BAB 2 LANDASAN TEORI. Metode ini digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi pada

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

BAB III PERHITUNGAN BAGIAN-BAGIAN UTAMA

BAB 1 PENDAHULUAN. akan berbelok, maka ada dua skenario atau kejadian yang dikenal sebagai understeer

Hukum Newton dan Penerapannya 1

DINAMIKA 1. Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MS., MT.

DINAMIKA (HKM GRK NEWTON) Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MS., MT.

J U R U S A N T E K N I K S I P I L UNIVERSITAS BRAWIJAYA. TKS-4101: Fisika. Hukum Newton. Dosen: Tim Dosen Fisika Jurusan Teknik Sipil FT-UB

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA. Program Ganda Teknik Informatika Matematika Skripsi Sarjana Program Ganda Semester Genap 2007 / 2008

Jenis Gaya gaya gesek. Hukum I Newton. jenis gaya gesek. 1. Menganalisis gejala alam dan keteraturannya dalam cakupan mekanika benda titik.

Fisika Dasar I (FI-321) Gaya dan Hukum Gaya Massa dan Inersia Hukum Gerak Dinamika Gerak Melingkar

Tarikan/dorongan yang bekerja pada suatu benda akibat interaksi benda tersebut dengan benda lain. benda + gaya = gerak?????

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS

RINGKASAN BAB 2 GAYA, MASSA, DAN BERAT BENDA

Fisika Dasar. Dinamika Partikel. Siti Nur Chotimah, S. Si, M. T. Modul ke: Fakultas Teknik

BAB V Hukum Newton. Artinya, jika resultan gaya yang bekerja pada benda nol maka benda dapat mempertahankan diri.

Fisika Dasar I (FI-321) Gaya dan Hukum Gaya Massa dan Inersia Hukum Gerak Dinamika Gerak Melingkar

Dinamika Rotasi, Statika dan Titik Berat 1 MOMEN GAYA DAN MOMEN INERSIA

Jika resultan dari gaya-gaya yang bekerja pada sebuah benda sama dengan nol

Hukum Newton tentang Gerak

BAB 3 DINAMIKA. Tujuan Pembelajaran. Bab 3 Dinamika

MENERAPKAN HUKUM GERAK DAN GAYA

MEKANIKA UNIT. Pengukuran, Besaran & Vektor. Kumpulan Soal Latihan UN

SASARAN PEMBELAJARAN

KINEMATIKA DAN DINAMIKA: PENGANTAR. Presented by Muchammad Chusnan Aprianto

Mekanika : Gaya. Hukum Newton

GAYA DAN HUKUM NEWTON

SILABUS : : : : Menggunakan alat ukur besaran panjang, massa, dan waktu dengan beberapa jenis alat ukur.

DINAMIKA. Rudi Susanto, M.Si

GAYA. Hoga saragih. hogasaragih.wordpress.com

HUKUM NEWTON B A B B A B

BAB 5: DINAMIKA: HUKUM-HUKUM DASAR

A. Pengertian Gaya. B. Jenis-Jenis Gaya

SILABUS PEMBELAJARAN

BAB IV DINAMIKA PARTIKEL. A. STANDAR KOMPETENSI : 3. Mendeskripsikan gejala alam dalam cakupan mekanika klasik sistem diskret (partikel).

GAYA GESEK. Gaya Gesek Gaya Gesek Statis Gaya Gesek Kinetik

Hukum I Newton. Hukum II Newton. Hukum III Newton. jenis gaya. 2. Menerapkan konsep dan prinsip dasar kinematika dan dinamika.

BAB 2 GAYA 2.1 Sifat-sifat Gaya

ULANGAN UMUM SEMESTER 1

Contoh Soal dan Pembahasan Dinamika Rotasi, Materi Fisika kelas 2 SMA. Pembahasan. a) percepatan gerak turunnya benda m.

BAB I PENDAHULUAN. fisika sejak kita kelas VII. Bila benda dikenai gaya maka benda akan berubah bentuk, benda

PREDIKSI UAS 1 FISIKA KELAS X TAHUN 2013/ Besaran-besaran berikut yang merupakan besaran pokok adalah a. Panjang, lebar,luas,volume

Kegiatan Belajar 3 MATERI POKOK : JARAK, KECEPATAN DAN PERCEPATAN

BAB 4 GAYA DAN PERCEPATAN

08:25:04. Fisika I. gaya. benda dalam sistem. diharapkan. dan masing-masing. Kompetensiyang. gaya-gaya

BAB II - Keseimbangan di bawah Pengaruh Gaya-gaya yang Berpotongan

HUKUM NEWTON TENTANG GERAK DINAMIKA PARTIKEL 1. PENDAHULUAN

BAB iv HUKUM NEWTON TENTANG GERAK & PENERAPANNYA

GERAK LURUS Standar Kompetensi Menerapkan konsep dan prinsip dasar kinematika dan dinamika benda titik.

