4. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
PEMETAAN BATIMETRI PERAIRAN DANGKAL KARANG CONGKAK DAN KARANG LEBAR DENGAN MENGGUNAKAN CITRA IKONOS PAN-SHARPENED

2. TINJAUAN PUSTAKA Pemanfaatan Citra Satelit Untuk Pemetaan Perairan Dangkal

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN ANALISA. 3.1 Penentuan Batas Penetrasi Maksimum

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei

2. TINJAUAN PUSTAKA. cahaya, sudut datang cahaya, kondisi permukaan perairan, bahan yang terlarut,

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

1.2 Tujuan. 1.3 Metodologi

PEMETAAN BATIMETRI PERAIRAN LAUT DANGKAL DI GUGUSAN PULAU TIGA, KABUPATEN NATUNA DENGAN MENGGUNAKAN CITRA ALOS AVNIR-2 LA ODE AHMAD MUSTARY

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juni 2015, ISSN

2. TINJAUAN PUSTAKA. Lamun (seagrass) adalah tanaman air yang berbunga (Angiospermae) dan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. (suhu manual) dianalisis menggunakan analisis regresi linear. Dari analisis

Kajian Nilai Indeks Vegetasi Di Daerah Perkotaan Menggunakan Citra FORMOSAT-2 Studi Kasus: Surabaya Timur L/O/G/O

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perairan Laut Arafura di lokasi penelitian termasuk ke dalam kategori

III. BAHAN DAN METODE

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

PEMETAAN HABITAT DASAR PERAIRAN DANGKAL MENGGUNAKAN CITRA SATELIT SPOT-5 DI PESISIR BINTAN TIMUR, KEPULAUAN RIAU ALVIDITA BEATRIX INDAYANI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Gosong Semak Daun. P. Karya. P. Panggang. Gambar 2.1 Daerah penelitian.

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PEMETAAN HABITAT DASAR PERAIRAN LAUT DANGKAL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

SAMPLING DAN KUANTISASI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA. 2.2 Transfer Cahaya (Radiative Transfer) dalam Sistem Sensor Satelit-Matahari-Laut

Diterima: 9 Februari 2008; Disetujui: 9 November 2008 ABSTRACT ABSTRAK

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. mulai menopang kehidupan manusia. Teknologi merupakan sebuah hasil

PEMETAAN HABITAT PERAIRAN DANGKAL KARANG LEBAR, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA DENGAN CITRA LANDSAT-7 ETM+ SLC-OFF DAN LANDSAT-8 OLI LA ODE ABDUL HAFID

Pengaruh Pengambilan Sampel... (Syarif Budhiman et al.)

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3. METODOLOGI. Koordinat stasiun penelitian.

ix

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel.

Korelasi Linier Berganda

PEMODELAN GENESIS. KL 4099 Tugas Akhir. Bab 5. Desain Pengamananan Pantai Pulau Karakelang, Kabupaten Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHLUAN 1.1. Latar Belakang

3. METODOLOGI. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga Oktober Survei

Pembentukan Citra. Bab Model Citra

Operasi Piksel dan Histogram

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

JURNAL TEKNIK ITS Vol. X, No. X, (2016) ISSN: ( Print) 1

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dapat dimanfaatkan secara tepat tergantung peruntukkannya. perkembangan yang sangat pesat. Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDUGAAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DAN TRANSPARANSI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN CITRA SATELIT LANDSAT

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KORELASI LINIER BERGANDA

PENENTUAN SEBARAN TERUMBU KARANG DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA LYZENGA DI PULAU MAITARA. Universitas Khairun. Ternate. Universitas Khairun.

