IDENTIFICATION OF FLOOD PRONE AREA WITH GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM (CASE STUDY : PADANG CITY)

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

BAB IV METODE PENELITIAN

PEMETAAN WILAYAH RAWAN BANJIR DI KOTA MANADO DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EVALUASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DAERAH RAWAN BANJIR DI KOTA PADANG ABSTRACT

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN PERKEBUNAN DI KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG

Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ABSTRAK PENDAHULUAN. Desi Etika Sari 1, Sigit Heru Murti 2 1 D3 PJ dan SIG Fakultas Geografi UGM.

STUDI PEMANTAUAN LINGKUNGAN EKSPLORASI GEOTHERMAL di KECAMATAN SEMPOL KABUPATEN BONDOWOSO dengan SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian

ARAHAN PEMANFAATAN LOKASI PERUMAHAN BERDASARKAN FAKTOR KEBENCANAAN (Wilayah Studi Kelurahan Balai Gadang, Kecamatan Koto Tangah)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Hasil penelitian yang pernah dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STUDI KASUS KABUPATEN BONDOWOSO

Jurnal Geodesi Undip Januari 2017

METODE PENELITIAN Kerangka Pendekatan

JURNAL PENELITIAN PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA

Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab.

PENGGUNAAN SISTIM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMETAAN TINGKAT RAWAN BANJIR DI KABUPATEN BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) C78

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat untuk Hutan Aceh Berkelanjutan Banda Aceh, 19 Maret 2013

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

EVALUASI ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN KERAWANAN BANJIR DAS WAWAR. Sukirno, Chandra Setyawan, Hotmauli Sipayung ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah

KEMAMPUAN LAHAN UNTUK MENYIMPAN AIR DI KOTA AMBON

Analisis dan Pemetaan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan Sistem Informasi Geografis dan Metode Simple Additive Weighting

BAB I PENDAHULUAN I-1

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN

Melisa P. Todingan 1 Meldi Sinolungan 2 Yani E.B. Kamagi 2 Jeanne Lengkong 2 ABSTRAK ABSTRACT

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir 2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir

Gambar 7. Lokasi Penelitian

IDENTIFIKASI ZONA GENANGAN BANJIR KOTA MAKASSAR BERBASIS SIG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III KEGIATAN KERJA PRAKTIK. a. Surat permohonan kerja praktik dari Fakultas Teknik Universitas. lampung kepada CV.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

NUR MARTIA

A. PENDAHULUAN 2. Rumusan Masalah 1. Latar Belakang 3. Tujuan Penelitian B. TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV METODE PENELITIAN

PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DI KABUPATEN KENDAL

PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT PUNCAK PADA SUBDAS BEDOG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. R. Muhammad Isa

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

STUDI UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN (UKL) EKSPLORASI GEOTHERMAL DI KECAMATAN SEMPOL, KABUPATEN BONDOWOSO DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ,

Jurnal String Vol. 1 No. 1 Tahun 2016 ISSN:

PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO

SKRIPSI. Oleh : MUHAMMAD TAUFIQ

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

10. PEMBOBOTAN (WEIGHTING)

BAB 3 PENGOLAHAN DATA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

PEMETAAN KAWASAN RENTAN BANJIR DALAM KOTA PEKANBARU MENGGUNAKAN PERANGKAT SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

ANALISIS SPASIAL UNTUK MENENTUKAN ZONA RISIKO BANJIR BANDANG (STUDI KASUS KABUPATEN SINJAI)

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL PENELITIAN ANALISIS SPASIAL KESESUAIAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TIMUR DENGAN SIG (STUDI KASUS: KECAMATAN TUTUYAN)

TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP

ANALISIS DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN WAY KRUI TAHUN 2015 (JURNAL) Oleh. Catur Pangestu W

ESTIMASI DEBIT ALIRAN BERDASARKAN DATA CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (STUDI KASUS : WILAYAH SUNGAI POLEANG RORAYA)

BAB III METODE PENELITIAN. data penelitiannya. Adapun model yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Gambar 6. Peta Kecamatan di DAS Sunter.

Pemintakatan Risiko Bencana Banjir Bandang di Kawasan Sepanjang Kali Sampean, Kabupaten Bondowoso

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

KAJIAN BIOFISIK LAHAN UNTUK PENILAIAN KERENTANAN BANJIR DI DAS BENGAWAN SOLO HULU

BAB III METODE PENELITIAN

Analisis DAS Sambong Dengan Menggunakan Aplikasi GIS

ANALISIS KERAWANAN DAN PENGURANGAN RISIKO BANJIR DI KALIMANTAN BARAT BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan di berbagai

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

Transkripsi:

