftar peralatan praktik bidan tersebut termasuk peralatan pencegahan infeksi, bahan habis pakai, peralatan steril, peralatan tidak steril dan formulir yang harus disediakan. Oleh karena itu diharapkan Bidan Praktek Swasta menyediakan dan menggunakan fasilitas universal precautions secara berkesinambungan, tidak hanya tersedia dan digunakan pada saat pengurusan Surat Ijin Praktik Bidan saja. Salah satu strategi yang digunakan dalam pengendalian penyebaran infeksi adalah dengan menggunakan kewaspadaan universal (universal precautions). Universal precautions yaitu tindakan pengendalian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan untuk mengurangi penyebaran infeksi dan didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan penyakit, baik yang berasal dari pasien maupun petugas
kesehatan. (Nursalam, 2007) Dasar dari universal precautions ini meliputi pengelolaan alat kesehatan, cuci tangan guna mencegah infeksi silang, pemakaian alat pelindung diri (APD), serta pengelolaan limbah. (Depkes RI, 2003a; Craven & Hirnle, 2007) Tingginya angka kejadian HIV/AIDS memaksa pelayanan kesehatan untuk melaksanakan universal precautions dengan baik dan benar tidak hanya di fasilitas kesehatan milik pemerintah, namun juga di fasilitas kesehatan swasta termasuk pada bidan praktek swasta (BPS). Pada fasilitas kesehatan milik pemerintah, pengadaan fasilitas universal precautions disediakan oleh pemerintah, sehingga ada kemungkinan fasilitas tersebut tidak digunakan dengan baik dan benar. Sedangkan pada pelayanan kesehatan yang bersifat swasta, pengadaan fasilitas universal precautions disediakan sendiri dan sangat dipengaruhi oleh kebutuhan tenaga kesehatan tersebut untuk mencegah terjadinya penularan infeksi di tempat kerjanya. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Saroha (2003) mengenai penerapan kewaspadaan universal oleh bidan, didapatkan hanya 16,7% bidan yang menerapkan kewaspadaan universal dengan benar yaitu menerapkan seluruh komponen kewaspadaan universal sebagaimana mestinya. Oleh sebab itulah maka penelitian ini akan dilakukan di bidan praktek swasta (BPS). Oleh karena penerapan universal precautions didasarkan pada keyakinan bahwa darah dan cairan tubuh sangat berpotensi untuk menularkan penyakit, maka peneliti tertarik untuk mengamati bagaimana ketersediaan fasilitas universal precautions dan penggunaannya yang ditinjau dari persepsi bidan
terhadap HIV/AIDS yang meliputi persepsi mengenai kerentananan untuk dapat tertular, persepsi mengenai keseriusan penyakit, persepsi mengenai manfaat yang akan diperoleh bila melaksanakan universal precautions dan persepsi mengenai hambatan yang akan dihadapi dalam pelaksanaan universal precautions. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah persepsi bidan terhadap HIV/AIDS? 2. Bagaimanakah ketersediaan fasilitas universal precautions? 3. Bagaimanakah penggunaan fasilitas universal precautions? 4. Bagaimanakah hubungan persepsi bidan terhadap HIV/AIDS dengan ketersediaan dan penggunaan fasilitas universal precautions? 1.3. Tujuan Penelitian A. Tujuan Umum Mengetahui hubungan persepsi bidan terhadap HIV/AIDS dengan ketersediaan dan penggunaan fasilitas universal precautions di Kota Denpasar tahun 2012. B. Tujuan Khusus Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah ingin mengetahui tentang: 1. Persepsi bidan terhadap HIV/AIDS
2. Ketersediaan fasilitas universal precautions di BPS 3. Penggunaan fasilitas universal precautions oleh BPS 4. Hubungan persepsi bidan terhadap HIV/AIDS dengan ketersediaan dan penggunaan fasilitas universal precautions 1.4. Manfaat Penelitian A. Manfaat Teoritis Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan pemahaman dan pengetahuan bagi petugas kesehatan dan khususnya bagi bidan serta bagi klien pengguna jasa layanan kesehatan mengenai HIV/AIDS dan cara pencegahannya melalui pelaksanaan universal precautions. B. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan khususnya dalam hal penanggulangan penyebaran HIV/AIDS serta dapat dipakai sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan bagi pihak terkait, terutama kebijakan dalam upaya penanggulangan HIV dan AIDS.