BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia prevalensi balita gizi buruk adalah 4,9% dan gizi kurang sebesar 13,0% atau secara nasional prevalensi balita gizi buruk dan gizi kurang adalah sebesar 17,9%, keduanya menunjukkan bahwa baik target Rencana Pembangunan Jangka Menengah untuk pencapaian program perbaikan gizi 20%, maupun target Millenium Development Goals pada 2015 18,5% telah tercapai. Namun masih terjadi disparitas antar provinsi yang perlu mendapat penanganan masalah yang sifatnya spesifik di wilayah rawan (Riskesdas 2010). Berdasarkan Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (2010) menunjukkan, untuk provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) prevalensi balita gizi buruk dan gizi kurang menurun sebanyak 2,8% yaitu dari 26,5% pada tahun 2007 menjadi 23,7% pada tahun 2010. Demikian pula halnya dengan prevalensi balita pendek yang menurun sebanyak 5,7% yaitu dari 44,6% pada tahun 2007 menjadi 38,9% pada tahun 2010, dan prevalensi balita kurus menurun sebanyak 4,1% yaitu dari 18,3% pada tahun 2007 menjadi 14,2% pada tahun 2010. Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) balita di Posyandu seksi gizi Dinas Kesehatan Aceh Singkil tahun 2009 menunjukkan bahwa prevalensi gizi buruk 2,40% (BB/U < -3 SD Median baku WHO-NCHS) dengan jumlah balita 219 orang dan gizi kurang 12,87 % (BB/U < -2 SD Median baku WHO-NCHS) dengan jumlah balita 1.173 orang. Prevalensi ini walaupun tidak melebih angka nasional, tetap harus
menjadi perhatian bagi Dinas Kesehatan Aceh Singkil dalam penanggulangan masalah gizi pada balita. Kabupaten Aceh Singkil merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dengan luas wilayah 2.187 Km 2. Secara geografis wilayah Kabupaten Aceh Singkil merupakan daerah perkebunan dan pertanian yang menyebar di sekitar daerah aliran sungai. Kabupaten Aceh Singkil terdiri dari 11 kecamatan, salah satu kecamatannya adalah Kecamatan Singkil yang merupakan ibu kota Kabupaten Aceh Singkil. Luas Kecamatan Singkil keseluruhan adalah 375 KM² terdiri dari 16 desa dan 5 (lima) kemukiman, secara topografi kecamatan Singkil merupakan daerah dataran rendah dan rawa-rawa (aliran sungai). Berdasarkan data penimbangan balita di Posyandu seksi gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Singkil tahun (2011), ditemukan balita yang menunjukkan pola pertumbuhan yang terganggu bawah garis merah (BGM) sebanyak 373 orang dari 11.695 orang jumlah balita yang ada. Kecamatan Singkil merupakan salah satu kecamatan yang cukup tinggi jumlah balita yang mengalami gangguan pertumbuhan yaitu sebanyak 49 orang dari 1.919 orang jumlah balita yang ada, kecamatan ini termasuk dalam lima besar balita yang mengalami gangguan pertumbuhan (BGM). Di Kecamatan Singkil, 11 desa dahulunya daerah geografisnya menyebar di sepanjang daerah aliran sungai (DAS), sedangkan 5 (lima) desa yang lainya geografisnya tersebar dekat dengan perkebunan, daerah pesisir pantai dan ibu kota kecamatan. Transportasi untuk mencapai ke desa di daerah aliran sungai (DAS) mengunakan perahu mesin, jarak tempuh menuju ke desa di sekitar daerah aliran sungai bervariasi memakan waktu kurang lebih 1-3 jam perjalanan, sangat sulit
dijangkau dan terisolir, oleh karena itu Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Singkil dalam tujuh tahun terakhir ini membuat jalan darat untuk bisa ditempuh dengan kendaraan bermotor, sekarang dalam tahap perkembangan. Di Kecamatan Singkil terdapat daerah aliran sungai dan daerah trandas, dimana di daerah ini sering ditemukan balita yang menunjukkan pola pertumbuhan yang terganggu bawah garis merah (BGM). Pada daerah aliran sungai (DAS), berdasarkan data BPS (2011) jumlah rumah tangga menurut mata pencaharian dari 285 rumah tangga di daerah aliran sungai (DAS) masyarakat di daerah ini sebagian besar bekerja sebagai buruh sebesar 32,7%, dan sebagian kecil bekerja sebagai petani sebesar 1,1% yang tingkat sosial ekonominya menengah kebawah sehingga memungkinkan tingkat konsumsi pangan dan gizi anak rendah. Kekurangan gizi pada balita juga dapat terjadi karena kurangnya pola asuh pada balita, prilaku ibu yang kurang baik terhadap perawatan kesehatan balitanya, kebersihan diri dan sanitasi lingkungan, praktek menyusui dan pemberian makanan pendamping ASI yang terlalu dini. Balita yang ada di daerah ini pada saat bayi belum sampai berusia satu bulan sudah diberi makan oleh ibunya berupa bubur dari tepung beras yang di tambahkan sedikit gula, bubur tepung yang di campur pisang yang dikerik dan juga masih ada ibu yang memberikan nasi ditambahakan minyak jelantah dan sedikit garam untuk di makan oleh anaknya, di samping itu juga dalam hal pola pencarian pelayanan kesehatan masyarakat di daerah ini masih ada masyarakat berobat kedukun beranak ketika melahirkan. Pada daerah aliran sungai balita sering mengalami penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dan diare, hal ini disebabkan belum memiliki ketersediaan