IDENTIFICATION OF FLOOD PRONE AREA WITH GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM (CASE STUDY : PADANG CITY) Devra_Mahenda 1, Indra_Farni 2, Lusi_Utama 2 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Bung Hatta E-mail: devra.mahenda@yahoo.com, indrafarini@bunghatta.ac.id, lusi_utamaindo115@yahoo.com Abstrack This research was conducted by the authors in Padang which took place in the administrative area of Padang region. Where aimed at mapping on the identification of flood-prone areas using a geographic information system to facilitate the handling and mitigation. The author uses descriptive method namely the collection and analysis of data. While the identification of flood-prone areas using Scoring method, in which the highest value for the degree of influence of flooding is 9 and the lowest value is 0. The parameters that influence the flooding is soil type, slope, elevation, land cover and rainfall. Results and discussion will display the level of vulnerability to flooding in the city of Padang, which is not prone to flooding an area of 32.49 ha (0.9%), low level of vulnerability to an area of 22023.49 ha (31.52%), moderate impact area of 43855.67 ha (62.77%) and the rate is very prone to flood an area of 3362.27 ha (4.81)% spread in 11 districts namely Koto Tangah, Bungus Gulf Kabung, Kuranji, Lubuk Begalung, Lubuk Kilangan, Nanggalo, Padang Barat East, North Padang, Padang South and Pauh. Koto Tangah region has the highest level of vulnerability that is flood-prone area of 1653.88 ha. Key Words : Mapping, Flood, Geographic Information System. Pembimbing I Pembimbing II Ir. H. Indra Farni, MT Ir. Lusi Utama, MT

IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (STUDY KASUS : KOTA PADANG) Devra_Mahenda 1, Indra_Farni 2, Lusi_Utama 2 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Bung Hatta E-mail: devra.mahenda@yahoo.com, indrafarini@bunghatta.ac.id, lusi_utamaindo115@yahoo.com Abstrak Penelitian ini dilaksanakan oleh penulis di Kota Padang yang berlangsung di daerah administrasi kawasan Kota Padang. Dimana bertujuan untuk pemetaan tentang identifikasi kawasan rawan banjir menggunakan sistem informasi geografis sehingga memudahkan dalam penanganan dan penanggulangannya. Penulis menggunakan Metode Deskriptif yaitu pengumpulan dan Analisis data. Sedangkan identifikasi kawasan rawan banjir menggunakan Metode Skoring, dimana nilai tertinggi untuk tingkat pengaruh banjir adalah 9 dan nilai terendahnya adalah 1. Parameter yang berpengaruh dalam banjir adalah jenis tanah, kemiringan lereng, ketinggian, penggunaan lahan dan curah hujan. Hasil dan pembahasan akan menampilkan tingkat kerawanan banjir di Kota Padang, dimana tidak rawan banjir seluas 32,49 ha (0,9%), tingkat kerawanan rendah seluas 22023,49 ha (31,52%), tingkat kerawanan sedang seluas 43855,67 ha (62,77%) dan tingkat sangat rawan banjir seluas 3362,27 ha (4,81)% yang tersebar pada 11 kecamatan yaitu Koto Tangah, Bungus Teluk Kabung, Kuranji, Lubuk Begalung, Lubuk Kilangan, Nanggalo, Padang Barat, Padang Timur, Padang Utara, Padang Selatan dan Pauh. Kawasan Koto Tangah memiliki tingkat kerawanan paling tinggi rawan banjir yaitu seluas 1653,88 ha. Kata Kunci : pemetaan, banjir, sistem informasi geografis. Pembimbing I Pembimbing II Ir. H. Indra Farni, MT Ir. Lusi Utama, MT

IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN BANJIR dengan SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (STUDY KASUS : KOTA PADANG) PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan fenomena alam dimana terjadi kelebihan air yang tidak tertampung oleh lahan di suatu daerah sehingga menimbulkan genangan yang merugikan. Kerugian yang diakibatkan banjir seringkali sulit diatasi baik oleh masyarakat maupun instansi terkait. Banjir disebabkan oleh berbagai macam faktor yaitu kondisi daerah tangkapan hujan, durasi dan intesitas hujan, land cover, kondisi topografi, dan perubahan fungsi lahan. Kerawanan banjir adalah keadaan yang menggambarkan mudah atau tidaknya suatu daerah terkena banjir dengan didasarkan pada faktor-faktor alam yang mempengaruhi banjir antara lain faktor meteorologi (intensitas curah hujan, distribusi curah hujan, frekuensi dan lamanya hujan berlangsung) dan karakteristik Daerah Aliran Sungai (kemiringan lahan/kelerengan, Ketinggian Lahan, Testur tanah dan penggunaan lahan) (Suherlan, 2001). Kondisi demikian tak pelak memerlukan evaluasi yang komprehensif dari seluruh elemen masyarakat dan pemerintah dalam hal menghadapi bencana banjir dan bagaimana mengantisipasinya di masa mendatang agar tidak terulang kembali dan meminimalkan kerugian akibat bencana banjir. Secara alami ada dua faktor penyebap terjadinya banjir yakni tingginya curah hujan dan faktor topografi dimana suatu kawasan merupakan dataran rendah. Kawasan dataran rendah rendah atau berupa cekungan sangat potensial dilanda banjir apabila terjadi hujan dengan intensitas yang cukup tinggi. Kota Padang yang mempunyai Luas wilayah Kota Padang berdasarkan RTRW Kota Padang adalah 1.414,96 km² yang terdiri dari 698.96 km² wilayah darat dan 720 km² wilayah laut. Kota Padang terdiri dari 11 wilayah kecamatan dan 104 kelurahan. Dimana wilayahnya berupa dataran rendah dengan ketinggian antara 0-25 mdpl, dimana sangat rentan dilanda banjir apabila