FISIKA XI SMA 3

Bagian pertama dari pernyataan hukum I Newton itu mudah dipahami, yaitu memang sebuah benda akan tetap diam bila benda itu tidak dikenai gaya lain.

SILABUS. Kegiatan pembelajaran Teknik. Menggunakan alat ukur besaran panjang, massa, dan waktu dengan beberapa jenis alat ukur.

DINAMIKA PARTIKEL KEGIATAN BELAJAR 1. Hukum I Newton. A. Gaya Mempengaruhi Gerak Benda

Bab 6 Momentum Sudut dan Rotasi Benda Tegar

Dinamika. DlNAMIKA adalah ilmu gerak yang membicarakan gaya-gaya yang berhubungan dengan gerak-gerak yang diakibatkannya.

DINAMIKA 1. Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MT., MS.

RENCANA PEMBELAJARAN 3. POKOK BAHASAN: DINAMIKA PARTIKEL

1. Sebuah benda diam ditarik oleh 3 gaya seperti gambar.

HUKUM - HUKUM NEWTON TENTANG GERAK.

Pemodelan Gerak Belok Steady State dan Transient pada Kendaraan Empat Roda

USAHA DAN ENERGI. W = F.s Satuan usaha adalah joule (J), di mana: 1 joule = (1 Newton).(1 meter) atau 1 J = 1 N.m

MODUL FISIKA SMA Kelas 10

KERJA DAN ENERGI. 4.1 Pendahuluan

BAB iv HUKUM NEWTON TENTANG GERAK & PENERAPANNYA

DASAR PENGUKURAN MEKANIKA

19:31:04. Fisika Dasar. perpindahan, kecepatan dan percepatan. Mendeskripsikan gerak benda dengan besaran. beda? yang berbeda-beda. bergerak?

GuruMuda.Com. Konsep, Rumus dan Kunci Jawaban ---> Alexander San Lohat 1

MODUL MATA PELAJARAN IPA

1.1. Mekanika benda tegar : Statika : mempelajari benda dalam keadaan diam. Dinamika : mempelajari benda dalam keadaan bergerak.

CONTOH SOAL & PEMBAHASAN

GERAK MELINGKAR. = S R radian

v adalah kecepatan bola A: v = ωr. Dengan menggunakan I = 2 5 mr2, dan menyelesaikan persamaanpersamaan di atas, kita akan peroleh: ω =

Uraian Materi. W = F d. A. Pengertian Usaha

BAB GETARAN HARMONIK

5. Gaya Tekan Tekanan merupakan besarnya gaya tekan tiap satuan luas permukaan.

MEKANIKA. Oleh WORO SRI HASTUTI DIBERIKAN PADA PERKULIAHAN KONSEP DASAR IPA. Pertemuan 5

Antiremed Kelas 10 FISIKA

Kuliah kedua STATIKA. Ilmu Gaya : Pengenalan Ilmu Gaya Konsep dasar analisa gaya secara analitis dan grafis Kesimbangan Gaya Superposisi gaya

ANALISA DYNAMIC OF HANDLING KENDARAAN REVERSE TRIKE DITINJAU DARI PERGESERAN CENTRE OF GRAVITY (CG) SKRIPSI

Mekanika Rekayasa/Teknik I

BAB DINAMIKA ROTASI DAN KESEIMBANGAN BENDA TEGAR

Fisika Dasar I (FI-321)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HUKUM NEWTON DALAM GERAK

BAB II. Landasan Teori

A. Pendahuluan. Dalam cabang ilmu fisika kita mengenal MEKANIKA. Mekanika ini dibagi dalam 3 cabang ilmu yaitu :

SP FISDAS I. acuan ) , skalar, arah ( ) searah dengan

1. Pengertian Usaha berdasarkan pengertian seharihari:

Mengukur Kebenaran Konsep Momen Inersia dengan Penggelindingan Silinder pada Bidang Miring

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. II untuk sumbu x. Perasamaannya dapat dilihat di bawah ini :

DINAMIKA GERAK. 2) Apakah yang menyebabkan benda yang sedang bergerak dapat menjadi diam?

