BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Menurut PT. Mettana (2015), Bendungan Jatigede mulai dibangun pada tahun 2008. Bendungan jenis urugan batu (rockfill) ini memiliki tinggi 110 m dan kapasitas tampung sampai dengan 980 juta m³. Bendungan Jatigede direncanakan memiliki fungsi untuk mengairi areal irigasi seluas 90.000 Ha, menyediakan air bersih bagi Kabupaten Cirebon, Indramayu, dan kawasan sekitarnya dengan kapasitas 3.500 liter/detik, serta menyuplai air untuk PLTA yang mampu menghasilkan listrik sebesar 630 GW per tahun dengan kapasitas terpasang 110 MW. Bendungan Jatigede dibangun pada daerah dengan kondisi geologi yang kompleks (Warman dan Indrawan, 2015). Kompleksitas dari kondisi geologi yang ada menimbulkan beberapa masalah pada daerah di sekitar Bendungan Jatigede, antara lain terjadinya pergerakan lereng batuan di sebelah timur dan barat bendungan (PT Mettana, 2015). Laporan yang disusun oleh Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu (SNVT) Pembangunan Waduk Jatigede (2015) menunjukkan bahwa lapisan kedap air claystone yang kemungkinan bisa menjadi bidang gelincir terjadinya gerakan massa berada pada kedalaman 5 m hingga 10 m. Lokasi pergerakan lereng yang sangat dekat dengan tubuh bendungan dikhawatirkan akan mempengaruhi kestabilan tubuh bendungan secara keseluruhan. Beberapa upaya telah dilakukan untuk menangani gerakan lereng batuan di sebelah barat Bendungan Jatigede, antara lain dengan pemasangan bore pile dikombinasikan 1
dengan bronjong (reinforced gabion) dan perbaikan geometri lereng serta drainase permukaan. Walaupun beberapa upaya telah dilakukan untuk meningkatkan kestabilan lereng pada tumpuan barat Bendungan Jatigede, hasil analisis oleh tim SNVT Pembangunan Waduk Jatigede menunjukkan perkiraan masih adanya bidang gelincir pada tumpuan barat Bendungan Jatigede. Untuk meningkatkan kestabilan lereng pada tumpuan barat tubuh Bendungan Jatigede direncanakan untuk menambah pemasangan bore pile. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi kondisi kestabilan lereng pada tumpuan barat tubuh Bendungan Jatigede melalui pemetaan geologi teknik dan pemodelan numerik. Selain itu, pemodelan numerik yang dilakukan diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam upaya peningkatan kestabilan lereng pada tumpuan barat tubuh Bendungan Jatigede, sehingga konstruksi Bendungan Jatigede berada dalam kondisi aman. I.2. Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini terkait tingkat kestabilan lereng pada tumpuan barat Bendungan Jatigede berdasarkan kondisi geologi teknik dan pemodelan numerik. I.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Menentukan kondisi geologi teknik daerah penelitian melalui pemetaan geologi teknik 2. Menganalisis kestabilan lereng pada tumpuan barat Bendungan Jatigede melalui pemetaan geologi teknik dan pemodelan numerik 2
3. Memberikan rekomendasi penanggulangan ketidakstabilan lereng pada tumpuan barat Bendungan Jatigede I.4. Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada koordinat 177717 179161 dan 9240395 9241873 dan memiliki luas 2,25 km 2 (Gambar 1.1.). Daerah penelitian bisa diakses melalui Kota Cirebon ke arah barat melalui Tol Cikopo-Palimanan lalu melalui Jalan Jatibarang-Kadipaten dan melalui Desa Tolengas dengan jarak tempuh sekitar 77 km dengan waktu tempuh sekitar 1,5 jam. Gambar 1.1. Peta lokasi dan topografi daerah penelitian : Batas daerah penelitian 3
