BAB IV PEMBAHASAN. dan sesudah perubahan Undang-undang No.42 Tahun 2009, penulis melakukan

dokumen-dokumen yang mirip
Halaman Pemberian Hak Cipta Non Eksklusif dari Mahasiswa ke Universitas Bina Nusantara PERNYATAAN NIM :

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai. IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan)

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. MRC adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa konstruksi.

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Ketentuan Formal Pajak Pertambahan Nilai PT TRT 4.2 Analisis Faktur Pajak

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Evaluasi Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. Mejoi merupakan perusahaan distributor yang bergerak dalam

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam evaluasi penerapan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada PT

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

Bab 4 PEMBAHASAN. PT. XYZ merupakan Perusahaan yang bergerak dalam bidang manufaktur

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

BAB IV EVALUASI ATAS PENGHITUNGAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PT JMU

BAB IV PEMBAHASAN. kedua atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983, Pengusaha yang melakukan

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. 1.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. menyediakan pembuatan alat untuk pembangunan beton di jalan tol.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak. a. penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha

Faktur pajak (tax invoice) merupakan sarana administrasi

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha Kena Pajak, maka PT. PP (Persero) Tbk mempunyai hak dan

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN Bacalah terlebih dahulu Buku Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN

BAB IV EVALUASI PENERAPAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT ACG. Berdasarkan Pasal 1 angka 25 Undang-undang PPN Nomor 18 Tahun 2000

KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PAJAK

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

bahwa yang menjadi sengketa dalam gugatan ini adalah Penerbitan Surat Keputusan Tergugat Nomor: KEP-00329/NKEB/WPJ.

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN

BAB IV EVALUASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI LEMIGAS. IV. 1 Objek Penelitian dan Evaluasi mekanisme PPN di LEMIGAS

C. PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN

Nomor Putusan Pengadilan Pajak. Put-4/PP/M.XIIA/99/2014. Jenis Pajak : Gugatan. Tahun Pajak : 2011

BAB IV PEMBAHASAN. bergerak di bidang teknologi Access Management yang dapat memudahkan konsumen

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

FAKTUR PAJAK STANDAR

Faktur Pajak. Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak. Saat Faktur Pajak Harus Dibuat. Faktur Pajak Gabungan

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

BAB IV ANALISIS PERHITUNGAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA CV.GRAHA ALFA SAKTI. Evaluasi Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai

Evaluasi Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai di PT IO

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

ANALISIS PENERAPAN FAKTUR PAJAK, PENYETORAN DAN PELAPORAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT.FLS TAHUN

KEP-133/PJ/2004 TATA CARA PENGGUNAAN FAKTUR PAJAK LAMA OLEH PENGUSAHA KENA PAJAK YANG DIKUKUHKAN DI

BAB IV ANALISIS. Daftar Pajak Penghasilan Pasal 23 yang Dipotong PT.PLN (Persero) Area Garut Periode Tahun 2010

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV EVALUASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT MPK. IV. 1 Evaluasi Terhadap Mekanisme Tata Laksana Pajak Pertambahan Nilai

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 38/PMK.04/2010 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN FAKTUR PAJAK

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER /PJ.

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 13/PJ/2010 TENTANG

SANDINGAN UU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TAHUN 2000 DAN TAHUN 2009

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-44/PJ/2010 Tanggal 6 Oktober 2010

FAKTUR PAJAK STANDAR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian, Tujuan dan Manfaat Pajak Pertambahan Nilai. yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PPN (Rupiah) CV Lubrima Pratama Agust

ANALISIS PENERAPAN RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PT. PP (PERSERO) TBK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM.

BAB II LANDASAN TEORI. yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri. Soemitro dalam bukunya Dasardasar

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. PPN. Ekspor. Kegiatan.

TATA CARA PENGISIAN KETERANGAN PADA FAKTUR PAJAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TATA CARA PENGISIAN KETERANGAN PADA FAKTUR PAJAK STANDAR

BAB II LANDASAN TEORI. memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut digunakan untuk

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. oleh pelanggan untuk di jadikan sepatu atau sandal.

FAKTUR PAJAK STANDAR. Lampiran 1A. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-549/PJ/2000 Tanggal : 29 Desember 2000

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 7/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. di bidang perdagangan eceran khusus untuk pelumas/oli industri.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

00BAB IV PEMBAHASAN. perusahaan memiliki banyak kesamaan seperti persamaan tarif dan sama-sama

SE - 45/PJ/2012 PENJELASAN ATAS PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 85/PMK.03/2012 TENTANG

Putusan Pengadilan Pajak : 39925/PP/M.II/99/2012. Jenis Pajak : Gugatan. Tahun Pajak : 2008

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR - 14/PJ/2010 TENTANG

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 43/PJ/2010 TENTANG

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

BAB IV GAMBARAN SENGKETA FAKTUR PAJAK CACAT DAMPAKNYA BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KERUAGIAN NEGARA

BAB IV PEMBAHASAN. bergerak dibidang manufaktur yang kegiatan utamanya adalah memproduksi Polyester

BAB III DASAR PENGENAAN PPh PASAL 23 DAN DASAR PENGENAAN PPN ATAS EPC PROJECT. Jasa konstruksi merupakan salah satu jasa yang cukup berkembang di

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. dan dry clean. CV. Xpress Clean Bersaudara berdiri pada tahun 1995 dengan akta

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 24/PJ/2012 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.39513/PP/M.IV/99/2012. Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 26. Tahun Pajak : 2010

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Perhitungan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran

14/PJ/2010 PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-146/PJ./2006 TENTANG BE

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi yang Melatarbelakangi Kesalahan atas Kewajiban Pemotongan PPh 23

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-60826/PP/M.IIIB/99/2015. Tahun Pajak : 2011

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. kewajiban perpajakannya, khususnya atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

EVALUASI PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT REK DI TAHUN PAJAK 2011

Transkripsi:

BAB IV PEMBAHASAN Dalam evaluasi penerapan dan perbandingan Pajak Pertambahan Nilai sebelum dan sesudah perubahan Undang-undang No.42 Tahun 2009, penulis melakukan penelusuran atas laporan laba rugi, neraca, SPT, Faktur Pajak, Surat Setoran Pajak (SSP) dan dokumen lain. Ketika melakukan pengecekan, ada beberapa tahap yang harus dilakukan yaitu dengan meneliti apakah Faktur Pajak Standar tersebut penulisannya sudah benar atau belum, sudah lengkap atau tidak, seperti penulisan Kode dan Nomer Seri Faktur Pajak, tanggal transaksi, jenis transaksi, nama Pengusaha Kena Pajak, nama penerima Jasa Kena Pajak. Evaluasi ini dilakukan untuk memastikan bahwa seluruh penjualan Jasa Kena Pajak telah dilakukan pemungutan Pajak pertambahan Nilai secara benar. IV.1 Evaluasi Pajak Keluaran Tahun 2008, 2009 dan 2010 Pengusaha Kena Pajak yang melakukan transaksi penjualan maupun penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak harus menerbitkan Faktur Pajak, karena atas transaksi tersebut Pengusaha Kena Pajak wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai yang disebut sebagai Pajak Keluaran atau Pajak Pertambahan Nilai Keluaran, yang harus disetorkan kepada negara. Berdasarkan dari data-data yang telah ada, terdapat beberapa masalah dalam Pajak Keluaran PT SMR, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Pembuatan Faktur Pajak Standar yang tidak tepat waktu 41