3. METODE PENELITIAN

STUDI PERSEBARAN KONSENTRASI MUATAN PADATAN TERSUSPENSI MENGGUNAKAN CITRA SATELIT TERRA MODIS DI SELAT MADURA

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. ketika pemberian pakan. Berikut adalah ilustrasi posisi ikan sebelum dan saat

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2. TINJAUAN PUSTAKA. berbeda tergantung pada jenis materi dan kondisinya. Perbedaan ini

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Endang Prinina 1, Lalu Muhamad Jaelani 1, Salam Tarigan 2 1

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KORELASI LINIER BERGANDA. Debrina Puspita Andriani /

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Model Citra (bag. 2)

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

PENGGUNAAN HIGH TEMPORAL AND SPASIAL IMAGERY DALAM UPAYA PENCARIAN PESAWAT YANG HILANG

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

Perubahan Nilai Konsentrasi TSM dan Klorofil-a serta Kaitan terhadap Perubahan Land Cover di Kawasan Pesisir Tegal antara Tahun

Jurnal KELAUTAN, Volume 4, No.1 April 2011 ISSN :

Gambar 11. Pembagian Zona UTM Wilayah Indonesia (Sumber: kampungminers.blogspot.com)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Batimetri 4.1.1. Pemilihan Model Dugaan Dengan Nilai Digital Asli Citra hasil transformasi pada Gambar 7 menunjukkan nilai reflektansi hasil transformasi ln (V-V S ), dimana rentang nilai pada masing-masing kanal berkisar antara nol hingga enam. Nilai mendekati nol atau daerah yang gelap pada citra hasil transformasi diasumsikan sebagai suatu perairan yang dalam, namun daerah bernilai nol juga dapat merepresentasikan darat yang telah mengalami masking. Secara visual terlihat pada gambar semakin tinggi nilai digital, semakin dangkal kedalaman perairan yang juga dapat dilihat korelasi antara keduanya pada grafik di Gambar 8. Hal ini juga dinyatakan oleh Ibrahim dan Cracknell (1990) dalam Wouthuyzen (2001) bahwa umumnya pada suatu titik pengamatan yang bernilai digital rendah akan memiliki nilai kedalaman yang tinggi dan begitu pun sebaliknya. Menurut Lillesand dan Kiefer (1990), kemampuan penetrasi yang baik terletak pada panjang gelombang 400-600 nm. Sinar dengan panjang gelombang tersebut merupakan yang terbaik dalam mengintepretasikan kedalaman perairan. Kanal yang tergolong mampu penetrasi kedalaman dengan baik adalah kanal dengan panjang gelombang sinar hijau dan biru. Secara visual pada Gambar 7 terlihat bahwa hasil tranformasi dari nilai ln(v-vs) pada kanal hijau dan kanal biru tidak jauh berbeda, hal ini dikarenakan oleh pada kisaran panjang gelombang sinar tampak, sinar biru dan sinar hijau yang mampu penetrasi kedalaman dengan 27

28 baik. Namun hal ini belum dapat dipastikan kedua kanal tersebut adalah kanal dengan model regresi linier terbaik. (a) Kanal Merah (b) Kanal Hijau (c) Kanal Biru Gambar 7. Citra IKONOS Pan-Sharpened hasil transformasi nilai ln(v-v S ) pada algoritma Lyzenga di perairan dangkal Karang Lebar (Kiri merupakan citra awal (sebelum ditransformasi), kanan merupakan citra setelah ditransformasi) Hasil transformasi dari nilai ln(v-vs) pada Gambar 7 diplotkan terhadap nilai kedalaman aktual ke dalam suatu grafik sehingga menghasilkan suatu model regresi linier seperti yang terlihat pada Gambar 8. Pada Gambar 8 terlihat bahwa dalam satu kisaran nilai ln(v-v S ) yang sama terdapat banyak sebaran nilai

29 kedalaman sehingga perlu dilakukan analisis regresi linier untuk mengetahui model yang cukup memadai dari ketiga model yang ada. Gambar 8. Grafik model regresi linier dari hasil plot kedalaman in situ dan nilai digital Citra IKONOS Pan-sharpened pada perairan Karang Lebar Setiap model regresi linier dianalisi Analisis regresi ini menghasilkan nilai r dan R 2. Seperti yang terlihat pada Tabel 3, nilai r dan R 2 pada masing-masing kanal berbeda.

