JENDELA PENGETAHUAN JURNAL ILMIAH ISSN: PENINGKATAN STATUS SOSIAL DAN KETIDAKADILAN DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT PADA PENDIDIKAN FORMAL

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Bangsa yang majemuk, artinya Bangsa yang terdiri dari beberapa suku

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah I.1.1. Indonesia adalah Negara yang Memiliki Kekayaan Budaya

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. telah berlangsung sejak zaman purba sampai batas waktu yang tidak terhingga.

BAB I PENDAHULUAN. etnis Tionghoa sudah terjadi sejak lama. Orang-orang China yang bermukim

BAB 5 RINGKASAN. Jakarta sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki beragam etnis

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

I. PENDAHULUAN. Islam datang selalu mendapat sambutan yang baik. Begitu juga dengan. kedatangan Islam di Indonesia khususnya di Samudera Pasai.

BAB I PENDAHULUAN. kaya di Asia Tenggara. Hal ini begitu tampak dari pakaian, makanan, dan

BAB II SEJARAH MASUKNYA ETNIS TIONGHOA DI SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB IV ANALISIS AKULTURASI BUDAYA CHINA DAN JAWA TERHADAP MASJID CHENG HOO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal mula kedatangan orang-orang Tionghoa di Nusantara tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah Islam di Indonesia memiliki keunikan tersendiri, karena disamping

KERAJAAN HINDU-BUDHA DAN ISLAM DI INDONESIA BESERTA PENINGGALANNYA

BAB V. Kesimpulan. Studi mengenai etnis Tionghoa dalam penelitian ini berupaya untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. dituturkan di sejumlah wilayah di Indonesia, dan ada pula bahasa-bahasa etnik

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. berbagai cara untuk mencapai apa yang diinginkan. Menurut Pusat Pembinaan

KERAJAAN DEMAK. Berdirinya Kerajaan Demak

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan dan kepercayaannya. Hal tersebut ditegaskan dalam UUD 1945

I. PENDAHULUAN. oleh Indonesia adalah suku Cina atau sering disebut Suku Tionghoa.

BAB III MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA JALUR ISLAMISASI. 3.1 Proses Islamisasi dan Perkembangan Islam di Indonesia

menghubungkan satu kebudayaan dengan kebudayaan lain.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kedatangan kaum Tionghoa dari dataran Tiongkok ke Indonesia sudah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KERJASAMA KERAJAAN SRIWIJAYA DENGAN DINASTI TANG PADA TAHUN M

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB VII RAGAM SIMPUL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kedatangan imigran-imigran Tionghoa ke pantai timur Sumatra telah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

KISI-KISI PENYUSUNAN SOAL UJIAN SEKOLAH PENYUSUN : 1. A. ARDY WIDYARSO, DRS. ID NO :

BAB I PENDAHULUAN. antarbudaya yang tidak terselesaikan. Dan lanjutnya, Umumnya orang menaruh

BAB I PENDAHULUAN. sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjalankan kehidupannya

JENDELA PENGETAHUAN JURNAL ILMIAH ISSN: PENINGKATAN STATUS SOSIAL DAN KETIDAKADILAN DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT PADA PENDIDIKAN FORMAL

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa,

BAB V KESIMPULAN. Di dalam aktivitas pelayaran dan perniagaan internasional Nusantara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mengamati sejarah perkembangan ekonomi Indonesia sejak

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 4. INDONESIA MASA HINDU BUDHALatihan Soal 4.2

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus penduduk terpadat di Kabupaten Langkat. Kecamatan ini dilalui oleh

BAB IV BUDAYA DAN ALAM PIKIR MASA PENGARUH KEBUDAYAAN ISLAM DAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Budi Utomo, 2014

BAB I PENDAHULUAN. menjadi dominan adalah Suku Dayak bukit sebagai penduduk asli kesamaan itu

TINJAUAN PUSTAKA. Secara etimologis konsep tinjauan historis terdiri dari dua kata yakni tinjauan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang subordinatif, di mana bahasa berada dibawah lingkup kebudayaan.

KATA PENGANTAR. Dalam kesempatan ini pula saya menyampaikan rasa bahagia dan ucapan rasa terima kasih kepada :

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti Arab, Melayu, China, Persia, India dan lain sebagainya.

