BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

ZONASI KONDISI KAWASAN HUTAN NEGARA DI DIENG DAN ARAHAN PENGELOLAAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN T U G A S A K H I R. Oleh : INDIRA PUSPITA L2D

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

Pengertian Sistem Informasi Geografis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Mendeteksi Kebakaran Hutan Di Indonesia dari Format Data Raster

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya (hinterland) akan mempunyai struktur (tata) ruang tertentu dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI)

Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. atau merevisi peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.I

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN. Oleh : Dede Sugandi *), Jupri**)

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Peranan Aplikasi GIS Dalam Perencanaan Pengembangan Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KABUPATEN BARRU

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. BAHAN DAN METODE

PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

Peran Data dan Informasi Geospasial Dalam Pengelolaan Pesisir dan DAS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN

Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Orientasi adalah usaha peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dan sebagainya) yang tepat dan benar (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. luas, yang mengkaji sifat-sifat dan organisasi di permukaan bumi dan di dalam

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penginderaan jauh merupakan teknologi penyadap dan produksi data citra digital permukaan bumi telah mengalami perkembangan sejak 1960-an. Hal ini dibuktikan dengan semakin beragamnya jenis wahana, sensor, sistem, dan aplikasinya. Perkembangan teknologi penginderaan jauh yang pesat mempercepat terjadinya perubahan sistem penggunaan data citra digital. Hartono (2012) menjelaskan bahwa penginderaan jauh adalah teknologi untuk inventarisasi dan evaluasi data permukaan bumi dan sedikit bawah permukaan bumi. Dewasa ini penggunaan teknologi citra penginderaan jauh resolusi tinggi semakin meningkat. Hartono (2012) menjelaskan, bahwa citra satelit dan foto udara merupakan data produksi penginderaan jauh yang tersedia dalam berbagai resolusi spasial, spektral, dan temporal dari yang rendah hingga tinggi. Peningkatan teknologi sensor citra satelit penginderaan jauh sangat berpengaruh pada kualitas data citra yang dihasilkan. Danoedoro (2002) menjelaskan, bahwa penginderaan jauh sebagai teknologi yang memiliki keunggulan dalam pengadaan data citra satelit permukaan bumi mampu menyajikan informasi spasial yang lebih akurat. Produk data yang dihasilkan penginderaan jauh berupa citra satelit dan foto udara yang memberikan gambaran nyata permukaan bumi dan persebaran obyek secara spasial. Menurut Hartono (2010)) bahwa sensor multispektral yang digunakan penginderaan jauh saat ini telah didampingi oleh sensor hyperspektral. Hal ini menunjukkan bahwa citra satelit penginderaan jauh sensor multispektral dapat merekam nilai spektral dari suatu obyek dalam jumlah kanal yang terbatas semakin ditingkatkan kualitasnya. Sistem perolehan data penginderaan jauh semakin compatible dengan sistem informasi spasial dan memiliki mekanisme 1

pengamatan bumi secara real time (Hartono, 2011). Salah satu peranan penginderaan jauh adalah membantu kelangkaan data spasial dan input data dalam Sistem Informasi Geografis (Hartono, 2010). Berbagai jenis citra penginderaan jauh dalam memantau kondisi permukaan bumi dan salah satu jenis citra penginderaan jauh yang dapat mengidentifikasi obyek permukaan bumi adalah citra digital citra SPOT-4. Penginderaan jauh citra digital SPOT-4 dapat memberikan manfaat dalam bebagai bidang, seperti pemetaan wilayah, evaluasi penggunaan lahan, pemetaan sumberdaya alam, dan mengkaji fenomena potensi wilayah kepesisiran dan laut Hartono (2011). Selain teknologi penginderaan jauh, pengolahan data spasial yang semakin berkembang dengan pesat adalah sistem informasi geografis (Geographic Information System). Hartono (2011) menjelaskan bahwa teknologi penginderaan jauh digunakan bersama-sama dengan teknologi sistem informasi geografis dalam input, pemuthakhiran dan dukungan real time data. Teknologi sistem informasi geografis memiliki kemampuan dan akurasi yang tinggi dalam perolehan, pengolahan, analisis, dan penyajian data spasial. Kemampuan teknologi sistem informasi geografis dalam mengolah dan menyajikan data spasial permukaan bumi memberikan informasi tentang sebaran basis data spasial permukaan bumi dalam bentuk informasi geospasial. Keunggulan teknologi sistem informasi geografis memberikan banyak manfaat bagi pengguna, terutama yang berhubungan dengan perencanaan dan pengambilan keputusan strategik yang berkaitan dengan penataan ruang dan peruntukan lahan (Hartono, 2012). Sistem infonnasi geografis mampu menyajikan data spasial baru dengan tingkat akurasi yang tinggi melalui proses analisis spasial. Menurut Longley, et al. (2005), bahwa analisis spasial merupakan suatu analisis yang mendasarkan pada keberadaan dan posisi suatu obyek sesuai konsep keruangan dan umumnya bertitik tolak dari integrasi data keruangan obyek dengan data atribut yang menjelaskan obyek dalam keruangan. Keunggulan sistem informasi geogafis 2