PENGENDALIAN MUTU KLAS X

DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA TEGAR

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM

G A Y A dan P E R C E P A T A N FISIKA KELAS VIII

Soal Pembahasan Dinamika Gerak Fisika Kelas XI SMA Rumus Rumus Minimal

TEST KEMAMPUAN DASAR FISIKA

DINAMIKA. Staf Pengajar Fisika TPB Departemen Fisika FMIPA IPB


Pelatihan Ulangan Semester Gasal

Transkripsi:

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Metode Kendali Umpan Maju Metode ini digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi pada fenomena berkendara ketika berbelok, dimana dilakukan pemodelan matematika yang menghitung gaya-gaya yang bekerja pada masing-masing roda yaitu gaya lateral dan gaya vertikal. Setelah mendapatkan hasil dari gaya lateral dan gaya vertikal tersebut, maka dilakukan penghitungan untuk mendapatkan sudut slip roda. Oleh karena itu, berikut ini akan dibahas satu persatu cara melakukan penghitungan atas metode ini. 2.2 Gaya Sebelum membahas lebih dalam mengenai gaya-gaya yang bekerja pada masing-masing roda kendaraan ketika berbelok, maka akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai definisi dari gaya itu sendiri, yang disertai dengan hukum-hukum Newton. Gaya adalah tarikan atau dorongan pada benda. Ia merupakan besaran vector yang mempunyai besaran dan arah. Gaya resultan pada suatu benda menyebabkan benda tersebut mendapatkan percepatan dalam arah gaya itu. Percepatan yang timbul berbanding lurus dengan gaya, tetapi berbanding terbalik dengan massa benda. Newton adalah satuan gaya dalam SI ( Sistem Internasional ). Satu Newton ( 1 N ) adalah gaya resultan yang memberikan percepatan 1 m/s 2 pada massa 1 kilogram. Satuan gaya yang disebut dyne adalah 10-5 N. Satuan gaya pon adalah 4,45 N.

9 Ada tiga hukum Newton yang dijabarkan sebagai berikut : - Hukum ke 1 Newton Jika gaya resultan pada benda adalah 0, maka vector kecepatan benda tidak berubah. Benda yang mula-mula diam akan tetap diam. Benda yang mula-mula bergerak akan tetap bergerak dengan kecepatan yang sama. Benda hanya akan mengalami suatu percepatan jika padanya bekerja suatu gaya resultan yang bukan 0. Hukum ke 1 ini sering disebut titik kelembaman ( inertia law ). - Hukum ke 2 Newton Bila gaya resultan F yang bekerja pada suatu benda dengan massa m tidak sama dengan 0, maka benda tersebut mengalami percepatan kea rah yang sama dengan F. Percepatan a berbanding lurus dengan gaya dan berbanding terbalik dengan massa benda. Dengan gaya dalam Newton, massa dalam kilogram dan percepatan dalam m/(detik) 2 perbandingan ini dapat ditulis sebagai suatu persamaan : a = F / m atau F = m a Bila persamaan ini atau yang lainnya yang diturunkan dari persamaan ini digunakan, maka gaya, massa dan percepatan harus menggunakan satuansatuan gaya yang benar. Percepatan a mempunyai arah yang sama dengan gaya. Persamaan vektor F = m a dapat ditulis dalam suku-suku komponenkomponen seperti : F x = m a x F y = m a y F z = m a z

10 Dimana gaya-gaya adalah komponen-komponen dan gaya eksternal yang bekerja pada benda. - Hukum ke 3 Newton Setiap gaya yang diadakan pada suatu benda, menimbulkan gaya lain yang sama besarnya dengan gaya tadi, namun berlawanan arah. Gaya reaksi ini dilakukan benda pertama pada benda yang menyebabkan gaya. Hukum ini dikenal sebagai hukum aksi dan reaksi. Perhatikan benar-benar bahwa gaya aksi dan reaksi bekerja pada benda yang berbeda. 2.3 Hubungan antara massa dan berat Massa benda adalah ukuran kelembaman, sedangkan kelembaman ( inertia ) adalah kecenderungan benda yang mula-mula diam untuk tetap diam, dan benda yang mula-mula bergerak, tetap melanjutkan geraknya, tanpa mengalami perubahan vektor kecepatan. Kilogram baku adalah suatu benda yang massanya ditentukan menjadi satu kilogram. Massa benda-benda lain diperoleh dengan membandingkannya terhadap massa ini. 1 gram massa adalah sama dengan 0,001 kilogram. Berat benda adalah gaya tarik gravitasi yang dialami benda. Di bumi, berat benda adalah gaya tarik bumi pada benda. Berat bersatuan Newton ( dalam Sistem Internasional ) dan pon ( dalam system Inggris ). Suatu benda dengan massa m yang jatuh secara bebas ke bumi hanyalah dipengaruhi oleh satu gaya, yaitu gaya tarik bumi atau gaya gravitasi, yang kita sebut berat W dari benda. Karena itu F = m a memberikan kita hubungan F = W, a = g dan