I.5. Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2015 Februari 2016, dengan uraian kegiatan dijelaskan pada Tabel 1.1 Tahapan Penelitian Peninjauan Awal Tabel 1.1. Tahap Penelitian 2015 2016 September Oktober Nopember Desember Januari Februari Studi Pustaka Pengambilan Data Lapangan Analisis dan Interpretasi Data Pembuatan Laporan I.6. Batasan Penelitian Batasan penelitian ini adalah penyelidikan lapangan yang dilakukan berupa pemetaan geologi teknik skala 1:10.000 dengan mengumpulkan data-data kondisi geologi teknik daerah penelitian antara lain titik longsor, kemiringan lereng, jenis batuan dan tingkat pelapukan batuan, struktur geologi, kondisi air tanah, spasi dan kondisi dikontinuitas batuan. Massa tanah diklasifikasikan berdasarkan American Society for Testing Material (ASTM) dan massa batuan diklasifikasikan berdasarkan rock mass rating (RMR) (Bieniawski, 1989), berdasarkan data kuat tekan batuan utuh, spasi dan kondisi diskontinuitas, kondisi air tanah. Pemodelan numerik untuk analisis kestabilan lereng menggunakan software Rocscience Slide V.6 dan GeoStudio 2007 (SLOPE/W) berdasarkan data geometri dan penyusun 4
lereng, jenis penanggulangan longsor yang sudah ada, muka air tanah, kohesi (c), sudut geser dalam (ϕ), dan berat jenis (γ) batuan. Upaya penanggulangan pergerakan lereng yang dimodelkan berupa pemasangan bore pile dan/atau pengaturan drainase lereng. I.7. Peneliti Terdahulu Penelitian mengenai kondisi Bendungan Jatigede dan sekitarnya telah banyak dilakukan antara lain sebagai berikut: 1. Djuri (1995) melakukan pemetaan geologi yang menghasilkan Peta Geologi Regional Lembar Arjawinangun, Jawa Skala 1:100.000 Edisi ke 2. Hasil pemetaan menunjukkan urutan stratigrafi regional di daerah Bendungan Jatigede dari tua ke muda antara lain Formasi Cinambo, Formasi Halang, Formasi Breksi Terlipat, Formasi Batuan Vulkanik Tua Tak Teruraikan, dan Endapan Resen. 2. Thong (2013) melakukan penelitian mengenai pengembangan konsep yang baru dari stabilitas massa lereng di sekitar Bendungan Jatigede. Penelitian ini berisi analisis terkait kestabilan lereng dengan pengaruh alterasi yang dominan. Penelitian ini menggunakan software Plaxis 2D untuk melakukan pemodelan lereng-lereng yang diteliti. Hasil yang diperoleh berupa 88 lereng berpotensi terjadi kelongsoran dan 14 lereng yang lain tidak stabil. 3. Hanan, Juwono, Anggara (2014) melakukan penelitian mengenai analisis kestabilan tubuh bendungan Jatigede dengan parameter gempa termodifikasi. Penelitian ini menitikberatkan pada kestabilan tubuh bendungan jika dikenai gempa kala ulang 100 tahun dan gempa kala ulang 10.000 tahun dengan 5
kondisi bendungan kosong, muka air normal, intermediate, banjir, dan surut cepat. Akselerasi gempa yang digunakan mulai dari yang terkecil 0.129 g hingga 0.318 g yang tertinggi. 4. PT. Mettana (2015) melakukan analisis mengenai deformasi longsoran yang terjadi atau mulai terjadi pada tumpuan timur dan barat tubuh Bendungan Jatigede. Analisis deformasi ini secara real time. 5. Warman dan Indrawan (2015) melakukan penelitian mengenai studi geologi teknik skala 1:25.000 dalam perencanaan dan penentuan lokasi pembangunan pelimpah darurat Bendungan Jatigede. Berdasarkan data morfologi, litologi, struktur geologi, tingkat kerentanan gerakan massa serta pertimbangan sosial ekonomi berupa tata guna lahan dapat disimpulkan bahwa rekomendasi lokasi pelimpah darurat berada di sebelah barat dari tubuh bendungan utama. I.8. Keaslian Penelitian Belum ada penelitian sebelumnya yang dilakukan untuk menganalisis kestabilan lereng pada tumpuan barat tubuh Bendungan Jatigede, Jatigede, Sumedang, Jawa Barat melalui pemetaan geologi teknik skala 1:10.000 serta pemodelan numerik menggunakan software Rocscience Slide V.6 dan GeoStudio 2007 (SLOPE/W). 6