BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 PLC (Programmable Logic Controller) Pada sub bab ini penulis membahas tentang program PLC yang digunakan dalam system ini. Secara garis besar program ini terdiri dari 2 program yaitu kontrol motor dan kontrol valve jaringan. 4.1.1 Kontrol Motor Program kontrol motor adalah program yang digunakan untuk mengontrol motor pompa berdasarkan sequence beserta pengamannya yang berupa feedback Fault dari panel, valve pompa dan pengukuran suhu winding motor pompa. Dibawah ini penulis akan menjelaskan program yang digunakan. Pada struktur program yang di buat oleh penulis, program pengontrolan pompa tersusun menjadi 5 FC (Function Program), FC 10 sebagai program kontrol pompa 1, FC 20 sebagai program kontrol pompa 2, sampai dengan FC 50 sebagai kontrol pompa 5. Sequence kontrol pompa terdiri dari 2 yaitu sequence start dan sequence stop. Kedua sequence ini akan di jelasakan dalam 2 sub bab yang ada di bawah ini. 4.1.1.1 Sequence Start pompa Semua pompa mempunyai sequenc start yang sama yaitu pompa tersebuat tidak akan bias di nyalakan jika interlock dari panel elektrikal pompa dan valve pompa itu sendiri. Jika telah terpenuhi motor pompa bisa dinyalakan, setelah ada feedback dari panel elektrikal bahwa pompa telah running, valve pompa akan membuka penuh sampai ada feedback bahwa pompa telah terbuka penuh. Setelah itu kontrol akan memberi tahu ke operator panel indikasi pompa telah bekerja dengan benar. 30
START Interlock Pompa Interlock Valve Pompa Valve Pompa tertutup Pompa running Open Valve Pompa Valve Pompa Open Full Pompa Running Gambar 4.1 Sequence Start Pompa Dibawah ini adalah program interlock pompa, bisa kita lihat komponen interlock pompa switch pada panel operator / MCP ( I0.0 ) harus pada posisi kontrol MCP, switch pada panel lokal di pompa pada posisi normal ( I6.1 ) dan tidak ada indikasi fault pada panel elektrikal pompa (Q6.4) yang kemudian mengaktifkan memory interlock pompa (M11.0) 31
Gambar 4.2 Interlock Pompa Gambar4.3 Interlock Valve Pompa Setelah interlock pompa terpenuhi untuk mengaktifkan pompa terdapat satu interlock lagi yaitu interlock valve pompa dimana mempunyai persyaratan switch valve pada panel MCP (I0.0) pada posisi MCP TR, posisi switch pada panel MOBV-TR pada posisi normal (I 9.7) dan tidak ada fault pada valve (Q6.5). jika semua terpenuhi maka memory yang menandakan bahwa interlock valve terpenuhi (M11.1) akan aktif. Setelah kedua interlock terpenuhi maka program akan mengaktifkan status pump ready (Q0.0) 32
Gambar 4.4 Output Status ready Setelah status ready terpenuhi persyaratan selanjutnya adalah valve pompa harus pada posisi tertutup, ini dikarenakan untuk mengurangi arus start yang tinggi dan juga aliran air balik yang terjadi pada saat jaringan telah terisi air. Gambar 4.5 Program Start pompa 33
Perintah untuk menjalankan motor pompa (Q0.1) bisa dijalankan jika status ready (Q0.0) yg mewakili status interlock pompa dan valve telah terpenuhi, valve pompa pada posisi tertutup (I9.3), tidak pada terjadi sequence stop (Q0.7) dan tidak ada kesalahan start (M14.0). output Q0.1 berupa relay yang mengaktifkan panel electrical motor pompa (HCP) untuk menjalakan air circuit breaker (ACB) yang kemudian memberikan sinyal indikasi running ke PLC, jika pada waktu 10 detik indikasi tersebut tidak diterima oleh PLC, menyebabkan M14.0 sebagai tanda bahwa starting motor pompa gagal akan aktif. Dengan aktifnya memory ini maka perintah start akan dibatalkan dan PLC akan mengaktifkan lampu sebagai tanda bahwa sequence start motor pompa gagal. Gambar 4.6 Sequence status starting fault motor pompa 34