sarana kebersihan seperti jamban dan air bersih, untuk keperluan rumah tangga seperti mencuci, memasak dan mandi menggunakan air sungai, ini merupakan hal biasa dan sering terlihat dan juga kondisi rumah yang lembab karena kurang pencahayaan, tidak adanya ventilasi udara dan juga jendela rumah jarang terbuka. Penghasilan di daerah ini adalah ikan lele, ikan lele salai dan anyaman tikar dari pandan. Masyarakat disini sebagian kecil memelihara ternak bebek, namun ikan lele dan ternak bebek tersebut lebih sering dijual untuk menambah pendapatan keluarga dari pada dikonsumsi sendiri. Untuk mendapatkan makanan pokok masyarakat di daerah ini belanja ke pasar/pajak mingguan di kota kecamatan, dalam hal ini pasar mingguannya ada dua kali dalam satu minggu, walaupun akses jalan sudah mulai bagus dan mudah untuk memperoleh bahan makanan, juga tersedianya sarana kesehatan seperti Puskesmas Pembantu (PUSTU), empat pos posyandu balita dengan sebanyak 20 orang kader posyandu yang ada dan sebanyak 12 orang kader posyandu yang aktif setiap bulan, namun masih ada ditemukan balita yang mengalami ganguan pertumbuhan bawah garis merah (BGM) sebesar 10,4% dari 240 balita berdasarkan data penimbangan balita Puskesmas Singkil tahun 2011. Trandas adalah sebuah pemukiman perumahan baru, yang merupakan relokasi perumahan yang di bangun CARITAS Switzerland yang sudah diputuskan Bupati Aceh Singkil pada tahun 2005 secara geografis berada dekat dengan areal perkebunan. Daerah trandas ini terdiri dari tiga desa yaitu Desa Siti Ambia, Desa Teluk Ambun dan Desa Takal Pasir, penduduk trandas merupakan pindahan dari daerah aliran sungai (Martin, J. 2009). Masyarakat di daerah trandas ini berdasarkan jumlah rumah tangga menurut mata pencaharian dari 527 rumah tangga di daerah
trandas ini sebagian besar bekerja sebagai buruh sebesar 26,9%, dan sebagian kecil bekerja sebagai peternak sebesar 3,0%, yang tingkat sosial ekonominya juga menengah kebawah sehingga memungkinkan tingkat konsumsi pangan dan gizi anak rendah. Di daerah trandas terdapat 359 balita dan sebesar 5,6% balita menunjukkan pola pertumbuhan yang terganggu bawah garis merah (BGM), hal ini disebabkan oleh pola asuh makan balita kurang baik, ibu balita sering memberikan dan membiarkan anak makan makanan ringan (camilan) sehingga mengurangi selera makan anak pada saat waktu makan, balita tidak mau makan karena masih merasa kenyang dan kadang terlewatkan, juga ibu balita sering memberi nasi ditambah mie instan sebagai lauk untuk anak balitanya. Di daerah trandas terdapat sarana kesehatan seperti PUSTU, praktek bidan dan perawat. Juga terdapat enam pos posyandu balita dan sebanyak 30 orang kader yang ada dan sebanyak 24 orang kader yang aktif setiap bulannya, dan untuk berobat ke PUSKESMAS sangat mudah dijangkau. Masyarakat di daerah ini masih memiliki kebiasaan hidup seperti di daerah aliran sungai walaupun dari segi sarana kepemilikan air bersih dan jamban sudah memadai, karena di daerah ini masih terdapat kali kecil sehingga sebagian masyarakat disini masih menggunakan air kali untuk mandi dan buang air besar. Penghasilan di daerah trandas adalah ternak kambing dan pertanian, yang mana masih dalam tahap pengembangan yang merupakan bantuan dari CARITAS Switzerland. Pada survei pendahuluan pada tujuh orang balita yang mengalami gangguan pertumbuhan di daerah aliran sungai (DAS) dan daerah trandas, balita tersebut telah di berikan makanan tambahan pemulihan berupa susu dan biskuit selama 90 hari dan
berat badan balita berangsur naik dan normal kembali. Tetapi berat badan balita menjadi turun kembali bila pemberian makanan tambahan (PMT) tidak diberikan lagi, dikarenakan asupan makanan yang sedikit kurang dari kebutuhan balita, karena harus berbagi dengan saudaranya yang lain. Balita yang mengalami gangguan pertumbuhan mempunyai saudara kandung yang banyak dan jarak kelahiran yang terlalu rapat, di samping itu juga ibu kurang memahami makanan yang baik untuk anaknya dan ibu sering memberikan makan nasi dengan lauk yang sedikit dan mie instan untuk anaknya. Berdasarkan latar belakang, peneliti tertarik untuk meneliti tentang pola makan dan status gizi balita di daerah aliran sungai (DAS) dan daerah trandas di wilayah kerja Puskesmas Singkil. 1.2 Perumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pola makan dan status gizi balita di daerah aliran sungai (DAS) dan daerah trandas di wilayah kerja Puskesmas Singkil. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui pola makan dan status gizi balita di daerah aliran sungai (DAS) dan daerah trandas di wilayah kerja Puskesmas Singkil.
1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui jenis makanan, frekuensi makanan, tingkat konsumsi energi dan protein balita di daerah aliran sungai (DAS) dan daerah trandas di wilayah kerja Puskesmas Singkil. 2. Untuk mengetahui pengetahuan gizi ibu balita di daerah aliran sungai (DAS) dan daerah trandas di wilayah kerja Puskesmas Singkil. 3. Untuk mengetahui pola penyakit balita di daerah aliran sungai (DAS) dan daerah trandas di wilayah kerja Puskesmas Singkil. 1.4 Manfaat Penelitian Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan instansi terkait dalam peningkatan pelayanan gizi dan sebagai salah satu upaya dalam mengatasi masalah gizi yang ada serta pengambilan tindakan yang tepat.