Sesuai dengan Peraturan Direktur Jendaral Pajak Nomor PER-549/PJ./2000 sebagaimana telah diubah menjadi PER-159/PJ./2006 Pasal 2 ayat (1) menjelaskan bahwa Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat : a. Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dalam hal pembayaran diterima setelah bulan penyerahan Jasa Kena Pajak, kecuali pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya maka Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat pada saat penerimaan pembayaran, atau b. Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, atau c. Pada saat penerimaan pembayaran terjamin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan, atau d. Pada saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyampaikan tagihan kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai. Dan kini setelah perubahan terakhir pada Peraturan Jendaral Pajak No.13/PJ./2010 pada Pasal 2 ayat (1) sama dengan Undang-undang No.42 Tahun 2009 sesuai Pasal 13 ayat (1a), yang mulai diberlakukan pada Tanggal 10 April 2010 memiliki ketentuan pada saat pembuatan Faktur Pajak sebagai berikut: a. Saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak; b. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; c. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau d. Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri. Penjelasan dalam hal pembuatan paling lambat Faktur Pajak diatur dalam Undangundang Nomor 42 Tahun 2009 pada Pasal 13 ayat (2a) menurut Ikantan Akunta Indonesia (2012:214) yaitu: 42

Faktur Pajak harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan. Penjelasan ayat ini dimaksudkan untuk meringankan beban administrasi, maka Pengusaha Kena Pajak diperkenankan membuat Faktur Pajak gabungan paling lama pada akhir bulan penyerahan Jasa Kena Pajak meskipun di dalam bulan penyerahan telah terjadi pembayaran baik sebagian maupun seluruhnya. Pada Pasal 14 ayat 4 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang KUP menyatakan bahwa Pengusaha Kena Pajak yang wajib membuat Faktur Pajak tetapi tidak melaksanakannya, tidak selengkapnya mengisi Faktur Pajak, atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat waktu dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Berdasakan hasil evaluasi dan kondisi yang terdapat dalam perusahaan PT SMR Tahun 2008-2009, dimana pada tahun ini belum terjadi dan diberlakukannya perubahan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009, penulis menemukan beberapa hal yang belum benar dimana terdapat jenis transaksi penyerahan Jasa Kena Pajak atas Faktur Pajak Standar Keluaran yang dibuat lewat dari masa berlaku pembuatan Faktur Pajak. Penyerahan untuk pelaporan Faktur Pajak Standar yang tidak tepat waktu terjadi pada beberapa bulan. (Lihat tabel IV.2 dan IV.3) Dalam perubahan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 yang mulai diberlakukan mulai Tanggal 1 April 2010, penulis melakukan evaluasi terhadap penyerahan Jasa Kena Pajak pada Tahun 2010 dimulai pada bulan April, penulis menemukan beberapa hal yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku yang telah dilakukan PT SMR berupa transaksi penyerahan Jasa Kena Pajak atas Faktur Pajak Keluaran yang dibuat lewat dari masa berlaku pembuatan Faktur Pajak yang harus sesuai dengan peraturan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 pada pasal 13 ayat 43

(2a). Penyerahan untuk pelaporan Faktur Pajak Standar yang tidak tepat waktu terjadi pada beberapa bulan seperti tabel dihalaman berikutnya. (Lihat Tabel IV.4) Penulis telah melakukan pemilihan data sampling berdasarkan Masa Faktur Pajaknya terhadap Tanggal Pembuatan Faktur Pajak yang terjadi pada Tahun 2008-2010 sebagai berikut: a. Tahun 2008 Penulis memilih sampling yang terjadi sejak Masa Faktur Pajak bulan November dan Desember pada tahun 2007 yang terkait dengan pembuatan Faktur Pajak Standar di tahun 2008, kemudian dilanjutkan pada beberapa bulan Masa Pajak kecuali bulan Februari, Maret, dan Mei b. Tahun 2009 Penulis melakukan sampling pada Masa Faktur Pajak bulan Desember pada tahun 2008 karena pembuatan Faktur Pajak Standar di tahun 2009, dan dilanjutkan pada beberapa bulan Masa Pajak kecuali bulan April, Oktober, dan Desember. c. Tahun 2010 Penulis melakukan sampling pada Masa Faktur Pajak November dan Oktober pada tahun 2009 karena pembuatan Faktur Pajak Standar di tahun 2009, dan dilanjutkan pada beberapa bulam Masa Pajak kecuali bulan Februari, Urutan bulan sesuai pada Tanggal Pembuatan Faktur Pajaknya. Penulis membuat sampling pada bulan yang memiliki keterlambatan paling lama dan jumlah Dasar Pengenaan Pajak yang besar, dengan 1 (satu) sampai dengan 3 (tiga) Faktur Pajak. 44

Tabel IV.1 Jumlah Faktur Pajak Keluaran Tahun 2008-2010 No Bulan 2008 2009 2010 1 Januari 8 7 9 2 Februari 10 14 18 3 Maret 3 19 20 4 April 13 3 17 5 Mei 1 10 6 6 Juni 19 10 11 7 Juli 18 11 12 8 Agustus 15 21 8 9 September 4 9 4 10 Oktober 6 6 5 11 November 11 12 19 12 Desember 17 19 18 TOTAL 125 141 147 45

Gambar IV.1 Jumlah Pajak Keluaran Tahun 2008-2010 Sumber: Faktur Pajak Keluaran Tahun 2008-2010 PT SMR 46