30 Tabel 3. Korelasi antara nilai kedalaman lapang dengan nilai digital transformasi citra IKONOS. Jenis Kanal Model Regresi Linier Koefisien Korelasi (r) Koefisien Determinasi (R 2 ) Merah y = 1,918x 8,203 0,73 0,54 Hijau y = 3,602x 16,867 0,88 0,78 Biru y = 3,666x 17,040 0,80 0,64 Nilai korelasi tertinggi ditunjukkan oleh model regresi linier kanal hijau deng an nilai sebesar 0,881. Nilai korelasi model regresi kanal biru adalah nilai korelasi tertinggi kedua setelah nilai korelasi model regresi kanal hijau dengan nilai sebesar 0,798. Model regresi kanal merah memiliki nilai korelasi terendah diantara ketiga model yang dihasilkan dengan nilai sebesar 0,734. Pada Tabel 3 diperoleh nilai koefisien determinasi (R 2 ) untuk kanal merah dengan nilai sebesar 0,538 menyatakan bahwa 53,8% diantara keragaman dalam nilai-nilai kedalaman dapat dijelaskan oleh hubungan liniernya dengan transformasi nilai digital ln(v-v S ). Nilai R 2 kanal hijau menyatakan bahwa 77,5% keragaman dalam nilai-nilai kedalaman mampu dijelaskan oleh hubungan liniernya dengan transformasi nilai digital ln(v-v S ). Dan nilai R 2 pada kanal biru menyatakan 63,7% keragaman dalam nilai-nilai kedalaman dapat dijelaskan oleh hubungan liniernya dengan transformasi nilai digital ln(v-v S ). Nilai korelasi yang baik adalah nilai korelasi yang mendekati 1 atau -1 (Walpole, 1997), pada kasus ini kanal hijau adalah kanal dengan nilai korelasi yang paling baik dibandingkan dengan nilai korelasi kanal biru dan merah. Selain itu dinyatakan juga, nilai R 2 akan semkin lebih baik jika nilai R 2 semakin mendekati nilai 1 atau 100%. Di antara ketiga kanal, model regresi kanal hijau

31 memiliki nilai R 2 yang lebih baik karena presentase yang mendekati 100%. Berdasarkan rangkaian uji statistik yang dilakukan dengan melihat nilai r dan R 2 yang dihasilkan dan pertimbangan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kanal hijau Citra IKONOS Pan-sharpened adalah kanal yang terbaik untuk memetakan kedalaman perairan Karang Congkak dan Karang Lebar. Hasil transformasi algoritma Lyzenga dengan model regresi linier yang terbaik dapat dinyatakan sebagai berikut: ZZ = 3,602 ln(vv VV ss kkaaaaaaaa hiiiiiiii) 16,86... (10) 4.1.2. Peta batimetri Biertwith et al. (1993) mengemukakan masalah utama dalam memetakan batimetri perairan dangkal adalah ketika menganalisis penginderaan jauh diperoleh efek yang kontras di kedalaman air keruh dan sifat natural dari substrat dasar perairan mengalami distorsi. Beberapa faktor seperti penghamburan cahaya oleh fitoplankton dan kekeruhan air laut (penghamburan oleh materi sedimen tersuspensi dan komponen organik terlarut), penyerapan (absorption) dan penghamburan (scattering) oleh molekul-molekul air dalam kolom air dapat mempengaruhi intesitas gelombang sinar tampak yang ditangkap oleh sensor. Pada peneltitian ini peta batimetri dibuat berdasarkan model regresi 10 yang merupakan hasil dari tranformasi algoritma Lyzenga yang telah dikembangkan. Nilai hasil dari transformasi algoritma tersebut merupakan nilai kedalaman estimasi. Berdasarkan peta estimasi kedalaman perairan dangkal hasil turunan dari citra IKONOS Pan-Sharpened ini hanya mampu mengintepretasikan kedalaman