dapat dimanfaatkan dalam berbagai kepentingan termasuk kepentingan pengadaan basis data spasial potensi lahan. Integrasi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis merupakan suatu sistem yang dapat membangun suatu model spasil potensi lahan. Pemodelan spasial potensi lahan merupakan suatu sistem berbasis spasial dan dapat membantu dalam membuat berbagai kebijakan yang terkait dengan permasalahan perencanaan pengembangan suatu wilayah termasuk pemodelan spasial potensi lahan kepesisiran (Dahuri, 2004). Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang mempertimbangkan bahwa sumberdaya alam yang beranekaragam di daratan, di lautan, dan di udara, perlu dilakukan dalam pola pembangunan yang berkelanjutan dengan mengembangkan tata ruang dalam satu kesatuan tata lingkungan yang dinamis. Penataan ruang untuk optimalisasi penggunaan lahan di wilayah kepesisiran perlu didukung oleh ketersediaan informasi aktual kondisi potensi lahan secara komprehensif. Teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis sangat memberikan kontribusi untuk menunjang proses perencanaan maupun pemanfaatan, dan pengendalian tata ruang penggunaan lahan. Penggunaan lahan di wilayah kepesisiran perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah karena banyak memunculkan permasalahan terutama degradasi potensi lahan. Degradasi potensi lahan akibat penggunaan lahan yang tidak terkendali akan berdampak pada kelangsungan hidup habitat pada wilayah kepesisiran. Berbagai permasalahan yang muncul di wilayah kepesisiran adalah kerusakan potensi lahan darat dan potensi perairan pantai. Menurut Dahuri (2001) kerusakan lingkungan sumberdaya alam pesisir dan perairan pantai di Indonesia disebabkan : (1) pencemaran (degradasi fisik habitat); (3) over-eksploitasi sumberdaya alam; (4) abrasi pantai; (5) konservasi kawasan lindung menjadi peruntukan pembangunan; dan (6) bencana alam. Pengelolaan potensi lahan dalam konteks pembangunan di Indonesia ke depan menjadi lebih penting karena berbagai tantangan yang dihadapi semakin kompleks terutama tekanan penduduk terhadap penggunaan lahan, konservasi lahan, dan alih fungsi lahan yang dapat berakibat pada menurunnya 3

kualitas potensi lahan wilayah kepesisiran. Nugroho dan Dahuri (2004) mengemukakan bahwa fenomena kerusakan biofisik lingkungan pesisir dan laut mengancam kelestarian sumberdaya alam pesisir dan laut. Berkaitan dengan penggunaan lahan di wilayah kepesisiran diperlukan suatu sistem manajemen potensi lahan dalam berbagai macam kegiatan, baik kegiatan untuk kebutuhan pembangunan maupun untuk kegiatan kebutuhan masyarakat. Hasil penelitian diharapkan dapat menghsilkan pemodelan spasial potensi lahan wilayah kepesisiran. Pemodelan potensi lahan wilayah kepesisiran bertujuan untuk mengatasi dan mengurangi permasalahan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kaidah manajemen penggunaan lahan sehingga dapat berdampak pada kerusakalan potensi lahan dan potensi perairan pantai. Kaitannya dengan pemodelan spasial potensi lahan wilayah kepesisiran peranan integrasi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis diharapkan dapat memberikan solusi untuk dapat menghasilkan suatu pemodelan spasial potensi lahan sesuai dengan tujuan dan sasaran yang diharapkan. Pemodelan spasial potensi lahan kepesisiran dalam penelitian ini memiliki sasaran agar arahan penggunaan potensi lahan sesuai dengan zonasi peruntukan potensi lahan dan potensi perairan pantai pada wilayah kepesisiran. Pemodelan spasial potensi lahan dan potensi perairan pantai pada wilayah kepesisiran diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pemodelan spasial potensi lahan dan perairan pantai agar dapat mengoptimalkan penggunaan lahan pada wilayah kepesisiran sesuai dengan daya dukung lingkungan fisik. Potensi lahan kepesisiran perlu pengelolaan yang terintegrasi antara pemanfaatan lahan darat dan perairan pantai. Menurut Longley, et al. (2005), bahwa pemodelan spasial sebagai alur (sequence) operasi untuk merepresentasikan pemanfaatan potensi lahan yang terintegrasi. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabuaten Muna Barat 76 persen termasuk daerah dataran rendah dan memiliki potensi lahan untuk pengembangan lahan pertanian intinsif, perikanan tambak, perkebunan, petemakan, permukiman, perindustrian, pariwisata, persawahan, dan perdagangan (BPS, 2012). Sesuai 4