I. PENDAHULUAN. dikenal sebagai salah satu Kerajaan Maritim terbesar di Indonesia. Wilayah

11. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk dapat memecahkan masalah-masalah yang akan diteliti.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Batik di Indonesia bukan merupakan sesuatu yang baru. Secara historis, batik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pada abad ke-5, dibuktikan dengan kisah perjalanan biksu Buddha

BAB 5 RINGKASAN. keatas dari penduduk Indonesia yang beragama Islam, masih terdapat agama Kristen,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia sebagai masyarakat majemuk. Kemajemukan ini. yang tercakup di dalamnya, serta ditunjang dengan keadaan

Pengantar Ilmu dan Teknologi Maritim

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara TIPOLOGI DAN MAKNA SIMBOLIS RUMAH TJONG A FIE DI KOTA MEDAN

KAJIAN POLA STRUKTUR RUANG KOTA LASEM DITINJAU DARI SEJARAHNYA SEBAGAI KOTA PANTAI TUGAS AKHIR. Oleh: M Anwar Hidayat L2D

BAB I PENDAHULUAN. watak pada individu. Karena salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya

ISLAM DI INDONESIA. UNIVERSITAS MERCU BUANA BEKASI Sholahudin Malik, S.Ag, M.Si. MATA KULIAH AGAMA ISLAM. Modul ke: 04Fakultas.

Indikator Pencapaian Kompetensi. Kegiatan pembelajaran. Mencari artikel di perpustakaan dan internet mengenai lahir dan berkembangnya agama dan

PEREMPUAN DALAM BUDAYA PATRIARKHI

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seorang warga negara Indonesia dengan paspor Indonesia belum tentu orang

Pada tahun 30 Hijri atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang sangat majemuk. Ratusan

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 7. INDONESIA MASA ISLAMLATIHAN SOAL BAB 7

BAB 1. Pendahuluan. kemajemukan yang tampak dari masyarakat Indonesia. Suryadinata (1997:9)

Pasang surut hubungan partai komunis dan partai nasionalis di cina tahun

1. Bukti-Bukti Masuknya Islam di Indonesia

BAB I Pendahuluan. 1.1 Multimedia Interaktif Flash Flip Book Pakaian Adat Betawi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Dengan adanya kemajuan teknologi dan fenomena global village yang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 4. INDONESIA MASA HINDU BUDHALatihan Soal 4.3

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang majemuk secara etnik, agama, ras dan golongan.

BAB I PENDAHULUAN. yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata.

BAB I PENDAHULUAN. namun akhirnya menetap di Indonesia. Mereka berbaur dengan penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149).

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki banyak pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Oleh karena itu,

STUDI KOMPARATIF POLA MORFOLOGI KOTA GRESIK DAN KOTA DEMAK SEBAGAI KOTA PERDAGANGAN DAN KOTA PUSAT PENYEBARAN AGAMA ISLAM TUGAS AKHIR

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia. Hubungan Malayu..., Daulat Fajar Yanuar, FIB UI, 2009

PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA-KOTA AWAL DI KABUPATEN REMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: OCTA FITAYANI L2D

Konsep Manajemen Pengelolaan Pesisir & Pulau- Pulau Kecil. Perencanaan Kawasan Pesisir

Setelah selesai kegiatan pembelajaran, siswa dapat :

BAB III BUDAYA DAN ALAM PIKIR MASA PENGARUH KEBUDAYAAN HINDU DAN BUDHA

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 6. AKULTURASI BUDAYA INDONESIA DENGAN HINDU BUDHA DAN ISLAMLATIHAN SOAL BAB 6. Ksatria. Waisya.

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah,

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Sejarah Sosial & Politik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan semakin menjadi primadona sejak krisis ekonomi melanda Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Latarbelakang Pengadaan Proyek

MELAYU SEBAGAI AKAR TRADISI NUSANTARA. Harnojoyo. S.sos (Plt. Walikota Palembang)

Transkripsi:

