DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 2 DAFTAR GAMBAR... 3 DAFTAR TABEL... 7 BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian...

dokumen-dokumen yang mirip
Daftar Isi. Daftar Isi Daftar Gambar Bab 1. Pendahuluan... 5

Daftar Isi. Daftar Isi Daftar Gambar Bab 1. Pendahuluan... 5

LAMPIRAN I : PERATURAN BUPATI GORONTALO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Gambar 8. Pola Hubungan Curah Hujan Rata-rata Harian RegCM3(Sebelum dan Sesudah Koreksi) dengan Observasi

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi

Tahun Penelitian 2005

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

persamaan regresi. Adapun rumus yang digunakan untuk menentukan curah hujan kritis adalah sebagai berikut: CH kritis = ( 0.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep)

1. Tempat Waktu Penelitian C. Subjek Penelitian D. Identifikasi Variabel Penelitian E. Definisi Operasional Variabel...

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

KEKERINGAN TAHUN 2014: NORMAL ATAUKAH EKSTRIM?

MEMPERKUAT KAPASITAS PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM. Prof. Dr. Ir. Nelson Pomalingo, M.Pd Bupati Kabupaten Gorontalo

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat.

Buku 1 EXECUTIVE SUMMARY

Memperkuat Kapasitas Kelembagaan PemerintahDaerah untuk Mengintegrasikan Adaptasi Perubahan Iklim dalam Rencana Pembangunan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat,

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

BAB I PENDAHULUAN. lahan serta kerusakan infrastruktur dan bangunan (Marfai, 2011).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Partisipasi Masyarakat Dalam..., Faizal Utomo, FKIP, UMP, 2016

1. PENDAHULUAN. [8 Januari 2006] 1 ( )

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DAFTAR PANGKALAN SIAGA KAB. GORONTALO

BAB III METODE PENELITIAN

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

Kementerian PPN/Bappenas

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir 2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN

SKRIPSI PEMODELAN SPASIAL UNTUK IDENTIFIKASI BANJIR GENANGAN DI WILAYAH KOTA SURAKARTA DENGAN PENDEKATAN METODE RASIONAL (RATIONAL RUNOFF METHOD)

ANALISIS KARAKTERISTIK INTENSITAS CURAH HUJAN DI KOTA BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

BAB I PENDAHULUAN. di negara ini berada hampir di seluruh daerah. Penduduk di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang mana secara geografis terletak pada Lintang Utara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS SPASIAL INDEKS KEKERINGAN KABUPATEN SUKOHARJO MENGGUNAKAN METODE SPI (STANDARDIZED PRECIPITATION INDEX)

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1.

Gambar 1. Peta Prakiraan Cuaca Hujan Mei 2018 (Sumber : Stasiun Klimatologi Karangploso Malang)

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I-1

Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino

BAB I PENGANTAR. pola curah hujan, kenaikan muka air laut, dan suhu udara serta peningkatan

Gambar 1.1 Jalur tektonik di Indonesia (Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2015)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (2006) menyebutkan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. paling terasa perubahannya akibat anomali (penyimpangan) adalah curah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah rawan bencana.

1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. angin bertiup dari arah Utara Barat Laut dan membawa banyak uap air dan

Kontribusi Parameter Iklim Untuk Peringatan Dini Serangan Wereng Batang Coklat (WBC)

EVALUASI ALIH FUNGSI TANAMAN BUDIDAYA TERHADAP POTENSI DAERAH RESAPAN AIRTANAH DI DAERAH CISALAK KABUPATEN SUBANG

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAN LAJU EROSI SEBAGAI FUNGSI PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

Gbr1. Lokasi kejadian Banjir dan sebaran Pos Hujan di Kabupaten Sidrap

LAPORAN KKS PENGABDIAN LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

Transkripsi:

1

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 2 DAFTAR GAMBAR... 3 DAFTAR TABEL... 7 BAB 1. PENDAHULUAN... 8 1.1 Latar Belakang... 8 1.2 Tujuan Penelitian... 9 BAB 2. METODOLOGI PENELITIAN... 10 2.1 Data yang Digunakan... 10 2.2 Pembuatan Peta Proyeksi Iklim dan Analisanya... 11 2.2.1 Membangun Model Iklim... 11 2.2.2 Pembangunan Peta Prediksi Curah Hujan... 15 2.3 Mengembangkan Proyeksi Kebencanaan Hidrometeorologi... 15 2.3.1 Proyeksi Kekeringan... 15 2.3.2 Proyeksi Banjir... 17 2.4 Membangun Peta Indeks Kebencanaan Iklim... 18 BAB 3. VERIFIKASI DAN VALIDASI HASIL PREDIKSI... 21 3.1 Verifikasi Hasil Prediksi... 21 3.2 Validasi Lapangan... 22 BAB 4. PREDIKSI CURAH HUJAN DI KABUPATEN GORONTALO... 25 BAB 5. PROYEKSI KEBENCANAAN BANJIR DI KABUPATEN GORONTALO... 27 BAB 6. PROYEKSI KEBENCANAAN LONGSOR DI KABUPATEN GORONTALO... 30 BAB 7. PROYEKSI KEBENCANAAN KEKERINGAN DI KABUPATEN GORONTALO... 33 BAB 8. USULAN PROGRAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI KABUPATEN GORONTALO... 35 BAB 9. KESIMPULAN... 43 LAMPIRAN... 44 2