terjadi hujan dengan intensitas yang cukup tinggi. Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), kawasan rawan bencana alam khususnya bencana banjir ditetapkan sebagai kawasan lindung. Kawasan rawan banjir adalah tempat-tempat yang secara rutin setiap musim hujan mengalami genangan lebih dari dua jam saat hujan turun dan dalam keadaan musim hujan normal. Kawasan rawan banjir merupakan kawasan lindung yang bersifat sementara sampai dengan teratasinya masalah banjir secara menyeluruh dan permanen di tempat tersebut. Kota Padang memiliki banyak sungai yaitu 5 sungai besar dan 16 sungai kecil dengan total panjang sungai mencapai 133,90 Km. Sungai tersebut merupakan bagian dari sistem aliran air kota yang dipengaruhi oleh kondisi topografi dan struktur fisiografinya, dengan sungai terpanjang yaitu Batang Kandis sepanjang 20 km. Keberadaan sungai-sungai tersebut akan mengalirkan air hujan yang besar apalagi di musim hujan yang berintensitas tinggi. Dengan demikian ancaman banjir/genangan akan tetap besar walaupun durasinya tidak akan lama. Gambar 1.1. Kondisi pemukiman penduduk yang tergenang setelah hujan di kecamatan Pauh, Lubuk Begalung dan Nanggalo. Melihat kondisi eksisting ini perlu dilakukan identifikasi kawasan banjir. Sehingga dapat meminimalisir kerugian yang diakibatkan banjir/genangan dan juga memberikan informasi yang efisien. Untuk itu penulis mencoba mengangkat permasalahan tersebut sebagai bahan kajian Tugas Akhir, dengan judul : Identifikasi Kawasan Rawan Banjir dengan Sistem Informasi Geografis (Study Kasus:Kota Padang). 1.2 Tujuan Adapun tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah : Untuk membuat database berupa pemetaan tentang identifikasi kawasan rawan banjir menggunakan

sistem informasi geografis sehingga memudahkan dalam penanganan dan penanggulangannya. Sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat dalam mengambil tindakan untuk meminimalisir kerugian yang diakibatkan banjir/genangan di kota Padang. 1.3 Batasan Pembahasan Ada pun permasalahan yang akan dibahas pada Tugas Akhir ini adalah tentang tingkat kerawanan kawasan banjir atau genangan air yang terjadi di kota Padang,Sumatera Barat. Dimana Parameter rawan banjir yang diamati adalah jenis tanah, kemiringan lereng, ketinggian, penggunaan lahan dan curah hujan.. Data spasial dan data atribut yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Peta RBI, Peta Jenis Tanah, Peta Kemiringan Lereng, Peta Penggunaan Lahan, Peta Curah Hujan dan Peta Ketinggian. Dalam pengolahan tahap awal setiap data harus dijadikan peta digital dengan format vektor. Peta digital format vektor disimpan dalam bentuk garis, titik dan poligon. Proses pemasukan data-data dilakukan melalui seperangkat komputer dengan software ArcGIS 10. Data keluaran ini kemudian digunakan sebagai data acuan penelitian. METODOLOGI PENELETIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Kota Padang yang berlangsung pada bulan Oktober 2015 sampai dengan November 2015. Dimana gambaran umum kawasan Kota Padang: Luas wilayah Kota Padang berdasarkan RTRW Kota Padang adalah 1.414,96 km² yang terdiri dari 698.70 km² wilayah darat dan 720 km² wilayah laut. Kota Padang terdiri dari 11 wilayah kecamatan dan 104 kelurahan. Selain wilayah daratan, Kota Padang juga memiliki 19 buah pulau dengan pulau-pulau yang besar adalah Pulau Bintangur seluas 56,78 Ha, Pulau Sikuai seluas 48,12 ha dan Pulau Toran seluas 33,67 Ha, Secara geografis Kota Padang terletak pada koordinat antara 00º44'00"-1º08'35" Lintang Selatan dan 100º05'05"- 100º34'09" Bujur Timur serta secara administrasi wilayah Kota Padang berbatasan langsung dengan wilayah lain seperti : sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Padang Pariaman, sebelah