11 m, jadi W = m g. Berhubung g = 9,8 m/s 2 di bumi, maka 1 kilogram benda beratnya 9,8 Newton di bumi. Istilah massa dan berat sering dikacaukan antara satu dengan yang lainnya, tetapi adalah penting untuk membedakan keduanya. Massa adalah sifat dari benda itu sendiri ( yaitu ukuran inersia benda tersebut, atau jumlah zat nya ). Di pihak lain, berat adalah gaya, gaya gravitasi yang bekerja pada sebuah benda. Untuk melihat perbedaannya, misalnya kita membawa sebuah benda ke Bulan. Benda itu hanya akan mempunyai berat 1/6 dari beratnya di bumi, karena gaya gravitasi lebih lemah, tetapi massa akan tetap sama. Benda tersebut akan tetap memiliki jumlah zat yang sama dan inersia yang sama. Karena dengan tidak adanya gesekan, akan sama sulitnya untuk menggerakkannya atau memberhentikannya kalau sudah bergerak. Jika sebuah benda bermassa m dibiarkan jatuh bebas, percepatannya adalah percepatan gravitasi g dan gaya yang bekerja adalah gaya berat W. Jika hukum Newton ke 2 F = m a diterapkan pada benda yang sedang jatuh bebas, maka diperoleh W = m g. Baik W maupun g, keduanya adalah vektor yang mengarah ke pusat bumi, karena itu dapat dituliskan : W = m g Dengan W dan g adalah besar vektor berat dan vektor percepatan. Untuk mencegah agar benda jangan jatuh, harus ada gaya ke atas yang besarnya sama dengan W supaya gaya netto sama dengan 0.

12 2.4 Gaya Lateral Gaya lateral merupakan gaya yang bekerja pada roda dengan arah tegak lurus lintasan ban telah dirumuskan sebagai berikut : - F l1 = b/2l x F cgy cos µ - F cgx /4 sin µ + 0,5 m uf (a ty1 cos µ + a tx1 sin µ) - F l2 = b/2l x F cgy cos µ + F cgx /4 sin µ + 0,5 m uf (a ty2 cos µ + a tx2 sin µ) - F l3 = a/2l x F cgy cos µ + F cgx /4 sin µ + 0,5 m ur (a ty3 cos µ - a tx3 sin µ) - F l4 = a/2l x F cgy cos µ - F cgx /4 sin µ + 0,5 m ur (a ty4 cos µ - a tx4 sin µ) Gambar 2.1 Gaya lateral pada roda Pada gambar di atas, tanda panah ke samping menunjukkan gaya lateral pada roda yang tegak lurus dengan gaya vertikal.

13 Dimana m uf dan m ur adalah massa yang tidak tersangga oleh sistem suspensi dan selanjutnya dinamakan massa tak tersangga suspensi, dengan demikian masingmasing adalah massa tak tersangga suspensi bagian depan dan belakang, a dan b masing-masing adalah jarak antara titik pusat kendaraan dengan poros roda depan dan poros roda belakang, serta L adalah jarak antara poros roda depan dan belakang. Dari persamaan-persamaan di atas terlihat bahwa timbulnya gaya lateral merupakan akibat transformasi gaya sentrifugal (F cg ) bodi kendaraan kepada masing-masing roda dan gaya lateral akibat massa tak tersangga suspensi, dengan asumsi sudut chamber diabaikan. Pada roda depan, perbedaan antara roda kiri dan kanan terletak pada gaya sentrifugal kearah sumbu x (F cgx ), dimana pada roda kiri terjadi pengurangan sedangkan pada roda kanan terjadi penambahan. Demikian juga pada roda belakang, roda kanan mengalami pertambahan sedangkan roda kiri mengalami pengurangan. Sudut chamber adalah sudut antara sumbu vertikal roda dengan sumbu vertikal kendaraan seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut. Gambar 2.2 Sudut chamber pada roda