Tabel IV.2 Sampel Klasifikasi Faktur Standar Keluaran Tahun 2008 No nama pembeli BKP / Penerima JKP Nomor Seri Faktur Pajak Masa Faktur Pajak Tanggal Pembuatan Faktur Pajak DPP Jumlah PPN 1 PT. PLN (PERSERO) 010.000.08.00000001 November 09 Januari 2008 2.509.909 250.991 2 PT PLN (PERSERO) 010.000.08.00000005 November 21 Januari 2008 9.195.455 919.545 3 PT PLN (PERSERO) 010.000.08.00000008 November 21 Januari 2008 18.079.091 1.807.909 4 PT. PLN (PERSERO) 010.000.08.00000025 Februari 21 April 2008 1.094.545 109.455 5 PT. PLN (PERSERO) 010.000.08.00000045 Maret 13 Juni 2008 1.376.364 137.636 6 PT. PLN (PERSERO) 010.000.08.00000059 Mei 11 Juli 2008 5.531.818 553.182 7 PT. PLN (PERSERO) 010.000.08.00000084 Juni 26 Agustus 2008 2.176.282 217.628 8 PT. PLN (PERSERO) 010.000.08.00000088 Juni 06 Agustus 2008 10.140.692 1.014.069 9 PT. PLN (PERSERO) 010.000.08.00000089 Juli 22 September 2008 1.245.000 124.500 10 PT. PLN (PERSERO) 010.000.08.00000095 Agustus 28 Oktober 2008 5.198.818 519.882 11 PT. PLN (PERSERO) 010.000.08.00000106 Agustus 25 November 2008 5.759.939 575.994 12 PT. PLN (PERSERO) 010.000.08.00000107 Agustus 27 November 2008 17.072.364 1.707.236 13 PT. PLN (PERSERO) 010.000.08.00000112 Oktober 02 Desember 2008 75.270.909 7.527.091 14 PT. PLN (PERSERO) 010.000.08.00000114 September 05 Desember 2008 4.298.182 429.818 Sumber: Faktur Pajak Standar Tahun 2008 PT SMR 47

Tabel IV.3 Sampel Klasifikasi Faktur Standar Keluaran Tahun 2009 No Nama pembeli BKP / Penerima JKP Nomor Seri Faktur Pajak Masa Faktur Pajak Tanggal Pembuatan Faktur Pajak DPP Jumlah PPN 1 PT. PLN (PERSERO) 010.000.09.00000005 November 23 Januari 2009 2.546.250 245.625 2 PT. PLN (PERSERO) 010.000.09.00000018 Desember 26 Februari 2009 990.000 99.000 3 PT. PLN (PERSERO) 010.000.09.00000024 Januari 06 Maret 2009 5.561.818 556.182 4 PT. PLN (PERSERO) 010.000.09.00000032 Januari 12 Maret 2009 9.688.100 968.810 5 PT. PLN (PERSERO) 010.000.09.00000047 Februari 20 Mei 2009 3.602.182 360.218 6 PT. PLN (PERSERO) 010.000.09.00000056 April 02 Juni 2009 2.178.182 217.818 7 PT. PLN (PERSERO) 010.000.09.00000059 April 05 Juni 2009 1.254.545 125.455 8 PT. PLN (PERSERO) 010.000.09.00000070 Mei 13 Juli 2009 1.593.636 159.364 9 PT. PLN (PERSERO) 010.000.09.00000071 Mei 13 Juli 2009 1.767.273 176.727 10 PT. PLN (PERSERO) 010.000.09.00000092 Juni 25 Agustus 2009 1.063.636 106.364 11 PT. PLN (PERSERO) 010.000.09.00000096 Juli 08 September 2009 3.271.818 327.182 12 PT. PLN (PERSERO) 010.000.09.00000102 Juli 10 September 2009 3.037.273 303.727 Sumber: Faktur Pajak Standar Tahun 2008 PT SMR 48

Tabel IV.4 Sampel Klasifikasi Faktur Standar Keluaran Tahun 2010 No nama pembeli BKP / Penerima JKP Nomor Seri Faktur Pajak Masa Faktur Pajak Tanggal Pembuatan Faktur Pajak Jumlah 1 PT. PLN (PERSERO) 010.000.10.00000004 November 26 Januari 2010 6.103.636 610.364 2 PT. PLN (PERSERO) 010.000.10.00000018 Januari 04 Maret 2010 17.198.182 1.719.818 3 PT. PLN (PERSERO) 010.000.10.00000019 Januari 02 Maret 2010 5.717.000 571.700 4 PT. PLN (PERSERO) 010.000.10.00000030 Januari 13 April 2010 1.204.110 120.411 5 PT. PLN (PERSERO) 010.000.10.00000038 Februari 30 April 2010 7.989.969 798.997 6 PT. PLN (PERSERO) 010.000.10.00000042 Februari 05 Mei 2010 12.617.076 1.261.708 7 PT. PLN (PERSERO) 010.000.10.00000045 April 12 Mei 2010 16.291.202 1.629.120 8 PT. PLN (PERSERO) 010.000.10.00000050 Mei 04 Juni 2010 6.899.280 689.928 9 PT. PLN (PERSERO) 010.000.10.00000066 Mei 20 Juli 2010 15.267.152 1.526.715 10 PT. PLN (PERSERO) 010.000.10.00000069 Mei 27 Juli 2010 22.353.456 2.235.346 11 PT. PLN (PERSERO) 010.000.10.00000070 Juni 03 Agustus 2010 5.939.818 593.982 12 PT. PLN (PERSERO) 010.000.10.00000079 Juni 03 September 2010 7.640.254 764.025 13 PT. PLN (PERSERO) 010.000.10.00000080 Agustus 03 September 2010 3.439.042 343.904 14 PT. PLN (PERSERO) 010.000.10.00000086 September 22 Oktober 2010 3.091.860 309.186 16 PT. PLN (PERSERO) 010.000.10.00000090 September 3 November 2010 5.056.181 505.618 15 PT. PLN (PERSERO) 010.000.10.00000106 Oktober 01 Desember 2010 21.487.000 2.148.700 Sumber: Faktur Pajak Standar Tahun 2008 PT SMR DPP PPN 49

Gambar IV.2 Perbandingan Jumlah Keterlambatan Faktur Pajak Keluaran Tahun 2008-2010 50

Pada Tabel IV.1 diatas menerangkan jumlah keseluruhan dari Faktur Pajak Keluaran Tahun 2008-2010, dan pada Gambar IV.1 dapat terlihat jumlah aktivitas dari penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh PT SMR paling banyak adalah pada Tahun 2010. Dalam perbandingan jumlah keterlambatan Faktur Pajak keluaran pada Tahun 2008-2010 yang terkait dengan perubahan Undang-undang No.42 Tahun 2009 pada Gambar IV.2 diatas menerangkan jumlah keterlambatan pada Tahun 2008 sebanyak 33 lembar, Tahun 2009 sebanyak 24 lembar, Tahun 2010 sebanyak 82 lembar. Pada Tahun 2010 dimana tahun ini mulai diberlakukannya perubahan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai pada bulan April PT SMR memiliki jumlah keterlambatan Faktur Pajak paling tinggi hal ini terjadi akibat PT SMR masih belum mengikuti perubahan peraturan Undang-undang No.42 Tahun 2009. 2. Faktur Pajak Standar dan Faktur Pajak yang melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan. Pada Peraturan Direktur Jendral Pajak No.159/PJ./2006 pada Pasal 13 ayat (1) menjelaskan bahwa Faktur Pajak Standar yang diterbitkan setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak Standar seharusnya dibuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 (dua), adalah bukan merupakan Faktur Pajak Standar. Serta pada Pasal 13 ayat (2) menjelaskan bahwa Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak Standar. 51