karakteristik wilayah Kabupaten Muna Barat secara empiris memiliki keterkaitan hubungan fungsional antar ekosistem pesisir, ekosistem perairan pantai dan pulaupulau kecil. Penggunaan lahan di wilayah kepesisiran Kabupaten Muna Barat perlu mendapat perhatian dalam pemanfaatan ruang, baik bagian lahan darat atau pesisir maupun bagian perairan pantai dan pulau-pulau kecil. Penggunaan lahan darat, perairan pantai, dan pulau-pulau kecil di wilayah Kabupaten Muna Barat perlu penataan dan pengawasan dari pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerin Daerah. Hal ini mengingat wilayah kepesisiran Kabupaten Muna Barat sangat rentan terhadap perubahan lingkungan fisik baik lingkungan internal maupun eksternal. Wilayah Kabupaten Muna Barat merupakan Daerah Otonomi Baru, sehingga permasalahan yang dihadapi adalah perubahan penggunaan lahan, yang berdampak pada perairan pantai dan pulau-pulau kecil. Kerusakan lingkungan fisik potensi lahan dan potensi perairan pantai akan berdampak pada menurunnya kualitas sumberdaya lahan. Perubahan penggunaan lahan darat yang berdampak pada perairan pantai dan kondisi pulau-pulau kecil pada wilayah kepesisiran yang berdampak pada kelangsungan potensi sumberdaya alam wilayah kepesisiran terutama potensi sumberdaya lahan dan potensi perairan pantai. Oleh karena itu, kebutuhan penggunaan lahan baik untuk pembangunan maupun untuk kebutuhan masyarakat diperlukan suatu sistem grand desain yang sesuai dengan kondisi potensi lahan agar keberkelanjutan (sustainable) dan keharmonisan spasial (spatial suitability) lingkungan fisik pemanfaatan ruang tetap terjaga kelestariannya. Peranan pemodelan spasial potensi lahan dan perairan pantai dalam penelitian ini agar dapat mengoptimalkan pengembangan dan pengelolaan pemanfaatan ruang wilayah kepesisiran sesuai dengan zonasi peruntukan potensi lahan dan perairan pantai. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 mengamanatkan pengelolaan pemanfaatan sumberdaya alam wilayah kepesisiran dikelompokkan ke dalam tiga zonasi pemanfaatan, yaitu : (1) zona preservasi, (2) zona konservasi, dan (3) zona pemanfaatan. Penelitian pemodelan spasial potensi lahan dan perairan pantai diharapkan dapat 5

memberikan arah pemanfaatan ruang wilayah kepesisiran berdasarkan zonasi spasial potensi lahan dan perairan pantai. Pemodelan spasial potensi lahan dan perairan pantai di wilayah kepesisiran Kabupaten Muna Barat secara spasial diharapkan agar dalam pemanfaatan ruang perlu mempertimbangkan sebaran spasial potensi lahan dan perairan pantai. Secara makro pemanfaatan ruang wilayah kepesisiran perlu disesuaikan dengan zonasi spasial potensi lahan dan perairan pantai agar dapat mengoptimalkan pemanfaatan ruang berdasarkan arahan fungsi kawasan. Secara meso pemodelan spasial potensi lahan dan perairan pantai diarahkan pada analisis kemampuan lahan sedangkan tingkat mikro pemodelan spasial potensi lahan dan potensi perairan diarahkan pada analisis kesesuaian lahan dan kesesuaian perairan pantai, serta analisis kesesuaian potensi sosial ekonomi. Pemodelan spasial potensi lahan dan potensi perairan pantai memiliki tujuan agar pemanfaatan potensi lahan dan potensi perairan pantai sesuai dengan karakteristik biofisik lahan serta karakteristik potensi perairan pantai dan pulau-pulau kecil. Peranan pemodelan spasial potensi lahan dan perairan pantai agar dapat menghasilkan model konseptual pengembangan dan pengelolaan potensi lahan dan perairan pantai yang berkelanjutan pada wilayah kepesisiran. Urgensi pemodelan spasial potensi lahan dan perairan pantai pada wilayah kepesisiran bertujuan agar kebutuhan pemanfaatan ruang secara spasial sesuai dengan jenis peruntukan lahan berkelanjutan, baik secara ekologis maupun ekonomis secara terpadu dan berkesinambungan pada wilayah kepesisiran. Pemodelan spasial potensi lahan dan perairan pantai menggunakan integrasi data penginderaan jauh citra SPOT-4 dan sistem informasi geografis merupakan suatu sistem berbasis keruangan yang mampu menyajikan informasi secara spasial potensi lahan dan perairan pantai. Integrasi data penginderaan jauh citra SPOT-4 dan sistem informasi geografis dalam pemodelan spasial potensi lahan dan perairan pantai secara spasial sangat dibutuhkan untuk pemanfaatan penataan ruang wilayah kepesisiran secara terpadu dan terintegarsi antara pemanfaatan potensi lahan dan perairan pantai. Terintegrasinya pemanfaatan potensi lahan dengan perairan pantai secara 6

