BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk dapat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayam ayam lokal (Marconah, 2012). Ayam ras petelur sangat diminati karena

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. bangsa-bangsa ayam yang memiliki produktifitas tinggi terutama dalam

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur

I. PENDAHULUAN. Pendapatan nasional per kapita tahun 2012 yakni ,07 sedangkan tahun 2013

BAB I PENDAHULUAN. Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Telur merupakan salah satu sumber protein hewani yan memiliki rasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Penyakit Tetelo (ND=Newcastle Disease) Penyebab : Virus dari golongan paramyxoviru.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara khusus untuk diambil

I. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler pembibit merupakan ayam yang menghasilkan bibit ayam

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

I. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit terbagi atas 4 yaitu ayam pembibit Pure Line atau ayam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pedaging yang sering disebut sebagai ayam broiler merupakan jenis

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan

I. PENDAHULUAN. masamo (Clarias gariepinus >< C. macrocephalus) merupakan lele varian baru.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam

MENGENAL SECARA SEDERHANA TERNAK AYAM BURAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam ras petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memuliabiakkan secara teratur ayam pembibit berbeda yang masing-masing

PENDAHULUAN. puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat

BAB I PENDAHULUAN. unggul. Telur itik Mojosari banyak digemari konsumen. Walaupun bentuk badan itik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan sekitarnya, sehingga lebih tahan terhadap penyakit dan cuaca. dibandingkan dengan ayam ras (Sarwono, 1991).

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air, yaitu jenis unggas yang

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

BAB I PENDAHULUAN. yang tumbuh secara liar maupun yang sengaja dibudidayakan. Sejak zaman

BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemudian dikembangkan di penjuru dunia. Puyuh mulai dikenal dan diternakkan

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009).

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan kaidah-kaidah dalam standar peternakan organik. Pemeliharaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghasilkan bibit induk atau bibit sebar. Ayam yang akan digunakan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam ordo Galliformes, famili Phasianidae, genus Gallus dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 10 juta jiwa, dan 70% berasal dari negara berkembang, salah satunya Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Ternak babi bila diklasifikasikan termasuk ke dalam kelas Mamalia, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Ternak itik yang berkembang sekarang merupakan keturunan dari Wild

PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ini tersebar di berbagai penjuru dunia. Di Indonesia, penyakit ini bersifat

TINJAUAN PUSTAKA Probiotik

BAB I PENDAHULUAN. benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan

I. PENDAHULUAN. ayam broiler. Ayam broiler merupakan jenis unggas yang berkarakteristik diantara

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat

HASIL DAN PEMBAHASAN

SISTEM PEREDARAN DARAH

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. yang termasuk ke dalam ordo Galliformes, famili Phasianidae, genus Gallus dan

I. PENDAHULUAN. ton), dan itik/itik manila ( ton). ayam untuk berkeliaran di sekitar kandang membuat asupan makanan ayam

DAYA TAHAN TUBUH & IMMUNOLOGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Usaha pembibitan ayam merupakan usaha untuk menghasilkan ayam broiler

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternakan (telur, daging, dan susu) terus meningkat. Pada tahun 2035

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari strain-strain hasil produk dari perusahaan pembibitan. Ayam ras

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan cepat, kulit putih dan bulu merapat ke tubuh (Suprijatna et al., 2005).

TINJAUAN PUSTAKA. genetis ayam, makanan ternak, ketepatan manajemen pemeliharaan, dan

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan nila menurut Trewavas (1982) diacu oleh Rukmini (2012)

Transkripsi:

