ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA ANTIDIABETIK ORAL PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT INAP PESERTA BPJS DI RSUD SUKOHARJO TAHUN 2016

dokumen-dokumen yang mirip
Truly Dian Anggraini, Ervin Awanda I Akademi Farmasi Nasional Surakarta Abstrak

Stara I pada K

GAMBARAN BIAYA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN TERAPI ANTIDIABETIK ORAL DI RSUD ULIN BANJARMASIN

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA ANTIDIABETIK ORAL PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT JALAN PESERTA BPJS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR

POLA PERESEPAN DAN RASIONALITAS PENGOBATAN PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSUD SULTAN SYARIF MOHAMAD ALKADRIE PONTIANAK

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA TERAPI ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS

HUBUNGAN BIAYA OBAT TERHADAP BIAYA RIIL PADA PASIEN RAWAT INAP JAMKESMAS DIABETES MELITUS DENGAN PENYAKIT PENYERTA DI RSUD ULIN BANJARMASIN TAHUN 2013

INTISARI GAMBARAN KUALITAS HIDUP DAN KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES MELITUS RAWAT JALAN DI RSUD ULIN BANJARMASIN

E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini antara lain: 1. Ng et al (2014) dengan judul Cost of illness

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Diabetes melitus tipe 2 adalah sindrom metabolik. yang memiliki ciri hiperglikemia, ditambah dengan 3

KAJIAN PENGGUNAAN OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS TEMINDUNG SAMARINDA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gaya hidup, mental, emosional dan lingkungan. Dimana perubahan tersebut dapat

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA TERAPI ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI TAHUN 2014 NASKAH PUBLIKASI

Analisis biaya terapi Diabetes mellitus di Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta

ANALISIS EFFEKTIVITAS BIAYA PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT JALAN PESERTA ASURANSI KESEHATAN DI RUMAH SAKIT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang

NASKAH PUBLIKASI ELIT RIZAL FALAH K Oleh :

KAJIAN PENGOBATAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS KARANG ASAM SAMARINDA

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang paling sering dijumpai pada pasien-pasien rawat jalan, yaitu sebanyak

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Tugas Akhir. Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan. memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi. Oleh: Lusiana Rizqi M DIPLOMA 3 FARMASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut World Health Organization tahun 2011 stroke merupakan

KETEPATAN PENGGUNAAN OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA PERIODE JANUARI JUNI 2013 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

IDENTIFIKASI POTENSI INTERAKSI OBAT ANTIDIABETES PADA RESEP PASIEN DI APOTEK RAHMAT BANJARMASIN

ANALISIS EFEKTIFITAS BIAYA ANTARA OBAT ANGIOTENSIN CONVERTING ENZYME

BAB I PENDAHULUAN. 90 mmhg.penyakit hipertensi telah menjadi masalah utama dalam masyarakat

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIHIPERTENSI KOMBINASI DUA OBAT PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SELISIH LAMA RAWAT INAP PASIEN JAMKESMAS DIABETES MELLITUS TIPE 2 ANTARA RILL DAN PAKET INA-CBG

BAB I PENDAHULUAN. khususnya mengenai jaminan social (Depkes RI, 2004). Penyempurna dari. bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan.

EVALUASI KERASIONALANPENGGUNAANANTIDIABETIK ORAL PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. R.

POLA PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI DAN KESESUAIANNYA PADA PASIEN GERIATRI RAWAT JALAN DI RSUD ULIN BANJARMASIN PERIODE APRIL

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA (COST EFF ECTIVENESS ANALYSIS) PADA PASIEN GASTRITIS KRONIK RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO

EVALUASI KETEPATAN TERAPI PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP DR. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN PERIODE JANUARI - JUNI

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat PTM mengalami peningkatan dari 42% menjadi 60%. 1

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metode Penelitian. Penelitian ini menggunakan metode penelitian non eksperimental dan

PASIEN JAMKESMAS DIABETES MELITUS RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ULIN BANJARMASIN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan berbagai faktor seperti perubahan pola penyakit dan pola pengobatan,

BAB I PENDAHULUAN. menduduki rangking ke 4 jumlah penyandang Diabetes Melitus terbanyak

ANALISIS EFEKTIFITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIHIPERTENSI KOMBINASI DUA OBAT PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT X TAHUN 2012

Nidya A. Rinto; Sunarto; Ika Fidianingsih. Abstrak. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan data

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

ANALISIS BIAYA TERAPI DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH BANTUL YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. jantung. Prevalensi juga akan meningkat karena pertambahan umur baik lakilaki

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. DM merupakan penyakit degeneratif

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) POTENSIAL PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD dr. SOERATNO GEMOLONG TAHUN 2015

ANALISIS BIAYA TERAPI PASIEN DIABETES MELITUS RAWAT INAP

Kata kunci: Diabetes melitus, obat hipoglikemik oral, PERKENI.

AKADEMI FARMASI ISFI BANJARMASIN (Jl. Flamboyan 3 No.