Setelah sinyal running telah diterima PLC, valve pompa akan membuka sampai adanya feedback bahwa valve pompa telah terbuka penuh. Pada saat proses pembukaan PLC memberikan sinyal ke lampu indicator dan operator panel. Dengan aktifnya lampu ini berarti pompa dan valve telah bekerja sesuai dengan urutan. Gambar 4.7 Sequence pembukaan valve pompa dan indikasi 35
4.1.1.2 Sequence stop pompa Pompa pada sistim transmisi juga mempunyai aturan sequence untuk stop, pompa bisa pada kondisi sequence stop bila switch pada operator panel diposisikan stop dan adanya alarm atau fault yang terjadi pada saat pompa berjalan. Dibawah ini adalah chart diagram untuk sequence stop yang akan dijelaskan pada sub bab ini. Temperature Motor too high STOP from MCP Sequence STOP Closing Valve Pump Valve Pump full closed? No Yes Stop Motor Pump Sequence Pump Complete Gambar 4.8 Sequence Stop Pompa Sequence stop bisa dijalankan jika ada dua keadaan, yaitu saat temperature pompa terlalu tinggi dan ada operator yang menghentikan pompa untuk penggiliran. Jika salah satu keadaan terpenuhi maka sequence stop dimulai yaitu dengan aktifnya memory stop pump yang kemudian menutup valve pompa, jika feedback yang menandakan valve pompa telah tertutup rapat (I9.3) yang kemudian akan mengaktifkan Q0.7 sebagai tanda bahwa pompa bisa dimatikan. Dengan 36
aktifnya sinyal ini jika melihat program start pompa maka command motor pompa dimatikan. Hal ini dikarenakan jika motor pompa dimatikan terlebih dahulu maka bisa menyebab terjadinya water hamming yaitu suatu keadaan adanya tekanan balik dari jaringan transmisi dikarenakan adanya perbedaan tekanan secara mendadak. Keadaan ini bisa menyebabkan kerusakan valve karena adanya pressure balik yang sangat besar. Untuk programming bisa dilihat pada gambar dibawah ini. Gambar 4.9 Syarat Sequence Stop Pompa Gambar 4.10 Closing Valve Pompa 37
4.1.1.3 Pengukuran Suhu Salah satu yang bisa membuat stop motor pompa adalah sensor suhu. Sensor suhu ini berupa PT100 yang berfungsi untuk proteksi suhu dari winding motor. Jika beban yang didapt oleh motor tinggi ini akan berpengaruh pada arus listrik (Current) yang melewati winding yang berdampak pada suhu winding motor. Untuk menghindari terjadinya winding motor terbakar maka dipasanglah sensor suhu berupa PT100 di winding motor. PT100 ini ukur oleh inputan dari PLC yang digunakan khusus untuk input transduser tersebut, dibawah ini adalah program yang digunakan untuk membuat skala pengukuran dari tegangan menjadi suhu dan komparasi pengukuran suhu untuk proteksi. Gambar 4.11 Program komparasi salah satu sensor dari ke 4 sensor di motor 38
Gambar 4.12 Program Skala konversi tegangan menjadi suhu Jika melihat dari program diatas bisa dilihat input suhu yang dibaca di alamat piw240 di ubah menjadi satuan suhu. Pengukuran di skala sesuai dengan 39