JURNAL ILMIAH ISSN: 1979-7842 JENDELA PENGETAHUAN PENINGKATAN STATUS SOSIAL DAN KETIDAKADILAN DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT PADA PENDIDIKAN FORMAL Oleh Laros Tuhuteru PENDIDIKAN TOLERANSI MALALUI PENELUSURAN JEJAK KEDATANGAN ETNIS TIONGHOA DI INDONESIA Oleh Efilina Kissiya SARANA DAN PRASARANA PENJAS DI SEKOLAH ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN: Analisis Kebijakan Pendidikan Oleh Jonas Solissa MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SEJARAH MELALUI PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN KOMPETITIF PADA SISWA SMP NEGERI 1 LEIHITU KABUPATEN MALUKU TENGAH Oleh Wa Ima HUBUNGAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PADA SISWA KELAS VII SMP ANGKASA LANUT PATTIMURA AMBON Oleh Agustinus Soumokil TES KOMPETENSI BERBAHASA YANG INTEGRATIF Oleh Jolanda Dessye Parinussa PEMBELAJARAN GEOLOGI GEOLOGI: KAJIAN PELAPUKAN Oleh Hasan Boinauw PEMBELAJARAN PENDIDIKAN IPS SEJARAH DALAM KONTEKS Oleh Hamid Dokolamo Volume ke-10 Cetakan ke-22 17 April 2017

PENDIDIKAN TOLERANSI MALALUI PENELUSURAN JEJAK KEDATANGAN ETNIS TIONGHOA DI INDONESIA Oleh Efilina Kissiya Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pattimura Abstrak: Indonesia adalah negara dengan jumlah etnis terbanyak. Terdiri atas berbagai suku bangsa, budaya dan bahasa yang mampu membentuk identitas nasional. Namun, Indonesia juga harus akomodatif terhadap para imigran yang datang dengan berbagai model pluralisme budaya di negara asal yang telah lama dianut. Meski masih menunjukkan beberapa persoalan identitas dan pengakuan terhadap kehadiran para imigran. Permasalahan yang paling menonjol adalah pengakuan terhadap etnisnation Tionghoa. Meskipun kehadiran etnis Tionghoa sudah berabad-abad lalu dan seharusnya sudah terintegrasi dalam multinational state keindonesiaan kita. Masyarakat etnis China/ Tionghoa sebenarnya sudah hadir di Indonesia sejak berabad-abad yang lalu. Mereka melebur manjadi warga setempat. Sejalan dengan peleburan tersebut terjadi pula pasang surut sejarah panjang, serta melawati jalan yang tak mudah. Sebab, adalah suatu fakta sejarah yang tak terbantah, bahwa warga etnis China adalah pendatang, terlepas dari kenyataan bahwa kedatangannya terjadi berabadabad lampau, sehingga keberadaannya bukan lagi hal baru. Fakta sejarah ini tak bisa dihapus dan harus diterima sebagai bagian di dalam kehidupan orang China di Indonesia. Kata-Kata Kunci: Toleransi, Etnis Tionghoa, Indonesia. PENDAHULUAN Nama China tidak berasal dari orang-orang China, tetapi berasal dari luar atau barat. Kata China berasal dari kata Ch in atau Tsjin, yaitu nama suatu dinasti yang pernah memerintah di China pada abad III SM (221-207 SM). Sedangkan orang China sendiri menyebut China dengan nama Tiongkok, nama Tingkok diturunkan dari kata Chung Kuo/Chung Kuok atau The middle Kingdom yang berarti negara tengah, negara yang menjadi pusatnya dunia. Orang-orang China sendiri sering merasa bangga kalau disebut sebagai Orang Han (Man of Han) atau orang Tang (Man of Tang). Etnis China/ Tionghoa sebenarnya sudah hadir berabad-abad lalu. Mereka melebur manjadi warga setempat yang memiliki pasang-surut sejarah panjang, meski tak selalu mulus. Sebab, adalah suatu fakta sejarah yang tak terbantah, bahwa warga masyarakat China adalah pendatang (terlepas dari kenyataan bahwa kedatangannya terjadi berabadabad lampau, sehingga keberadaannya bukan lagi hal baru). Fakta sejarah ini tak bisa dihapus dan harus diterima sebagai bagian integral kehidupan orang China di Indonesia. Etnis