14 Tampak pada gambar, sudut chamber bernilai negatif karena roda bagian atas mengarah ke dalam dan bagian bawahnya mengarah ke luar. Namun sebaliknya, jika roda bagian dalam mengarah ke dalam dan bagian atas ke luar, maka sudut chamber bernilai positif. Biasanya sudut ini digunakan dalam pembuatan automobile yang dirancang pada alat kemudi dan sistem suspensinya. Massa tak tersangga suspensi ( unsprung mass ) adalah massa dari suspensi, roda, dan komponen-komponen lainnya yang disambungkan dengan roda seperti poros roda, penopang roda, ban, dan beberapa bagian lainnya yang terdapat pada roda. Sedangkan massa tersangga suspensi ( sprung mass ) adalah massa dari bodi kendaraan dan komponen-komponen lainnya yang ditopang oleh suspensi. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar berikut. Gambar 2.3 Massa suspensi dan massa tak tersangga suspensi Sementara itu, besarnya gaya sentrifugal merupakan perkalian antara massa bodi kendaraan dengan percepatan sentrifugal yang dinyatakan oleh :

15 - F cgy = m s x a cy - F cgx = m s x a cx Dimana percepatan sentrifugal bodi kendaraan dengan asumsi kecepatan longitudinal konstan dan pusat putaran kendaraan sejajar dengan titik berat didapatkan sebagai berikut : - a cx = U o 2 x sin µ + h r - a cy = U 2 o x cos µ - h r Dimana h r adalah tinggi pusat guling roda belakang, µ adalah sudut patokan kendaraan, dan U o adalah kecepatan kendaraan. Dari persamaan terlihat bahwa percepatan bodi kendaraan kearah sumbu x merupakan proyeksi percepatan sentrifugal kendaraan kearah sinusoidal sudut simpang bodi kendaraan. Sedangkan percepatan kearah sumbu y merupakan poryeksi percepatan sentrifugal kendaraan kearah kosinus sudut simpang bodi kendaraan, serta dipengaruhi percepatan bagian belakang kendaraan kearah sinusoidal sudut guling. Percepatan roda kearah sumbu x dan sumbu y dirumuskan dengan asumsi kecepatan longitudinal dan laju putar konstan maka didapatkan sebagai berikut : - a tx1,2 = U 2 o x sin µ a - a tx3,4 = U 2 o x sin µ + b - a ty1,2 = U 2 o x cos µ - T f /2 - a ty3,4 = U 2 o x cos µ + T r /2 Dimana Tf dan Tr masing-masing adalah lebar track roda depan dan belakang. Dari persamaan terlihat percepatan roda kearah sumbu x merupakan transformasi percepatan bodi kendaraan kearah sinusoidal dan dipengaruhi

16 percepatan linier bodi depan dan belakang. Sedangkan percepatan roda kearah sumbu y juga transformasi percepatan bodi kendaraan kearah kosinus dan dipengaruhi oleh percepatan linier dari lebar track masing-masing. 2.5 Gaya Vertikal Gaya vertikal pada roda adalah gaya yang tegak lurus bidang jalan yang terdiri dari gaya statik dan dinamik. Gaya statik merupakan distribusi beban kendaraan pada saat kendaraan diam. Sedangkan gaya dinamik merupakan perpindahan beban akibat kecenderungan kendaraan kearah guling dan angguk. Kedua gaya tersebut masing-masing diberikan oleh : - F v1 = b x W t /2L - R tf /T f + K tf - F v2 = b x W t /2L + R tf /T f + K tf - F v3 = a x W t /2L + R tr /T r + K tr - F v4 = a x W t /2L - R tr /T r + K tr Wt adalah berat total kendaraan yang didapatkan dari : - W t = m x g Dimana m adalah berat bodi kendaraan dan g adalah gravitasi yang nilainya sudah ditetapkan yaitu 9,8 m/s 2, R tf dan R tr masing-masing adalah koefisien kekakuan guling roda depan dan belakang, K tf dan K tr masing-masing adalah koefisien kekakuan vertikal roda depan dan belakang.

17 Gambar 2.4 Gaya vertikal pada roda Pada gambar di atas, tanda panah ke atas menunjukkan gaya vertikal pada roda yang tegak lurus dengan bidang jalan. Pada persamaan dari gaya vertikal di atas terdiri dari komponen statik dan komponen dinamik. Komponen statik terletak pada suku pertama, sedangkan komponen dinamik terletak pada suku kedua dan ketiga. Komponen dinamik akibat kecenderungan guling adalah R tf /T f dan R tr /T r, dimana pada saat kendaraan berbelok, roda kiri (1 dan 4) mengalami pengurangan beban, sedangkan roda kanan (2 dan 3) mengalami penambahan. Sementara itu komponen dinamik akibat kecenderungan angguk adalah K tf dan K tr, dimana pada roda depan mengalami penambahan beban, sedangkan pada roda belakang mengalami pengurangan.