selatan berbatasan dengan Kabupaten Pesisir Selatan, sebelah timur dengan Kabupaten Solok, dan sebelah barat dengan Samudera Hindia. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah : - Perangkat Keras (Hardware): satu unit Komputer, printer, Alat Tulis Menulis. - Perangkat Lunak (Software): Software Arc-GIS 10.1 (ESRI), Software Microsoft Word 2007, Software Google Earth dan software Microsoft Excel 2007. Bahan yang digunakan pada penelitian ini, yaitu : 1. Peta Rupa Bumi Indonesia 2. Peta Administrasi Kota Padang 3. Peta Kemiringan Lereng Kota Padang 4. Peta Penggunaan Lahan Kota Padang. 5. Peta Jenis Tanah Kota Padang. 6. Peta Curah Hujan Kota Padang. 7. Peta Ketinggian Kota Padang 3.3 Metode Penelitian Metode penelitian diringkas menjadi delapan tahapan pokok yaitu : mengumpulkan informasi dan data, Analisis Data Curah Hujan, Analisis Citra Landsat, Analisis Peta Tekstur Tanah, membangun basis data, menganalisis data, Analisis Tingkat Kerawanan dan menyajikan hasil analisis data berupa peta. 3.3.1 Pengumpulan Informasi dan Data a. Jenis Data : 1) Peta kemiringan lereng 2) Peta Curah Hujan 3) Peta Penggunaan lahan 4) Peta Ketinggian 5) Peta Jenis Tanah 6) Peta Administrasi Wilayah 7) Peta Rupa Bumi 3.3.2 Analisis Data Curah Hujan 1. Pengumpulan Data Curah Hujan Pencarian dilakukan di instansi yang terkait dengan data hujan, yaitu BKMG Stasiun Kota Padang. Data curah hujan yang terkumpul berupa data curah hujan tahunan (2001-2012) yang meliputi: (1) jumlah curah hujan dan (2) bulan hujan. Data tersebut berasal dari stasiun stasiun penakar hujan yang ada di wilayah Kota Padang. Nilai curah hujan rata-rata tahunan dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

X n i 1 Ri / n. (1) 20 Keterangan: X = Curah hujan rata-rata tahunan Ri = Curah hujan tahunan untuk tahun ke-i N = Jumlah tahun data curah hujan yang digunakan untuk membuat peta curah hujan 2. Pembuatan peta curah hujan Metode Poligon Thiessen mendefinisikan individu area yang dipengaruhi oleh sekumpulan titik yang terdapat di sekitarnya. Poligon ini merupakan pendekatan terhadap informasi titik yang diperluas (titik menjadi poligon) dengan asumsi bahwa informasi yang terbaik untuk semua lokasi yang tanpa pengamatan adalah informasi yang terdapat pada titik terdekat dimana hasil pengamatannya diketahui. 2.3.3 Analisis Peta Tekstur Tanah Analisis peta testur tanah dilakukan untuk mempersiapkan peta tekstur tanah. Peta tekstur tanah diperoleh dari analisis peta sebaran tanah yang berupa peta vektor (shapefile). Pembagian sebaran jenis tanah tersebut kemudian di analisis untuk mendapatkan testur tanah dengan mengunakan buku kunci taksonomi tanah, referensi buku lainnya dan literatur jurnal dan penelitian. 3.3.4 Membangun Basis Data Tahap awal dari membangun basis data adalah melakukan pengerjaan automatisasi data. Pengautomatisasi data dibagi menjadi dua tahapan pengerjaan yaitu : 1. Proses digitasi Digitasi adalah konversi data analog kedalam format digital pada komputer dengan cara memasukkan data spasial ke dalam basis data, pembuatan peta digital (coverage) dilakukan dengan mendigitasi citra yang telah dianalisis menjadi peta penggunaan lahan. Gambar. 3.1 Pendigitasian Peta Kota Padang,sehingga dapat batasan Administrasi.

2. Mentransformasikan hasil digitasi ke dalam koordinat bumi. Setelah data spasial dapat digunakan maka dilakukan pekerjaan utama yang dilaksanakan pada pengelolan basis data yaitu mentransformasikan coverage hasil digitasi ke dalam koordinat bumi sehingga dapat ditumpangsusunkan dengan coverage lain. 3.3.5 Menganalisis Data Proses menganalisis data dibagi menjadi dua yaitu: analisis atribut dan analisis keruangan. Atributing adalah proses pemberian atribut atau informasi pada suatu coverage. 3.3.5.1 Analisis Atribut Proses analisis atribut dibagi menjadi dua bagian yaitu klasifikasi dan pengskoran dan pembobotan. 1. Klasifikasi dan Pengskoran Klasifikasi yang dimaksud adalah pembagian kelas dari masingmasing peta digital. Pengskoran dimaksudkan sebagai pemberian skor terhadap masing-masing kelas. Menurut (Erlan Suherlan, 2001) Pemberian skor ini didasarkan pada pengaruh kelas tersebut terhadap besarnya banjir. Adapun pemberian skor dilandasi beberapa filosofi, yaitu : 1) wilayah dengan curah hujan tinggi memiliki kerentanan banjir lebih tinggi, 2) kemiringan lereng yang landai memiliki kerentanan banjir lebih tinggi dari lereng yang curam, 3) Tanah dengan tekstur sangat halus memiliki peluang kejadian banjir yang tinggi, sedangkan tekstur yang kasar memiliki peluang kejadian banjir yang rendah 4) bentuk lahan yang lebih landai hingga cekung memiliki kerentangan lebih tinggi, 5) Penggunaan lahan yang dianggap rentan terhadap banjir adalah Penggunaan lahan yang lebih berpengaruh pada air limpasan yang melebihi laju infiltrasi. 2. Pembobotan Pembobotan adalah pemberian bobot pada peta digital masing masing parameter yang berpengaruh terhadap banjir, dengan didasarkan atas pertimbangan pengaruh masing-masing parameter terhadap banjir. Pembobotan dimaksudkan sebagai pemberian bobot pada masing-masing peta tematik (parameter). Penentuan