makro dapat menjaga keseimbangan sumberdaya alam pada wilayah kepesisiran dan secara meso pemanfaatan potensi lahan dan perairan pantai disesuaiakan dengan karakteristik lingkungan fisik untuk peruntukan potensi lahan dan perairan pantai. Secara mikro peruntukan potensi lahan dan perairan pantai pada wilayah kepesisiran harus sesuai dengan potensinya, sehingga mozaik keharmonisan penempatan kegiatan pembangunan pada wilayah kepesisiran selalu terintegrasi antara penggunaan lahan pesisir dan perairan pantai, baik secara ekologis maupun ekonomis. Aspek keruangan wilayah kepesisiran selalu bersifat dianmis, sehingga pemodelan spasial potensi lahan dan perairan pantai perlu mengoptimalkan pemanfaatan ruang dalam pengembangan dan pengelolaan wilayah kepesisiran. 1.2. Perumusan Masalah Kemajuan teknologi penginderaan jauh dewasa ini semakin meningkatkan kualitas informasi spasial permukaan bumi. Penginderaan jauh sebagai salah satu teknologi penyadap data dan informasi spasial memberikan gambaran nyata permukaan bumi dan persebarannya secara spasial. Citra digital SPOT-4 merupakan salah satu jenis citra penginderaan jauh yang dapat menyadap informasi spasial wilayah kepesisiran. Citra digital SPOT-4 sebagai sumber data spasial yang dapat membantu dalam perolehan data spasial wilayah kepesisiran. Selain teknologi penginderaan jauh yang berkembang dengan pesat dalam mendapatkan informasi obyek permukaan bumi, berkembang pula teknologi pengolah data spasial permukaan bumi berbasis sistem informasi geografis. Korte (2001) menjelaskan, bahwa sistem informasi geografis banyak digunakan dalam berbagai aplikasi kegiatan pemerintah yang berkaitan dengan mengatur kepentingan umum termasuk penataan pemanfaatan ruang. Integrasi teknologi penginderaan jauh dengan sistem informasi geografis menghasilkan data spasial yang memiliki akurasi data yang tinggi. Teknologi penginderaan jauh mampu memberikan data spasial yang cukup akurat dan cepat sebagai input data sistem informasi geografis. Integrasi teknologi penginderaan jauh dengan sistem informasi geografis mampu mengatasi permasalahan perolehan dan pengolahan data spasial persebaran obyek permukaan bumi. Hartanto (2000), 7

mengemukakan bahwa, integrasi penginderaan jauh dan sistem infonnasi geografis dapat menghasilkan data spasial permukaan bumi untuk mendukung penganibil kebijakan dan keputusan terutama pengelolaan potensi lahan. Data penginderaan jauh memberikan informasi akurat dan lengkap sedangkan sistem informasi geografis memudahkan dalam pengolahan data spasial dan analisis termasuk didalamnya data spasial dan non-spasial. Integrasi penginderaan jauh dengan sistem informasi geografis mampu menyajikan data dan informasi persebaran spasial obyek potensi lahan permukaan bumi. Kaitannya dengan pemanfaatan ruang wilayah kepesisiran, sistem informasi geografis dapat mengolah dan menyajikan data spasial dan informasi yang sangat berguna bagi proses perencanaan dan pengambilan keputusan dalam penyusunan tata ruang. Pemodelan spasial potensi lahan dan perairan pantai diharapkan dapat memberikan manfaat berkaitan dengan kebutuhan data geospasial potensi lahan dan potensi perairan pantai wilayah kepesisiran. Peranan pemodelan spasial potensi lahan dan perairan pantai berbasis spasial dapat membantu dalam pembuatan berbagai kebijakan yang terkait dengan permasalahan penggunaan lahan pada wilayah kepesisiran. Pemodelan spasial potensi lahan dan perairan pantai wilayah kepesisiran memberikan banyak manfaat terutama berkaitan dengan perencanaan dan pengambilan keputusan strategis dalam untuk mengoptimalkan pengelolaan potensi lahan dan perairan pantai sesuai dengan zonasi spasial peruntukan lahan. Pemodelan zonasi peruntukan potensi lahan dan perairan pantai pada wilayah kepesisiran memiliki peran penting dalam pengelolaan fungsi kawasan. Banyaknya anggapan bahwa kerusakan wilayah kepesisiran akibat aktivitas konversi penggunaan lahan darat menimbulkan banyak permasalahan terutama menurunnya kualitas lingkungan fisik, potensi lahan, dan perairan pantai. Permasalahan penggunaan lahan pada wilayah kepesisiran saat ini sangat kompleks dan saling terkait antara satu kegiatan dengan kegiatan yang lain, baik yang terjadi di darat maupun yang terjadi perairan pantai. Saling berinteraksi antara kegiatan penggunaan lahan yang terjadi di darat dengan kegiatan yang terjadi di perairan pantai selalu menimbulkan permasalahan, sehingga perlu ada sistem pengelolaan potensi lahan dan perairan pantai yang terintegrasi antara kegiatan di darat dan kegiatan di perairan pantai. Pengelolaan potensi lahan dan perairan 8