18 2.6 Sudut slip roda Besarnya sudut slip roda sebagai fungsi gaya lateral (F l ) dan gaya vertikal (F v ) saat kendaraan berbelok telah dirumuskan yaitu : α i = 0,05281 x (F l,i ) 0,90635-0,004633 x (F v,i ) untuk I = 1,2,3,4 Dimana F li dan F vi dalam lb. Dari persamaan di atas terlihat bahwa sudut slip roda dipengaruhi oleh gaya lateral dan gaya vertikal. Jika gaya lateral semakin besar maka sudut slip roda juga semakin besar. Namun sebaliknya jika gaya vertikal semakin besar maka sudut slip roda semakin kecil. Dalam kasus ini pengaruh sudut chamber (sudut kemiringan roda terhadap sumbu vertikal) diabaikan karena relatif kecil. Disamping itu harga koefisien gesek ditentukan sesuai dengan kondisi jalan. Contoh soal : Tabel 2.1 Parameter utama kendaraan ( sumber dari Dixon J C, 1991 ) L = 239 cm T f = 142 cm T r = 140 cm K tr = 17.000 N/der K tf = 18.000 N/der a = 83 cm b = 156 cm R tf = 210 N/der R tr = 73 N/der m = 1.435 kg m s = 1.220 kg m uf = 110 kg m ur = 83 kg h r = 51 cm

19 Data-data di atas digunakan sebagai inputan yang akan dimasukkan ke dalam rumus-rumus gaya lateral dan gaya vertikal. Sebelum memperoleh hasil sudut slip roda maka ditunjukkan hubungan antara gaya lateral dan vertikal dengan kecepatan longitudinal terlebih dahulu, dengan menggunakan persamaan gaya lateral dan gaya vertikal. Sementara itu, parameter kendaraan yang digunakan adalah tabel di atas. Tabel 2.2 Sudut slip roda sebelum penghitungan Kec. α 1, 5 o α 2, 5 o α 3, 5 o α 4, 5 o α 1, 10 o α 2, 10 o α 3, 10 o α 4, 10 o 10 25 40 55 70 Tabel di atas adalah tabel sudut slip roda sebelum dilakukan penghitungan terhadap gaya lateral dan gaya vertikal. Ada variabel tambahan pada tabel di atas yaitu variabel kecepatan, yang terdapat dalam persamaan gaya lateral. Kecepatan kendaraan dilambangkan dengan U o. Penghitungan dimulai dari persamaan gaya vertikal dengan memasukkan parameter-parameter kendaraan yang terdapat dalam persamaan gaya vertikal yaitu :

20 Tabel 2.3 Parameter kendaraan untuk gaya vertikal L = 2,39 m T f = 1,42 m T r = 1,40 m K tr = 17.000 N/der K tf = 18.000 N/der a = 0,83 m b = 1,56 m R tf = 210 N/der R tr = 73 N/der m = 1.435 kg Berikut ini adalah cara penghitungan untuk persamaan gaya vertikal : - Menghitung berat W t : W t = 1.435 kg x 10 m/s 2 = 14.350 N. - Setelah hasil W t didapatkan, lalu dilanjutkan dengan menghitung gaya lateral yang bekerja pada masing-masing roda : F v1 = b x W t /2L - R tf /T f + K tf = 1,56 x 14.350 : (2 x 2,39) (210 : 1,42) + 18.000 = 22.535,38 N. F v2 = b x W t /2L + R tf /T f + K tf = 1,56 x 14.350 : (2 x 2,39) + (210 : 1,42) + 18.000 = 22.831,15 N. F v3 = a x W t /2L + R tr /T r + K tr = 0,83 x 14.350 : (2 x 2,39) + (73 : 1,40) + 17.000 = 19.543,88 N. F v4 = a x W t /2L - R tr /T r + K tr = 0,83 x 14.350 : (2 x 2,39) (73 : 1,40) + 17.000 = 19.439,59 N.

21 Dengan demikian telah didapatkan hasil penghitungan untuk gaya vertikal pada masing-masing roda kendaraan, dimana untuk gaya vertikal pada roda depan bagian kiri dan kanan masing-masing dilambangkan dengan F v1 dan F v2, sedangkan gaya vertikal pada roda belakang bagian kanan dan kiri masing-masing dilambangkan dengan F v3 dan F v4. Penghitungan dilanjutkan dengan persamaan gaya lateral dimana parameterparameter kendaraan yang terdapat dalam persamaan gaya lateral adalah : Tabel 2.4 Parameter kendaraan untuk gaya lateral L = 2,39 m T f = 1,42 m T r = 1,40 m h r = 0,51 m a = 0,83 m b = 1,56 m m uf = 110 kg m ur = 83 kg m s = 1.220 kg Berikut ini adalah cara penghitungan untuk persamaan gaya lateral : - Menghitung percepatan sentrifugal dengan variabel kecepatan U o = 10 km/h dan sudut patokan µ = 5 o : a cx = U 2 o sin µ + h r = (10) 2 x sin 5 + 0,51 = 9,23 m/s 2 a cy = U 2 o cos µ - h r = (10) 2 x sin 5 0,51 = 8,21 m/s 2