range pengukuran dari transduser yang terpasang, setelah didapat suhu pengukuran kemudian di komparasi dengan batas maksimal suhu yang dibolehkan oleh winding motor. Pengukuran ( o C) Tabel 4.1 Pengukuran PT100 berdasarkan tegangan PT100 Standart IEC (mv) Temp 1 PT100 (mv) Temp 2 PT100 (mv) Temp 3 PT100 (mv) Temp 4 PT100 (mv) 30 1,203 1,244 1,237 1,285 1,212 45 1,817 1,858 1,847 1,861 1,824 60 2,436 2,438 2,440 2,450 2,438 75 3,058 3,060 3,100 3,070 3,050 90 3,681 3,688 3,690 3,722 3,710 Rata rata penyimpangan 0,012 0,0125 0,0226 0,0035 Pengukuran ( o C) Tabel 4.2 Pengukuran PT100 berdasarkan tahanan PT100 Standart IEC (Ω) Temp 1 PT100 (Ω) Temp 2 PT100 (Ω) Temp 3 PT100 (Ω) Temp 4 PT100 (Ω) 30 111,672 116,4779 113,8281 120,2839 113,5075 45 117,469 120,1196 121,4085 121,3136 118,9215 60 123,239 124,3402 124,4414 124,9473 123,3402 75 128,984 130,0684 129,7555 128,4902 129,6466 90 134,702 135,9582 135,0313 137,2023 134,7632 Rata rata penyimpangan 0,0185 0,0142 0,0277 0,007 Untuk mengetahui kebenaran dan akurasi dari hasil pengukuran suhu dari PLC maka kita bandingkan dengan standart IEC (International Electrotechnical Commission) untuk PT100 dimana saat suhu 0 o C resistansinya 100 ohm dan bertegangan 0 mv dan setiap kenaikan 1 o C suhunya maka akan terjadi perubahan tahanan sebesar 0,391Ω dan tegangan sebesar 0,039mV. Jika kita melihat dari tabel pengukuran tegangan bisa kita lihat pada saat suhu 30 o C saat motor mati, tegangan yang diukur di terminal menurut standart 40
IEC seharusnya 1,203mV tetapi yang terukur pada PT100 yang pertama adalah 1,244 mv maka jika kita hitung penyimpangannya adalah : Penyimpangan = 1,224 1,203 = 0,034 1,203 Kemudian diukur juga di ketiga PT100 yang lain pada saat itu juga, dan dengan 5 suhu yang berbeda setelah diambil penyimpangannya pada tiap PT100 dan tiap suhunya maka diambil rata rata penyimpangan sebagai contoh pada PT100 yang pertama didapat 0,012 Begitu halnya dengan pengukuran berdasarkan tahanan bisa kita lihat ratarata penyimpangan pegukuran PLC terhadap pengukuran IEC adalah 0,0185. Dari hasil pengukuran ini maka disimpulkan pengukuran PLC tidak jauh beda dengan standart IEC, jadi pengukuran ini bisa dipertanggung jawabkan. 4.1.2 Kontrol Valve Jaringan Di jaringan terdapat 2 valve yaitu FC1 dan FC2 kegunaan dari dua valve itu adalah untuk mengatur flow dan pressure jaringan. FC1 dan FC2 mempunyai dua mode operasi yaitu manual dan automatic. Mode operasi manual yaitu pengoperasikan valve dari panel elektrikalnya oleh operator, mode ini tidak akan dijelaskan oleh penulis. Mode operasi automatic yaitu pengoperasian valve berdasarkan setpoint yang diinginkan seperti flow, pressure dan keamanan buka tutup valve. Untuk pengoperasian ini akan dijelaskan pada sub bab ini. Pada sub bab ini dijelaskan kerja dari kontrol valve jaringan yaitu FC1 dan FC2 pada mode automatic. Pada mode ini valve FC1 bekerja berdasarkan flow dan pressure manifold (pressure transducer yg terletak setelah FC1). Dan FC2 bekerja berdasarkan flow dan pressure CDC (pressure transduser yang terletak setelah FC2). Kerja kedua valve tersebut juga diatur persentase bukaan valve keduanya, toleransi perbedaan bukaan kedua valve hanya sebesar 5% hal ini berfungsi untuk meredam turbulesi yang terjadi dikarenakan letak kedua pompa yang berdekatan. Pada saat membuka valve mempunyai tata cara sendiri yaitu dengan system periode tertentu yaitu valve akan membuka hanya 2 detik dan 41