bobot untuk masing-masing peta tematik didasarkan atas pertimbangan, seberapa besar kemungkinan terjadi banjir dipengaruhi oleh setiap parameter geografis yang akan digunakan dalam analisis SIG. yang menghasilkan pembobotan seperti ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2. Pembobotan Parameter- Parameter Banjir No. Parameter Banjir Bobot (%) I Curah hujan 30 2 Penggunaan Lahan 10 3 Kelerengan 20 4 Tekstur Tanah 10 5 Ketinggian 30 3.3.5.2 Analisis Keruangan (Overlay) Analisis keruangan dilakukan dengan menumpangsusunkan petapeta digital yang sebelumnya telah diberi skor dan bobot pada masingmasing peta digital dilakukan dengan bantuan software ArcGis, sehingga menghasilkan peta zonasi yang akan di analisis selanjutnya untuk mengetahui tingkat kerawanan banjirnya. Peta-peta digital yang akan ditumpangsusunkan adalah peta curah hujan (Polygon Thiessen), peta kelerengan, peta ketinggian, peta Tekstur Tanah dan peta penggunaan lahan. 3.3.6 Analisis Tingkat Kerawanan Nilai kerawanan suatu daerah terhadap banjir ditentukan dari total penjumlahan skor lima parameter yang berpengaruh terhadap banjir (curah hujan, kelerengan, Ketinggian Lahan, Tekstur Tanah dan penggunaan lahan). Menurut Kingma, 1991 nilai kerawanan ditentukan, dengan, menggunakan persamaan sebagai berikut: K= Wi x Xi i=1.. (2) 27 Keterangan : K = Nilai kerawanan Wi = Bobot untuk parameter ke-i Xi = Skor kelas parameter ke-i Nilai kerawanan suatu daerah terhadap banjir ditentukan dari total penjumlahan skor masing-masing parameter banjir, daerah yang sangat rawan terhadap banjir akan mempunyai skor total yang tinggi dan sebaliknya daerah yang tidak rawan terhadap banjir akan mempunyai total skor yang rendah. Tabel 3 menunjukkan tingkat kerawanan banjir berdasarkan nilai

kerawanan penjumlahan skor masing-masing parameter banjir. Tabel 3. Nilai Tingkat Kerawanan Kebanjiran Jumlah No. Tingkat Kerawanan Nilai Kebanjiran Semua Parameter 1. Sangat rawan banjir 6,75 9 2. Rawan banjir 4,5 6,75 3. Kurang rawan banjir 2,25 4,5 4. Tidak rawan banjir < 2,25 3.3.7 Menyajikan Hasil Analisis Setelah didapat nilai kerawanan banjir maka peta tersebut ditumpangsusunkan dengan peta administrasi daerah sehingga akan didapatkan daerah cakupan banjir. Hasil analisis disajikan dalam bentuk peta kerawanan banjir. Penyajian hasil dilakukan dengan bantuan software ArcGis. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.2 Analisa Parameter Parameter Identifikasi Kawasan Banjir 4.1.2.1 Analisis Data A. Analisis Atribut 1. Klasifikasi dan Pengskoran - Curah Hujan : wilayah dengan curah hujan tinggi memiliki kerentanan banjir lebih tinggi Tabel 4.1. Klasifikasi dan Skor Curah hujan Jumlah No Kelas Curah Hujan. (mm/tahun) Skor 1 Sangat basah > 3.000 9 2 Basah 2.501 3.000 7 3 Sedang/ lembab 2.001 2.500 5 4 Kering 1.501 2.000 3 5 Sangat kering < 1.500 1 - Kelerengan (Kemiringan Lereng) : kemiringan lereng yang landai memiliki kerentanan banjir lebih tinggi dari lereng yang curam Tabel 4.2. Klasifikasi dan Skor Kemiringan Lereng Kelerengan Keterangan Skor 0-8 % merupakan daerah datar 9 dan landai 8-15 % merupakan daerah bergelomban 7 g sampai berbukit 15-25 % merupakan daerah 5 berbukit 25-40 % merupakan daerah berbukit 3 sampai bergunung >40 % merupakan daerah bergunung 1 - Jenis Tanah : Tanah dengan tekstur sangat halus memiliki peluang