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis (GGK) adalah suatu keadaan dimana terdapat penurunan

BAB III METODE PENELITIAN. desain penelitian deskriptif analitik. Pengambilan data dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN. akibat insufisiensi fungsi insulin (WHO, 1999). Berdasarkan data dari WHO

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain penelitian non eksperimental dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran/polusi lingkungan. Perubahan tersebut

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menurut Global Report On Diabetes yang dikeluarkan WHO pada tahun

Prosiding Farmasi ISSN:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Karakteristik Subjek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG PENGGUNAAN OBAT GLIBENKLAMID PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE-2 DI PUSKESMAS ALALAK SELATAN BANJARMASIN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. oral yang digunakan pada pasien Prolanis di Puskesmas Karangpandan Kabupaten

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Yogyakarta tahun Sampel yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 65

KEPATUHAN PERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2

darah. Kerusakan glomerulus menyebabkan protein (albumin) dapat melewati glomerulus sehingga ditemukan dalam urin yang disebut mikroalbuminuria (Ritz

BAB I PENDAHULUAN. modernisasi terutama pada masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

DENGAN KOMBINASI PADA PASIEN DM TIPE 2 DI UPT. PUSKESMAS DAWAN II KABUPATEN KLUNGKUNG PERIODE NOVEMBER 2015-PEBRUARI 2016

PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER

EVALUASI KERASIONALAN PENGOBATAN DIABETES MELITUS TIPE II PADA PASIEN RAWAT INAP DI KLINIK SARI MEDIKA PERIODE JANUARI-MEI 2016 ARTIKEL ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang dapat

NASKAH PUBLIKASI. Oleh: RATNA DEWI ISNAINI K

BAB I PENDAHULUAN. seluruh pembuluh dimana akan membawa darah ke seluruh tubuh. Tekanan darah

Evaluasi Adverse Drug Reaction Antidiabetes... ( Woro Supadmi, dkk) 205

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT DIABETES MELITUS PADA ORANG DEWASA YANG DIRAWAT INAP DIRUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007, diperoleh bahwa penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia tahun di daerah perkotaan

BAB III METODE PENELITIAN

KETEPATAN PENGGUNAAN OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II DI RUMAH SAKIT X SURAKARTA PERIODE JANUARI JUNI 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat deskriptif dengan metode cross sectional. Pengambilan data dari

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan

4. Tiazolidindion Insulin VI. Komplikasi Diabetes B. Landasan Teori C. Hipotesis BAB III Metodologi Penelitian...

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kasus terbanyak yaitu 91% dari seluruh kasus DM di dunia, meliputi individu

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

INTISARI. Puskesmas 9 NopemberBanjarmasin. 1 Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin 2

Transkripsi:

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA ANTIDIABETIK ORAL PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT INAP PESERTA BPJS DI RSUD SUKOHARJO TAHUN 2016 PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Farmasi Fakultas Farmasi Oleh: ACHMAD HARJANTO K 100 130 042 PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2017

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA ANTIDIABETIK ORAL PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT INAP PESERTA BPJS DI RSUD SUKOHARJO TAHUN 2016 Abstrak Diabetes melitus merupakan penyakit degeneratif dalam jangka panjang dapat menyebabkan timbulnya komplikasi ginjal, mata, sistem saraf serta meningkatkan resiko kardiovaskuler sehingga membutuhkan terapi pengobatan yang lama dan biaya terapi yang sangat besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengobatan dan efektivitas biaya terapi penggunaan antidiabetik oral pada penderita diabetes melitus tipe 2 rawat inap peserta BPJS di RSUD Sukoharjo tahun 2016. Penelitian ini merupakan studi observasional dengan mengumpulkan data rekam medik secara retrospektif pada pasien rawat inap diabetes melitus tipe 2 peserta BPJS di RSUD Sukoharjo tahun 2016. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 32 pasien. Analisis efektivitas biaya dilakukan dengan menghitung biaya medik langsung dan menghitung nilai ACER dan ICER. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan antidiabetik oral di RSUD Sukoharjo pada tahun 2016 dengan kombinasi metformin glimepiride sebesar 31,25%, metformin glimepiride akarbose 21,87%, metformin 18,75%, metformin akarbose 15,62%, metformin glibenklamid akarbose 6,25%, glimepirid akarbose 3,12%, metformin glibenklamid 3,12%. Terapi antidiabetik oral yang paling cost-effective berdasarkan nilai ACER dan ICER berada pada ruang kelas 3 dengan kombinasi metformin dan glibenklamid dengan nilai ACER sebesar Rp. 11.203,54 dan ICER Rp. 1.380,56. Kata Kunci: Diabetes melitus, antidiabetik oral, efektivitas biaya, BPJS, RSUD Sukoharjo. Abstract Diabetes mellitus is a long-term degenerative diseases that can lead to kidney, eye, nervous system complications and increased cardiovascular risk. That s make medication diabetes mellitus requiring long treatment therapies and substantial amount of cost. This study aims to know general overview of treatment and cost effectiveness of oral antidiabetic therapy for in-patients with type 2 diabetes mellitus and BPJS members at Sukoharjo Hospital in 2016. This study used observational method. Medical record of in-patients with type 2 diabetes mellitus and members of BPJS at Sukoharjo Hospital 2016 was collected retrospectively. Purposive sampling method was used as sampling technique. There were 32 patients met inclusion criteria. Cost effectiveness analysis is calculating by direct medical costs and calculating the value of ACER and ICER. The result shows oral antidiabetic used in Sukoharjo Hospital in 2016 was combination of metformin glimepiride 31,25%, metformin glimepiride akarbose 21,87%, metformin 18,75%, metformin akarbose 15,62%, metformin glibenclamide akarbose 6,25%, glimepiride akarbose 3,12%, metformin glibenclamide 3,12%.