3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk dapat menghasilkan telur (Kurniawan dkk., 2013). Sifat-sifat yang dikembangkan pada tipe ayam petelur adalah cepat mencapai dewasa kelamin, ukuran telur normal, bebas dari sifat mengeram, bebas dari kanibalisme, nilai afkir ayam tinggi dan sebagainya (Yuwanta, 2004). Ayam petelur yang dipelihara pada umumnya terdapat dua tipe yaitu petelur putih dan petelur cokelat. Ayam petelur putih atau biasa dikenal sebagai tipe ringan, yang dikhususkan untuk bertelur dengan ciri-ciri tubuh ramping, warna bulu putih, berjengger merah. Ayam ini berasal dari galur murni white leghorn yang memiliki sifat sensitif terhadap cuaca panas dan keributan. Ayam petelur yang lain adalah tipe medium. Tubuhnya tidak terlalu kurus, tapi tidak juga terlihat gemuk. Produksi telur cukup banyak dan juga dapat menghasilkan daging yang banyak, sehingga disebut ayam tipe dwiguna. Sebagai contoh adalah ayam strain lohmann (Sudarmono, 2007). Ayam petelur yang sekarang kita kenal adalah strain ayam yang mampu bertelur sebanyak 300 butir lebih per tahunnya. Ayam-ayam itu pada dasarnya ayam ras yang merupakan ayam hasil perkawinan silang (silang dalam maupun silang luar) antara bangsa berbagai bangsa ayam hutan. Ayam hutan merah (Gallus-gallus bankiva), ayam hutan ceton (Gallus lafayetti), ayam hutan abuabu

4 (Gallus soneratti), dan ayam hutan hijau (Gallus varius, Gallus javanicus) (Nurcholis dkk., 2009). Ayam ras petelur memiliki keunggulan antara lain pertumbuhannya relatif cepat, mencapai dewasa kelamin (siap kawin) sekitar umur 5 bulan, produktivitas tinggi dapat mencapai produksi 280 butir per tahun dengan bobot telur sekitar 60 g per butir, efisien dalam penggunaan pakan dan tidak memiliki sifat mengeram sehingga dapat berproduksi dalam waktu yang relatif panjang sekitar 14 bulan (Setyono dkk., 2013). Ayam ras, umumnya mulai bertelur pada umur 4 bulan, pada tipe ringanmini rata-rata akan bertelur pada umur 14 minggu, tipe medium ada yang mulai bertelur pada umur 20-21 minggu dan untuk ayam kampung pada umur sekitar 23 minggu. Satu hingga dua minggu pertama produksi telur masih belum stabil dan ukuran telurnya masih kecil-kecil karena ayam baru pertama bertelur. Menjelang minggu keempat semenjak awal bertelur, produksi sudah mulai banyak. Satu bulan hingga dua bulan setelah itu laju produksi meningkat, setelah mencapai puncak produksi, produksi perlahan-lahan turun hingga tiba saatnya untuk diafkir, kurang lebih pada umur 1,5 tahun (Rasyaf, 2011). 2.2. Kesehatan dan Produktivitas Ayam Petelur Pada ayam ras petelur, masalah kesehatan merupakan hal yang penting, maka perlu penjagaan atau pencegahan penyakit secara ketat (Rasyaf, 2011). Pada umumnya tertularnya penyakit pada ayam disebabkan oleh kurang waspadanya peternak terhadap penyakit. Penyakit yang sering menyerang pada ayam biasanya dengan cepat dapat menular dari seekor kepada semua ayam yang dipeliharanya