kejadian banjir yang tinggi, sedangkan tekstur yang kasar memiliki peluang kejadian banjir yang rendah Tabel 4.3. Klasifikasi dan Skor Jenis Tanah No. Kelas Skor 1 Sangat halus 9 2 Halus 7 3 Sedang 5 4 Kasar 3 5 Sangat kasar 1 - Penggunaan Lahan : Penggunaan lahan yang dianggap rentan terhadap banjir adalah Penggunaan lahan yang lebih berpengaruh pada air limpasan yang melebihi laju infiltrasi Tabel 4.4. Klasifikasi dan Skor Penggunaan lahan No. Kelas Skor 1 Tubuh Air (Danau dan Sungai) 2 Tambak 9 3 Sawah 8 4 Hutan Mangrove 7 5 Permukiman 6 7 Padang Rumput 5 8 Kebun campuran 3 9 Hutan 1 - Ketinggian : bentuk lahan yang lebih landai hingga cekung memiliki kerentangan lebih tinggi 9 Tabel 4.5. Klasifikasi dan Skor Ketinggian No Kelas Skor 1 0 12,5 m 9 2 12,6 25 m 7 3 26 50 m 5 4 51-75 m 3 5 76 100 m 1 6 >100 m 0 1. Pembobotan Penentuan bobot untuk masing-masing peta tematik didasarkan atas pertimbangan, seberapa besar kemungkinan terjadi banjir dipengaruhi oleh setiap parameter geografis yang akan digunakan dalam analisis SIG. yang menghasilkan pembobotan seperti ditampilkan pada Tabel 4.5. Tabel 4.6. Pembobotan Parameter- Parameter Banjir No. Parameter Banjir Bobot (%) I Curah hujan 30 2 Penggunaan Lahan 10 3 Kelerengan 20 4 Tekstur Tanah 10 5 Ketinggian 30 Dari data tabel klasifikasi dan skor serta pembobotan parameter parameter yang mempengaruhi tingkat kerawanan banjir suatu daerah maka selanjutnya dilakukan analisa tabular menggunakan aplikasi

Arcmap 10.1 dengan Tahap tahap sebagai berikut : a. Buka Aplikasi Arcmap pada Start Menu>Program>Arcgis>arcmap b. Kemudian tampilkan peta peta yang menjadi parameter rawan banjir. Dengan mencari data direktorinya dengan mengklik Add Data. c. Kemudian kita masukkan data skor ke tabel atribut dengan cara Klik kanan pada layer > open atribute table. d. Kemudian setelah tampilan 12able terbuka, klik Table Options > add field > masukan nama kolom > type > ok. Kolom kolom yang dibuat yaitu : - Kolom Skor - Kolom Bobot - Kolom Hasil Tabular (Skor*Bobot) e. Pada kolom/field yang telah dibuat, klik kanan lalu pilih Field Calculator > masukkan skor dari masing-masing parameter > ok. B. Analisa Keruangan (Overlay) Analisis keruangan dilakukan dengan menumpangsusunkan peta-peta digital yang sebelumnya telah diberi skor dan bobot pada masing-masing peta digital dilakukan dengan bantuan software ArcGis, sehingga menghasilkan peta zonasi yang akan di analisis selanjutnya untuk mengetahui tingkat kerawanan banjirnya. Peta-peta digital yang akan ditumpangsusunkan adalah peta curah hujan (Polygon Thiessen), peta kelerengan, peta Tekstur Tanah dan peta penggunaan lahan serta peta ketinggian. Pada Tahap ini, akan dilakukan Overlay Union dimana langkah langkah dari analisa keruangan yaitu : 1. Buka Program ArcMap dari Star Menu > Program > ArcGIS > ArcMap 10.1 2. Kemudian tampilkan peta-peta yang menjadi yang menjadi parameter rawan banjir dengan mencari data dari direktorinya dengan klik ikon Add Data. 3. Aktifkan ekstensi Geoprocessing > Union > Kemiringan lereng, Curah hujan, dan ketinggian kemudian hasil overlay tersebut dioverlaykan kembali dengan hasil overlay penggunaan lahan dan jenis tanah.

C. Analisa Tingkat Kerawanan Nilai kerawanan suatu daerah terhadap banjir ditentukan dari total penjumlahan skor lima parameter yang berpengaruh terhadap banjir (curah hujan, kelerengan, Ketinggian Lahan, Tekstur Tanah dan penggunaan lahan). Menurut Kingma, 1991 nilai kerawanan ditentukan, dengan, menggunakan persamaan sebagai berikut: K= Wi x Xi..... (2) 27 Keterangan : K = Nilai kerawanan Wi = Bobot untuk parameter ke-i Xi = Skor kelas parameter ke-i Selanjutanya nilai kerawanan akan di dapat hasil dari penjumlahan analisis tabular masing masing parameter kerawanan banjir. K total = (W1 X1) + (W2 X2) + (W3 X3) + (W4 X4) Keterangan : Ktotal = Nilai Kerawanan Total W1 X1 W2 X2 W3 X3 W3 = Nilai Bobot Curah Hujan = Nilai Skor Curah Hujan = Nilai Bobot Kelerengan = Nilai Skor Kelerengan = Nilai Bobot Jenis Tanah = Nilai Skor Jenis Tanah = Nilai Bobot Guna Lahan X3 = Nilai Skor Guna Lahan Tabel 4.7 Nilai Tingkat Kerawanan banjir No. Jumlah Tingkat Nilai Kerawanan Semua Kebanjiran Parameter 1. Sangat rawan banjir 6,75 9 2. Rawan banjir 4,5 6,75 3. Kurang rawan banjir 2,25 4,5 4. Tidak rawan banjir < 2,25 4.1.3 Hasil Analisa Kemiringan Lereng Kota Padang Topografi merupakan faktor fisik yang mempengaruhi pola penambangan bahan galian, karena itu data topografi sangat di perlukan terutama untuk pertimbangan teknik pengelolaan lingkungan agar kelestarian sumber daya lahan tetap terjaga. Wilayah Kota Padang mempunyai topografi yang bervariasi yaitu perpaduan antara dataran rendah, perbukitan, serta daerah aliran sungai. Daerah perbukitan yang dimiliki Kota Padang termasuk sungai adalah seluas 486,209 Km² dan luas daerah efektif termasuk sungai seluas 486,209 Km². Ketinggian wilayah Kota Padang sangat bervariasi, yaitu antara 0 -