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Lokasi Pengamatan Hujan... 10 Gambar 2. ITB Smart Climate Model... 12 Gambar 3. Alur kerja dalam proses analisa model... 13 Gambar 4. Bagan alur kerja penelitian... 14 Gambar 5. Interface DrinC... 16 Gambar 6. Contoh Output DrinC... 17 Gambar 7. Bagan pembuatan peta indeks kebencanaan iklim... 19 Gambar 8. Verifikasi prediksi curah hujan terhadap hasil tinjauan lapangan di desa Hutuo tahun 2014... 22 Gambar 9. Verifikasi prediksi curah hujan terhadap hasil tinjauan lapangan di desa Hutuo tahun 2014... 23 Gambar 10. Verifikasi prediksi curah hujan terhadap hasil tinjauan lapangan di desa Hutuo tahun 2014... 24 Gambar 11. Peta Prediksi Curah Hujan Dasarian-1 Desember 2017... 25 Gambar 12. Peta Prediksi Curah Hujan Dasarian-1 Desember 2018... 25 Gambar 13. Peta Prediksi Curah Hujan Dasarian-2 November 2019... 26 Gambar 14. Peta Prediksi Curah Hujan Dasarian-3 Februari 2020... 26 Gambar 15. Peta Indeks Banjir Dasarian-1 Desember 2017... 27 Gambar 16. Peta Indeks Banjir Dasarian-1 Desember 2018... 28 Gambar 17. Peta Indeks Banjir Dasarian-2 November 2019... 28 Gambar 18. Peta Indeks Banjir Dasarian-3 Februari 2020.... 29 Gambar 19. Peta Indeks Longsor Dasarian-2 Desember 2017... 30 Gambar 20. Peta Indeks Longsor Dasarian-1 Desember 2018... 31 Gambar 21. Peta Indeks Longsor Dasarian-3 Desember 2019.... 31 Gambar 22. Peta Indeks Longsor Dasarian-1 Maret 2020.... 32 Gambar 23. Peta Indeks Kekeringan 2017.... 33 Gambar 24. Peta Indeks Kekeringan 2018.... 33 Gambar 25. Peta Indeks Kekeringan 2019.... 34 Gambar 26. Peta Indeks Kekeringan 2020.... 34 Gambar 27. Usulan Kegiatan Adaptasi Kebencanaan Banjir untuk Dasarian-1 Desember 2017... 35 Gambar 28. Usulan Kegiatan Adaptasi Kebencanaan Longsor Dasarian-1 Desember 2018.... 36 Gambar 29. Usulan Kegiatan Adaptasi Kebencanaan Kekeringan 2017.... 37 Gambar 30. Usulan Kegiatan Adaptasi terhadap Epidemi dan Penyakit Mei 2017.... 38 3