5 (Marconah, 2012). Suatu peternakan yang dikelola secara baik dan benar, pencegahan penyakit merupakan salah satu tindakan penting yang harus diterapkan oleh peternak. Pencegahan penyakit jauh lebih baik dilakukan dibandingkan mengobati ayam yang sudah sakit. Apabila pencegahan penyakit dilakukan secara intensif maka kecil kemungkinan ayam akan terserang penyakit (Rasyaf, 2009). Banyak program pencegahan penyakit yang dapat diaplikasikan di peternakan ayam. Program pencegahaan penyakit tersebut di antaranya program sanitasi, vaksinasi, dan pengobatan dini pada umur tertentu ketika gejala ayam sakit mulai tampak, serta program lainnya yang berhubungan dengan manajemen pemeliharaan (Fadilah dan Polana, 2005). Manajemen kesehatan unggas yang efektif harus bertujuan untuk mencegah timbulnya penyakit dan parasit, mengenal gejala timbulnya penyakit dan mengobati penyakit sesegera mungkin sebelum penyakit berkembang serius atau menyebar ke kelompok lainnya (Mulyantini, 2010). Mengetahui ciri-ciri ayam sehat merupakan hal yang penting untuk mengetahui ayam yang sakit. Berikut ciri-ciri ayam sehat yaitu konsumsi pakan dan air minum normal, kotoran normal tidak encer, giat melakukan aktivitas, bersuara normal, produksi telur normal. Beberapa gejala yang bersifat umum yang sering dijumpai pada beberapa penyakit, seperti bulu terkulai dan kusam, diare, nafsu makan hilang, pertumbuhan terganggu dan produksi telur turun, kualitas kerabang buruk, serta suara tidak normal (Suprijatna dkk., 2008). Beberapa usaha diperlukan untuk meningkatkan populasi dan produktivitas ayam petelur. Produktivitas ayam petelur dapat ditingkatkan diantaranya dengan

6 memperbaiki manajemen pemeliharaan, pakan, pencegahan, dan penanggulangan penyakit. Salah satu masalah dalam upaya meningkatkan produktivitas ayam petelur adalah penurunan produksi telur seiring dengan pertambahan usia ayam (Amiruddin dkk., 2014). Produksi ayam petelur dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya : bibit, umur, kondisi kesehatan ayam, perkandangan pencahayaan, pakan, dan suhu lingkungan (Muharlien, 2010). 2.3. Tanaman Serai Ilustrasi 1. Gambar Tanaman Serai Klasifikasi tanaman serai adalah sebagai berikut (Arifin, 2014): Regnum Divisio Classis Ordo Familia Genus Spesies : Plantae : Spermatophyta : Monocotyledoneae : Poales : Poaceae : Cymbopogon : Cymbopogon nardus (L.) Randle

7 Serai memiliki banyak nama di daerah-daerah Indonesia seperti serai, sere (Jawa): serai, sorai, sange-sange (Sumatera): tonti, sare (Sulawesi): hisa, isa (Maluku) (Suryo, 2010). Tanaman serai sekilas agak mirip alang-alang tetapi rumpun serai lebih besar dan bergerombol. Daunnya berbentuk lurus, pipih, panjang sekitar 1 m, lebar sekitar 15 mm. Tulang daunnya sejajar. Warna daunnya hijau muda. Tepi daun yang tajam dan permukaan daunnya yang kasar dapat melukai tangan (Muhlisah, 2007). Sering kali bagian permukaan dalam berwarna merah. Perakaran serai sangat kuat dan dalam (Sa adah, 2007). Serai tumbuh pada daerah dengan ketinggian 50-2.700 mdpl. Tanaman ini tumbuh alami, tetapi dapat ditanam pada berbagai kondisi tanah di daerah tropis yang lembab, cukup sinar matahari, dan memiliki curah hujan relatif tinggi (Armando, 2009). Serai merupakan tanaman yang menyukai tempat yang lembab dan dekat air, tanah yang gembur, tak heran jika banyak tanaman serai tumbuh di area persawahan, irigasi, sungai dan lain-lain (Suryo, 2010). Serai mengandung alkaloid, flavonoid, polifenol dan minyak atsiri (Sari dan Chairul, 2005). Tanaman serai mengandung minyak atsiri yang memiliki khasiat sebagai antiseptik, antidepresi, deodoran, antiradang, fungisida, dan antiparasit (Agusta, 2000). Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap atau minyak mudah terbang. Minyak atsiri dapat bersumber dari bagian tanaman yaitu akar, kulit, batang, dan daun. Kandungan minyak atsiri pada serai bagian batang dan helai daun yaitu 0,5-1,5% (Usmiati dkk., 2004). Minyak atsiri dapat menyembuhkan penyakit cacingan, karena mekanisme kerja minyak atsiri