Tionghoa harus diterima secara legowo untuk membangun kembali Indonesia, karena mereka sudah merupakan bagian integral bangsa Indonesia. Mereka mempunyai jaringan perdagangan di Asia Tenggara dan potensi ini harus dimanfaatkan secara sebaik demi kemajuan bangsa dan negara. Untuk itu, kita harus bersamasama menghilangkan prasangka dan memberikan kesempatan kepada etnis Tionghoa berpartisipasi penuh dalam masyarakat Indonesia. Sebaliknya, etnis Tionghoa juga harus lebih terbuka dan bersedia terjun ke dalam arus utama bangsa Indonesia; menghilangkan prasangka dan sikap eksklusif yang dapat menimbulkan stereotip negatif di masyarakat; menjauhi praktek suap-menyuap dalam berbisnis, menunjukkan empati dan solidaritas kepada rakyat kecil yang kurang mampu. Demi kemajuan bangsa dan negara dan tentunya juga demi kebaikan etnis Tionghoa sendiri. PEMBAHASAN Leluhur orang Tionghoa- Indonesia berimigrasi secara bergelombang sejak ribuan tahun yang lalu. Catatan-catatan dari China menyatakan bahwa kerajaan-kerajaan kuna di Nusantara telah berhubungan erat dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di China. Faktor inilah yang kemudian menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang maupun manusia dari China ke Nusantara dan sebaliknya. Awal mula kedatangan etnis Tionghoa ke Indonesia berawal pada masa kejayaan Kerajaan Kutai di pedalaman kalimantan, atau Kabupaten Kutai yang kaya akan hasil tambang emas. Orang-orang Tionghoa/ China tersebut dibutuhkan sebagai pandai perhiasan (Emas). Karena kebutuhan akan pandai emas semakin meningkat, maka didatangkan emas dari China daratan, disamping itu ikut dalam kelompok tersebut adalah para pekerja pembuat bangunan dan perdagangan. Mereka bermukim menyebar mulai dari Kabupaten Kutai, Sanggau Pontianak dan daerah-daerah sekita. Gelombang kedua kedatangan Etnis China (Tionghoa) ke Indonesia ialah pada masa kerajaan Singasari di daerah Malaka atau Jawa Timur sekarang. Kedatangan mereka dibawah armada tentara laut Khubilaikan atau juga sering disebut sebagai Jhengiskan dalam rangka ekspansi wilayah kekuasaannya. Namun utusan yang pertama ini tidaklah langsung menetap, hal ini dikarenakan ditolaknya utusan tersebut oleh Raja. Pada ekspedisi yang kedua tentara laut Khubilaikan ke-tanah Jawa dengan tujuan membalas perlakuan raja Singasari terhadap utusan mereka terdahulu. Namun mereka sudah tidak menjumpai lagi kerajaan tersebut, dan akhirnya mendarat di sebuah pantai yang mereka beri nama Loa Sam (sekarang Lasem) sebagian armada mereka menyusuri pantai dan mendarat di suatu tempat yang bernama Sam Toa Lang, yang kemudian menjadi Semarang. Etnis China ini kemudian mendirikan sebuah tempat ibadah (Kelenteng) yang masih dapat dilihat sampai masa sekarang. Karena keruntuhan Singasari dan Majapahit, serta kemunculan kerajaan baru yaitu Demak sebagai sebuah kerajaan Islam, maka keberadaan etnis China/ Tionghoa ini dipakai sekutu Demak dalam rangka menguasai tanah Jawa dan penyebaran agama Islam. Hal tersebut dimungkinkan karena panglima armada