Gambar 31. Proyeksi curah hujan tahun 2016 bulan September Oktober 2016... 44 Gambar 32. Proyeksi curah hujan tahun 2016 bulan November Desember 2016... 44 Gambar 33. Proyeksi curah hujan tahun 2017 bulan Januari Februari 2017... 45 Gambar 34. Proyeksi curah hujan tahun 2017 bulan Maret April 2017... 45 Gambar 35. Proyeksi curah hujan tahun 2017 bulan Mei Juni 2017... 46 Gambar 36. Proyeksi curah hujan tahun 2017 bulan Juli Agustus 2017... 46 Gambar 37. Proyeksi curah hujan tahun 2017 bulan September Oktober 2017... 47 Gambar 38. Proyeksi curah hujan tahun 2017 bulan November Desember 2017... 47 Gambar 39. Proyeksi curah hujan tahun 2018 bulan Januari Februari 2018... 48 Gambar 40. Proyeksi curah hujan tahun 2018 bulan Maret April 2018... 48 Gambar 41. Proyeksi curah hujan tahun 2018 bulan Mei Juni 2018... 49 Gambar 42. Proyeksi curah hujan tahun 2018 bulan Juli Agustus 2018... 49 Gambar 43. Proyeksi curah hujan tahun 2018 bulan September Oktober 2018... 50 Gambar 44. Proyeksi curah hujan tahun 2018 bulan November Desember 2018... 50 Gambar 45. Proyeksi curah hujan tahun 2019 bulan Januari Februari 2019... 51 Gambar 46. Proyeksi curah hujan tahun 2019 bulan Maret April 2019... 51 Gambar 47. Proyeksi curah hujan tahun 2019 bulan Mei Juni 2019... 52 Gambar 48. Proyeksi curah hujan tahun 2019 bulan Juli Agustus 2019... 52 Gambar 49. Proyeksi curah hujan tahun 2019 bulan September Oktober 2019... 53 Gambar 50. Proyeksi curah hujan tahun 2019 bulan November Desember 2019... 53 Gambar 51. Proyeksi curah hujan tahun 2020 bulan Januari Februari 2020... 54 Gambar 52. Proyeksi curah hujan tahun 2020 bulan Maret April 2020... 54 Gambar 53. Proyeksi curah hujan tahun 2020 bulan Mei Juni 2020... 55 Gambar 54. Proyeksi curah hujan tahun 2020 bulan Juli Agustus 2020... 55 Gambar 55. Proyeksi curah hujan tahun 2020 bulan September Oktober 2020... 56 Gambar 56. Proyeksi curah hujan tahun 2020 bulan November Desember 2020... 56 Gambar 57. Kecocokan hasil prediksi SCM terhadap peta indeks resiko banjjir... 57 Gambar 58. Kecocokan hasil prediksi SCM terhadap peta indeks resiko longsor... 57 Gambar 59. Kecocokan hasil prediksi SCM terhadap peta indeks resiko kekeringan... 58 Gambar 60. Proyeksi indeks kebencanaan banjir dasarian 1, Mei 2017... 58 Gambar 61. Proyeksi indeks kebencanaan banjir dasarian 1, Desember 2017... 59 Gambar 62. Proyeksi indeks kebencanaan banjir dasarian 1, Desember 2018... 59 Gambar 63. Proyeksi indeks kebencanaan banjir dasarian 2, Desember 2019... 60 Gambar 64. Proyeksi indeks kebencanaan banjir dasarian 3, Desember 2020... 60 4

Gambar 65. Proyeksi indeks kebencanaan longsor dasarian 3, November 2016... 61 Gambar 66. Proyeksi indeks kebencanaan longsor dasarian 1, Desember 2016... 61 Gambar 67. Proyeksi indeks kebencanaan longsor dasarian 1, Januari 2017... 62 Gambar 68. Proyeksi indeks kebencanaan longsor dasarian 2, Februari 2017... 62 Gambar 69. Proyeksi indeks kebencanaan longsor dasarian 2, Desember 2017... 63 Gambar 70. Proyeksi indeks kebencanaan longsor dasarian 3, Januari 2018... 63 Gambar 71. Proyeksi indeks kebencanaan longsor dasarian 2, April 2018... 64 Gambar 72. Proyeksi indeks kebencanaan longsor dasarian 1, Desember 2018... 64 Gambar 73. Proyeksi indeks kebencanaan longsor dasarian 1, Februari 2019... 65 Gambar 74. Proyeksi indeks kebencanaan longsor dasarian 3, Februari 2019... 65 Gambar 75. Proyeksi indeks kebencanaan longsor dasarian 3, Desember 2019... 66 Gambar 76. Proyeksi indeks kebencanaan longsor dasarian 1, Desember 2020... 66 Gambar 77. Proyeksi indeks kebencanaan kekeringan tahun 2017... 67 Gambar 78. Proyeksi indeks kebencanaan kekeringan tahun 2018... 67 Gambar 79. Proyeksi indeks kebencanaan kekeringan tahun 2019... 68 Gambar 80. Proyeksi indeks kebencanaan kekeringan tahun 2020... 68 Gambar 81. Usulan kegiatan menghadapi potensi bencana banjir pada dasarian 1, Mei 2017... 69 Gambar 82. Usulan kegiatan menghadapi potensi bencana banjir pada dasarian 1, Desember 2017... 69 Gambar 83. Usulan kegiatan menghadapi potensi bencana banjir pada dasarian 1, Desember 2018... 70 Gambar 84. Usulan kegiatan menghadapi potensi bencana banjir pada dasarian 2, November 2019... 70 Gambar 85. Usulan kegiatan menghadapi potensi bencana banjir pada dasarian 3, Februari 2020.. 71 Gambar 86. Usulan kegiatan menghadapi potensi bencana longsor pada dasarian 3, November 2016... 71 Gambar 87. Usulan kegiatan menghadapi potensi bencana longsor pada dasarian 1, Desember 2016... 72 Gambar 88. Usulan kegiatan menghadapi potensi bencana longsor pada dasarian 1, Januari 2017. 72 Gambar 89. Usulan kegiatan menghadapi potensi bencana longsor pada dasarian 1, Desember 2017... 73 Gambar 90. Usulan kegiatan menghadapi potensi bencana longsor pada dasarian 3, Januari 2018. 73 Gambar 91. Usulan kegiatan menghadapi potensi bencana longsor pada dasarian 2, April 2018... 74 5

