Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini Oleh: Nasrullah, S.H., S.Ag., MCL. Tempat : Balai Pedukuhan Ngaglik, Ngeposari, Semanu, Gunungkidul 29 Agustus 2017
Pendahuluan Tujuan perkawinan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Di dalam kehidupan rumah tangga, hak dan kedudukan istri seimbang dgn hak dan kedudukan suami dlm kehidupan rumah tangga, dalam pergaulan masyarakat. Untuk dapat membangun rumah tangga yang di dalamnya terdapat hak dan kewajiban tersebut, calon suami isteri harus telah masak jiwa raganya (siap fisik, mental, spritual) untuk melangsungkan perkawinan. UU No. 1 Tahun 1974 menentukan bahwa dari segi usia, calon suami isteri yang telah siap jiwa dan raga untuk membangun rumah tangga tersebut adalah 19 tahun untuk calon mempelai laki-laki dan 16 tahun untuk calon mempelai perempuan. Dengan kata lain, UU tidak menggalakkan pernikahan usia dini, yaitu pernikahan dibawah usia yang telah disebutkan dalam UU Perkawinan tersebut. Fakta menunjukkan, banyak pernikahan usia dini, yang berujung pada perceraian dini pula. Penyuluhan hukum ini dimaksudkan agar seluruh peserta memahami tujuan perkawinan, syarat dan rukun perkawinan dan memahami perlunya kesiapan jiwa dan raga dalam memasuki perkawinan agar tercipta keluarga yang bahagia dan kekal (sakinah, mawaddah dan rahmah)
TUJUAN MEMBANGUN RUMAH TANGGA Sakinah, Mawaddah & Rahmah Melanjutkan Keturunan Menghindarkan dosa Menjalin Tali Silaturrahmi Menggapai Ridha Allah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (Pasal 1 UU No.1/1974)
PONDASI RUMAH TANGGA YANG SAKINAH Meluruskan niat. Memahami tujuan pernikahan Selalu bersyukur dan menerima kelebihan dan kekurangan pasangan Memahami perbedaan psikologis laki-laki & perempuan Memahami peran masing-masing anggota keluarga Pembagian tugas dalam keluarga Luangkan waktu untuk keluarga Menyesuaikan diri dengan pasangan Jujur dan saling percaya Buat Rencana Keluarga yang Terukur dan Rapi Hormati Komitmen yang sudah dibangun
Asas-asas Perkawinan menurut UU No. 1 Thn 1974 (penjelasan butir 4) a. Tujuan perkawinan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal b. Perkawinan sah bila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan, perkawinan harus (wajib) dicatat menurut peraturan peruuan yg berlaku. c. Monogami, namun bila dikehendaki krn hukum agama, suami dapat beristri lebih dari seorang.
Asas-asas Perkawinan menurut UU No. 1 Th 1974 (penjelasan butir 4) d. Suami isteri harus telah masak jiwa raganya untuk melangsungkan perkawinan. e. Mempersukar perceraian. f. Hak dan kedudukan istri seimbang dgn hak dan kedudukan suami dlm kehidupan rumah tangga, dalam pergaulan masyarakat g. Perkawinan berikut segala sesuatu yg berhubungan dgn perkawinan yg terjadi sebelum UU ini berlaku adlh sah
RUKUN DAN SYARAT PERKAWINAN Hukum Perorangan & Kekeluargaan Islam
Dalam melaksanakan perkawinan harus memenuhi ketentuan rukun dan syarat perkawinan Tidak terpenuhinya ketentuan rukun dan syarat perkawinan mengakibatkan tidak sahnya suatu perkawinan Dasar hukum yang digunakan adalah syari ah, UU Perkawinan, dan KHI
Rukun Perkawinan Rukun ialah unsur pokok (tiang) Syarat merupakan unsur pelengkap dalam setiap perbuatan hukum. Rukun nikah merupakan bagian dari hakekat perkawinan, artinya bila salah satu rukun nikah tidak terpenuhi maka tidak terjadi suatu perkawinan.