The most cost-effective oral antidiabetic according ACER and ICER values was found in class III using combination metformin and glibenclamide with ACER was Rp. 11.203,54 and ICER was Rp. 1.380,56. Keywords: Diabetes mellitus, oral antidiabetic, cost-effectiveness, BPJS, RSUD Sukoharjo. 1. PENDAHULUAN Diabetes melitus adalah penyakit kronis yang disebabkan ketiadaan atau kurangnya insulin. Karakteristik dari diabetes melitus ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah atau hiperglikemia serta terjadi gangguan metabolisme pada lipid dan protein. Dalam jangka panjang, gangguan metabolisme yang terjadi meningkatkan resiko komplikasi seperti retinopati, neuropati dan nepropati (Koda-Kimble et al., 2008). Pada tahun 2000 prevalensi diabetes melitus untuk semua umur diperkirakan sebesar 2,8% dan pada tahun 2030 prevalensi diabetes diperkirakan akan meningkat menjadi 4,4%. Dengan kenaikan prevalensi penderita diabetes melitus ini diperkirakan dari 171 juta menjadi 366 juta dari tahun 2000 hingga 2030 (Wild, et al., 2004). Hasil laporan dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2007 yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan menunjukkan di daerah urban Indonesia memiliki prevalensi diabetes sebesar 5,7% pada usia diatas 15 tahun. Prevalensi terkecil terdapat di Propinsi Papua sebesar 1,7% dan daerah yang memiliki prevalensi diabetes terbesar di Propinsi Maluku Utara dan Kalimantan Barat yang mencapai 11,1% (Melorose et al., 2015). Teknologi pada saat ini berkembang pesat dengan seiring bertambahnya waktu, begitupun dalam dunia kesehatan. Penerapan teknologi canggih mengakibatkan kenaikan biaya kesehatan di Indonesia, bukan hanya teknologi yang mengakibatkan kenaikan biaya kesehatan tapi juga pelayanan yang diberikan melebihi kebutuhan pasien dalam pelayanan kesehatan, pola penyakit degeneratif dan kronik serta inflasi. Biaya pemeliharaan kesehatan yang semakin tinggi semakin sulit ditangani oleh masyarakat dan pemerintah yang menyediakan dana. Biaya yang tinggi berdampak pada mutu pelayanan kesehatan dan akses masyarakat untuk mendapatkan kesehatan (Andayani, 2013). Menurut Janis (2014) dengan adanya kebijakan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) masyarakat yang sebelumnya tidak mampu membayar jasa kesehatan bisa mendapatkan pelayanan kesehatan sehingga permintaan pelayanan keseahatan tinggi. BPJS yang memiliki konsep SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) menunjukan keberhasilan karena transformasi Askes ke BPJS memiliki potensi kinerja yang bagus. Berdasarkan penelitian Priharsi (2015) tentang analisis efektivitas biaya yang dilakukan di RSUD Moewardi Surakarta menyatakan antidiabetik oral yang banyak digunakan adalah glikuidon 5

dari golongan sulfonilurea dengan persentase sebesar 80%. Golongan biguanid memiliki efektivitas tertinggi dengan persentase sebesar 58,33% dan golongan sulfonilurea memiliki efektivitas terendah dengan presentase sebesar 14,81%. Biaya antidiabetik oral yang terendah yaitu golongan biguanid dengan nilai ACER sebesar Rp 1.426,72 dan ICER sebesar Rp -10.454,89, sedangkan antidiabetik oral yang memiliki biaya paling tinggi adalah golongan sulfonilurea sengan nilai ACER dan ICER sebesar Rp 15.193. Untuk itu perlu dilakukannya evaluasi efektivitas biaya pengobatan antidiabetik pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang menggunakan BPJS dan menjalani rawat inap di RSUD Sukoharjo tahun 2016. 2. METODE 2.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif, teknik pengambilan data dilakukan secara retrospektif berdasarkan data rekam medik. Sampel yang digunakan adalah rekam medik penderita diabetes melitus tipe 2 pada tahun 2016. Subyek penelitian yang digunakan adalah pasien rawat inap peserta BPJS yang telah didiagnosis menderita diabetes melitus tipe 2 yang mendapatkan terapi antidiabetik oral di RSUD Sukoharjo tahun 2016. Pengumpulan data dilakukan dengan mengambil data dari instalasi rekam medik, instalasi farmasi dan bagian keuangan rumah sakit. Data yang ditulis pada pengumpulan data meliputi nomor rekam medik, identitas pasien, hasil laboratorium, perincian biaya pengobatan. 2.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar pengumpul data dan catatan data biaya medik langsung di RSUD Sukoharjo. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari rekam medik, instalasi farmasi dan bagian keuangan. 2.3 Tempat Penelitian Tempat yang dipilih untuk penelitian ini di RSUD Sukoharjo tahun 2016 pada bagian rekam medik, instalasi farmasi dan bagian keuangan. 2.4 Definisi Operasional a. Analisis efektivitas biaya adalah perbandingan dari biaya medik langsung perbulan dengan efektivitas terapi. b. Biaya medik langsung (direct medical cost) per pasien. Perhitungan biaya dibatasi pada direct medical cost, yaitu seluruh biaya yang telah dikeluarkan pasien terkait dengan pelayanan jasa medis untuk tercapai diabetes melitus. Biaya tersebut meliputi biaya antidiabetik oral, biaya obat lain, biaya laboratorium, biaya dokter dan biaya tindakan dan keperawatan, biaya ini dapat 6