Gambar 92. Usulan kegiatan menghadapi potensi bencana longsor pada dasarian 1, Desember 2018... 74 Gambar 93. Usulan kegiatan menghadapi potensi bencana longsor pada dasarian 1, Februari 2019... 75 Gambar 94. Usulan kegiatan menghadapi potensi bencana longsor pada dasarian 3, Februari 2019... 75 Gambar 95. Usulan kegiatan menghadapi potensi bencana longsor pada dasarian 3, Desember 2019... 76 Gambar 96. Usulan kegiatan menghadapi potensi bencana longsor pada dasarian 1, Desember 2020... 76 Gambar 97. Usulan kegiatan menghadapi potensi bencana kekeringan pada tahun 2017... 77 Gambar 98. Usulan kegiatan menghadapi potensi bencana kekeringan pada tahun 2018... 77 Gambar 99. Usulan kegiatan menghadapi potensi bencana kekeringan pada tahun 2019... 78 Gambar 100. Usulan kegiatan menghadapi potensi bencana kekeringan pada tahun 2020... 78 Gambar 101. Usulan kegiatan menghadapi potensi epidemi dan penyakit pada Februari 2017... 79 Gambar 102. Usulan kegiatan menghadapi potensi epidemi dan penyakit pada Maret 2017... 79 Gambar 103. Usulan kegiatan menghadapi potensi epidemi dan penyakit pada Mei 2017... 80 6

DAFTAR TABEL Tabel 1. Indikator tingkatan rawan banjir... 18 Tabel 2. Hasil verifikasi prediksi model iklim dan data curah hujan... 21 7

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Gorontalo merupakan salah satu wilayah Indonesia yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Dalam dokumen RAN-API, Kabupaten Gorontalo termasuk dalam 50 daerah di Indonesia yang paling rentan. Frekuensi dan tingkat kerentanan yang termanifestasikan dalam kejadian bencana hidrometeorologi, yaitu banjir dan kekeringan, yang semakin meningkat telah berdampak signifikan pada bidang pertanian sebagai sektor utama perekonomian di wilayah tersebut. Dalam skala nasional, berdasarkan kajian Asian Development Bank (ADB) tahun 2014, kerentanan tersebut berpotensi menimbulkan kerugian 6-7 persen terhadap PDB per tahun. Tidak hanya pada pertanian, sektor lain juga terkena imbas dari kerentanan iklim yang berakibat pada terhambatnya proses pembangunan. Kerentanan dampak perubahan iklim dapat diatasi dengan menyusun suatu strategi Adaptasi Perubahan Iklim (API) yang dapat diintegrasikan pada rencana pembangunan daerah. Selain itu, pemerintah telah menetapkan dalam Undang Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, urusan pemerintahan bidang lingkungan hidup merupakan salah satu urusan pemerintahan yang bersifat wajib. Namun begitu, upaya adaptasi perubahan iklim tidak akan memperoleh hasil yang efektif jika tidak diperhitungan mengenai seberapa besar perkiraan dampak yang ditimbulkan. Masing-masing wilayah secara spesifik mengalami tingkat kerentanan yang berbeda-beda. Untuk itu, diperlukan suatu penelitian yang mampu menghasilkan peta yang memberikan informasi tingkat kerentanan wilayah terhadap dampak perubahan iklim yang akan terjadi di masa mendatang. Peta tersebut harus mudah untuk dipahami oleh berbagai kalangan sehingga dapat menjadi referensi dalam mengupayakan adaptasi perubahan iklim baik dalam bentuk struktural maupun nonstruktural. Penelitian ini bersifat komprehensif mulai dari analisis bencana iklim historis, pengembangan proyeksi parameter iklim, pengembangan proyeksi kebencanaan hidrometeorologi, hingga membangun peta indeks kebencanaan iklim. Dengan berbasis pada keluaran smart climate model (SCM) yang telah teruji kehandalannya, maka hasil pemetaan indeks kebencanaan iklim di Kabupaten Gorontalo tersebut akan juga memiliki tingkat akurasi tinggi. Seluruh proyeksi tersebut akan dibangun untuk kondisi 5 tahun mendatang dengan resolusi hingga tingkat desa/kelurahan. 8

1.2 Tujuan Penelitian Adapun penelitian ini dilakukan bertujuan untuk membangun peta indeks kebencanaan iklim di wilayah Kabupaten Gorontalo untuk kondisi 5 tahun mendatang dalam skala desa/kelurahan. Tahapan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut, antara lain: 1. Mengumpulkan dan memverifikasi data sekunder (ancaman / bencana iklim historis) 2. Pembuatan peta proyeksi iklim dan analisanya 3. Mengembangkan proyeksi kebencanaan hidrometeorologi (banjir, kekeringan ) 4. Membangun peta indeks kebencanaan iklim 9