8 yang terkandung dalam tanaman serai dapat menyebabkan paralisa atau melumpuhkan otot cacing (Widowati, 2007). Alkaloid diketahui mampu meningkatkan daya tahan tubuh. Zat ini akan dibawa oleh aliran darah menuju sel-sel tubuh. Hasilnya sel-sel tersebut menjadi aktif dan terjadi perbaikan-perbaikan struktur maupun fungsi organ limfoid (Haryani dkk., 2012). Alkaloid yaitu senyawa yang bersifat racun bagi cacing, karena efeknya dalam menstimulasi kebocoran isi sel dan disfungsi neurologis. Alkaloid memiliki efek analgesik dan sedatif berkontribusi dalam proses paralisis dan kematian cacing (Isnaini dkk., 2015). Manfaat alkaloid dalam bidang kesehatan yaitu melawan infeksi mikroba (Widi dan Indriati, 2007). Serai dapat mempercepat proses penyembuhan luka karena kandungan flavonoid yang berperan dalam fase-fase penyembuhan luka dan mengurangi peradangan (Hairi dkk., 2016). Senyawa flavonoid berfungsi sebagai antibakteri dengan cara membentuk senyawa kompleks dengan protein ektraseluler. Kompleks yang terbentuk mengganggu keutuhan membran sel bakteri dengan cara mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membran sel tanpa dapat diperbaiki lagi (Dewi dkk., 2015). Flavonoid merupakan salah satu senyawa polifenol yang memiliki bermacam-macam efek antara lain efek antioksidan, anti tumor, anti radang, anti bakteri dan anti virus (Parubak, 2013). Polifenol merupakan senyawa turunan fenol yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan. Antioksidan fenolik biasanya digunakan untuk mencegah kerusakan akibat reaksi oksidasi pada makanan, kosmetik dan farmasi serta plastik (Nurlela, 2015). Fungsi polifenol sebagai penangkap dan pengikat radikal

9 bebas dari rusaknya ion-ion logam. Gugus hidroksil menyebabkan senyawa fenol mampu menangkap radikal bebas (Aini dkk., 2014). 2.4. Endoparasit Endoparasit merupakan jenis parasit yang hidup di dalam tubuh inang. Berbeda dengan ektoparasit, endoparasit menyerang organ dalam pada inang. Endoparasit dapat pula menjadi patogen karena inang menderita malnutrisi atau penurunan daya imunitas tubuh (Hernasari, 2011). Hewan ternak yang terinfeksi endoparasit biasanya lesu, pucat, kondisi tubuh menurun bahkan bisa mengakibatkan kematian (Pradana dkk., 2015). Endoparasit yang sering menginfeksi unggas peliharaan seperti bebek, itik, burung dan ayam adalah nematoda. Endoparasit dapat menyerang ayam pada semua umur (Rismawati dkk., 2013). 2.4.1. Ascaridia galli sp. Jenis endoparasit yang paling sering menyerang ayam petelur adalah cacing Ascaridia galli, dengan prevalensi mencapai 60%. Tingginya prevalensi tersebut karena telur dari cacing ini dapat bertahan di tempat yang lembab. Faktor cuaca seperti temperatur dan kelembaban yang sesuai dengan kehidupan cacing serta manajemen atau cara pemeliharaan dan pemberian pakan yang kurang baik dapat mendukung terjadinya infeksi cacingan (Pradana dkk., 2015). Unggas yang terinfeksi telur Ascaridia galli lewat mulut yang telah berembrio. Telur tersebut sangat resisten dan dapat hidup untuk beberapa bulan