Dan kini setelah mengalami perubahan Peraturan Direktur Jendral Pajak yang terbaru yaitu No.13/PJ/2010 Pasal 14 ayat (1) menjelaskan bahwa Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 (dua) dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak. Dalam hal ini, PT SMR memiliki beberapa Faktur Pajak yang melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan. Mengacu kepada Peraturan Direktur Jendral Pajak tersebut, dalam hal Faktur Pajak yang melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan tidak dianggap sebagai Faktur Pajak, yang mengartikan bahwa Faktur Pajak tersebut adalah cacat atau tidak dapat dikreditkan. Sehingga bagi pihak penerbit Faktur Pajak Standar dan faktur Pajak yaitu PT SMR akan dikenakan sanksi 2% dari Dasar Pengenaan Pajakn dan pihak penerimanya tidak dapat mengkreditkan Faktur Pajak tersebut. Penulis telah membuat keterangan pada Tabel IV.5 mengenai Faktur Pajak Standar dan Faktur Pajak yang melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan. 52

Tabel IV.5 Faktur Pajak Standar dan Faktur Pajak yang melewati jangka waktu tiga bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat No Nama Pembeli BKP / Penerima JKP Nomor Seri Faktur Pajak Tahun 2008-2010 Masa Faktur Pajak Tanggal Pembuatan Faktur Pajak Jumlah DPP 1 PT. PLN (PERSERO) 010.000.08.00000044 Februari 13 Juni 2008 1.376.364 137.636 2 PT. PLN (PERSERO) 010.000.08.00000094 Mei 24 Oktober 2008 14.093.091 1.409.309 3 PT. PLN (PERSERO) 010.000.08.00000097 Mei 30 Oktober 2008 34.188.182 3.418.818 4 PT. PLN (PERSERO) 010.000.09.00000054 Januari 29 Mei 2009 1.397.273 139.727 5 PT. PLN (PERSERO) 010.000.09.00000067 Februari 07 Juli 2009 9.210.364 921.036 6 PT. PLN (PERSERO) 010.000.09.00000073 Januari 21 Juli 2009 657.250 65.725 7 PT. PLN (PERSERO) 010.000.09.00000085 April 19 Agustus 2009 11.931.818 1.193.182 8 PT. PLN (PERSERO) 010.000.09.00000088 April 13 Agustus 2009 11.467.211 1.146.721 9 PT. PLN (PERSERO) 010.000.09.00000095 April 08 September 2009 21.511.818 2.151.182 10 PT. PLN (PERSERO) 010.000.09.00000095 Mei 09 September 2009 11.090.000 1.109.000 11 PT. PLN (PERSERO) 010.000.09.00000098 April 03 September 2009 3.602.182 360.218 12 PT. PLN (PERSERO) 010.000.09.00000100 Maret 09 September 2009 1.479.091 147.909 13 PT. PLN (PERSERO) 010.000.09.00000116 Januari 09 November 09 2.501.400 250.140 14 PT. PLN (PERSERO) 010.000.10.00000013 Oktober 08 Februari 2010 3.143.652 314.365 15 PT. PLN (PERSERO) 010.000.10.00000026 Oktober 18 Maret 2010 8.149.592 814.959 16 PT. PLN (PERSERO) 010.000.10.00000039 Oktober 30 April 2010 928.342 92.834 17 PT. PLN (PERSERO) 010.000.10.00000044 Januari 06 Mei 2010 6.740.400 674.040 18 PT. PLN (PERSERO) 010.000.10.00000050 Oktober 30 April 2010 570.989 57.099 19 PT. PLN (PERSERO) 010.000.10.00000051 Februari 07 Juni 2010 17.098.438 1.709.844 Sumber: Faktur Pajak Standar Tahun 2008-2010 PT SMR PPN 53

Lanjutan Tabel IV.5 Faktur Pajak Standar dan Faktur Pajak yang melewati jangka waktu tiga bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat No Nama Pembeli BKP / Penerima JKP Nomor Seri Faktur Pajak Tahun 2008-2010 Masa Faktur Pajak Tanggal Pembuatan Faktur Pajak Jumlah 20 PT. PLN (PERSERO) 010.000.10.00000056 Januari 18 Juni 2010 3.560.126 356.013 21 PT. PLN (PERSERO) 010.000.10.00000057 Januari 22 Juni 2010 7.734.432 773.443 22 PT. PLN (PERSERO) 010.000.10.00000059 Februari 04 Februari 2010 3.056.746 305.675 23 PT. PLN (PERSERO) 010.000.10.00000061 Februari 02 Juli 2010 3.460.933 346.093 24 PT. PLN (PERSERO) 010.000.10.00000071 April 03 Agustus 2010 6.182.413 618.241 25 PT. PLN (PERSERO) 010.000.10.00000087 Januari 22 Oktober 2010 3.549.000 354.900 26 PT. PLN (PERSERO) 010.000.10.00000098 Juli 12 November 2010 6.849.063 684.906 27 PT. PLN (PERSERO) 010.000.10.00000103 Juli 26 November 2010 2.478.492 247.849 28 PT. PLN (PERSERO) 010.000.10.00000111 Mei 06 Desember 2010 33.767.782 3.376.778 29 PT. PLN (PERSERO) 010.000.10.00000116 Agustus 10 Desember 2010 8.263.200 826.320 30 PT. PLN (PERSERO) 010.000.10.00000119 Agustus 15 Desember 2010 59.557.072 5.955.707 31 PT. PLN (PERSERO) 010.000.10.00000123 Juli 31 Desember 2010 16.448.050 1.644.805 Sumber: Faktur Pajak Standar Tahun 2008-2010 PT SMR DPP PPN 54

3. Faktur Pajak Standar yang dibuat atas transaksi penjualan diklasifikasikan sebagai Faktur Pajak yang tidak sesuai aturan (cacat) Kondisi yang ditemukan sehubungan dengan Faktur Pajak Standar yang tidak sesuai dengan aturan dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Diisi dengan data yang tidak benar, berupa: Terdapat beberapa pengisian Nomor Seri Faktur Pajak yang sejenis pada bulan yang yang sama pada Tahun 2009 dan 2010. Tabel IV.6 Evaluasi Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang Sejenis Tahun 2009 Faktur Pajak Ganda 1 Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Tanggal Transaksi Tanggal Pembuatan Faktur DPP PPN 010.000.09.00000082 27 Juli 13 Agustus 2.360.000 236.000 010.000.09.00000082 02 Oktober 15 Oktober 2.360.000 236.000 Sumber: Faktur Pajak Standar Tahun 2009 PT SMR Tabel IV.7 Evaluasi Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang Sejenis Tahun 2009 Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Tanggal Transaksi Tanggal Pembuatan Faktur DPP PPN 010.000.09.00000095 20 April 08 September 21.511.818 2.151.182 010.000.09.00000095 20 April 08 September 11.090.000 1.109.000 Sumber: Faktur Pajak Standar Tahun 2009 PT SMR 55