BAB 2. METODOLOGI PENELITIAN 2.1 Data yang Digunakan Untuk mendapatkan prediksi cuaca/iklim, maka data curah hujan dasarian dari stasiun pemantau curah hujan digunakan sebagai input untuk pemodelan iklim. Data ini mencakup data curah hujan dasarian di 11 titik pengamatan selama kurun waktu tahun 2000-2015. Kegunaan dari data ini adalah untuk mengkaji karakteristik sifat periodik data di masa lalu, dan untuk input model proyeksi curah hujan di masa mendatang. Berikut ini disajikan lokasi stasiun pengamat hujan di wilayah sekitar Kabupaten Gorontalo (lihat Gambar 1). Gambar 1. Lokasi Pengamatan Hujan Selain data curah hujan, data lain yang digunakan adalah peta topografi resolusi 30 m, peta kemiringan lereng resolusi 90 m, dan peta administratif skala desa. 10

2.2 Pembuatan Peta Proyeksi Iklim dan Analisanya 2.2.1 Membangun Model Iklim Data curah hujan akan menjadi input model proyeksi musim dan iklim yang sudah dikembangkan pada penelitian sebelumnya (Susandi dkk, 2008). Model ini menggunakan metode fast fourier transform yang mampu memproyeksi musim dan iklim dalam ketelitian hingga 90 % sebagaimana telah teruji dalam penelitian terdahulu. Untuk menghasilkan data proyeksi yang baik, model ini memerlukan 3 langkah analisis, yaitu Analisis Proyeksi Langsung, Analisis Anomali dan Analisis Sifat Periodik. Ketiganya digunakan untuk mengoreksi hasil proyeksi satu sama lain sehingga dihasilkan data proyeksi yang stabil dan lebih akurat. Semua prosedur untuk menentukan prediksi iklim dan masa awal tanam padi telah dapat dilakukan dalam suatu kompilasi software ITB Smart Climate Model (SCM) yang sudah dibangun pada penelitian di tahun pertama (Gambar 1). Dalam penelitian ini ada 4 langkah analisis yang akan diproses yaitu Analisis Sifat Periodik, Analisis Model, Analisis Model Anomali dan Pembuatan Kontur Data. Keempatnya dikerjakan secara terurut karena hasil output dari satu tahap adalah input untuk tahap berikutnya. Langkah Pertama adalah analisis sifat periodik data iklim dan cuaca. Tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi waktu berulangnya suatu data. Langkah ini perlu dilakukan mengingat sifat data cuaca diasumsikan bersifat periodik dan stasioner. Metode yang digunakan adalah Fast Fourier Transform diskrit yang berfungsi mengubah data curah hujan domain waktu (time series) menjadi data frekuensi atau prioda curah hujan. Output pada tahap ini adalah frekuensi-frekuensi dominan data curah hujan yang mengidentifikasikan kapan suatu pola cuaca akan kembali berulang. 11

Gambar 2. ITB Smart Climate Model Langkah kedua adalah analisis model secara langsung. Tujuannya adalah mencari model awal yang stabil dan stasioner dimana model ini mencerminkan suatu pola data cuaca murni tanpa ada gangguan variabel luar yang dapat mengakibatkan perubahan data (noise). Stasioner berarti pola curah hujan cenderung mirip dari tahun ke tahun, tidak berubah secara drastis, baik dari segi durasi maupun besar instensitasnya. Data curah hujan untuk satu lokasi dianalisis dengan Least Square untuk menghasilkan kurva fitting yang bersesuaian. Fungsi yang digunakan sebagai curva fitting adalah Deret Fourier dengan nilai frekuensi yang diperoleh dari langkah pertama. Sebagaimana yang telah diasumsikan bahwa data cuaca bersifat priodik dan stasioner. Deret Fourier adalah fungsi yang paling tepat untuk merepresentasikan data seperti ini. Algoritma yang digunakan dalam metode Least Square adalah algoritma Levenberq-Maquardt yang merupakan standar algoritma untuk penyelesaian Least Square non-linier. Proses analisa model menggunakan perkiraan-perkiraan awal hingga mendapatkan suatu grafik model yang menyerupai fluktuasi dari data observarsi diperlihatkan prosesnya menurut Gambar 2 di bawah ini. 12