berhenti 6 detik akan berulang terus sampai setpoint terpenuhi. Hal ini bertujuan untuk memberikan sistem untuk menuju kondisi stable. Ini dikarenakan sifat sistem yang tidak cepat untuk berubah kondisi.dibawah ini penulis menggambarkan proses bukaan dan penutupan dengan flowchart sequence. Switch Valve MCP to auto mode Actual Flow P cdc > SP and Pressure Manifold < SP FC1 and FC2 in auto, FC1>5% tolerance FC1 and FC2 in auto, FC2>5% tolerance FC1 in Auto FC2 in Auto FC1 Closing FC2 Closing FC1 Closing until act flow and pressure = SP FC2 Closing until act flow and pressure = SP FC1 and FC2 in auto, FC1= FC2 FC1 and FC2 Closing until actual flow and pressure = Set point Gambar 4.13 Sequence untuk FC1 dan FC2 menutup Seperti yang tergambar diatas setelah switch dari control valve pada posisi auto, saat actual dari flow jaringan, pressure cdc (terletak setelah FC2) lebih besar dari set point dan pressure manifold lebih kecil dari set point. Jika control valve yang diaktifkan pada posisi auto hanya satu maka valve yang pada posisi auto akan menutup sampai dengan setpoint yang dibutuhkan. Jika yang terjadi kedua valve pada posisi auto, system harus melihat dahulu perbedaan bukaan antara kedua valve tersebut apakah masih dalam toleransi perbedaan bukaan kedua valve. Jika perbedaan lebih dari toleransi maka salah satu dari valve akan mengurangi perbedaan tersebut. Setelah kedua valve mempunyai perbedaan 42
toleransi yang sama baru kedua velve akan menutup bersamaan sampai mencapai set point yang dibutuhkan. Switch Valve MCP to auto mode Actual Flow and P cdc < SP, Pressure Manifold > SP FC1 and FC2 in auto, FC1>5% tolerance FC1 and FC2 in auto, FC2>5% tolerance FC1 in Auto FC2 in Auto Open FC1 with 2 sec open and 6 sec stay Open FC2 with 2 sec open and 6 sec stay FC1 Opening with modulated pulse until act flow and pressure = SP FC2 Opening with modulated pulse until act flow and pressure = SP FC1 and FC2 in auto, FC1= FC2 FC1 and FC2 opening until actual flow and pressure = Set point Gambar 4.14 Sequence untuk FC1 dan FC2 membuka Flowchart diatas menjelaskan kerja saat valve harus terbuka. Saat flow dan Pcdc lebih kecil dari setpoint dan Pressure manifold lebi besar dari set point. Maka FC1 dan FC2 diperintahkan membuka jika pada posisi auto. Sama halnya dengan syarat diatas, FC1 dan FC2 harus memenuhi toleransi perbadaan satu sama lain. Jika hal tersebut telah terpenuhi. Maka kedua valve akan terbuka. Pada saat membuka kedua valve tersebut tidak langsung membuka, pada saat membuka harus menggunakan pulse untuk membuka dimana mempunyai aturan hanya 2 detik membuka kemudian berhenti 6 detik untuk memberikan system merespon. Hal itu akan berulang sampai tercapai keadaan actual sama dengan setpoint. 43
4.1.2.1 Pengukuran Valve Salah satu faktor dalam baiknya kontrol valve adalah bukaan valve yang dibaca oleh PLC dengan aktual pengukuran mekanik yang ada di lapangan. Alat pengukuran mekanik yang ada di lapangan terdapat juga pengukuran elektris yang berdasarkan pengukuran mekanik. Pengukuran elektris yang ada berupa pengukuran dengan menggunakan current 4-20 ma. Untuk program pengukuran PLC sama dengan pengukuran skala dengan program pengukuran temperature. Dibawah ini adalah pengukuran yang dilakukan PLC dengan perbandingan mekanik. Tabel 4.3 Pengukuran bukaan valve FC1 dan FC2 Pengukuran ideal elektris valve Pengukuran mekanik Pengukuran elektris FC 1 (ma) Penyimpangan FC1 Pengukuran elektris FC 2 (ma) Penyimpangan FC2 7,2 20 % 7,4 0,0278 7,3 0,0139 10,4 40 % 10,5 0,0096 10,4 0 13,6 60 % 13,55 0,0037 13,7 0,0074 16,8 80 % 16,9 0,0060 16,7 0,0060 20 100 % 20,4 0,0200 19,6 0,0250 Rata - rata Penyimpangan 0,0119 0,0081 Dari data diatas bisa diambil suatu perhitungan pengimpangan dari pengukuran PLC dengan pengukuran idealnya. Sebagai contoh penulis mengambil pengukuran pada bukaan valve 40%. Penyimpangan = pengukuran FC1 saat 40% - pengukuran ideal saat 40% Pengukuran ideal saat 40% Penyimpangan = 10,5-10,4 = 0,0096 10,4 Dari perhitungan diatas bisa diambil kesimpulan bahwa penyimpangan valve FC1 pada saat bukaan 40% didapat penyimpangan 0,0096 dari pengukuran idealnya. 44
Jika melihat bagian bawah dari tabel bisa dilihat rata rata dari penyimpangan yang terjadi pada pengukuran diatas. 4.1.2.2 Pengukuran Flow meter Flow meter merupakan salah satu peranan penting dalam pengontrolan valve FC1 dan FC2 dimana transduser ini sebagai feedback dari kontrol. Dari pengukuran flow meter ini akan dikomparasikan dengan setpoint yang diinginkan dari system. Pada saat pengukuran ini terdapat komparasi dengan flow meter manual yang telah terpasang pada system sebelumnya dan telah terkalibrasi oleh badan meteorology setempat. Pengukuran yang dilakukan oleh transduser yang terpasang berupa pulse yang kemudian diubah menjadi sinyal analog 4-20mA yang kemudian diterima di PLC. Sinyal tersebut kemudian di ubah menjadi m 3 /hour dengan cara menskaling sama seperti yang ada pada pengukuran sebelumnya hanya berbeda pada parameter pengukuran disesuaikan dengan batas maksimal pengukuran transdusernya. Tabel 4.4 Pengukuran Flow Pengukuran Flow manual (m 3 /Hour) Pengukuran Flow PLC (m 3 /Hour) Error Pembacaan (%) 9000 9040 0,4 9500 9588 0,9 10000 10122 1,22 10500 10620 1,14 11000 11140 1,27 4.1.2.3 Pengukuran Pressure Transduser Dalam sistim transmisi membutuhkan tekanan air yang diperlukan untuk mengirim air ke tempat yang dituju. Dalam automatisati sistem ini, tekanan air juga ikut dikontrol agar bisa diraih tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan air. Di sistim pompa transmisi terdapat dua pressure transduser yang digunakan yaitu pressure manifold dan pressure CDC. Seperti yang sudah dijelaskan di bab 45
sebelumnya kedua pressure ini mempunyai peranan kontrol yang berbeda. Kedua pressure transduser mempunyai range pengukuaran dari 0 10bar dengan output 4-20mA yang digunakan untuk pembacaan di PLC. Dalam pengukuran di PLC pressure transduser yang baru mempunyai pembanding berupa pressure transduser manual yang telah ada di sistim yang lama dan telah terkalibrasi. Di bawah ini terdapat dua tabel pengukuran pressure transduser manifold dan CDC. Keduanya dilakukan pengukuran dengan membandingkan dengan pressure manual yang ada. Pembacaan Pressure manual (bar) Tabel 4.5 Pengukuran Pressure Transduser Manifold Pembacaan Pressure Manifold (bar) Error Pembacaan (%) 1,5 1,47 2 2 2,06 3 2,5 2,57 2,8 3 3,09 3 3,5 3,59 2,57 Pembacaan Pressure manual (bar) Tabel 4.6 Pengukuran Pressure Transduser CDC Pembacaan Pressure CDC (bar) Error Pembacaan (%) 1 1,02 2 1,5 1,54 2,66 2 2,08 4 2,5 2,55 2 3 3,06 2 4.1.2.4 Pengukuran Level Sensor Pengukuran level sensor sangat diperlukan dikarenakan operator akan mengetahui kondisi level air bersih yang akan ditransmisikan di bak penampung. Ini berfungsi untuk mengatur apakah diperlukan pengurangan pompa yang sedang berjalan dikarenakan supply air bersih yang kurang. Berikut adalah tabel pengukuran yang dibandingkan dengan alat ukur manual yang ada. 46