22 - Setelah didapatkan hasil percepatan sentrifugal, lalu dilanjutkan dengan menghitung gaya sentrifugal : F cgy = m s x a cy = 1.220 x 8,21 = 10.016,2 N F cgx = m s x a cx = 1.220 x 9,23 = 11.260,6 N - Sampai sini telah didapatkan hasil untuk gaya sentrifugal. Penghitungan dilanjutkan dengan menghitung percepatan roda yaitu : a tx1,2 = U 2 o sin µ a = (10) 2 x sin 5 0,83 = 7,89 m/s 2 a tx3,4 = U 2 o sin µ + b = (10) 2 x sin 5 + 1,56 = 10,28 m/s 2 a ty1,2 = U 2 o cos µ - T f /2 = (10) 2 x cos 5 (1,42 : 2) = 98,91 m/s 2 a ty3,4 = U 2 o cos µ + T r /2 = (10) 2 x cos 5 + (1,40 : 2) = 100,32 m/s 2 - Setelah hasil percepatan roda didapatkan, lalu dilanjutkan dengan menggabungkan hasil percepatan roda dan gaya sentrifugal tadi untuk menghitung gaya lateral : F l1 = b/2l x F cgy cos µ - F cgx /4 sin µ + 0,5 m uf (a ty1 cos µ + a tx1 sin µ) = 1,56 : (2 x 2,39) x 10.016,2 cos 5 (11.260,6 : 4) sin 5 + 0,5 x 110 (98,91 cos 5 + 7,89 sin 5) = 8468,19 N. F l2 = b/2l x F cgy cos µ + F cgx /4 sin µ + 0,5 m uf (a ty2 cos µ + a tx2 sin µ) = 1,56 : (2 x 2,39) x 10.016,2 cos 5 + (11.260,6 : 4) sin 5 + 0,5 x 110 (98,91 cos 5 + 7,89 sin 5) = 8958,91 N. F l3 = a/2l x F cgy cos µ + F cgx /4 sin µ + 0,5 m ur (a ty3 cos µ - a tx3 sin µ) = 0,83 : (2 x 2,39) x 10.016,2 cos 5 + (11.260,6 : 4) sin 5 + 0,5 x 83 (100,32 cos 5-10,28 sin 5) = 6084,80 N.

23 F l4 = a/2l x F cgy cos µ - F cgx /4 sin µ + 0,5 m ur (a ty4 cos µ - a tx4 sin µ) = 0,83 : (2 x 2,39) x 10.016,2 cos 5 (11.260,6 : 4) sin 5 + 0,5 x 83 (100,32 cos 5 10,28 sin 5) = 5597,82 N Dengan demikian telah didapatkan hasil penghitungan untuk gaya lateral pada masing-masing roda kendaraan, dimana untuk gaya lateral pada roda depan bagian kiri dan kanan masing-masing dilambangkan dengan F l1 dan F l2, sedangkan gaya lateral pada roda belakang bagian kanan dan kiri masing-masing dilambangkan dengan F l3 dan F l4. Setelah melalui proses penghitungan di atas tadi, maka sekarang telah didapatkan hasil untuk gaya lateral dan gaya vertikal. Dengan demikian, penghitungan terhadap sudut slip roda sudah bisa dilakukan dengan memasukkan hasil gaya lateral dan gaya vertikal tadi ke dalam persamaan sudut slip roda : α i = 0,05281 (F l,i ) 0,90635-0,004633 (F v,i ) Dimulai dengan indeks i = 1 yaitu untuk roda depan bagian kiri. Caranya adalah dengan memasukkan hasil gaya lateral F l1 dan gaya vertikal F v1 ke dalam persamaan tersebut dan didapatkan hasil untuk sudut slip roda α 1. Penghitungan sudut slip roda juga dilakukan untuk indeks i = 2 untuk roda depan bagian kanan, lalu untuk roda belakang bagian kanan dan kiri masing-masing dilambangkan dengan indeks i = 3 dan i = 4. Sampai sini, telah didapatkan hasil sudut slip untuk masing-masing roda yaitu α i1, α i2, α i3, dan α 4. Untuk perumusan sudut slip roda lebih jelasnya, dijabarkan seperti berikut ini :