Gambar 3. Alur kerja dalam proses analisa model Langkah Ketiga adalah analisis model anomali. Tujuannya untuk mengkoreksi model yang telah dihasilkan pada langkah kedua. Untuk mendapatkan data anomali, data cuaca dikurangkan dengan model awal, data yang dihasilkan adalah residu/simpangan dari data cuaca terhadap model awal. Data anomali ini mencerminkan noise data cuaca yang terjadi akibat faktor geografis setempat atau faktor luar seperti El-nino, La-nina dan sebagainya. Persamaan kurva yang dipilih adalah Deret Fourier yang dimodifikasi sedemikian rupa sehingga mampu menangani pergeseran data (nonstasioner) namun masih mempertahankan sifat priodiknya (Davis, 1986). a0 aix sin iwx bicos iwx f x Suku 1, 2 dan 3 merupakan penyederhanaan dari deret Fourier kecuali pada suku kedua yang disisipkan variabel x yang bertujuan untuk mengantisipasi perubahan data curah hujan yang semakin ekstrim dan tidak stabil secara lokal tiap periodenya. Suku keempat adalah fungsi yang bertugas memberi menangani perubahan secara global, bentuknya dapat berupa fungsi polinomial maupun exponensial. Variabel w adalah frekuensi anomali. Untuk mendapatkan frekuensi anomali ini, langkah pertama diulang kembali dengan inputnya adalah data anomali. Semua mekanisme atau prosedur pengembangan model untuk setiap wilayah kajian disederhanakan menurut Gambar 3. Setiap daerah kajian memiliki karakteristik masing-masing. Oleh karena itu, fluktuasi data observasi akan diikuti oleh estimasi model. Prosedur yang digunakan untuk setiap daerah kajian pada dasarnya adalah sama, tetapi dalam hal perkiraan awal adalah berbeda. Hal ini 13

dipengaruhi oleh frekuensi-frekuensi dominan di setiap daerah. Biasanya untuk daerah di wilayah tropis, sering dipengaruhi oleh adanya monsun, tetapi setelah diestimasi secara lebih detil, ternyata terdapat frekuensi-frekuensi dominan selain monsun. Monsun artinya dengan angin musiman yang mempunyai siklus 6 bulanan, dimana setiap pergantian musim tersebut diawali dengan musim peralihan. Enam bulan pertama angin berasal dari timuran (April-September), dan 6 bulan berikutnya berasal dari baratan (Oktober-Maret). Gambar 4. Bagan alur kerja penelitian Langkah Keempat adalah pemetaan kontur curah hujan untuk suatu wilayah dengan metode Universal Kriging. Metode universal dipakai karena memberikan keleluasan dalam menentukan 14

fungsi drift yang berbentuk polinomial orde n. Fungsi drift ini berfungsi untuk manangani distribusi data curah hujan yang nonstasioner. Orde polinomial pada fungsi drift ditentukan dengan mengacu data citra satelit untuk daerah tersebut. Dengan demikian kontur yang dihasilkan dapat mendekati distribusi data curah hujan yang digambarkan oleh citra satelit. 2.2.2 Pembangunan Peta Prediksi Curah Hujan Untuk menghasilkan peta proyeksi iklim di Indonesia beresolusi tinggi yang lebih akurat di semua daerah maka diperlukan Metode Kriging pada pemetaan data. Semua data yang diperlukan baik time series maupun spasial dimasukan ke dalam database untuk diolah secara komputerisasi. Peta wilayah administrasi juga akan diperlukan dalam proses overlay dengan peta hasil proyeksi untuk membedakan masing-masing daerah yang memiliki perbedaan iklim. Hasil tersebut tentu dilakukan untuk dua parameter iklim yang akan dibangun, yaitu temperatur dan curah hujan. Metode Kriging yang akan dilakukan ini merupakan metode pemetaan data yang sudah umum dan sangat baik dari segi hasilnya. Dengan demikian, diharapkan hasil yang dilakukan dapat memiliki tingkat keakuratan data yang maksimal. Dengan terbentuknya proyeksi iklim, dapat dianalisa mengenai kondisi iklim 5 tahun mendatang beserta analisa terkait bencana iklim (kekeringan, banjir). Implementasi proyeksi iklim juga dapat dilakukan untuk bidang pertanian dengan menentukan waktu tanam untuk 5 tahun mendatang. 2.3 Mengembangkan Proyeksi Kebencanaan Hidrometeorologi 2.3.1 Proyeksi Kekeringan Kekeringan merupakan fenomena kompleks yang dapat dicirikan terutama oleh tingkat keparahan, durasi dan luas wilayah. Di antara tiga variabel ini, tingkat intensitas kekeringan adalah faktor kunci yang dapat digunakan untuk analisis kekeringan. Indeks kekeringan biasanya digunakan untuk menilai intensitas kekeringan dalam cara yang berarti. DrinC (Drought Indices Calculator) adalah paket perangkat lunak yang dikembangkan untuk perhitungan indeks kekeringan (lihat Gambar 4). 15