Tabel IV.8 Evaluasi Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang Sejenis Tahun 2010 Faktur Pajak Ganda 2 Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Tanggal Transaksi Tanggal Pembuatan Faktur DPP PPN 010.000.10.00000020 25 Januari 02 Maret 1.271.204 127.120 010.000.10.00000020 25 Januari 02-Mar-10 1.271.182 127.118 Sumber: Faktur Pajak Standar Tahun 2010 PT SMR Tabel IV.9 Evaluasi Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang Sejenis Tahun 2010 Faktur Pajak Ganda 3 Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Tanggal Transaksi Tanggal Pembuatan Faktur DPP PPN 010.000.10.00000030 12 Januari 13 April 1.204.110 120.411 010.000.10.00000030 12 Januari 13 April 1.203.636 120.364 Sumber: Faktur Pajak Standar Tahun 2010 PT SMR Tabel IV.10 Evaluasi Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang Sejenis Tahun 2010 Faktur Pajak Ganda 4 Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Tanggal Transaksi Tanggal Pembuatan Faktur DPP PPN 010.000.10.00000033 10 Maret 21 April 3.089.291 308.929 010.000.10.00000033 10 Maret 21 April 3.089.273 308.927 Sumber: Faktur Pajak Standar Tahun 2010 PT SMR 56

Tabel IV.11 Evaluasi Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang Sejenis Tahun 2010 Faktur Pajak Ganda 5 Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Tanggal Transaksi Tanggal Pembuatan Faktur DPP PPN 010.000.10.00000067 24 Mei 20 Juli 22.601.360 2.260.136 010.000.10.00000067 18 Mei 20 Juli 44.664.816 4.466.482 Sumber: Faktur Pajak Standar Tahun 2010 PT SMR Faktur Ganda 6 Tabel IV.12 Evaluasi Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang Sejenis Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Tanggal Transaksi Tahun 2010 Tanggal Pembuatan Faktur DPP PPN 010.000.09.00000095 20 April 8 Sepetember 21.511.818 2.151.182 010.000.09.00000095 20 April 8 September 11.090.000 1.109.000 Sumber: Faktur Pajak Standar Tahun 2010 PT SMR Terdapat pembetulan Nomor Seri Faktur Pajak dengan menggunakan coretan sendiri pada Tanggal 12 November 2010. b. Diisi dengan tidak lengkap, berupa: Pada kolom (Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termijn*) tidak dicoret pada bagian kata yang tidak perlu sebagaimana diminta dalam catatan bagian bawah sebelah kiri. 57

Menurut Wiston Manihuruk pada buku Pajak Pertambahan Nilai (2010:56) yaitu Berdasarkan ketentuan lama, penegasan bahwa Faktur Pajak harus memenuhi Syarat Formal dan Meterial terdapat pada Penjelasan Pasal 13 ayat (5). Setelah dilakukan perubahan, kewajiban untuk memenuhi syarat formal dan material diatur dalam batang tubuh yaitu Pasal 13 ayat (9) Undang-undang No.42 Tahun 2009. Berdasarkan Pasal 13 ayat (5) menjelaskan bahwa : Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat: a. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak; b. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga; c. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut; d. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut; e. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan f. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak. Dari keterangan kelengkapan tersebut, diantaranya ialah termasuk memberikan coretan pada bagian yang tidak perlu dari (Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termijn*) sesuai dengan keadaan pada saat pembuatan Faktur Pajak Standar. Jika penyerahan Jasa Kena Pajak Dasar Pengenaan Pajaknya adalah Harga Jual, maka baris yang bukan Harga Jual harus dicoret seperti : (Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termijn*) XXX *) Coret yang tidak perlu 4. Pembuatan jenis Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan Berdasarkan Undang-undang No.42 Tahun 2009 menurut Wiston Manihuruk (2010), jenis Faktur Pajak yang sebelumnya adalah Faktur Pajak Sederhana, dan 58

Faktur Pajak Standar, kini hanya ada istilah Faktur Pajak. Sehingga pada bulan April 2010 PT SMR masih menggunakan jenis Faktur Pajak Standar yang seharusnya telah berubah menjadi Faktur Standar. IV.2 Evaluasi Pajak Masukan Pengertian Pajak Masukan menurut Waluyo (2009:83) adalah: Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau penerimaan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tak berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak. Pajak masukan terdiri dari dua 1. Pajak Masukan yang dapat di kreditkan. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan menurut Undang-undang No.42 Tahun 2009 pasal 16B ayat 2 adalah Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan. 2. Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan Didalam Undang-undang No. 42 Tahun 2009 Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan adalah atas: a. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; b. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha; c. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan; 59

d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; e. dihapus; f. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak; g. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6); h. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak; i. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan; dan j. Perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha Kena Pajak berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2a). Setiap melakukan transaksi yang berkaitan dengan pembelian, perusahaan harus menerima lembar asli Faktur Pajak Standar dari perusahaan yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, Faktur Pajak Standar tersebut merupakan Pajak Masukan bagi perusahaan, dimana jumlah Pajak Masukan akan sangat mempengaruhi Pajak Pertambahan Nilai yang ditanggung perusahaan. Dalam hal ini, PT SMR merupakan sub konstruksi, artinya perusahaan merupakan pihak ke tiga dalam pelaksanaan kegiatan. Selama Tahun 2008 sampai dengan 2010 PT SMR sebagian besar melakukan penyerahan Jasa Kena Pajaknya kepada Perusahaan Listrik Negara (PLN). Penulis telah melakukan pengecekan mengenai Faktur Pajak Masukan pada perusahaan, dan hasil yang didapatkan perusahaan tidak membuat faktur Pajak Masukan yang terkait dengan pembelian Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak karena 60

keseluruhan pembelian Barang Kena Pajak tersebut ditanggung pihak perusahaan yang bekerja sama dengan PT SMR. Penyerahan Jasa Kena Pajak dalam negeri dibuat dengan Faktur Pajak Standar. Dalam pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PT SMR menggunakan formulir 1771. Dalam hal ini, perusahaan tidak membuat Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN). Untuk itu, peneliti akan membantu memberikan saran dan masukan dalam pembuatan SPT Masa PPN guna pelaporan perpajakan kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) walaupun jumlah Pajak Masuknnya adalah Nihil. Berdasarkan hasil penelitian dari dokumen-dokumen yang telah didapatkan penulis menemukan bahwa: 1. PT SMR tidak memiliki Pajak Masukan PT SMR selama Tahun 2008 sampai dengan 2010 memiliki kerjasama dengan PLN. PT SMR hanya memberikan Jasa Konstruksi dalam bidang kelistrikan, oleh sebab itu seluruh perlengkapan seperti Trafo Listrik, Kabel yang sesuai standart PLN, KWH Meter Listrik, Tiang Listrik/Tiang Sutet ( Tegangan Tinggi) di supply oleh PLN. PT SMR tidak mencatat Pajak Masukan karena seluruh bahan-bahan produksi di supply langsung oleh pihak PLN. Hal ini disebabkan karena konsumennya berasal dari PLN. Jika ada pembelian perlengkapan, pembelian tersebut tidak memiliki Faktur Pajak Standar dan pembelian tersebut bukan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. 2. PT SMR melakukan pembelian bahan/barang Tahun 2008, 2009, dan 2010 61