10 dan bahkan beberapa tahun. Ayam yang berumur lebih dari tiga bulan lebih resisten terhadap Ascaridia galli daripada ayam muda (Levine, 1994). Ascaradia galli menyerang usus halus bagian tengah. Cacing ini menyebabkan peradangan di bagian usus yang bersifat hemorrhagic. Larva cacing berukuran sekitar 7 mm dapat ditemukan di selaput lendir usus (Fadilah dan Polana, 2005). 2.4.2. Koksidiosis Koksidia paling banyak yang menyerang ayam adalah jenis Eimeria sp. Eimeria sp tergolong dalam sub kelas koksidia (Rismawati dkk., 2013). Eimeria sp adalah salah satu penyebab koksidiosis pada ayam yang menyebabkan diare berdarah, penurunan berat badan, terlambatnya produksi telur dan sering menyebabkan kematian (Priyowidodo, 2005). Koksidiosis menyebar dalam bentuk sel tunggal (oocysts) yang dikeluarkan melalui kotoran. Oocyts ini tidak bersifat infeksi dan dapat hidup di luar tubuh ayam selama 2-4 hari. Jika termakan ayam, oocysts akan menuju ke saluran usus. Oocyts akan berkembang dan membelah diri di dalam usus. Proses perkembangan tersebut membutuhkan waktu selama 4-7 hari (Fadilah dan Polana, 2005). Eimeria sp menyebabkan luka-luka di dalam sekum. Luka tersebut membesar dan meradang disertai dinding usus yang menebal, dan isi sekum berdarah bila keluar. Bila unggas tidak mati karena koksidia dalam minggu pertama setelah munculnya gejala, maka unggas tersebut akan sembuh. Meskipun koksidiosis tidak menyebabkan kematian, protozoa tersebut dapat menurunkan berat badan atau menurunkan produksi telur (Levine, 1994).

11 Penyakit ini menyebar melalui coccidial oocysts yang dikeluarkan melalui kotoran dari ayam yang terinfeksi, bisa juga menyebar melalui tiupan angin yang membawa debu. Bisa juga menyebar melalui sepatu, pakaian, roda kendaraan, atau melalui serangga. Pengobatan sebaiknya dilakukan ketika penyakit tersebut baru muncul atau menunjukkan gejala, sehingga dapat mengurangi angka kematian dan mempercepat proses penyembuhan (Fadilah dan Polana, 2005). 2.5. Leukosit Leukosit berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai penyakit infeksi sebagai bagian dari sistem kekebalan tubuh. Leukosit terdiri atas dua kelompok yakni kelompok yang mengandung butir-butir kasar yang disebut granul, maka selnya diberi nama granulosit dan yang polos tanpa mengandung butir-butir kasar atau granul disebut agranulosit. Granulosit terdiri atas eosinofil, heterofil, dan basofil. Agranulosit terdiri atas limfosit dan monosit (Adriani dkk., 2011). Leukosit merupakan unit aktif dari sel darah yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh dari serangan penyakit yang dapat digunakan sebagai indikator tingkat kesehatan dan status fisiologis ayam (Purnomo dkk., 2016). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan leukosit pada ayam normalnya berkisar antara 7,3-14,3 x 10 3 /ml (Lestari dkk., 2013). Obat herbal mampu meningkatkan jumlah leukosit dalam sirkulasi darah (Falahudin dkk., 2016). Ayam yang menghasilkan leukosit lebih tinggi akan meningkatkan sistem imunitas tubuh (Sumardi dkk., 2016). Peningkatan jumlah leukosit menunjukkan