32 hingga kedalaman sekitar 16 meter. Namun model regresi yang digunakan untuk membuat peta batimetri perairan dangkal masih dapat digunakan karena nilai kedalaman aktual yang digunakan saat pengolahan analisis regresi tidak melebihi 16 meter (Gambar 8). Kelas kedalaman terbagi menjadi 8 kelas (Lampiran 2a). Pada Gambar 9 menunjukkan detail kelas kedalaman perairan dangkal dengan rentang nilai dari 0 hingga 8 m. Kelas terakhir merupakan kelas kedalaman dengan selang kelas yang tak terhingga. Namun karena wilayah kajian yang digunakan adalah perairan dangkal, maka kelas terakhir tersebut tidak diikutsertakan. Kelas kedalaman perairan dangkal ini kurang sesuai digunakan untuk acuan pada pemetaan terumbu karang karena adanya selang kelas kedalaman yang terlalu kecil (kelas 0,4 m dan kelas 0,5 hingga 0,9 m) dan total akurasi yang diperoleh kurang memadai seperti yang dipaparkan pada subbab 4.1.3 (Tabel 4). Oleh karena itu dilakukan pengkelasan ulang (reclass) sehingga menghasilkan 5 kelas baru (Lampiran 2b). Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Siregar et al. (2008) dan observasi visual dapat dinyatakan bahwa substrat pasir pada Karang Congkak dan Karang Lebar lebih mendominasi seluruh wilayah kajian, hal ini pun terlihat pada Gambar 10 yang ditampilkan dengan warna putih dengan kedalaman kurang dari 1,3 meter pada Karang Congkak dan Karang Lebar. Namun warna putih juga dapat disertai informasi lain seperti adanya buih (ombak) yang tercipta pada saat air laut menghempas tubir yang didominasi oleh habitat karang hidup. Warna hijau muda dengan kedalaman antara 1,4-1,9 meter didominasi dengan substrat lamun, hal ini juga terlihat pada saat survei lapang bahwa lamun banyak mendominasi pada selang kedalaman tersebut.

33 Gambar 9. Kedalaman estimasi perairan dangkal Karang Congkak dan Karang Lebar dengan menggunakan algoritma Lyzenga

34 Gambar 10. Kedalaman estimasi perairan dangkal Karang Congkak dan Karang Lebar dengan menggunakan algoritma Lyzenga (reclass)

35 4.1.3. Matriks Kesalahan Berdasarkan hasil perhitungan user accuracy dan producer accuracy yang diperoleh tidak semua kelas kedalaman terwakili dengan baik. Pada selang kelas kedalaman 2-4,3 m diperoleh user accuracy dengan nilai sebesar 54% dan producer accuracy sebesar 60%, sehingga dapat dikatakan model regresi yang digunakan untuk mengestimasi kedalaman memadai pada selang kedalaman tersebut. Selain itu, pada kelas kedalaman >8 m diperoleh user accuracy sebesar 72% yang merupakan akurasi yang cukup tinggi. Namun belum dapat dikatakan pada kelas kedalaman tersebut kedalaman aktual dapat terwakili dengan baik oleh kedalaman estimasi karena selang kedalaman tersebut berada pada kelas kedalaman akhir dengan batasan yang tak tentu. Tabel 4. Matriks kesalahan kelas nilai kedalaman aktual dan kedalaman estimasi. Aktual Total 0,4 0,5-0,9 1-1,3 1,4-1,9 2-4,3 4,4-6 6,1-8 >8 Estimasi baris 0,4 4 25 9 7 0 0 0 0 45 0.09 0,5-0,9 9 30 6 3 0 0 0 0 48 0.63 1-1,3 6 19 13 7 0 0 0 0 45 0.29 1,4-1,9 2 25 16 45 7 0 0 0 95 0.47 2-4,3 1 13 16 40 84 3 0 0 157 0.54 4,4-6 0 3 4 6 25 22 7 8 75 0.29 6,1-8 0 0 0 0 23 17 13 68 121 0.11 >8 0 0 0 0 0 0 11 84 95 0.88 Total kolom 22 115 64 108 139 42 31 160 681 Producer accuracy User accuracy 0.18 0.26 0.20 0.42 0.60 0.52 0.42 0.53 0.43 Pengambilan sampel secara acak dilakukan pada 741 data. Pada setiap kelas kedalaman dapat dilihat bahwa banyak data kedalaman estimasi yang mengalami overestimate. Hal ini dapat dikarenakan oleh beberapa faktor seperti ketidaksensitifan alat sounding untuk merekam data ketika terjadi perubahan yang signifikan dari dangkal ke dalam sehingga terjadi bias yang cukup tinggi pada data kedalaman aktual yang terekam. Selain itu dapat dikarenakan oleh asumsi