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan penulis dan dokumen SPT Tahunan serta Laporan Rugi/Laba PT SMR telah mencatat dan melaporkan pembelian bahan/barang dagangan sebagai berikut: a. Tahun 2008 Pembelian Barang : Rp 1.824.961.500 b. Tahun 2009 Pembelian Material (Lapangan) : Rp 320.191.500 c. Tahun 2010 Pembelian Material (Lapangan) : Rp 379.709.500 Pada Tahun 2008 Pembelian Bahan / Barang Dagangan tercatat didalam SPT Tahunan formulir 1771 II. Untuk Tahun 2009, dan 2010 Pembelian Material tidak tercantum di dalam SPT Tahunan PT SMR, hanya tercatat di dalam Laporan Rugi/Laba. Melalui penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan cara mengajukan pertanyaan atas pengawasan terhadap pembelian barang, PT SMR tidak melakukan pengawasan khusus untuk pembelian barang, PT SMR membeli barang bila ada pekerjaan atau proyek yang di luar dari pekerjaan kepada PLN, karena PT SMR hanya melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dan semua alat-alatnya merupakan Pengadaan dari PLN. Untuk Pembelian barang PT SMR langsung memesan dari distributor yang sudah menjadi langganan tetap dengan cara PT SMR mengirimkan daftar Purchase Order (PO) saja kemudian barang yang dibutuhkan akan diantar. 62

3. PT SMR tidak mengkreditkan biaya telepon dan listrik sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Dari hasil penelitian PT SMR tidak mengreditkan biaya telepon dan listrik sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Berdasarkan Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor KEP-312/PJ/2001 tentang dokumen-dokumen tertentu yang kedudukannya diperlaukan sebagai Faktur Pajak Standar pada Pasal 2 huruf (e) dan (i) menyatakan bahwa tanda pembayaran atau kuitansi untuk jasa telekomunikasi dan tanda pembayaran atau kuitansi listrik dapat diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar spanjang memenuhi persyaratan sebagaimana tersebut dalam Pasal 1 KEP- 522/PJ/2000 yaitu: Dokumen-dokumen tertentu yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar paling sedikit harus memuat: a. Identitas yang berwenang menerbitkan dokumen; b. Nama dan alamat penerima dokumen; c. Nomor Pokok Wajib Pajak dalam hal penerima dokumen adalah sebagai Wajib Pajak dalam negeri; d. Jumlah satuan barang apabila ada; e. Dasar Pengenaan Pajak; f. Jumlah pajak yang terutang kecuali dalam hal ekspor. Dan kini setelah mengalami perubahan atas Keputusan Direktur Jendral Pajak tersebut maka pada Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor 10/PJ/2010 tentang dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak Pasal 1 (satu) huruf (d) dan (g) yang menyatakan bahwa tanda pembayaran atau kuitansi untuk jasa telekomunikasi dan tanda pembayaran atau kuitansi listrik merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sepanjang dokumen tertentu tersebut memenuhi persyaratan formal 63

apabila diisi lengkap, jelas, dan benar sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yaitu: Dokumen tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 paling sedikit harus memuat a. Nama, almat dan NPWP yang melakukan ekspor atau penyerahan, b. Nama pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak, c. Jumlah satuan brang apabila ada, d. Jumlah Pajak yang terutang kecuali dalam hal ekspor. Hal ini terjadi karena kuitansi rekening telepon dan listrik PT SMR masih atas nama pribadi pemilik perusahaan yaitu Ir. Sukrudin, perusahaan belum mengajukan penggantian nama kuitansi telepon dan listrik atas nama PT SMR. Akibatnya, Pajak Masukan yang seharusnya dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran menjadi tidak dapat dikreditkan. Sehingga, perusahaan tidak dapat meminimalkan biaya yang dikeluarkan tiap bulannya atas pembayaran telepon dan listrik. Jika biaya telepon dan listrik dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan, maka pajak yang ditanggung oleh PT SMR menjadi lebih ringan atau lebih kecil jumlahnya. Rekomendasi kepada perusahaan adalah agar pihak perusahaan segera mengajukan pengantian nama untuk kuitansi rekening telepon dan listrik atas nama PT SMR yang awalnya adalah atas nama pribadi pemilik perusahaan yaitu Ir. Sukrudin. Sehingga dapat meringankan beban biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan terutama beban pajak. Berikut ini adalah Laporan Rugi/Laba yang terkait dengan telepon dan listrik pada tahun 2008-2010. a. Tahun 2008 : 64

Listrik : Rp 4.539.270 Telepon : Rp 8.281.635 + Jumlah : Rp 12.820.905 DPP : Rp 11.655.368 b. Tahun 2009: Listrik : Rp 3.269.185 Telepon : Rp 2.736.450 + Jumlah : Rp 6.005.635 DPP : Rp 5.459.668 c. Tahun 2010: Listrik : Rp 2.762.465 Telepon : Rp 2.145.380 + Jumlah : Rp 4.907.845 DPP : Rp 4.461.677 Tabel IV.13 Evaluasi Pajak Masukan 2008-2010 Jika Telekomunikasi dan Listrik Dijadikan Pajak Masukan yang dapat Dikreditkan Tahun Pajak Perolehan Sebelum Evaluasi Perolehan Setelah Evaluasi DPP PPN 10% DPP PPN 10% Selisih 2008 0 0 11.655.368 1.165.537 1.165.537 2009 0 0 5.459.668 545.967 545.967 2010 0 0 4.461.677 446.168 446.168 65