Rukun Perkawinan Pasal 14 Kompilasi Hukum Islam (KHI): Calon suami dan isteri Wali Saksi Ijab Qabul
Syarat Perkawinan Menurut hukum Islam rukun dan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu perkawinan dinyatakan sah. Syarat Perkawinan terdiri dari dua bagian yaitu Syarat Umum dan Syarat Khusus. A. Syarat Umum Perkawinan tidak boleh bertentangan dengan larangan perkawinan dalam al-qur an yang termuat dalam Q.S. al- Baqarah (2) : 221 tentang larangan perkawinan karena perbedaan agama, Q.S. an-nisaa (4) : 22, 23, 24 tentang larangan perkawinan karena hubungan darah, semenda dan saudara sesusuan.
Beragama Islam SYARAT KHUSUS 1. Calon Suami dan Isteri Menyetujui perkawinan tersebut. Calon mempelai harus bebas dalam menyatakan persetujuannya, tidak dipaksa oleh pihak lain. Persetujuan menyatakan kehendak ini hanya dapat dilakukan oleh orang yang sudah mampu berfikir, dewasa atau akil baligh. (Pasal 16-17 KHI) Dewasa jasmani dan rohani dalam melangsungkan perkawinan (Pasal 15 KHI) Tidak terdapat halangan dan larangan perkawinan: Bukan mahram pasangannya Tidak sedang dalam ihram haji atau umroh.
Syarat bagi calon suami: Syarat Calon Suami dan Isteri a. Terang laki-lakinya (bukan banci) b. Sekurang-kurangnya berusia 19 tahun c. Tidak beristeri lebih dari empat. d. Tidak mempunyai isteri yang haram dimadu dengan bakal isterinya. e. Mengetahui bakal isterinya tidak haram dinikahinya. Syarat bagi calon isteri: a. Terang perempuannya (bukan banci). b. Sekurang-kurangnya berusia 16 tahun c. Telah memberi izin kepada wali untuk menikahkannya. d. Tidak bersuami, tidak dalam masa iddah. e. Belum pernah dili an (sumpah li an) oleh bakal suaminya
2. Syarat Perkawinan: Wali Hadis Rasulullah Barangsiapa di antara perempuan yang menikah tidak dengan izin walinya, maka pernikahannya batal Hadis riwayat Ibnu Majah dan Daruqutni Janganlah perempuan menikahkan perempuan yang lain, dan jangan pula seorang perempuan menikahkan dirinya sendiri
Syarat Perkawinan: Wali Mazhab Syafi i berdasarkan hadits Rasul yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Siti Aisyah, bahwa Rasul pernah mengatakan tidak ada kawin tanpa wali. Mazhab Hanafi: wanita dewasa tidak perlu wali bila akan menikah. Calon isteri harus mempunyai wali yang bertindak untuk menikahkannya (Pasal 19 KHI) Syarat-syarat wali adalah (Ps 20 ayat (1) KHI): Muslim Aqil Baligh Tidak tuli, bisu, atau uzur (Ps 22 KHI) Laki-laki, Adil dan tidak sedang ihram atau umroh.