pantai pada wilayah kepesisiran perlu menjaga kelestarian sumberdaya alam lingkungan fisik, baik secara ekologis maupun secara sosial ekonomi. Pemodelan spasial potensi lahan dan perairan pantai sangat diperlukan agar kerusakan ekosistem sumberdaya alam bentanglahan kepesisiran tidak berdampak buruk pada kerusakan potensi lahan dan perairan pantai. Terjadinya degradasi dan kerusakan sumberdaya alam terutama kerusakan pontensi lahan dan perairan pantai pada wilayah kepesisiran mengindikasikan belum adanya suatu pola pemanfaatan ruang yang terintegrasi antara penggunaan lahan pesisir dan perairan pantai. Pemodelan spasial potensi lahan dan perairan pantai pada wilayah kepesisiran dilakukan dengan cara menilai indeks kesesuaian jenis penggunaan lahan pesisir dengan melakukan integrasi data penginderaan jauh citra SPOT-4 melalui analisis sistem informasi geografis. Kesesuaian jenis penggunaan lahan pesisir berimplikasi pada kualitas potensi lahan dan perairan pantai pada wilayah kepesisiran. Oleh karena itu, diperlukan suatu model spasial grand desain potensi lahan dan perairan pantai untuk mengoptimalkan pemanfaatan ruang wilayah kepesisiran yang terintegrasi antara penggunaan lahan pesisir dengan perairan pantai. Keterbatasan dan belum memadainya data geospasial sesuai tuntutan Undang-Undang Nomor 04 Tahun 2011 tentang Informasi Data Geospasial dan Peraturan Presiden Nomor 85 tahun 2007 tentang Jaringan Data Spasial Nasional menjadi kendala dalam pengembangan dan pengelolaan potensi lahan pada wilayah kepesisiran. Peraturan Perundang-undangan di Indonesia yang berkaitan dengan pengadaan data geospasial belum menyentuh akar permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan pemanfaatan ruang pada wilayah kepesisisran. Belum memadai data geospasial di setiap daerah di Indonesia, menjadi sulit untuk mengetahui potensi wilayah pada suatu daerah terutama terkait dengan potensi lahan. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang wilayah dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara terpadu, juga masih belum menyelesaikan permasalahan pengadaan dan pemanfaatan data geospasial sesuai Undang-Undang Nomor 04 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai 9

berikut : 1. mengapa data penginderaan jauh citra SPOT-4 dan analisis SIG dapat digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik lingkungan fisik potensi lahan? 2. mengapa parameter komponen potensi lahan hasil integrasi penginderaan jauh citra SPOT-4 dan analisis SIG dapat dijadikan sebagai komponen utama dalam menyusun basis data spasial potensi lahan? 3. bagaimana tingkat korelasi komponen parameter potensi lahan hasil integrasi penginderaan jauh citra SPOT-4 dan analisis SIG dengan masukan nilai indeks kesesuain jenis penggunaan lahan Model Fuzzy dalam menentukan sebaran spasial potensi lahan kepesisiran? 4. mengapa tingkat akurasi pemodelan spasial potensi lahan hasil integrasi penginderaan jauh citra SPOT-4 dan analisis SIG dengan masukan nilai indeks kesesuaian jenis penggunaan lahan Model Fuzzy harus 80% dalam menentukan sebaran spasial potensi lahan? 5. mengapa hasil pemodelan spasial potensi lahan hasil integrasi pengideraan jauh dan analisis SIG dengan masukan nilai indeks kesesuaian jenis penggunaan lahan Model Fuzzy dapat menyusun zonasi peruntukan potensi lahan untuk arahan fungsi kawasan wilayah kepesisiran? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasar pada latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. mengidentifikasi parameter basis data spasial potensi lahan dengan menggunakan data penginderaan jauh citra SPOT-4 dan analisis SIG. 2. menyusun basis data spasial potensi lahan dari hasil integrasi penginderaan jauh citra SPOT-4 dan analisis SIG sebagai parameter utama dalam pemodelan spasial potensi lahan kepesisiran. 3. mengkaji tingkat korelasi parameter komponen potensi lahan hasil integrasi penginderaan jauh citra SPOT-4 dan analisis SIG dengan masukan nilai indeks kesesuain jenis penggunaan lahan Model Fuzzy berdasarkan sebaran potensi 10

lahan untuk pemodelan spasial potensi lahan kepesisiran. 4. mengkaji tingkat akurasi pemodelan spasial potensi lahan hasil integrasi penginderaan jauh citra SPOT-4 dan analisis SIG dengan masukan nilai indeks kesesuaian jenis penggunaan lahan Model Fuzzy untuk menentukan sebaran spasial potensi lahan kepesisiran. 5. menyusun zonasi potensi lahan untuk arahan fungsi kawasan wilayah kepesisiran berdasarkan hasil pemodelan spasial potensi lahan hasil integrasi pengideraan jauh dan analisis SIG dengan masukan nilai indeks kesesuaian jenis penggunaan lahan Model Fuzzy. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian pemodelan spasial potensi lahan berdasarkan indeks kesesuaian jenis penggunaan lahan wilayah kepesisiran diharapkan dapat memberikan manfaat, baik manfaat teoritis maupun manfaat praktis. 1. Manfaat teoritis, untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi diharapkan hasil penelitian ini memberikan manfaat wawasan keilmuan baru terkait dengan penelitian pemodelan spasial potensi lahan berdasarkan indeks kesesuaian jenis penggunaan lahan pada wilayah kepesisiran. Pemodelan spasial potensi lahan berdasarkan kesesuaian jenis penggunaan lahan pesisir dapat dijadikan dasar untuk menyusun model spasial zonasi pengelolaan penggunaan lahan pesisir dan perairan pantai sesuai dengan potensi lahan pesisir pada wilayah kepesisiran. Model spasial potensi lahan dalam berbagai jenis penggunaan lahan pesisir merupakan suatu keharmonisan antara penggunaan lahan pesisir terkait dengan pemanfaatan potensi perairan pantai. Pemodelan spasial potensi lahan pesisir pada wilayah kepesisiran merupakan salah satu altematif dalam menyusun rencana tata ruang wilayah kepesisiran. Secara empiris pemodelan spasial potensi lahan pesisir pada wilayah kepesisiran memiliki tujuan agar sistem pengelolaan penggunaan lahan pada wilayah kepesisiran tetap lestari dan berkelanjutan. Pemodelan spasial potensi lahan akan berdampak positif pada aktivitas perairan pantai sehingga pemodelan spasial potensi lahan pesisir pada wilayah kepesisiran dapat dijadikan acuan untuk memperkecil resiko kerusakan ekologis potensi 11