Jika PT SMR menjadikan biaya Telepon dan Listrik sebagai Pajak Masukan maka pada tiga tahun berturut-turut perusahaan dapat mengurangi Pajak Masukan tersebut dengan Pajak Keluaran. Tabel diatas menerangkan kolom Perolehan Sebelum Evaluasi tersebut adalah perolehan Pajak Masukan PT SMR selama tahun 2008-2010, sesuai dengan keterangan sebelumnya bahwa PT SMR tidak memilik Pajak Masukan selama taun tersebut maka kolom tersbut kosong, dan pada kolom Perolehan Setelah Evaluasi merupakan jumlah dari biaya telepon dan listrik yang seharusya bisa dijadikan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, sehigga kolom Perolehan Sebelum Evaluasi dan kolom Perolehan Setelah Evaluasi tersebut dikurangkan maka dimasukan kedalam kolom selisih yaitu jumlah PPN 10% dari kolom Perolehan Setelah Evaluasi. Maka, dalam perhitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan perusahan yaitu: 1. Tahun 2008 sebesar Rp 1.165.537 2. Tahun 2009 sebesar Rp 545.967 3. Tahun 2010 sebesar Rp 446.168 Maka dalam pelaporan SPT Masa PPN, PT SMR dapat mengurangi biaya telepon dan listrik perbulannya sebagai Pajak Masukan dikurangi dengan Pajak Keluaran. Maka perusahaan dapat lebih menghemat biaya. 4. PT SMR tidak menyampaikan SPT Masa PPN Dalam hal pelaporan Pajak Pertambahan Nilai PT SMR tidak melaporkan SPT Masa PPN nya kepada Kantor Pajak hal ini disebabkan karena Pajak Masukan yang 66

nihil sehingga PT SMR tidak melakukan Pelaporan SPT Masa PPN. Saat pembuatan Faktur Pajak menurut Wiston Manihuruk (2010) mengenai: ketentuan lama yang mengatur saat penyetoran PPN dilakukan paling lama pada Tanggal 15 setelah berakhirnya Masa Pajak dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dilakukan paling lama pada Tanggal 20 setelah berakhirnya Masa Pajak. Didalam Undang-undang KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 3 ayat (3) huruf a dijelaskan mengenai Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak. Dan pada Pasal 3 ayat (4) menjelaskan batas waktu perpanjangan penyampaian surat Pemberitahuan Tahunan yaitu: Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk paling lama 2 (dua) bulan dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau dengan cara lain kepada Direktur Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Berdasarkan Pasal 7 Undang-undang KUP No.28 Tahun 2007 yang menjelaskan bahwa: Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 500.000,00 untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai. Dalam Pasal ini menyebutkan Pasal 3 ayat (4) yang dikhususkan untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan saja, tidak disebutkan untuk SPT Masa 67

PPN, sehingga dapat diartikan untuk SPT Masa PPN mengacu kepada Pasal 3 ayat (3) dimana hanya kepada batas waktu penyampaian. Saat penyetoran dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan keterangan Wiston Manihuruk (2010:63) yang mengacu kepada Perubahan Undang-undang No.42 Tahun 2009 pada pasal 15A ayat (1) dan (2) adalah sebagai berikut: Penyetoran dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan, dan pelaporan dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berkahirnya Masa Pajak. Akibatnya karena tidak membuat dan menyampaikan SPT Masa PPN, PT SMR dapat dikenakan denda administrasi sebesar Rp 500.000 untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai. Dan atas keterlambatan penyampaian SPT Masa PPN maka PT SMR dikenakan sanksi sesuai dengan Undang-undang KUP No.28 Tahun 2007 pada Pasal 9 ayat (2a) yaitu: Pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. Kemungkinan perhitungan atas denda atau sanksi yang meliputi: 1. Pembuatan Faktur Pajak Standar tidak tepat waktu dikenakan sanksi 2% dari Dasar Pengenaan Pajak. 2. Faktur Pajak yang cacat pengenaan sanksi 2% dari Dasar Pengenaan Pajak 3. Keterlambatan atas penyampaian SPT Masa PPN pengenaan sanksi 2% perbulan 68

4. Tidak menyampaikan SPT Masa PPN dikenakan denda Rp 500.000. Sehingga atas denda-denda tersebut itu penulis melakukan perhitungan atas kemungkinan total keseluruhan dari denda atau sanksi tersebut. 1. Pembuatan Faktur Pajak tidak tepat waktu Tahun 2008 : Rp 344.639.679 x 2% = Rp 6.892.794 Tahun 2009 : Rp 107.736.757 x 2% = Rp 2.154.735 Tahun 2010 : Rp 581.330.323 x 2% = Rp 11.626.606 + Total Rp 20.647.135 Pembuatan Faktur Pajak yang tidak tepat waktu didapatkan dari total keterlambatan waktu setiap bulannya selama tahun 2008-2010 yang dikali dengan sanksi 2% dari Total Dasar Pengenaan Pajak tersebut selama pertahunnya. 2. Faktur Pajak cacat Tahun 2008 : Rp 759.739.337 x 2% = Rp 15.194.786 Tahun 2009 : Rp 600.010.966 x 2% = Rp 12.000.219 Tahun 2010 : Rp 916.765.070 x 2% = Rp 18.335.301 + Total Rp 45.530.306 Atas Faktur Pajak tersebut selama Tahun 2008-2010 keseluruhannya mengalami Faktur Pajak Standar yang cacat karena menerbitkan Faktur Pajak yang telah melewati jangka waktu 3 bulan, mencatat dan mencantumkan Nomor Seri Faktur Pajak yang sejenis, dan Pada kolom (Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termijn*) tidak dicoret pada bagian kata yang tidak perlu sebagaimana diminta dalam catatan 69

bagian bawah sebelah kiri, dan pada Tahun 2010 masih menerbitkan Faktur Pajak Standar. 3. Keterlambatan atas penyampaian SPT Masa PPN 2% x 36 x Rp 227.651.538 = Rp 163.909.107 Keterlambatan atas penyampaian SPT Masa PPN dikenakan sanksi 2% dan dikalikan dengan bulan yang terlambat dikalikan lagi dengan jumlah Pajak yang harus dibayar, dalam hal ini Jumalh Pajak yang harus dibayar adalah total keseluruhan Pajak yang harus dibayar PT SMR selama Tahun 2008-2010, kemudian 36 bulan adalah jumlah bulan selama 3 tahun. Untuk ketentuan ini menurut Pasal 13 ayat (2) Undang-undang KUP No.28 Tahun 2007 adalah sebagai berikut: Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf e ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar. Keterangan untuk ayat 1 huruf (a) adalah apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar dan huruf (e) adalah apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4a). Ketentuan maksimal 24 bulan tersebut apabila telah dilakukan pemeriksaan dari Direktur Jendral Pajak, tetapi jika PT SMR melakukan perhitungannya dengan cara 70