laut yang mendarat di Semarang, seoarang yang beragama islam, yaitu Cheng Ho. Penyebaran Islam di Jawa oleh etnis Tionghoa ini ternyata berhubungan dengan tokoh-tokoh penyebar agama Islam di Jawa yaitu wali songo. Empat dari sembilan wali songo merupakan orang China atau masih keturunan China, yaitu Sunan Ampel, Sunan Bonang (anak dari Ampel dan seorang wanita China), Sunan Kalijaga, dan Sunan Gunungjati. Selain menyebarkan agama Islam, etnis China ini juga diberi wewenang untuk menjalankan Bandar atau pelabuhan laut di Semarang dan Lasem. Hal tersebut, oleh Demak dimaksudkan untuk melumpuhkan Bandar-bandar laut yang lain, yang masih dikuasai oleh sisa-sisa Singasari dan Majapahit seperti bandar laut Tuban dan Gresik. Beberapa peninggalan zaman dahulu yang menyebutkan tentang kedatangan etnis Tionghoa baik yang ada di Indonesia maupun di negeri China. Pada prasasti-prasasti dari Jawa orang China disebut-sebut sebagai warga asing yang menetap, disamping nama-nama sukubangsa dari Nusantara, daratan Asia Tenggara dan anakbenua India. Beberapa catatan tertua yang ditulis oleh para agamawan, seperti Fa Hien pada abad ke-4 dan I Cing pada abad ke-7. Fa Hien melaporkan suatu kerajaan di Jawa ( To lo mo ) dan I Ching ingin datang ke India untuk memelajari agama Buddha dan singgah dulu di Nusantara untuk belajar bahasa Sansakerta dahulu. Di Jawa ia berguru pada seseorang bernama Jñânabhadra. Dalam suatu prasasti perunggu bertahun 860 dari Jawa Timur disebut suatu istilah, Juru China, yang berkait dengan jabatan pengurus orang-orang China yang tinggal di sana. Beberapa motif relief di Candi Sewu diduga juga mendapat pengaruh dari motif-motif kain sutera Tiongkok. Dari berbagai catatan sejarah para pedagang China telah datang ke daerah pesisir laut China selatan sejak 300 tahun sebelum Masehi. Namun catatan sejarah tertulis menunjukan mereka datang ke Asia Tenggara lama setelah itu. Dalam catatan kuno China menyebutkan bahwa kerajaan-kerajaan kuno Jawa sudah menjalin hubungan erat dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di China. Pada catatan sejarah lain, awal mula mereka hanya tinggal beberapa waktu yang pendek selama masa kunjungan perdagangan yang dilakukan di beberapa kota pesisir. Namun melihat kekayaan dan potensi tanah Jawa pada tahun-tahun berikutnya banyak etnis Tionghoa berdatangan dan menetap di Jawa untuk memeroleh penghidupan yang lebih baik dengan tujuan utama adalah berdagang. Kedatangan etnis Tionghoa diterima dengan baik oleh warga pribumi. Akulturasi yang berjalan antara dua kebudayaan tersebut berjalan dengan baik. Perantau Tionghoa yang datang ke Jawa di dominasi oleh kaum laki-laki, kemudian menikah dengan perempuan-perempuan pribumi. Banyak di antara anak-anak mereka ini memeluk agama islam dan banyak di antara mereka ini yang menikah dengan anak-anak perempuan dari keluarga kerajaan. Hal tersebutlah yang menjadi salah satu jalan penyebaran agama Islam di Nusantara oleh orang-orang Tionghoa. Kedekatan orang-orang Tionghoa dengan kerajaan yang berkuasa pada saat itu diantaranya Majapahit pada abad masa kekuasaan Hayam Wuruk memberi banyak keuntungan, di antaranya muncul

berbagai perlakuan istimewa terhadap orang asing dengan memberikan kedudukan setara dengan pejabat dan memberikan wewenang kepada orangorang asing khususnya orang-orang Tionghoa. Asal Daerah, Siapa dan dari Golongan mana orang Tionghoa yang datang ke Indonesia Orang-orang Tionghoa datang ke Indonesia melalui jalur laut. Hal tersebut berarti penduduk Tionghoa yang berada di dekat lautlah yang dapat lebih mudah berlayar ke Nusantara. Daerah-daerah yang dekat laut adalah daerah-daerah di bagian selatan Tionghoa. Mereka kebanyakan datang dari daerah-daerah di Tionghoa bagian selatan, seperti Fujian dan Guangdong. Orang-orang dari Fujian ini lebih dikenal di Indonesia dengan sebutan Hokkian dan orang dari Guangdong ini lebih dikenal dengan sebutan Kanton. Mayoritas orang-orang Tionghoa yang datang ke Nusantara adalah golongan petani miskin atau rakyat jelata yang tidak memiliki kedudukan apapun. Mereka adalah orang-orang yang tidak berkesempatan untuk mendapat pendidikan, sehingga mereka tidak dapat meningkatkan taraf hidup mereka. Orang-orang yang hanya memiliki kemampuan untuk bekeja kasar, seperti bertani dan bertukang. Kebanyakan laki-laki yang berasal dari suku Hokkian, Kanton, Hakka dan Tiociu yang ingin mencari penghidupan yang lebih baik. Mereka ini, seperti telah disebutkan, berasal dari daerah selatan di Tionghoa. Mereka tidak datang bersama keluarga. Biasanya mereka (laki-laki) datang sendiri, mungkin dengan teman-teman, karena tujuannya adalah untuk bekerja mencari nafkah. Jika sudah berkeluarga, keluarganya ditinggal di Tionghoa, tapi tetap diberi nafkah. Orang Hakka yang datang ke Nusantara pada umumnya menetap di Kalimantan Barat. Orang Kanton banyak yang memilih untuk menetap di pantai timur Sumatra, Sumatra Selatan, Kalimantan dan Sulawesi. Orang Tiociu kebanyakan menetap di pantai Timur Sumatra, Riau, Jambi, Indragiri dan Pontianak. Mayoritas orang Hokkian menetap di Bagan Siapi-api, pantai timur Sumatra, Jawa Barat dan Jakarta. Kehidupan Sosial-Budaya Etnis Tionghoa di Indonesia Sebelum membicarakan mengenai kehidupan sosial dan budaya orang-orang Tionghoa di Indonesia. Ada baiknya dibahas secara singkat mengenai Tionghoa peranakan dan Tionghoa totok. Di dalam orang-orang Tionghoa yang menetap di Indonesia, ada yang disebut Tionghoa peranakan dan ada yang disebut Tionghoa totok. Berikut akan dipaparkan mengenai kedua istilah tersebut. Tionghoa Peranakan Orang Tionghoa yang orientasi kebudayaannya berintikan kebudayaan setempat. Di rumah menggunakan bahasa setempat. Mengalami proses akulturasi yang mendalam dengan kebudayaan di mana mereka dilahirkan dan dibesarkan. Tapi tidak selalu WNI dan lahir di Indonesia. Tidak selalu dilahirkan dari perkawinan campuran (ayah Tionghoa, ibu Indonesia). Berdasarkan ras mereka bukan orang Tionghoa lagi. Tionghoa Totok Orang Tionghoa yang orientasi kebudayaannya berintikan kebudayaan Tionghoa. Di rumah menggunakan bahasa Tionghoa. Pernah sekolah di sekolah Tionghoa. Memunyai