1853 diatas permukaan laut dengan daerah tertinggi adalah Kecamatan Lubuk Kilangan. Konsekuensinya kemiringan juga bervariasi antara 0 2% sampai >40%. Klasifikasi kemiringan Kota Padang dikelompokan atas 4 kelas kelerengan. Tabel 4.8 Luas Wilayah Berdasarkan Klasifikasi Kemiringan Lahan No. Klasifikasi Luas Kemiringan (Km 2 ) % 1 0 2% 210,36 30,27 2 3 15% 50,98 7,34 3 16 40% 124,74 17,95 4 >40% 308,88 44,45 Jml 698,70 100,0 ketinggian seperti terlihat pada tabel berikut. Tabel 4.9 Luas Wilayah Berdasarkan Klasifikasi Ketinggian Kelas No. Ketinggian (m dpl) Luas % (Km 2 ) 1 0-25 149,50 21,51 2 25-250 63,69 9,16 3 100-500 205,30 29,54 4 500 1000 164,22 23,63 5 > 1000 112,25 16,15 Jumlah 698,70 100,00 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa wilayah Kota Padang sebagian besar berada pada ketinggian di atas 250 meter yaitu mencapai 69,33% dari luas keseluruhan wilayah Kota Padang. Sedangkan selebihnya yaitu 30,67% berada pada ketinggian 0-250 meter di atas permukaan laut. Gambar 4.2. Peta Kemiringan Lereng Kota Padang (Wilayah Study) Ketinggian Kota Padang Secara garis besar, wilayah Kota Padang dikelompokan dalam 5 klasifikasi ketinggian dengan luas masing-masing wilayah menurut Gambar 4.2. Peta Ketinggian Kota Padang (Wilayah Study)

Penggunaan Lahan Kota Padang Berdasarkan peta penggunaan lahan Kota Padang, lahan di Kota Padang didominasi oleh Hutan dan Permukiman dengan luas sekitar 48130,33 ha atau sekitar 68,88% dari luas Kota Padang, diikuti oleh pemukiman seluas 10932,54 ha atau sekitar 15,65% dari luas Kota Padang. Selebihnya diikuti dengan kebun, lahan tanpa vegetasi dan sawah. Untuk lebih rincinya kita dapat melihat penggunaan lahan Kota Padang pada Tabel dan Gambar di bawah ini. Tabel 4.10. Penggunaan Lahan Kota Padang No. Penggunaan Lahan Luas (Km 2 ) % 1 Bandara 134,37 0,19 2 Betinggisik 40,53 0,06 3 Hutan 48130,33 68,88 4 Kebun 2220,71 3,18 5 Ladang 310,08 16,15 6 Lahan Kosong 342,78 0,44 7 Pelabuhan 106,32 0,49 8 Permukiman 10932,54 0,15 9 Sawah 6605,02 15,65 10 Semak/Belukar 407,57 9,45 Jumlah 698,70 100,00 Gambar 4.1. Peta Penggunaan Lahan Kota Padang (Wilayah Study) Curah Hujan Kota Padang Berdasarkan peta curah hujan Kota Padang, di wilayah Kota Padang curah hujan yang terjadi pada 12 tahun terakhir sangat tinggi. Bisa dikatakan Kota Padang memiliki wilayah sangat basah hampir keseluruhan memiliki curah hujan dengan intensitas sangat tinggi. Untuk lebih lengkap dapat lihat tabel. Tabel 4.11. Curah Hujan Kota Padang R Luas ( No. Kelas % (mm/th) Ha) 1 Sangat > 3.000 69.870,95 100 Basah 2 Basah 2.501- - - 3.000 3 Sedang/ 2.001- - - Lembab 2.500 4 Kering 1.501- - - 2.000 5 Sangat <1.500 - - Kering Jumlah (Ha) 69.870,95 100