diperoleh di bagian keuangan rumah sakit. Biaya ini dapat dihitung dengan menjumlahkan biaya antidiabetik oral, biaya obat lain, biaya laboratorium, biaya dokter dan biaya tindakan dan keperawatan kemudian dibagi jumlah kasus. c. Target terapi antidiabetik oral adalah tercapainya nilai normal dari GDS < 200 mg/dl (PERKENI, 2015). d. % Efektivitas adalah jumlah pasien yang mencapai target gula darah sewaktu dibagi dengan jumlah seluruh pasien yang medapatkan terapi. 2.5 Populasi dan Sampel Populasi yang dipilih sebagai subyek penelitian ini yaitu pasien rawat inap diabetes melitus tipe 2 di RSUD Sukoharjo tahun 2016. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Kriteria inklusi : a. Pasien peserta BPJS yang terdiagnosis menderita diabetes melitus tipe 2 yang menjalani rawat inap di RSUD Sukoharjo tahun 2016. b. Pasien diabetes melitus tipe 2 yang mendapatkan terapi antidiabetik oral minimal 3 bulan dengan jenis yang sama dalam periode pemeriksaan tahun 2016. c. Data rekam medik memuat identitas pasien (nomor rekam medik, nama, jenis kelamin dan usia), diagnosis, hasil laboratorium gula darah sewaktu masuk dan keluar rumah sakit, biaya medik langsung (biaya obat antidiabetik oral, biaya obat lain, biaya laboratotium,biaya rawat inap, biaya jasa dokter dan biaya tindakan dan keperawatan), nama obat yang diberikan. Kriteria eksklusi : a. Pasien diabetes melitus mendapat terapi insulin yang mengindikasikan DM tipe 1. b. Pasien diabetes melitus yang mempunyai komplikasi gagal ginjal. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Karateristik Pasien Penelitian dilakukan pada 236 pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Sukoharjo tahun 2016. Pengambilan sampel pasien dilakukan dengan metode purposive sampling. Setelah dilakukan penelitian pada 236 pasien didapatkan 32 pasien yang memenuhi kriteria inklusi, dari 236 pasien berkurang menjadi 199 karena 37 pasien membayar pengobatan dengan mandiri tidak menggunakan BPJS, dari sejumlah 199 pasien berkurang karena riwayat pasien meninggal, gagal ginjal, ulkus diabetik, data rekam medik dan keuangan yang tidak lengkap. Data 32 pasien diabetes melitus tipe 2 rawat inap RSUD Sukoharjo tahun 2016 dikelompokakan menurut umur, jenis kelamin, lama 7

perawatan dan kelas rawat inap. Karateristik pasien diabetes melitus tipe 2 rawat inap peserta BPJS di RSUD Sukoharjo tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Gambaran demografi pasien diabetes melitus tipe 2 rawat inap RSUD Sukoharjo tahun 2016 Keterangan Jumlah Persentase (%)N=32 Usia 20-44 3 9,37% 45-64 25 78,13% > 65 4 12,5% Jenis Kelamin Laki-laki 9 28,12% Perempuan 23 71,88% Lama Rawat Inap 1-2 hari 1 2,94% 3-4 hari 9 29,41% 5-6 hari 10 32,35% >7 hari 12 35,30% Kelas III 25 78,12% II 4 12,5% I - - VVIP 3 9,38% Diagnosa DM 14 43,75% DM HT 9 28,125% DM Gastritis 2 6,25% DM IHD 2 6,25% DM Malaise 1 3,125% DM IHD HT 3 9,375% DM HT Gastritis 1 3,125% Menurut penelitian yang dilakukan oleh CDC pada tahun 2010-2012, 37% orang dewasa dengan umur 20 tahun atau lebih memiliki riwayat prediabetes, 51% orang dewasa dengan umur 65 tahun atau lebih memiliki riwayat diabetes melitus. Hasil observasi penelitian ini pada umur 45-64 memiliki persentase terbesar, hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Putra (2013). Hasil penelitian Riskesdas tahun 2013 menyatakan prevalensi diabetes melitus tipe 2 pada rentang usia 55-64 tahun sebesar (4,8%), sedangkan rentang umur 65-74 tahun sebesar (4,2%). Pasien diabetes melitus di RSUD Sukoharjo tergambarkan pada jenis kelamin laki-laki sebanyak 9 dengan persentase 28,12% dan perempuan 23 dengan persentase 71,88%. Perawatan di rumah sakit paling banyak lebih dari 7 hari. Riwayat diabetes gestational yang terjadi pada perempuan akan lebih mudah berkembang menjadi diabetes melitus pada masa mendatang, sehingga perkembangan penyakit diabetes melitus pada perempuan terus meningkat (American Diabetes Association, 2016). Wanita pasca-menopause memiliki resiko diabetes melitus karena adanya perubahan hormonal, perubahan hormonal menyebabkan terjadinya gangguan pada distribusi lemak sehingga menyebabkan diabetes melitus (Irawan, 2010). 8