Tabel 4.7 Pengukuran Level sensor Level Sensor Manual Level Sensor Baru Error Pembacaan (meter) (meter) (%) 4 4,12 3 5 5,15 3 6 6,13 2,16 8 8,21 2,62 9 9,16 1,77 4.2 HMI ( Human Machine Interface ) HMI pada automatisasi ini mempunyai peran yang sangat penting. Fungsi dari HMI di sistem sebagai interface antara operator dengan kontrol. Adapun fungsi itu adalah sebagi input setppint proses, aktual monitoring, status sistem dan histoycal proses yang telah terjadi. Komunikasi antara HMI dan PLC menggunakan tipe komunikasi profibus dari siemens. Semua tag yang terdapat di tiap screen HMI dialamatkan dengan DB (Data Block) yang ada di program PLC di program PLC dibuat DB khusus yang digunakan untuk komunikasi data antara HMI dan PLC. Gambar 4.15 DB yang digunakan untuk komunikasi dengan HMI Dalam HMI ada beberapa menu yang ditampilkan yaitu menu transmisi, historical trending, Realtime trending, Totalizer, Temperature Motor, Analog Parameter Setting, Motor Hour. Gambar 4.16 menggambarkan screen layer menu utama dari sistem pompa transmisi 47
Gambar 4.16 Menu dari HMI 1. Transmission Di screen ini berfungsi menampilkan gambaran umum dari sistem, disini operator bisa memasukkan setpoint, memonitor aktual proses seperti flow, pressure Manifold dan CDC, monitor status dari pompa dan valve. 48
Gambar 4.17 Screen Layer Transmission 2. Historical Trending Screen ini kita bisa mendapatkan grafik dari pressure manifold, pressure CDC dan flow yang ada di sistem. Pada gambar 4.18 dapat dilihat sumbu y menunjukkan angka yang diukur dan sumbu x menginformasikan waktu pada saat pengukuran. Historical ini mempunyai keterbatasan penyimpanan dikarenakan kapasitas memory yang dipunyai. Historical trending hanya bisa menyimpan data maksimum 1 minggu setelah itu data terlama akan hilang. 49
Gambar 4.18 Screen Layer Historical Trending 3. Realtime Trending Screen ini kita bisa mendapatkan grafik dari pressure manifold, pressure CDC dan flow yang ada di sistem secara realtime. Gambar 4.19 Screen Layer Real Time Trending 50
4. Totalizer Screen ini menginformasikan berapa banyak air yang telah dialirkan. Data yang ditampilkan berasal dari program penjumlah yang dipakai dan di simpan di data block DB151 DBD 25 yang kemudian ditampilkan langsung ke display. Gambar 4.20 Screen Layer Totalizer 5. Temperature Motor Screen ini menampilkan suhu dari motor pada saat pengukuran. Data pengukuran dari suhu oleh PLC disimpan di DB63 yang kemudian ditampilkan ke HMI. 51
Gambar 4.21 Screen Layer Temperature Motor 6. Analog Parameter Setting Screen ini berfungsi untuk mensetting transduser, misalkan jika suatu saat terjadi kerusakan dari transduser yang ada dan digantikan dengan transduser yang tidak sama dengan spek transduser yang rusak. Gambar 4.22 Screen Layer Analog Parameter Setting 52
7. Motor Hour Pada screen ini operator bisa melihat berapa lama motor telah digunakan. Ini berfungsi untuk mengetahui kapan motor atau pompa dilakukan maintenance. Data ini disimpan di PLC pada DB152 yang kemudian ditampilkan di HMI. Gambar 4.23 Screen Layer Motor Hour Meter 53