lahan dan potensi perairan pantai di wilayah kepesisiran. 2. Manfaat praktis, dari aspek pembangunan penelitian ini penting bagi pemerintah, swasta, dan masyarakat. (a) Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan rekomendasi agar penggunaan lahan pesisir pada wilayah kepesisiran sesuai dengan potensi lahan yang dimiliki. Pembangunan di wilayah kepesisiran diperlukan suatu grand desain keterpaduan pengelolaan penggunaan lahan pesisir dan perairan pantai, sesuai dengan potensi lahan yang berkelanjutan, terintegrasi, dan berwawasan lingkungan. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai acuan dalam penataan ruang wilayah kepesisiran dengan pendekatan perencanaan strategis sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang secara komprehensif, terpadu, terintegrasi, dan berwawasan lingkungan, serta menciptakan keharmonisan spasial dalam penggunaan lahan dan perairan wilayah kepesisiran dalam kerangka otonomi daerah. (b) Bagi swasta, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang pengelolaan potensi lahan yang memiliki keterkaitan dengan potensi perairan pantai wilayah kepesisiran di Kabupaten Muna Barat. (c) Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran betapa pentingnya pengelolaan potensi lahan pesisir yang terkonektifitas dengan potensi perairan pantai di wilayah kepesisiran Kabupaten Muna Barat yang secara langsung terkait dengan pemanfaatan ruang peruntukan lahan pesisir. Persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah : perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu dapat dilihat tiga aspek, yaitu metodologi, substansi, dan aplikasi hasil penelitian. Perbedaan metodologi penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah pada penelitian ini menghasilkan pemodelan spasial potensi lahan dengan masukan nilai indeks kesesuaian jenis penggunaan lahan Model Fuzzy. Kesesuaian jenis penggunaan lahan secara spasial memiliki peranan penting dalam pemodelan spasial potensi lahan. Keterkaitan nilai indeks kesesuaian jenis penggunaan lahan diperlukan pemodelan 12

13

14

spasial potensi lahan kepesisiran agar pola pengelolaan potensi lahan sesuai dengan arahan fungsi kawasan. Worosuprojo, dkk. (2007) melakukan penelitian evaluasi potensi sumberdaya lahan dengan menggunakan data biofisik lahan dengan menggunakan analisis kesesuaian lahan diperoleh pets kesesuaian potensi lahan pada skala mikro; Sanawi (2007) membangun model spasial ekologi untuk optimalisasi penggunaan lahan DAS dengan melibatkan faktor biogeofisik lahan, Arminah (2009) membangun model spasial penggunaan lahan pertanian berkelanjutan dengan melibatkan tiga faktor yakni kemampuan lahan, peningkatan produksi petani, dan pendapatan petani, Sulistyo (2011) melakukan pemodelan spasial lahan kritis dengan memanfaatkan kemampuan indeks vegetasi citra digital Landsat 7 ETM+, dengan menggunakan analisis SIG berbasis raster dan vektor; (2) persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terletak pada aspek metode perolehan data, yaitu terkait dengan pendekatan atau cara memperoleh data penelitian, keterkaitan penelitian ini dengan penelitian terdahulu dapat dilihat Tabel 1.1. Penelitian ini maupun pada penelitian terdahulu metode perolehan data yang digunakan metode survei melelui interpretasi citra penginderaan jauh citra SPOT-4 dan analisis SIG. Sepengetahuan peneliti sampai saat ini belum ada yang melakukan penelitian tentang pemodelan spasial potensi lahan dengan masukan nilai indeks kesesuaian jenis penggunaan lahan Model Fuzzy. Secara substansi penelitian ini merupakan penelitian terapan dengan melakukan pemodelan spasial potensi lahan. Pemodelan spasial potensi lahan merupakan salah satu alternatif untuk mengoptimalisasikan pemanfaatan potensi lahan berdasarkan kesesuaian jenis penggunaan lahan. Pemodelan spasial potensi lahan secara spasial memiliki korelasi antara nilai indeks kesesuaian jenis penggunaan lahan pada setiap wilayah kepesisiran. 1.5. Keaslian Penelitian Telah banyak penelitian terdahulu yang terkait dengan pemodelan spasial dengan bidang kajian yang berbeda-beda serta motode yang digunakan juga berbeda antara satu peneliti dengan peneliti yang lain. Penelitian ini menggunakan data penginderaan jauh dan analisis Sistem Informasi Geogafis, namun sepengetahuan penulis pemodelan spasial potensi lahan berdasarkan nilai 15