Penderita diabtes melitus tipe 2 pada usia 20 tahun ke atas akan meningkat angka kejaidiannya, peningkatan sering terjadi pada wanita dari pada pria. Umur 41-60 tahun pada pasien diabetes melitus tipe 2 memiliki angka kejadian paling banyak dengan 62,5% dan pada penderita dengan jenis kelamin perempuan sebesar 68,75% (Triplitt et al., 2008). 3.2 Gambaran Penggunaan Obat Antidiabetik Oral Terapi antidiabetik oral pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Sukoharjo secara umum menggunakan obat golongan sulfonilurea, alfa-glukosidase inhibitor dan biguanid. Sulfonilurea bekerja dengan memacu sekresi insulin. Biguanid bekerja dengan meningkatkan sensivitas insulin. Alfa-glukosidase inhibitor bekerja dengan menghambat absorpsi glukosa di saluran pencernaan (PERKENI, 2015). Gambaran penggunaan antidiabetik oral di RSUD Sukoharjo tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Penggunaan antidiabetik oral pada pasien diabetes melitus tipe 2 rawat inap di RSUD sukoharjo 2016 Golongan Obat Nama Obat Jumlah Persentase (N=32) Biguanid Metformin 6 18,75% Biguanid sulfonylurea Metformin 10 31,25% Biguanid Alfa- glukosidase Metformin 5 15,62% inhibitor Sulfonilurea Alfa- 1 3,12% glukosidase inhibitor Biguanid sulfonylurea Metformin 1 3,12% Glibenklamid Biguanid sulfonilurea Alfa- glukosidase inhibitor Metformin 7 21,87% Biguanid sulfonilurea Alfa- glukosidase inhibitor Metformin Glibenklamid 2 6,25% Antidiabetik oral digunakan untuk menurunkan kadar gula dalam darah dengan bebabagai macam mekanisme, penggunaan antidiabetik oral yang paling banyak digunakan adalah metformin. Metformin adalah obat lini pertama untuk diabetes melitus. Metformin dapat menurunkan 1-2% HbA1c sehingga lebih banyak digunakan (PERKENI, 2016). Metformin merupakan obat yang memiliki efektivitas terapi yang tinggi dengan biaya yang rendah (Gu et al., 2015). 3.3 Penggunaan Obat Lain Terapi diabetes melitus tidak hanya pada pengobatan penyakitnya saja tetapi juga komplikasi dan gejala-gejala yang ditimbulkan, oleh karena itu dibutuhkan terapi obat lain. Penggunaan infus RL OGB menjadi terapi yang banyak digunakan. Gambaran penggunaan obat lain di RSUD Sukoharjo dapat dilihat pada Tabel 3. 9

Tabel 3. Gambaran Pola Pengobatan Non Antidiabetik Oral Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Inap Peserta BPJS di RSUD Sukoharjo Tahun 2016 Kelas Terapi Nama Obat Jumlah Persentase (%) N=32 Larutan elektrolit Inj. RL OGB 32 100% Obat saluran cerna Inj. Omeprazole 20 mg CAP 9 28,12% Inj. Ranitidine 25 mg/ml 10 31,25% Syp. Sucralfat 100 ml 3 9,37% Inj. Ondansentron 4 mg 4 12,5% Antihipertensi Amlodipine 10 mg 11 34,37% Captopril 12,5 mg 2 6,25% Obat jantung Clopidogrel 3 9,37% Nitrokaf 2 6,25% Obat saluran napas Ambroxol 30 mg 2 6,25% Multivitamin inj.vitmin B1 100 mg 5 15,62% Inj. Vitamin B12 500 mg 17 53,12% Vitamin B12 100 mg 9 28,12% Asam folat 1 mg 3 9,37% Analgesik Ketorolak 2 6,25% Antalgin 3 9,37% Paracetamol 500 mg 6 18,75% Pada penelitian ini terdapat komplikasi penyakit yang paling banyak yaitu hipertensi dengan jumlah 13 kasus dan IHD dengan jumlah 4 kasus. Pasien diabetes melitus umumnya memiliki kopmlikasi hipertensi yang bisa memicu komplikasi mikrovaskuler dan faktor resiko terjadinya penyakit jantung (American Diabetes Association, 2014). Terapi hipertensi pada penelitian ini menggunakan obat amlodipine 10 mg dan kaptopril 12,5 mg. Amlodipine merupakan golongan Calcium Channel Blocker yang diberikan pada pasien khusus yang memiliki resiko tinggi terhadap penyakit koroner dan diabetes (Depkes, 2006). Pemberian terapi obat amlodipin bermanfaat untuk mengurangi resiko terjadinya stroke dengan persentase mencapai 50% dan resiko myocardial infraction dengan persentase 26% (Fares et al., 2016). 3.4 Analisis efektivitas biaya a) Biaya Medik Langsung Biaya medik langsung adalah biaya yang dikeluarkan untuk produk dan layanan medis yang digunakan untuk mencegah, mendeteksi, dan mengobati penyakit. Biaya medik langsung memiliki cakupan biaya obat,biaya obat lain, biaya keperawatan dan tindakan, biaya laboratorium dan biaya tes diagnostik, biaya rawat inap, dan biaya kunjungan. Kopomonen biaya medik langsung pada pasien diabetes melitus tipe 2 rawat inap peserta BPJS di RSUD Sukoharjo tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel 4. 10