Macam-macam Wali 1. Wali Nasab (Ps 21 KHI) Kelompok kerabat laki-laki garis lurus ke atas yaitu ayah, kakek dari pihak ayah dan seterusnya Kelompok kerabat saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki seayah, dan keturunan laki-laki mereka Kelompok kerabat paman, yakni saudara laki-laki kandung ayah, saudara seayah dan keturunan laki-laki mereka Kelompok saudara laki-laki kandung kakek, saudara laki-laki seayah kakek dan keturunan laki-laki mereka
Macam-macam Wali 2. Wali Hakim (Pasal 23 KHI) Wali hakim adalah penguasa atau wakil penguasa yang berwenang dalam bidang perkawinan, biasanya penghulu atau petugas lain dari Departemen Agama. Wali hakim baru dapat menjadi wali nikah apabila wali nasab tidak ada atau tidak mungkin menghadirkannya atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau adlal (enggan) Wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah apabila ada penetapan Pengadilan Agama
3. Hakam Macam-macam Wali Hakam adalah seseorang yang masih termasuk anggota keluarga calon mempelai perempuan namun bukan wali nasab dan mempunyai pengetahuan agama sebagai wali yang cukup. 4. Muhakam Muhakam ialah seorang laki-laki bukan keluarga calon mempelai perempuan dan bukan dari penguasa, tetapi mempunyai pengetahuan agama yang baik dan dapat menjadi wali perkawinan.
3. Syarat Perkawinan: Saksi Hadis riwayat Ahmad Tidak sah nikah kecuali dengan wali dan dua saksi yang adil Syarat-syarat menjadi saksi (Ps 25 KHI) Laki-laki Muslim Adil Aqil Baligh Tidak terganggu ingatan Tidak tuli Tidak menjadi wali. Dua saksi laki-laki (Pasal 25 KHI). Apabila tidak ada laki-laki maka seorang laki-laki digantikan dengan dua orang perempuan untuk menjadi saksi.
Ijab : 4. Syarat Perkawinan: Ijab Qabul penegasan kehendak mengikatkan diri dalam bentuk perkawinan dan dilakukan oleh pihak perempuan ditujukan kepada laki-laki calon suami suatu pernyataan penyerahan dilakukan oleh wali nikah (Pasal 28 KHI) Qabul: penegasan penerimaan mengikatkan diri sebagai suami isteri yang dilakukan pihak laki-laki. suatu pernyataan penerimaan dilakukan oleh calon suami (Pasal 29 ayat 1 KHI) Dapat diwakilkan kpd pria lain adal calon mempelai pria memberi kuasa yg tegas dan tertulis dan mempelai perempuan tidak keberatan (Pasal 29 ayat 2-3)
4. Syarat Perkawinan: Ijab Qabul Pelaksanaan antara pengucapan ijab dan kabul tidak boleh ada antara waktu, harus segera dijawab. (Pasal 27 KHI) Hadis riwayat Muslim: Takutlah kepada Allah dalam urusan perempuan. Sesungguhnya kamu ambil mereka dengan kepercayaan Allah, dan kamu halalkan kehormatan mereka dengan kalimat Allah
Mahar Dalam perkawinan harus ada Mahar atau sadaq. Dasar Hukum: An Nisa ayat 4: Berikanlah mahar kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan An Nisa ayat 20: Dan jika kamu ingin mengganti istrimu dengan istri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambilnya kembali. An Nisa ayat 25: Dan barangsiapa di antara kamu tidak mempunyai biaya untuk menikahi perempuan merdeka yang beriman maka dihalalkan menikahi perempuan yang beriman dari hamba sahaya yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu sebagian dari kamu adalah sebagian yang lain (sama-sama keturunan Adam/Hawa). Karena itu nikahilah mereka dengan izin tuannya dan baerikanlah mereka mas kawin yang pantas, karena mereka adalah perempuan2 yang memelihara diri, bukan pezina
Mahar wajib diberikan oleh calon suami kepada calon isteri (Pasal 30 KHI) Jumlah, bentuk, dan jenisnya disepakati oleh kedua pihak dengan anjuran kesederhanaan dan kemudahan dalam mewujudkannya (Pasal 31 KHI) Biasanya diberikan pada waktu akad nikah dilangsungkan, sebagai perlambang suami dengan sukarela mengorbankan hartanya untuk menafkahi isterinya Mahar boleh dibayar tunai atau ditangguhkan sebagian atau seluruhnya asal disetujui oleh calon isteri dan menjadi utang calon suami (Pasal 33 KHI) Kewajiban menyerahkan mahar bukan rukun perkawinan. Kelalaian menyebut jumlah dan jenis mahar tidak menyebabkan batalnya perkawinan. Mahar berhutang tidak mengurangi sahnya perkawinan (Pasal 34 KHI)
Macam Mahar Mahar Musamma Mahar yang telah disepakati oleh calon suami dan calon istri Mahar Mitsil Mahar yang belum ditentukan jumlah dan bentuknya pada saat ijab kabul
Ketentuan pembayaran mahar Al Baqarah ayat 237 Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya itu, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu Pasal 35 KHI Suami yang mentalak isterinya dalam keadaan qobla dukhul, ia wajib membayar setengah mahar yang telah ditentukan dalam akad nikah Suami yang meninggal dunia dalam keadaan qobla dukhul, seluruh mahar menjadi hak isterinya Perceraian terjadi qobla dukhul dan mahar belum ditetapkan, suami wajib membayar mahar mitsil.