36 bahwa substrat dasar perairan dianggap sama sehingga menurunkan nilai korelasi dan mempengaruhi nilasi estimasi hasil dari model yang terpilih. Tabel 5. Matriks kesalahan kelas kedalaman aktual dan kedalaman estimasi (reclass). Aktual Estimasi 0-1.3 1,4-1,9 2-4,3 4.4-8 >8 Total baris User accuracy 0-1.3 145 19 0 0 0 164 0.88 1,4-1,9 43 45 7 0 0 95 0.47 2-4,3 30 40 84 3 0 157 0.54 4,4-8 7 6 48 59 76 196 0.30 >8 0 0 5 18 84 107 0.79 Total kolom 225 110 144 80 160 719 Producer accuracy 0.64 0.41 0.58 0.74 0.53 0.58 Karena nilai user accuracy dan producer accuracy pada beberapa kelas kurang dari 50%, maka pada selang kelas kedalaman dilakukan pengkelasan baru. Pada pengkelasan baru ini menghasilkan 5 kelas kedalaman yang baru dengan total akurasi sebesar 58%. Selang kelas kedalaman 0 hingga 1,3 m, kelas 2 hingga 4,3 m, dan kelas 4,4 hingga 8 m citra mampu mewakili kedalaman aktual karena producer accuracy yang melebihi 50%. Pada selang kelas kedalaman 1,4 hingga 1,9 m memiliki user accuracy dan producer accuracy yang rendah dengan nilai 47% dan 41%. Hal ini dapat disebabkan oleh tingkat kecerahan perairan yang dapat mempengaruhi nilai reflektansi yang tercatat oleh sensor, hal ini juga dinyatakan dalam penelitian Vahtmäe dan Kutser (2007) bahwa absorpsi cahaya oleh coloured dissolved organic matter (CDOM) dan penghamburan cahaya oleh partikel tersuspensi dapat mempengaruhi pengukuran kedalaman oleh instrumen penginderaan jauh. Kelas kedalaman ini dapat digunakan sebagai acuan pembuatan peta sebaran terumbu karang untuk pengelolaan terumbu karang. Kelima kelas kedalaman ini dapat dilakukan reclass kembali apabila ingin memperoleh total