12 bahwa tubuh memiliki kemampuan yang tinggi untuk merespon reaksi atau benda asing (Sriwati dkk., 2014). 2.6. Eosinofil Komponen leukosit yang berhubungan dengan infeksi parasit yaitu eosinofil. Sel-sel ini yang umumnya jumlahnya tidak banyak, dapat meningkat dalam kasus penyakit-penyakit kronis tertentu, seperti infeksi oleh parasit. Dalam keadaan-keadaan reaksi alergi, jumlah eosinofil akan meningkat (Frandson, 1996). Maksimal eosinofil normal pada ayam yaitu 14%. Jumlah eosinofil umumnya lebih rendah persentasenya dari total sel darah. Sel-sel ini mengandung granula acidofilik, ukuran dan bentuk bervariasi bergantung kepada spesies. Granula mengandung enzim hidrofilik dan jumlahnya biasanya meningkat pada penyakit parasit (Adriani dkk., 2011). Eosinofil memiliki dua fungsi istimewa yaitu pertama mampu menyerang dan menghancurkan larva cacing (parasit), sedangkan fungsi kedua adalah enzim yang dihasilkan eosinofil mampu menetralkan faktor radang yang dilepaskan oleh sel mast (Lokapirnasari dan Yulianto, 2014). 2.7. Heterofil Fungsi heterofil utamanya adalah fagosit di sekitar radang atau luka, jadi heterofil berfungsi melawan infeksi. Persentase heterofil pada ayam sekitar 20-40 %. Jika heterofil lebih rendah dari normal, maka lebih mudah terkena infeksi (Adriani dkk., 2011). Heterofil bersifat fagositik, setelah heterofil memfagositosis

13 maka secara cepat jumlahnya menurun (Yellita dkk., 2011). Setelah infeksi terjadi penurunan jumlah heterofil disebabkan menurunnya jumlah parasit (Cahyaningsih dkk., 2007). Heterofil adalah bagian dari leukosit yang termasuk kedalam kelompok granulosit dan berada pada garis depan (first line) yang berfungsi sebagai pertahanan awal terhadap penyakit yang dapat mengakibatkan infeksi atau peradangan (Purnomo dkk., 2016). Heterofil memiliki masa hidup yang singkat, dimana setelah melakukan tugasnya kemudian mati dan melepas faktor kemotaktik untuk menarik heterofil lainnya. Masa hidup normal dalam sirkulasi darah mencapai 4 8 jam, kemudian 4 5 jam berikutnya berada pada jaringan (Habiyah, 2015). 2.8. Monosit Bila monosit masuk ke dalam jaringan biasanya sel ini tetap bebas tidak terikat pada jaringan. Bila monosit ada di jaringan tubuh disebut makrofag. Jumlah monosit pada ayam yaitu 1 %. Monosit merupakan sel darah putih paling besar dan terdapat dalam jumlah sedikit. Jumlah monosit yang tinggi menunjukkan adanya infeksi (Adriani dkk., 2011). Monosit berperan sebagai prekursor untuk makrofag dan sel ini akan mencerna dan membaca antigen (Lokapirnasari dan Yulianto, 2014). 2.9. Limfosit Tingginya jumlah sel limfosit dalam tubuh ayam menandakan bahwa ternak tersebut sedang terkena infeksi. Limfosit merupakan salah satu bagian dari sel

14 darah putih, dimana fungsi utamanya adalah meningkatkan sistem imun dan melawan bibit penyakit yang masuk ke dalam tubuh (Yosi dan Sandi, 2014). Limfosit pada ayam berkisar antara 30-70 %. Ada dua jenis limfosit yaitu sel-b dan sel-t. Sel-B memiliki fungsi untuk membuat antibodi, protein khusus yang menyerang mikroorganisme patogen, sedangkan sel-t berfungsi untuk menyerang dan membunuh mikroorganisme pathogen serta membantu mengatur kekebalan tubuh (Adriani dkk., 2011). Rataan limfosit yang paling tinggi memberikan tambahan kekebalan tubuh lebih tinggi (Lestari dkk., 2013). Peningkatan limfosit terjadi karena adanya antigen yang masuk ke dalam tubuh dan memacu meningkatnya limfosit untuk membentuk antibodi sebagai respon imun (Siswanto dkk., 2016). Peningkatan limfosit mengindikasikan adanya infeksi di dalam tubuh (Atmadja dkk., 2016).