11 Tabel 4. Rekapitulasi biaya medik langsung pada pasien Diabetes melitus tipe 2 rawat inap peserta BPJS di RSUD Sukoharjo tahun 2016. Ruangan Kelas 3 Kelas 2 Kelas Vvip Kombinasi 0bat Metformin Metformin Metformin Metformin Glibenklamid Komponen biaya (Rp±SD) Biaya Visite Biaya Dokter Laboratorium 23.332,09± 60.100 35.309,34± 94.250 34.606,35± 92.500 41,365,75± 92.250 89.036,62± 230.468 106580,94± 256.875 111.394,40± 218.900 48,012,55± 205.900 Harga Antidiabetik 6.491,11± 13.744 7.919,82± 13.692 13.29,42± 3.450 1,849,1± 8.612 Harga Lain 182.445,93± 463.169 122.682,11± 437.612 93.143± 353.165 807,51± 443.781 Obat Biaya rawat inap 53.632± 227.229 194.300,41± 421.750 144.938,79± 309.278 34,082,55± 409.700 Biaya keperwatan dan tindakan 149.941,69± 198.745 217.497,35± 288.313 306.823,95± 538.006 70,268,74± 149.813 Total Biaya 285.681,93± 1.193.455 671.807,27± 1.512.492 538.061,89± 1.515.299 198,507,5± 1.310.055 49.500 284.300 20.889 359.337 289.200 317.175 1.320.401 Metformin 57.510,87± 84.000 137.353,78± 236.538 998,71± 2.249 259.041,98± 383.278 188.288,32± 298.981 37.980,65± 80.795 419.742,33± 1.085.840 Metformin Glibenklamid 67.500 177.030 3.401 430.323 337.400 104.700 1.120.354 Metformin 66.267,22± 61.642 Metformin 300.520,38± 280.000 Metformin 68.589,35± 226.000 Metformin 777,82± 148.250 289.135,96± 378.400 127.526,70± 269.275 5.379,67± 10.980 3.835,34± 5.613 7.684,13± 12.250 99.610,13± 327.432 211.654,73± 439.461 3.078,03± 308.657 156.270,59± 552.500 872.852,61± 1.002.800 1.517.451,15± 2.723.000 349.504,49± 380.013 332.104,72± 550.984 279.307,17± 522.500 667050,59± 1.480.817 1.579.123,59± 2.657.257 1.851.089,58± 4.061.681 300.500 852.100 13.122 834.614 1.442.500 288.675 3.731.511 11

Hasil penelitian yang ada pada tabel 6 menunjukkan total biaya medik langsung terendah terdapat pada kelas 3 dengan terapi obat metformin, biaya yang dikeluarkan sebesar 419.742,33 ± 1.085.840. Metformin dapat menghemat biaya terapi 39,87% sampai 40,97% (Gu et al., 2015). Sedangkan pemberian terapi metformin dan glimepirid menjadi total biaya medik langsung tertinggi dengan biaya sebesar 4.061.681, hal ini disebabkan karena biaya ruang rawat inap selama 15 hari dan biaya obat lain yang sudah tinggi. Menurut penelitian yang dilakukan Hartanto (2017) pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan terapi antidiabetik oral di RSUD Ulin Banjarmasin menunjukkan biaya tertinggi adalah biaya obat sebesar 53,27% yang mencakup biaya obat antidiabetik oral dan obat lain. Biaya obat pada pasien Jamkesmas diabetes melitus menjadi komponen yang paling besar untuk biaya total pengobatan yaitu sebesar 32,38% (Sari,2014). Menurut penelitian yang dilakukan Priharsi (2015) menunjukkan biaya total rata-rata terapi diabetes melitus tipe 2 rawat jalan peserta BPJS di RS Dr. Moewardi tahun 2014 yang paling besar adalah terapi dengan golongan sulfonilurea yaitu sebesar Rp 225.008± 64.305,93. b) Efektivitas Biaya Terapi antidiabetik oral pada pasien diabetes melitus bertujuan untuk menurunkan kadar gula darah sewaktu yang tinggi menjadi normal. Terapi diabetes melitus dikatakan berhasil jika kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dl (PERKENI, 2015). Gambaran efektivitas pola terapi pada pasien diabetes melitus tipe 2 rawat inap peserta BPJS di RSUD Sukoharjo tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Gambaran Efektivitas Pola Terapi Pada Pasien DM tipe 2 Rawat Inap Peserta BPJS di RSUD Sukoharjo Ruangan Kombinasi Obat Jumlah pasien Kelas 3 Metformin Tahun 2016 Jumlah pasien yang mencapi target Efektivitas (%) 7 5 71,43% Metformin 4 3 75% Metformin 6 5 83,33% Metformin 2 2 100% Glibenklamid 1 1 100% Metformin 4 3 75% Metformin 1 1 100% Glibenklamid Kelas 2 Metformin 2 2 100% Metformin 2 2 100% Kelas vvip Metformin 2 2 100% Metformin 1 1 100% 12