Gambar 4.3. Peta Curah Hujan Kota Padang (Wilayah Study) Jenis Tanah Kota Padang Di Kota Padang terdapat 7 jenis tanah yang tersebar di beberapa kecamatan. Dari semua jenis tanah tersebut yang terluas adalah jenis tanah latosol mencapai 31.892,28 Ha atau 46,23% dan jenis tanah aluvial seluas 17.745,67 Ha atau 24,99%. Tabel 4.17 Luas Wilayah Berdasarkan Jenis Tanah di Kota Padang No. Jenis Tanah Luas ( Ha) % 1 Andosol 4.964,17 7,19 2 Organosol 607,52 0,88 3 Latosol 31.892,28 46,23 4 Latosol & Podsolik 4.114,49 5,96 5 Podsolik 9.670,17 14,02 6 Regosol 501,70 0,73 7 Aluvial 17.745,67 24,99 Jumlah (Ha) 69.870,95 100,00 Gambar 4.4. Peta Jenis Tanah Kota Padang. Peta Kerawanan Banjir Kota Padang Berdasarkan hasil overlay peta peta parameter analisis kawasan banjir kota Padang maka di dapat luasan dan tingkat kerawanan kawasan banjir di Kota Padang, dimana bisa dilihat pada banjirnya Tinggi yaitu seluas 3362,27 ha atau sekitar 4,81% dari luas Kota Padang. Selanjutnya tabel wilayah yang kelas kerawanan diikuti wilayah yang tingkat kelas kerawanan banjir sedang yaitu seluas 43855,67 ha atau 62,77% dan daerah yang tingkat kerawanannya rendah yaitu seluas 22023,49 ha atau 31,52%. Serta daerah yang tidak rawan banjir yaitu seluas 32.49 ha atau 0,047%. Untuk lebih rincinya

kita dapat melihat pada Tabel dan Gambar dibawah ini. Tabel.4.18. Kelas Kerawanan Banjir Kota Padang No. Kelas Kerawan an Gambar 4.5. Peta Identifikasi Kawasan Rawan Banjir Kota Padang KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Luas (Ha) 1 Tinggi 3362,27 4,81 Berdasarkan hasil analisa secara deskriptif dan uraian-uraian yang dikemukakan pada bab-bab terdahalu, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Presentase (%) 2 Sedang 43855,67 62,77 3 Rendah 22023,49 31,52 4 Tidak 32,49 0,9 Total 69870,95 100 1. Secara Umum Wilayah Study Kota Padang, sudah berada pada tingkat kerawanan banjir yang sedang yaitu 62,77% dari luas Kota Padang. 2. Kecamatan yang memiliki luas kelas kerawanan sangat rawan yang paling tinggi adalah kecamatan Koto Tangah dengan luas 1653,88 ha dengan persentase yaitu 2,37% diikuti Kec. Lubuk Kilangan dengan luas 1234,71 ha dengan persentase yaitu 1,77%, dan Kec. Pauh dengan luas 1213,39 ha dengan persentase yaitu 1,7% dari jumlah total wilayah Kota Padang 3. Faktor yang sangat berpengaruh terhadap Kerawanan banjir di Kota Padang adalah faktor kelas lereng yang umumnya datar (0-8%), Ketinggian 8 12,5 mdpl tekstur tanah dengan kriteria Sangat halus,, Penggunaan Lahan yang didominasi sawah, kebun campuran, tubuh air, tambak, merupakan daerah aliran sungai dan ketinggian lahan yang rendah. 4. Penanganan banjir di Kota Padang dapat dilakukan dengan melakukan perbaikan penggunaan lahan atau penormalisasian daerah tangkapan hujan di daerah aliran sungai yang

telah rusak lahannya agar air hujan dapat terserap dengan baik dan tidak terjadi genangan. 5.2. Saran Pada penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan cakupan wilayah yang lebih detail atau kecil serta dengan observasi langsung ke lokasi rawan banjir untuk mendapatkan verifikasi data kejadian kejadian banjir yang pernah terjadi. Dengan demikian akan mendapatkan hasil yang optimal. Untuk melakukan pencegahan dan penanganan banjir, faktor yang dapat dilakukan perbaikan/perubahan adalah Penggunaan lahan yang merupakan faktor manusia. Dimana Penggunaan lahan berupa pemukiman, sawah, dan tanah terbuka memberikan pengaruh yang besar untuk terjadinya banjir. Sedangkan faktor faktor yang lain merupakan faktor alam yang umumnya sulit untuk dilakukan perbaikan/perubahan. DAFTAR PUSTAKA Suherlan E. 2001. Zona Tingkat Kerentanan Banjir Kabupaten Bandung [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Suripin, 2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit Andi: Yogyakarta. Primayuda A. 2006. Pemetaan Daerah Rawan dan Resiko Banjir Menggunakan Sistem Informasi Geografis: studi kasus Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Utomo W. Y. 2004. Pemetaan Kawasan Berpotensi Banjir di DAS Kaligarang Semarang dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Suhardiman. 2012. Zonasi Tingkat Kerawanan Banjir dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) pada Sub Das Walanae Hilir [skripsi], Makkasar : Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin Seyhan, 1995. Dasar-dasar hidrologi, Universitas Gajah Mada Darmawijaya, 1992. Klasifikasi Tanah. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Asdak, C., Hidrologi dan Daerah Aliran Sungai, UGM Press., Yogyakarta, 1995. BNPB., Peraturan BNPB KEP.02/BNPB/2008., Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana di Indonesia, 2008