hubungan kerabat atau dagang dengan orang Tionghoa lain di Indonesia. Tidak selalu WNA, bisa dilahirkan di luar RI tetapi juga bisa di RI. Kebudayaan, Adat-Istiadat dan Kebiasaan Orang-orang Tionghoa yang datang ke Nusantara, kemudian menetap dan lambat laun berbaur dengan orang-orang di Nusantara. Ada di antara mereka yang menikah dengan wanita Nusantara dan ada yang tetap memilih untuk menikahi wanita Tionghoa. Kebudayaan orang-orang Tionghoa yang datang dan menetap di Nusantara lambat laun mulai bercampur dengan kebudayaan daerah yang mereka tinggali. Misalkan pakaian dan adat perkawinan Tionghoa/ China. Kebudayaan Tionhoa/China tetap dipertahankan, namun secara tidak disadari mendapat pengaruh dari kebudayaan setempat sehingga menghasilkan kebudayaan baru. Ciri khas kebudayaan mereka tetap tampak, tapi diwarnai dengan kebudayaan setempat. Pendidikan Di antara orang-orang Tionghoa yang menetap di Hindia, terdapat orang-orang Tionghoa yang merasa membutuhkan pendidikan. Secara Umum, Tionghoa peranakan tidak merasa terarik untuk mengenyam pendidikan yang tinggi, mereka hanya mementingkan bagaimana agar mendapatkan uang. Bagi mereka, tidak punya pendidikan tapi memiliki banyak uang tidak apa-apa. Tapi di antara mereka terdapat juga orang Tionghoa peranakan yang ingin anaknya belajar di sekolah. Pemerintah Hindia Belanda tidak merasa wajib menyediakan pendidikan bagi orang-orang Tionghoa. Pemerintah Hindia Belanda waktu itu melarang orang-orang Tionghoa utnuk sekolah di sekolah-sekolah Belanda. Masyarakat Tionghoa/China kemudian mendirikan sekolah sendiri. Sekolah yang didirikanlah yaitu THHK (Tiong Hoa Hwei Kuan) untuk memaksa Belanda mendirikan sekolah bagi Tionghoa peranakan. Sekolah-sekolah THHK mengajarkan kebudayaan dan Konfusius serta menggunakan bahasa Tionghoa dalam pelajaran, tapi kemudian ajaran-ajaran Konfusius mulai ditinggalkan dan sekolah-sekolah ini memakai buku-buku teks yang lebih sederhana. Setelah sekolah Belanda akhirnya dibuka untuk umum, maka sekolah-sekolah THHK tidak lagi diminati oleh Tionghoa peranakan karena masa depan lulusan sekolah Belanda lebih cerah. Waktu itu terdapat lima kelompok dalam masyarakat Tionghoa, yaitu: (1) orang kaya dan kelas menengah yang ingin terus hidup di Hindia dan ingin lebih meningkatkan pendidikan, (2) Tionghoa peranakan miskin yang ingin terus hidup di Hindia dan cukup puas dengan kemampuan baca tulis bahasa Melayu, (3) Tionghoa peranakan nasionalis yang menginginkan anaknya kelak dapat membantu Tionghoa, (4) Tionghoa peranakan dan Tionghoa totok yang ingin mempertahankan identitasnya tapi merasa bahasa Tionghoa tidak dapat membuat mereka makmur, (5) Tionghoa totok yang ingin kembali ke Tionghoa. Akhirnya sekolah-sekolah yang didirikan oleh Tionghoa peranakan mulai diambil alih oleh Tionghoa totok karena Tionghoa peranakan tidak memiliki biaya untuk meneruskan sekolah-sekolah itu dan karena kebanyakan orang Tionghoa peranakan ingin sekolah di sekolah-