Hasil efektivitas terapi menunjukkan sebagian besar pasien telah memenuhi target gula darah sewaktu, efektivitas yang paling kecil adalah obat kombinasi metformin, glimepirid dan akarbose sebesar 71,43%. Terapi pengobatan rata-rata hampir mencapai 100%, efektivitas yang mencapai 100% bukan berarti menunjukkan terapi berhasil semuanya karena hal ini terjadi hanya pada sampel yang kecil. Menurut penelitian Priharsi (2015) Hasil penelitian menunjukkan antidiabetik oral yang banyak digunakan adalah glikuidon dari golongan sulfonilurea dengan presentase sebesar 80%. Efektivitas terapi tertinggi yaitu golongan Biguanid dengan presentase sebesar 58,33% dan efektivitas terendah adalah golongan Sulfonilurea dengan presentase sebesar 14,81%. c) Perhitungan Efektivitas Biaya Berdasarkan ACER Dan ICER Biaya merupakan komponen pengeluaran untuk mendapatkan outcome yang baik dengan biaya serendah mungkin. Terapi dituntut bukan hanya pada efek terapi yang bagus tetapi juga biaya terapi yang rendah. Pengukuran efektivitas biaya dapat menggunakan 2 metode yaitu ACER dan ICER untuk menganalisis total biaya medik langsung. Perhitungan ACER Dan ICER dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Perhitungan ACER Dan ICER Pada tiap Antidiabetik oral yang digunakan pasien diabetes melitus tipe 2 peserta BPJS di RSUD Sukoharjo 2016. Ruangan Kombinasi Total biaya (C) Efektivitas (E) ACER (C/E) ICER (ΔC/ΔE) Obat (%) Kelas 3 Metformin 1.085.840 75 14.477,87 - Metformin 1.120.354 100 11.203,54 1.380,56 Glibenklamid.Metformin 1.193.455 71,43 16.708,03-2.558,66 Metformin 1.310.055 100 13.100,55 4.081,20 Glibenklamid 1.320.401 100 13.204,01 - Metformin 1.512.492 75 20.166,56-7.683,64 Metformin 1.515.299 83,33 18.184,31 336,97 Kelas 2 Metformin 1.480.817 100 14.808,17 - Metformin 2.657.257 100 26.572,57 - Kelas vvip Metformin 3.731.511 100 37.315l,11 - Metformin 4.061.681 100 40.616,81 - Nilai ACER yang paling kecil pada penelitian ini adalah pemberian terapi obat metformin dan glibenklamid pada kelas 3 dengan nilai sebesar Rp.11.203,54. Hasil nilai ICER yang paling kecil adalah pemberian terapi obat metformin dan yang memiliki nilai Rp.-7.683,64. Dari tabel 13

6 menunjukkan terapi yang paling cost-effective adalah metformin dan glibenklamid di ruang kelas 3 dengan nilai ACER sebesar Rp.11.203,54 dan nilai ICER sebesar Rp.1.380,56. Hasil penelitian Aldilla (2008) menunjukkan pola pengobatan yang banyak digunakan adalah terapi tunggal biguanid sebesar 51,39 %. Biaya terapi tiap bulan untuk pengobatan DM tipe 2 rawat inap di RSUD Sleman Yogyakarta untuk terapi tunggal biguanid sebesar Rp.56.359,42 ± 31.449,48 sedangkan terapi tunggal sulfonilurea sebesar Rp.54.080,68 ± 32.768,75. Efektivitas paling besar terlihat pada pola pengobatan terapi tunggal biguanid yaitu 97,30 %. Pengobatan yang cost-effective adalah terapi tunggal biguanid dengan nilai ACER sebesar Rp.579,23 serta memberikan manfaat sebesar Rp.261,02. Obat antidiabetik oral yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metformin, glimepirid, glibenklamid dan akarbose telah terdapat dalam Formularium Nasional 2014 yang merupakan acuan dalam pelaksanaan BPJS di Fasilitas Kesehatan 1,2 dan 3 sebagai salah badan hukum yang dibentuk oleh Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Hal ini sesuai dengan ketentuan pada Formularium Nasional 2014 karena menurut Keputusan Kementrian Kesehatan Nomor 228/Menkes/SK/VI/2013 tentang Komite Nasional Penyusunan Formularium Nasional 2013 obat-obat tersebut merupakan obat yang dibutuhkan dan harus tersedia di Fasilitas Kesehatan 2 dan 3 yaitu Rumah Sakit tipe A, B dan C, sehingga RSUD Sukoharjo yang merupakan rumah sakit tipe B termasuk kedalam Fasilitas Kesehatan tipe 2. Sedangkan untuk kombinasi antidiabetik oral yang merupakan terapi lini ke 2 dan 3 dalam penelitian ini tidak terdapat penjelasan lebih lanjut pada Formularium Nasional 2014. d) Analisis Sensivitas Kajian farmakoekonomi memperhitungkan aspek ketidakpastian (uncertainty) dari berbagai data yang digunakan maupun dihasilkan, agar ketidakpastian yang ada dapat diperhitungkan dengan baik, dampak dari unsur ketidakpastian harus diidentifikasi, dinilai, dan diinterpretasi terutama untuk parameter yang paling dominan pada hasil kajian. Untuk menganalisis dampak ketidakpastian, lazim digunakan analisis sensitivitas. Metode yang paling sederhana adalah analisis sensitivitas satu arah, dilakukan dengan mengubah nilai suatu variabel dalam kisaran yang memungkinkan dengan menjaga nilai variabel lainnya konstan (KEMENKES, 2013) Tabel 7. Rekapitulasi Perhitungan Analisis Uji Sensitivitas Terapi Metformin dan Glibenklamid Biaya Visite Dokter (Rp) Biaya Laboratorium (Rp) Biaya Antidiabetik (Rp) Biaya Obat Lain (Rp) Biaya Ranap (Rp) Biaya Keperwatan dan tindakan (Rp) Total Biaya (Rp) Biaya 67.500 177.030 3.401 430.323 337.400 104.700 1.120.354 Plus 25% 131.250 31.5037,5 4.251,25 350.403,75 421.750 177.750 1.400.442,5 Minus 25% 78.750 189.022,5 2.550,75 210.242,25 253.050 106.650 840.265,5 14