self assesment maka perhitungan dilakukan dengan mengalikan dengan 36 bulan atau selama 3 (tiga) Tahun. 4. Tidak menyampaikan SPT Masa PPN 36 x Rp 500.000 = 18.000.000 SPT Masa PPN tidak disampaikan selama tiga tahun maka selama 36 bulan tersebut dikalikan dengan Rp 500.000 menjadi Rp 18.000.000 Karena tidak adanya sumber data yang medukung berupa SPT Masa PPN maka penulis membuat kemungkinan yang terjadi dari penelitian yang telah dilakukan kepada perusahaan bahwa PT SMR telah menghitung jumlah Dasar Pengenaan Pajak setiap tahunnya, kemudian perusahaan menulis kedalam SPT Tahunan formulir 1771- IV pada kolom imbalan jasa konstruksi bagian 8.a yaitu Pelaksanaan Konstruksi sebesar Dasar Pengenaan Pajak yang telah dihitung selama setahun kemudian dikalikan dengan tarif pajak untuk pelaksanaan konstruksi sebesar 2%. Hal tersebut tentulah berbeda dengan peraturan yang berlaku bahwa SPT Tahunan merupakan jumlah penghasilan perusahaan yang harus dilaporkan, sementara SPT Masa PPN adalah jumlah pungutan Pajak Pertambahan Nilai yang harus dilaporkan atas pungutan yang telah dilakuakan PT SMR kepada PLN. Sehingga pungutan pajak ini harus dipisahkan dari penghasilan perusahaan. Rekomendasi kepada perusahaan adalah PT SMR harus tetap melakukan penyampaian SPT Masa PPN walaupun Pajak Masukannya yang nihil, karena SPT Masa PPN berbeda dengan SPT Tahunan. 71

IV.3 Proses Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Berdasarkan pasal 16A ayat (1) Undang-undang No.42 Tahun 2009 yang menjelaskan bahwa Pajak yang terutang atas penyerahaan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai. Sehingga, dalam penjelasan ayat (1) adalah Pengusaha Kena Pajak melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, maka Pemungut Pajak Pertambahan Nilai berkewajiban memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang dipungutnya. Meskipun demikian, pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tetap berkewajiban untuk melaporkan pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai. Contoh transkasi-transaksi yang dikenakan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Jasa Kena Pajak PT SMR, yaitu: Berikut ini adalah penyerahan dan perolehan yang di dapat PT SMR setiap tahunnya yaitu Tahun 2008, 2009, dan 2010. 72

Tabel IV.14 Evaluasi Penyerahan dan Perolehan Selama Tahun 2008 Pada PT SMR Masa Pajak Pajak Keluaran yang Dipungut DPP PPN PPN Masukan Kurang Bayar / (Lebih Bayar) Januari 51.995.456 5.199.546 5.199.546 Februari 51.742.513 5.174.251 5.174.251 Maret 19.983.114 1.998.311 1.998.311 April 77.078.031 7.707.803 7.707.803 Mei 11.229.570 1.122.957 1.122.957 Juni 73.906.145 7.390.615 7.390.615 Juli 58.617.654 5.861.765 5.861.765 Agustus 52.913.740 5.291.374 5.291.374 September 20.014.693 2.001.469 2.001.469 Oktober 61.193.728 6.119.373 6.119.373 November 55.436.161 5.543.616 5.543.616 Desember 225.628.532 22.562.853 22.562.853 Jumlah 759.739.337 75.973.934. 73

Tabel IV.15 Evaluasi Penyerahan dan Perolehan Selama Tahun 2009 Pada PT SMR Masa Pajak Pajak Keluaran yang Dipungut DPP PPN PPN Masukan Kurang Bayar / (Lebih Bayar) Januari 26.276.433 2.627.643 2.627.643 Februari 63.405.291 6.340.529 6.340.529 Maret 78.498.507 7.849.851 7.849.851 April 12.020.545 1.202.055 1.202.055 Mei 42.641.364 4.264.136 4.264.136 Juni 35.983.906 3.598.391 3.598.391 Juli 49.050.160 4.905.016 4.905.016 Agustus 85.244.478 8.524.448 8.524.448 September 60.090.356 6.009.036 6.009.036 Oktober 12.240.854 1.224.085 1.224.085 November 48.359.606 4.835.961 4.835.961 Desember 86.199.466 8.619.947 8.619.947 Jumlah 600.010.966 60.001.097 74

Tabel IV.16 Evaluasi Penyerahan dan Perolehan Selama Tahun 2010 Pada PT SMR Masa Pajak Pajak Keluaran yang Dipungut DPP PPN PPN Masukan Kurang Bayar / (Lebih Bayar) Januari 46.291.709 4.629.171 4.629.171 Februari 119.250.189 11.925.019 11.925.019 Maret 101.735.050 10.173.505 10.173.505 April 45.973.556 4.597.356 4.597.356 Mei 41.751.476 4.175.148 4.175.148 Juni 61.233.829 6.123.383 6.123.383 Juli 149.339.706 14.933.971 14.933.971 Agustus 30.946.148 3.094.615 3.094.615 September 15.495.931 1.549.593 1.549.593 Oktober 12.034.565 1.203.457 1.203.457 November 108.218.962 10.821.896 10.821.896 Desember 184.493.949 18.449.395 18.449.395 Jumlah 916.765.070 91.676.507 75

IV.4 Evaluasi Perbandingan Jumlah Pajak Keluaran dengan Penjualan Bersih Tabel diatas menjelaskan tentang Jumlah Pajak Keluaran PT SMR dari setiap tahunnya selama Tahun 2008-2010. Penulis melakukan perbandingan Pajak Keluaran tersebut dengan Penjualan Bersih perusahaan yang tertera di Laporan Laba/Rugi dan SPT Tahunan sebagai berikut Tabel IV.17 Evaluasi Perbandingan Jumlah Pajak Keluaran dengan Penjualan Bersih Tahun Pajak Penjualan Bersih Pajak Keluaran Selisih 2008 2.665.058.593 759.739.337 1.905.319.256 2009 532.229.893 600.010.966-67.781.073 2010 542.442.137 916.765.070-374.322.933 Dari hasil perbandingan tersebut terdapat jumlah selisih antara Pajak Keluaran dan Penjualan bersih sebesar : 1. Tahun 2008 sebesar Rp 1.905.319.256 2. Tahun 2009 sebesar Rp 67.781.073 3. Tahun 2010 sebesar Rp 374.322.933 Pada Tahun 2009 dan 2010 terdapat selisih antara Penjualan Bersih dan Pajak Keluaran, dimana Penjualan bersih nilainya lebih besar dari pajak keluaran. Karena perbedaan nilai tersebut maka rekomendasi kepada PT SMR agar melakukan pembetulan atas SPT Tahunan atas Tahun 2009 dan 2010. Pada Tahun 2008 terdapat perbedaan jumlah Penjualan Bersih dan Pajak Keluaran yang cukup besar. Karena keterbatasan informasi yang didapatkan maka 76

kemungkinan-kemungkinan yang terjadi terhadap perbedaan tiga tahun tersebut adalah karena ada sebagian pendapatan perusahaan yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Sehingga memiliki perbedaan yang cukup besar, dan kemungkinan berikutnya adalah terjadi pembayaran pajak yang dilakukan oleh PT SMR atas pekerjaan kepada PT PLN, dalam hal ini PLN belum melakukan pembayaran, sehingga PT SMR harus membayar terlebih dahulu pajak yang terhutangnya, setelah itu menunggu pelunasan dari PLN. 77