Syarat sahnya perkawinan menurut Undang- Undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 2 ayat (1): perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Penjelasan Pasal 2: tidak ada perkawinan di luar hukum masing-masing agamanya dan kepercayaanya itu. Berarti untuk Orang Islam maka yg berlaku adalah hukum perkawinan Islam.
Syarat sahnya perkawinan menurut Undang- Undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan 1. Persetujuan kedua calon mempelai (Pasal 6). 2. Harus berusia 16 (enam belas) tahun bagi wanita dan berusia 19 (sembilan belas) tahun bagi pria (Pasal 7). 3. Tidak terikat tali perkawinan dengan orang lain kecuali dalam hal yang diizinkan (Pasal 9). 4. Bagi yang belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua (Pasal 6 ayat (2)). 5. Tidak merupakan pihak-pihak yang dilarang untuk menikah seperti tercantum dalam Pasal 8, 9, 10.
Faktor Penyebab Pernikahan Dini 1. Faktor Keluarga & budaya Sebagian keluarga mendorong pernikahan dini untuk menghindari pergaulan bebas pada remaja atau keinginan untuk segera mendapatkan keturunan (cucu). Yang menjadi budaya seperti Perkawinan Merarik Kodeq di Lombok 2. Faktor Pribadi Keinginan mereka untuk segera merasakan kehidupan berumah tangga. 3. Faktor Ekonomi Bagai sebuah keluarga yang miskin, pernikahan usia dini dapat menyelamatkan masalah sosial ekonomi keluarga. 4. Faktor Lingkungan 5. Faktor Media 6. Kontrol diri yang lemah
Dampak Pernikahan Dini Tidak bahagia: ketidakmatangan emosi sering menimbulkan pertengkaran dalam rumah tangga Terjadi kekerasan rumah tangga Secara fisik: remaja puteri belum secara fisik belum siap untuk hamil Menurut ahli kesehatan, resiko tinggi kehamilan usia dibawah 20 tahun antara lain: Resiko bagi ibunya : 1. Mengalami perdarahan. 2. Kemungkinan keguguran / abortus. 3. Persalinan yang lama dan sulit. 4. Kematian ibu. Dari bayinya : 1. Kemungkinan lahir belum cukup usia kehamilan. 2. Berat badan lahir rendah (BBLR). 3. Cacat bawaan. 4. Kematian bayi.kematian bayi yang masih berumur 7 hari pertama hidupnya atau kematian perinatal
Cara Meminimalisasi Pernikahan Dini 1. Aktif Dalam Berbagai Kegiatan Positif: olahraga, karang taruna, seni, budaya, dll. 2. Menyibukkan Diri dengan Belajar 3. Memilih Teman yang Baik 4. Peran aktif orangtua 5. Peranan Aktif Sekolah peran guru BK 6. Menciptakan lingkungan Yang Baik 7. Pendidikan agama, penyuluhan kesehatan