Gambar 5. Interface DrinC DrinC dapat digunakan untuk perhitungan dua indeks yang belakangan ini dikembangkan, Reconnaissance Drought Index (RDI) dan Streamflow Drought Index (SDI), serta dua indeks luas diketahui, Standarization Precipitation Index (SPI) dan Precipitation Decile (PD). Selain itu, perangkat lunak ini memasukkan modul untuk estimasi evapotranspirasi potensial (PET) melalui metode berdasarkan suhu, yang berguna untuk perhitungan RDI. Perangkat lunak ini dapat digunakan dalam berbagai aplikasi, seperti pemantauan kekeringan, penilaian dari distribusi spasial kekeringan, penyelidikan skenario iklim dan kekeringan dan lain sebagainya. DrinC telah diimplementasi di beberapa lokasi, terutama di daerah kering dan semi-kering, menunjukkan bahwa itu adalah mendapatkan tanah sebagai penelitian yang bermanfaat dan alat operasional untuk analisis kekeringan (lihat Gambar 5). 16

Gambar 6. Contoh Output DrinC 2.3.2 Proyeksi Banjir Penentuan daerah rentan banjir di Kabupaten Gorontalo menggunakan Sistem Informasi Geografi dilakukan dengan mengidentifikasi wilayah-wilayah dengan data spasial. Beberapa parameter yang berpengaruh langsung terhadap analisis kerentanan banjir selain curah hujan, yaitu: a. Tutupan Lahan Tutupan lahan (land cover) yaitu vegetasi dan konstruksi artifisial yang menutupi permukaan lahan terkait dengan kenampakan permukaan bumi, seperti hutan, sawah dan sebagainya. b. Kemiringan atau Kelerengan Bentuk lahan yang mewakili kondisi kemiringan atau kelerengan digunakan sebagai salah satu parameter wilayah yang berpotensi banjir. Hal ini dikarenakan kemiringan lahan dapat mempengaruhi jumlah dan kecepatan limpasan air di permukaan, drainase dan penggunaan lahan. c. Kejadian Banjir Analisis proyeksi kerentanan banjir di Kabupaten Gorontalo diperoleh dari data yang telah dikumpulkan dari berbagai sumber. Pengolahan data tersebut dalam bentuk analisis statistik berupa Tabular. 17

Untuk tahapan analisis dilakukan dengan memberikan pembobotan terhadap tiap parameter penentu kerentanan. Setiap unsur dalam masing- masing parameter terlihat pada Tabel 1. Menurut Pasek (2007), Analisis kerentanan menggunakan analisis spasial dengan melakukan tumpang- tindih (overlay) tematik sehingga didapatkan indeks kerentanan dengan perumusan berikut, N = Bi Si dengan, N sebagai total nilai variable, Bi untuk kriteria klasifikasi dan Si untuk skor pada tiap kriterian untuk masing parameter i. Hasil analisis tersebut kemudian dirumuskan kembali dalam bentuk spasial dengan persamaan berikut. Nkb = C10 + LU + Sl + Kb Dengan, Nkb untuk nilai kerentan banjir kewilayahan, C10 untuk curah hujan dasarian, LU sebagai tutupan lahan, Sl sebagai slope (Kemiringan) dan Kb sebagai kejadian banjir. Jumlah total dari seluruh nilai tersebut diklasifikasikan dalam bentuk informasi kategori indikator tingkat kerawanan seperti yang terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Indikator tingkatan rawan banjir No. Jumlah Nilai Bobot Tingkat Rawan Banjir 1 < 9.5 Aman 2 9.5-11 Rendah 3 11-13.5 Sedang/Menengah 4 13.5-15 Rentan 5 >15 Sangat Rentan 2.4 Membangun Peta Indeks Kebencanaan Iklim Resiko ilkim pada usaha bidang pertanian di Kabupaten Gorontalo sangat terkait dengan iklim ekstrim terutama kekeringan. Kejadian iklim ekstrim El Nino serta pola perubahan pola hujan akibat perubahan iklim membawa dampak terhadap peningkatan frekuensi terjadinya bencana 18

Gambar 7. Bagan pembuatan peta indeks kebencanaan iklim kekeringan. Informasi indeks iklim dapat dijadikan indikator untuk menggambarkan kejadian kekeringan. Kerentanan dampak perubahan iklim dapat diatasi dengan membentuk suatu peta indeks kebencanaan iklim. Peta tersebut dapat membantu petani dalam merencanakan langkah adaptasi yang sesuai untuk mengendalikan kestabilan produksi. Hasil analisis indeks iklim ditampilkan dalam bentuk peta-peta dengan menggabungkan indeks kerentanan dengan tren bencana. Unsur iklim yang digunakan berupa data historis curah hujan, suhu udara, angin, dan kelembaban selama periode minimal 10 tahun. Periode data iklim yang panjang sangat diperlukan untuk memberi gambaran pola yang mewakili seluruh kejadian iklim 19