24 - α 1 = 0,05281 (F l1 ) 0,90635-0,004633 (F v1 ) = 0,05281 x (8468,19) 0,90635 0,004633 (22.535,38) = 5 o - α 2 = 0,05281 (F l2 ) 0,90635-0,004633 (F v2 ) = 0,05281 x (8958,91) 0,90635 0,004633 (22.831,15) = 4,88 o - α 3 = 0,05281 x (F l3 ) 0,90635-0,004633 x (F v3 ) = 0,05281 x (6084,80) 0,90635-0,004633 x (19.543,88) = 3,17 o - α 4 = 0,05281 x (F l4 ) 0,90635-0,004633 x (F v4 ) = 0,05281 x (5597,82) 0,90635-0,004633 x (19.439,59) = 3,26 o Berikut ini adalah tabel hasil pengitungan sudut slip roda yang tadi untuk variabel kecepatan U o = 10 km/h dan sudut patokan µ = 5 o. Tabel 2.5 Hasil sudut slip roda untuk U o = 10 km/h dan sudut µ = 5 o Kec. α 1, 5 o α 2, 5 o α 3, 5 o α 4, 5 o α 1, 10 o α 2, 10 o α 3, 10 o α 4, 10 o 10 5 4,88 3,17 3,26 25 40 55 70 Dari tabel di atas, hasil sudut slip roda untuk roda depan bagian kiri (α 1 ) adalah 5 o, sedangkan untuk sudut slip roda depan bagian kanan (α 2 ), roda belakang bagian kanan (α 3 ), dan kiri (α 4 ) masing-masing adalah 4,88 o, 3,17 o, dan 3,26 o.

25 Tabel 2.6 Hasil sudut slip roda selengkapnya Kec. α 1, 5 o α 2, 5 o α 3, 5 o α 4, 5 o α 1, 10 o α 2, 10 o α 3, 10 o α 4, 10 o 10 5 4,88 3,17 3,26 10 9,17 5,67 6,02 25 5 4,87 3,16 3,25 10 9,15 5,66 5,99 40 5 4,86 3,16 3,24 10 9,14 5,64 5,97 55 5 4,86 3,15 3,22 10 9,13 5,63 5,95 70 5 4,85 3,15 3,22 10 9,12 5,62 5,93 Dari tabel di atas, diambil kesimpulan bahwa kendaraan tersebut ketika berbelok tidak mengalami oversteer, karena sudut slip roda bagian belakang (α 3 dan α 4 ) lebih kecil daripada sudut slip roda bagian depan (α 1 dan α 2 ). Terlihat juga bahwa dengan semakin bertambahnya kecepatan kendaraan ketika berbelok, sudut slip pada masing-masing roda semakin berkurang meski tidak terlalu signifikan kecuali sudut slip pada roda depan bagian kiri (α 1 ) dianggap tidak berkurang sama sekali karena pengurangannya yang sangat kecil sekali. 2.7 State Transition Diagram State Transition Diagram adalah salah satu cara menggambarkan jalannya proses. Di dalamnya dapat dilihat input atau kondisi, state proses, output atau aksi yang terjadi dan perubahan state. State, menunjukkan satu atau lebih kegiatan atau keadaan atau atribut yang menjelaskan bagian tertentu dari proses.

26 Input atau kondisi merupakan suatu kejadian pada lingkaran eksternal yang dapat dideteksi oleh sistem, missal sinyal, interupsi atau data. Hal ini menyebabkan perubahan dari satu state ke state lainnya atau dari satu aktivitas ke aktivitas lainnya. Output atau aksi merupakan hal yang dilakukan oleh sistem jika terjadi perubahan state atau merupakan reaksi terhadap kondisi. Aksi dapat menghasilkan output, tampilan pesan pada layar, kalkulasi atau kegiatan lainnya. 2.8 Pseudocode Pseudocode adalah suatu bahasa umum yang menggunakan kosa kata dari satu bahasa (misal Bahasa Inggris) dan perintah (syntax) dari bahasa yang lain (misal bahasa pemrograman terstruktur). Pseudocode adalah suatu bahasa pemrograman yang informal dan sangat fleksibel yang tidak dimaksudkan untuk dieksekusi pada mesin, tetapi hanya digunakan untuk mengorganisir cara berpikir pemrograman sebelum melakukan coding. Pseudocode dapat menjadi alternatif dalam perancangan piranti lunak di samping alat bantu berupa diagram. Tidak ada standarisasi dalam hal penulisan pseudocode. Pemrogram dapat menulisnya dalam bahasa apa saja yang mereka sukai dan dipadukan dengan bahasa pemrograman tertentu. Pemrogram juga bebas menggunakan teknik dan aturannya sendiri.