Selisih 52.500 126.015 1.700,5 140.161,5 168.700 71.100 560.177 Biaya pengobatan pasien diabetes melitus tipe 2 di ruang kelas 3 dengan terapi obat metformin dan glibenklamid menghabiskan total biaya Rp. 1.120.354. Hasil perhitungan analisis sensivitas dengan selisih yang paling besar ada pada biaya rawat inap sebesar Rp.168.700. Biaya rawat inap pada terapi antidiabetik metformin dan glibenklamid berada pada ruang kelas 3 yang merupakan ruang kelas dengan biaya paling rendah dibandingkan dengan kelas lainnya sehingga jika ruang kelas dinaikkan maka menjadi lebih mahal, sedangkan biaya antidiabetik merupakan komponen biaya yang paling rendah. 4. PENUTUP Antidiabetik oral yang digunakan adalah kombinasi metformin glimepiride sebanyak 10 pasien (31,25%), metformin glimepirid akarbose sebanyak 7 pasien (21,87%), metformin sebanyak 6 pasien (18,75%), metformin akarbose sebanyak 5 pasien (15,62%), metformin glibenklamid akarbose sebanyak 2 pasien (6,25%), glimepiride akarbose sebanyak 1 pasien (3,12%), metformin glibenklamid sebanyak 1 pasien (3,12%). Terapi antidiabetik oral yang paling cost-effective berdasarkan nilai ACER adalah kombinasi metformin dan glibenklamid dengan nilai sebesar Rp. 11.203,54, jika berdasarkan nilai ICER antidiabetik oral yang paling cost-effective adalah kombinasi metformin dan glibenklamid dengan nilai sebesar Rp. 1.380,56. PERSANTUNAN Terimakasih diucapkan kepada Ibu Mariska Sri Harlianti, M.Sc., Apt selaku pembimbing skripsi dan Direktur serta Staf rumah sakit terkait yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan artikel ilmiah ini. DAFTAR PUSTAKA Aldilla, D., 2008, Analisis Efektivitas-Biaya Penggunaan Terapi Tunggal Biguanid Dan Sulfonilurea Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Rawat Jalan Di RSUD Sleman Yogyakarta Tahun 2007-2008. Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Andayani, T., 2013, Farmakoekonomi Prinsip dan Metodologi, Yogyakarta: Bursa Ilmu. American Diabetes Association, 2014, Standards of Medical Care in Diabetes-2014. Diabetes Care, Vol. 37 (1): S14 American Diabetes Association, 2014, Standards of Medical Care in Diabetes-2015. Diabetes Care, Vol. 38. Berger, M.L., Bingefors, K., Hedblom, E., Pashos, C.L., Torrance, G., Smith, M.D., 2003, Health Care Cost, Quality, and Outcomes : ISPOR Book of Terms, ISPOR: USA. 15

Dipiro J.T., Talbert R.L., Yee G.C., Matzke G.R., Wells B.G. and Posey L.M., 2011, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 8th ed., Mc Graw - Hill, United State of America. Fares H., DiNicolantonio J.J., O Keefe J.H. and Lavie C.J., 2016, Amlodipine in hypertension: a first-line agent with efficacy for improving blood pressure and patient outcomes, Open Heart, 3 (2), e000473. Gu S., Tang Z., Shi L., Sawhney M., Hu H. and Dong H., 2015, Cost-Minimization Analysis of Metformin and Acarbose in Treatment of Type 2 Diabetes, Value in Health Regional Issues, 6, 84 88. Terdapat di: http://dx.doi.org/10.1016/j.vhri.2015.03.012. Hartanto D. and Mulyani T., 2016, Gambaran Biaya Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Terapi Antidiabetik Oral Di Rsud Ulin,, 2 (1), 109 116. Kemenkes RI, 2013, Pedoman Penerapan Kajian Farmakoekonomi, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Jakarta. Kumar, S., and Baldi, A., 2013, Pharmacoeconomics: Principles, Methods and Economic Evaluation of Drug Therapies, Department of Quality Assurance, I. S. F, College of Pharmacy: India. Koda-Kimble, M.A., et. al., 2009, Applied Therapeutics. The Clinical Use Of Drug. 9 th, Lippincot Williams & Wilkins: Philadelpia. Melorose J., Perroy R. and Careas S., 2015, Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia, Statewide Agricultural Land Use Baseline 2015, 1, 3 7. Murni, 2010, Analisis Efektivitas Biaya pada Penderita Diabetes Melitus tipe 2 Rawat inap Peserta Asuransi Kesehatan di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta tahun 2014, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah, Surakarta. National Institute of Health, 2014, Causes of Diabetes, National Diabetes Information. Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2013, Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional, www.depkes.go.id (diunduh pada tanggal 16 November 2016). PERKENI, 2011, Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia, PB. PERKENI, Jakarta. Price, S. A. And Wilson, L, M., 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi 6, EGC: Jakarta. Priharsari. A., 2015. Analisi Efektivitas Biaya Antidibetik Oral pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat inap Peserta BPJS di Rumah Sakit Umum Daerah DR. Moewardi Tahun 2014, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. Rascati, K, L., 2009, Essential of Pharmacoeconomics, Walters Kluwer Health: Philadelphia. Sari, R.M. 2014. Perbandingan Biaya Riil dengan Tarif Paket Ina-CBGs dan Analisis Faktor yang Mempengaruhi Biaya Riil pada Pasien Diabetes Melitus Rawat Inap Jamkesmas di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. SPREAD. Vol.4 No.1 : 61-70 UU BPJS, 2011, Penjelasan Tentang BPJS, www.djpp.kemenkumham.go.id (diunduh pada tanggal 16 November 2016). Wild, S., Roglic, G., Green, A., Sicree, R., & King, H., 2004, Global Prevalence of Diabetes: Estimates for the year 2000 and projections for 2030, Diabetes Care, 27, 1047-1053. 16