indeks kesesuaian jenis penggunaan lahan pada wilayah kepesisiran belum pernah dilakukan. Penelitian terdahulu yang pemah dilakukan sebelum penelitian ini adalah sebagai berikut. Worosuprojo, dkk. (2007) melakukan penelitian evaluasi sumberdaya lahan untuk perencanaan penggunaan lahan di Yogyakarta, dengan menggunakan metode pendekatan satuan medan dengan analisis Sistem Informasi Geografis dan matching. Analisis Sistem Informasi Geografis dapat menghasilkan peta kesesuaian lahan yang memiliki akurasi yang lebih baik untuk konservasi lahan. Senawi (2007) melakukan penelitian pemodelan spasial ekologi untuk optimalisasi penggunaan lahan daerah aliran sungai Solo Hulu Jawa Tengah, dengan memanfaatkan data penginderaan jauh dan SIG dengan menggunakan metode pendekatan satuan lahan daerah aliran sungai. Analisis data yang digunakan adalah analisis spasial dengan melakukan overlay peta-peta tentatif untuk menghasilkan peta satuan lahan Daerah Aliran Sungai. Hasil dari penelitian tersebut adalah model spasial ekologi untuk optimalisasi penggunaan lahan Daerah Aliran Sungai. Arminah (2009) melakukan penelitian model spasial pengelolaan penggunaan lahan. Dalam penelitian tersebut menyajikan hubungan penggunaan lahan pertanian dan produksi tanaman, peranan penggunaan lahan pertanian terhadap pendapatan petani, dan menentukan model spasial pengelolaan penggunaan lahan pertanian yang berkelanjutan. Pendekatan yang digunakan adalah ekologikal dan keruangan dengan satuan lahan sebagai unit analisis. Hasil penelitian yang diperoleh, yaitu (1) penggunaan lahan pertanian pada daerah berlereng 40% hingga 50% memberikan hasil relatif tinggi dan (2) pengelolaan penggunaan lahan dengan pola kemitraan mempunyai peranan penting dalam peningkatan jumlah dan kualitas produksi tanaman, serta (3) model spasial merupakan model pengelolaan penggunaan lahan yang dapat diterapkan sebagai model pengelolaan penggunaan lahan berkelanjutan. Sulistyo (2011) melakukan penelitian pemodelan spasial lahan kritis berbasis raster di Daerah Aliran Sungai Merawu Kabupaten Banjarnegara melalui integrasi citra SPOT dan Sistem Informasi Geografis. Adapun tujuan penelitian adalah menyusun model spasial lahan kritis berbasis raster. Ada tiga metode analisis yang digunakan, yaitu : (1) analisis secara digital untuk data yang 16

mempengaruhi terjadinya lahan kristis, (2) analisis interpolasi spasial untuk perolehan data berbasis raster dan (3) untuk persentase tajuk menggunakan analisis indeks vegetasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemodelan erosi model USLE berbasis raster dengan memanfaatkan indeks berbagai vegetasi memiliki korelasi yang tinggi dengan hasil erosi aktual (r = 0,835 atau 83,50 persen). Integrasi citra SPOT dan Sistem Informasi Geografis memiliki ketelitian untuk pemodelan spasial secara absolut memiliki nilai tinggi dalam menentukan erosi model Honda dengan nilai sebesar 0,8120 atau 81,20 persen. Nilai murni indeks vegetasi tidak dapat dipergunakan secara mandiri sebagai prediktor utama dalam penentuan lahan kritis. Tahir (2015) penelitian integrasi penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk pemodelan spasial potensi lahan kepesisiran di Kabupaten Muna Barat Sulawesi Tenggara dengan menggunakan metode survei melalui data penginderaan jauh citra SPOT-4 dan analisis SIG. Pendekatan yang digunakan adalah identifikasi karakteristik lingkungan biofisik lahan melalui data penginderaan jauh citra SPOt-4. Data biofisik lahan hasil interpretasi dari data penginderaan jauh citra SPOT-4 merupakan data utama untuk menentukan potensi lahan berdasarkan jenis penggunaan lahan. Analisis yang digunakan untuk mengolah dan menganalisis data penelitian adalah menggunakan analisis spasial dan analisis statistik regresi. Pemodelan spasial potensi lahan dilakukan dengan cara tumpansusun (overlay) berbagai peta tentatif potensi lahan dengan menggunakan software ENVI dan Arc view 3.3. Hasil pemodelan spasial yang diperoleh adalah model spasial potensi lahan kepesisiran berdasarkan sebaran zonasi spasial potensi lahan. Hasil pemodelan spasial potensi lahan tersebut dibuat dalam bentuk rekomendasi arahan fungsi kawasan sesuai dengan zonasi pemanfaatan ruang. Adapun tujuan penelitian ini adalah : (1) mengidentifikasi parameter basis data spasial potensi lahan dengan menggunakan data penginderaan jauh citra SPOT-4 dan analisis SIG; (2) menyusun basis data spasial potensi lahan dari hasil integrasi penginderaan jauh citra SPOT-4 dan analisis SIG sebagai parameter utama dalam pemodelan spasial potensi lahan kepesisiran; (3) mengkaji tingkat korelasi parameter komponen potensi lahan hasil integrasi penginderaan jauh citra SPOT-4 dan analisis SIG dengan masukan nilai indeks 17