37 akurasi yang lebih besar. Namun dalam hal ini tidak dilakukan karena persantese total akurasi yang diperoleh dari kelima kelas tersebut lebih dari 50% dan hal ini dapat dikatakan cukup memadai. 4.2. Galat (Error) Model Nilai Digital Asli dengan Algoritma Lyzenga Grafik antara kedalaman aktual dan kedalaman estimasi pada Gambar 10 menunjukkan bias yang tinggi pada kedalaman estimasi lebih dari 8 meter, hal ini dapat dilihat dari banyak nilai kedalaman yang mengalami penyimpangan. Model dugaan yang digunakan hanya mampu mengestimasi kedalaman yang mendekati kedalaman aktual hingga nilai kedalaman ± 16 m, hal ini juga dapat terlihat pada grafik Gambar 11. Walaupun demikian, kedalaman estimasi perairan dangkal dalam Gobah Karang Congkak dan Karang Lebar dapat terwakili dengan baik kisaran nilai kedalaman 0 hingga 6 m. Kedalaman aktual (m) -16-14 -12-10 -8-6 -4-2 0 y = 0,790x - 1,095 R² = 0,778 0,0-2,0-4,0-6,0-8,0-10,0-12,0-14,0-16,0 Gambar 11. Grafik perbandingan antara nilai kedalaman estimasi (estimated depth) terhadap nilai kedalaman aktual (actual depth) Berdasarkan grafik Gambar 11 yang membandingkan data kedalaman aktual dan data kedalaman estimasi hasil transformasi algoritma Lyzenga yang Kedalaman estimasi (m)

38 dikembangkan, menunjukkan nilai r sebesar 0,882 (Lampiran 3) dengan RMSE sebesar 1,61 m. Karena nilai korelasi yang dihasilkan mendekati 1, maka dapat dikatakan keeratan hubungan antara kedalaman estimasi dan kedalaman aktual sangat baik. Hal ini juga dibuktikan dengan banyak bias (selisih antara nilai kedalaman aktual dan kedalaman estimasi) yang kecil pada setiap data kedalaman (Lampiran 4). Nilai RMSE akan meningkat seiring meningkatnya nilai kedalaman aktual sehingga dapat mempengaruhi perhitungan nilai kedalaman estimasi, hal ini juga dinyatakan pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Mishra et al. (2001) yang menggunakan citra IKONOS Multispektral untuk memetakan kedalaman dengan algoritma Lyzenga. Mishra et al. (2001) menyatakan bahwa apabila semakin dalam (kedalaman) jalur panjang gelombang sinar tampak yang akan dilalui, maka akan semakin bertambah besar atenuasi cahaya yang akan mengurangi intensitas cahaya tersebut. Mishra et al. (2001) juga menambahkan korelasi antara dua variabel input pada model akan semakin kecil dengan seiringnya bertambah nilai kedalaman. Hal ini disebabkan karena adanya kontribusi dari suatu faktor yang berkurang seperti nilai reflektansi dari dasar perairan yang seharusnya dapat ditangkap oleh sensor satelit. Oleh karena itu, nilai transformasi dari panjang gelombang sinar tampak pada masing-masing kanal pun mengalami penurunan dan lebih banyak dipengaruhi oleh reflektansi dari partikel-partikel di kolom air. Hasil analisis residual merupakan selisih antara hasil model kedalaman estimasi dengan kedalaman aktual. Analisis ini umumnya digunakan untuk penafsiran kesesuaian antara data hasil estimasi dengan data hasil lapang yang

39 digunakan. Nilai kedalaman aktual dan nilai kedalaman estimasi diplotkan ke dalam grafik analisis residual sehingga membentuk pola tersebar acak seperti yang terlihat pada Gambar 12. 6,0 4,0 2,0 0,0-2,0-4,0-6,0 Gambar 12. Grafik analisis residual antara nilai kedalaman aktual dengan kedalaman estimasi Karena nilai RMSE pada grafik perbandingan antara kedalaman estimasi dan aktual sebesar 1,61 m, oleh karena itu kisaran keakurasian yang digunakan antara -2 dan 2 meter. Pada grafik analisis residual terlihat bahwa 561 titik sampel dari 741 titik sampel yang diplotkan berada selang pada -2 dan 2 meter. Hasil analisis residual menunjukkan bahwa data kedalaman estimasi dapat dipercaya tingkat keakurasiannya sebesar 75,71% ± 2 meter. Oleh karena itu dapat dikatakan model regresi linier yang dianalisis memiliki akurasi sebesar 75,71% pada kisaran bias ± 2 meter.