sekolah Belanda, sedangkan Tionghoa totok menginginkan pendidikan di sekolah-sekolah yang masih bergaya Tionghoa. Pada perkembangannya di tahun 1957, sekolah-sekolah Tionghoa dianggap oleh pemerintah Indonesia sebagai sekolah asing. Menteri Pendidikan mengeluarkan peraturan bahwa sekolah Tionghoa beserta gurunya harus mendapat izin dari Departemen Pendidikan Nasional. Tidak diperbolehkan adanya sekolah baru yang didirikan dan warga negara Indonesia dilarang masuk sekolah Tionhoa. Hal tersebut dipengaruhi oleh adanya anggapan bahwa orang Tionghoa adalah antek-antek komunis. Tapi anggapan tersebut berubah dan sekolah-sekolah yang dianggap sekolah Tionghoa dinasionalisasikan dan siapapun boleh bersekolah di situ. SIMPULAN Orang-orang Tionghoa datang ke Indonesia melalui jalan laut. Hal ini berarti penduduk Tionghoa yang berada di dekat lautlah yang dapat lebih mudah berlayar ke Nusantara. Etnis Tionghoa di Indonesia telah ada sejak masa kerajaankerajaan di Indonesia. Mereka bahkan juga terlibat penyebaran agama Islam di Indonesia. Meskipun sebagian besar beragama nonmuslim. Etnis Tionghoa di Indonesia pada era kolonial memiliki nasib yang lebih baik daripada kaum pribumi. Meskipun begitu ada juga beberapa tokoh Tionghoa yang mendukung perjuangan untuk kemerdekaan bangsa Indonesia. Pada masa orde lama etnis Tionghoa amatlah dihargai karena adanya poros Jakarta-Peking. Orang-orang Tionghoa yang menetap di Indonesia, ada yang disebut Tionghoa peranakan dan ada yang disebut Tionghoa totok. Secara umum, Tionghoa peranakan tidak merasa terarik untuk mengenyam pendidikan yang tinggi, mereka hanya mementingkan bagaimana agar mendapatkan uang. Bagi mereka, tidak punya pendidikan tapi memiliki banyak uang tidak apaapa. Tapi di antara mereka terdapat juga orang Tionghoa yang ingin anaknya belajar di sekolah. SUMBER RUJUKAN Agung, Leo. 2012. Sejarah Asia Timur 1. Jogjakarta: Ombak. Dahana, Abdulah. 2001. Kegiatan Awal Masyarakat Tionghoa di Indonesia. Depok: Jurnal Wacana, Vol 2 No 1. Muzakky, Farid. 2016. Interaksi Sosial Etnis Tionghoa dengan Masyarakat Pribumi di Kota Yogjakarta. Yogjakarta: Skripsi. Marihandono, Djoko Kanumayoso Bondan. 2016. Rempah Jalur Rempah dan Dinamika Masyarakat Nusantara. Jakarta: Direktorat Sejarah Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan. Earl, Dirake. 2012. Gayatri Rajapatni. Yogjakarta: Penerbit Ombak Perkasa Adrian, 2012. Orang-orang Tionghoa dan Islam di Majapahit.Yogjakarta: Penerbit Ombak.