kesesuain jenis penggunaan lahan Model Fuzzy berdasarkan sebaran potensi lahan untuk pemodelan spasial potensi lahan kepesisiran; (4) mengkaji tingkat akurasi pemodelan spasial potensi lahan hasil integrasi penginderaan jauh citra SPOT-4 dan analisis SIG dengan masukan nilai indeks kesesuaian jenis penggunaan lahan Model Fuzzy untuk menentukan sebaran spasial potensi lahan kepesisiran; dan (5) menyusun zonasi potensi lahan untuk arahan fungsi kawasan wilayah kepesisiran berdasarkan hasil pemodelan spasial potensi lahan hasil integrasi pengideraan jauh dan analisis SIG dengan masukan nilai indeks kesesuaian jenis penggunaan lahan Model Fuzzy. 1.6. Daerah Penelitian Lokasi penelitian ini dilaksanakan di wilayah kepesisiran Kabupaten Muna Barat yang secara geografis terletak antara 4 10'0" sampai 6 21'1" Lintang Selatan dan 122 2T0" sampai 126 43'2" Bujur Timur. Secara administrasi, lokasi penelitian mencakup 11 kecamatan dan merupakan cakupan wilayah Kabupaten Muna Barat dengan luas 90.588 Ha. Alasan pemilihan lokasi penelitian didasari atas pertimbangan : 1. Kabupaten Muna Barat merupakan Daerah Otonomi Baru dan secara spasial potensi lahan Kabuapeten Muna Barat masih membutuhkan penataan ruang berdasarkan potensi lahan yang dimiki. Secara spasial wilayah Kabupaten Muna Barat meliputi sebelas kecamatan dengan topografi relatif datar dan memiliki potensi lahan yang cukup baik dan strategis untuk dapat dikembangkan. 2. Ketersediaan citra penginderaan jauh resolusi sedang yaitu citra digital SPOT-4 tahun 2012 dengan kualitas yang bagus dengan persentase tutupan swan relatif sedikit. 3. Ketersediaan data dan peta, dari berbagai instansi pemerintah, yaitu LAPAN, Bakosurtanal, Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor, Bappeda Kabupaten Muna, BPS Kabupaten Muna, dan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Muna yang digunakan didalam penelitian relatif lengkap. 4. Aksesibilitas wilayah penelitian relatif baik, sehingga diharapkan penelitian dapat berjalan dengan lancar. 18

1.7. Kebaruan Integrasi pengenderaan jauh citra SPOT-4 dan analisis SIG merupakan salah satu cara untuk memperoleh basis data spasial potensi lahan kepesisiran. Basis data spasial yang diperoleh dari hasil integrasi penginderaan jauh citra SPOT-4 dan analisis SIG dapat dimanfaatkan untuk input pemodelan spasial potensi lahan. Keterbatasan dan belum memadainya data geospasial potensi lahan wilayah kepesisiran pada setiap daerah di Indonesia akan mempengaruhi pengembangan dan pengelolaan potensi lahan wilayah kepesisiran. Peraturan Perundang-undangan di Indonesia yang berkaitan dengan pengadaan data geospasial belum menyentuh akar permasalahan berkaitan dengan kebutuhan data geospasial pemanfaatan ruang sesuai dengan potensi lahan setiap daerah. Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang wilayah dan Undang- Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulaupulau kecil secara terpadu, juga masih belum menyelesaiakan permasalahan pengadaan dan pemanfaatan data geospasial. Pemodelan spasial potensi lahan kepesisiran merupakan salah satu menyusun basis data spasial potensi lahan. Oleh karena itu, pemodelan spasial potensi lahan diharapkan dapat mengoptimalkan pemanfaatan ruang sesuai dengan arahan fungsi kawasan. Pemodelan spasial potensi lahan hasil integrasi penginderaan jauh citra SPOT-4 dan analisis SIG dengan masukan nilai indeks kesesuaian jenis penggunaan lahan Model Fuzzy dapat menghasilkan tingkat akurasi yang tinggi dalam menentukan sebaran spasial potensi lahan kepesisiran. Penelitian ini mengutamakan aspek keterpaduan (integrity) antara pengelolaan potensi lahan dengan pemanfaatan ruang secara terpadu. Secara empiris pemodelan spasial potensi lahan kepesisiran memiliki keterkaitan hubungan fungsional antara penggunaan lahan darat dengan pemanfaatan perairan pantai. Oleh karena itu, penggunaan lahan kepesisiran memerlukan suatu sistem yang terintegrasi antara penggunaan lahan darat dengan perairan pantai. Pemodelan spasial potensi lahan pesisir merupakan salah satu altematif untuk memberikan solusi agar penggunaan lahan darat memiliki konektifitas dengan penggunaan perairan pantai. 19

Pemodelan spasial potensi lahan kepesisiran hasil integrasi data penginderaan jauh citra SPOT-4 dan analisis SIG dengan masukan nilai indeks kesesuaian jenis penggunaan lahan Model Fuzzy dapat menghasilkan suatu sistem pemanfaatan ruang yang terintegrasi antara penggunaan lahan pesisir dan perairan pantai. Pemodelan spasial potensi lahan kepesisiran diharapkan dapat menghasilkan zonasi potensi lahan untuk arahan fungsi kawasan yang terintegrasi antara peruntukan lahan darat dan perairan pantai. 20