ekstrim. Parameter lain yang akan diperhitungkan adalah data topografi, data tutupan dan tata guna lahan, serta data jenis tanah. Indeks kerentanan dianalisis berdasarkan data primer terbatas hasil diskusi dan wawancara dengan Kelompok Kerja Perubahan Iklim di Kabupaten Gorontalo. Untuk memudahkan proses penyusunan peta indeks kebencanaan iklim, analisis spasial dilakukan dengan membuat overlay (tumpang tindih) seluruh peta yang menjadi parameter bencana. Masingmasing parameter bencana diklasifikasikan ke dalam indeks bencana berdasarkan bobot kerentanannya. Teknik overlay yang digunakan dalam pembentukan peta adalah penjumlahan antar bobot pada masing-masing parameter yang berpengaruh pada bencana. Hasil dari overlay tersebut berupa informasi baru yang ditampilkan secara spasial dengan tiga kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi. 20

BAB 3. VERIFIKASI DAN VALIDASI HASIL PREDIKSI 3.1 Verifikasi Hasil Prediksi Pada bab ini ditunjukkan hasil verifikasi antara hasil prediksi model iklim dengna data baik dari stasiun pengamat hujan dan data sebenarnya menurut tinjauan para petani di Kabupaten Gorontalo. Hasil verifikasi hasil prediksi curah hujan dengan data dari stasiun pengamat hujan melalui 3 metode, yaitu R-Square, R-Sill, dan RMSE, yang ditunjukkan pada tabel 2. Tabel 2. Hasil verifikasi prediksi model iklim dan data curah hujan Di Tabel 2, terdapat 11 stasiun pengamat curah hujan sebagai input untuk model iklim dalam memprediksi curah hujan, masa tanam, dan estimasi potensi bencana terkait iklim di masa mendatang. Hasil verifikasi menunjukkan, rata-rata R-Square untuk ketujuh stasiun mencapai 0.86, rata-rata R-Skill mencapai 0.72, dan RMSE mencapai 43.35. Ketigal hasil verifikasi ini menunjukkan bahwa hasil prediksi ini dinilai baik karena di atas angka 0.5. Hal ini merujuk pada pertanyaan para 21

ahli, yang menyatakan bahwa korelasi antara hasil prediksi dengan data dengan skor yang lebih tinggi dari 0,8 adalah yang paling baik, sedangkan jika nilai korelasi adalah kurang dari 0,5, maka akurasi model prediksi adalah lemah (McLean, 2006). 3.2 Validasi Lapangan Berikut ini disajikan hasil verifikasi hasil prediksi dan estimasi model iklim terhadap data di lapangan menurut pengalaman dan pengamatan para petani di Kabupaten Gorontalo. Pada bab ini ditunjukkan 3 contoh hasil verifikasi untuk wilayah Desa Hutuo dan Molamahu. Gambar 8. Verifikasi prediksi curah hujan terhadap hasil tinjauan lapangan di desa Hutuo tahun 2014 Hasil verfikasi curah hujan seperti yang ditunjukkan oleh gambar 8,9,10 menunjukkan hasil yang baik. Gambar 8,9,10 merupakkan hasil prediksi terhadap curah hujan dengan nilai curah hujan berlebih saat nilainya berada diatas 110 mm/bulan sedangkan curah hujan kering saat nilainya dibawah 60 mm/bulan. Curah hujan hasil tinjauan lapangan dibagi dalam 3 kategori yaitu hujan lebat, hujan normal dan kering. Gambar 8 menunjukkan hasil verifikasi untuk prediksi curah hujan untuk wilayah Hutuo. Verifikasi dilakukan untuk 12 bulan di tahun 2014 antara hasil prediksi iklim dan tinjauan di lapangan. 22

Terdapat hasil prediksi selama 9 bulan yang memiliki ketepatan terhadap data di lapangan. Dengan demikian hasil prediksi model iklim ini menunjukkan 75% ketepatan. Gambar 9. Verifikasi prediksi curah hujan terhadap hasil tinjauan lapangan di desa Hutuo tahun 2014 Gambar 9 menunjukkan hasil verifikasi untuk prediksi curah hujan untuk wilayah Desa Molamahu. Verifikasi dilakukan untuk 12 bulan di tahun 2014 antara hasil prediksi iklim dan tinjauan di lapangan. Terdapat hasil prediksi selama 10 bulan yang memiliki ketepatan terhadap data di lapangan. Dengan demikian hasil prediksi model iklim ini menunjukkan 83% ketepatan. 23

Gambar 10. Verifikasi prediksi curah hujan terhadap hasil tinjauan lapangan di desa Hutuo tahun 2014 Gambar 10 menunjukkan hasil verifikasi untuk prediksi kekeringan untuk wilayah Desa Hutuo. Verifikasi dilakukan untuk 12 bulan di tahun 2014 antara hasil prediksi iklim dan tinjauan di lapangan. Terdapat hasil prediksi selama 10 bulan yang memiliki ketepatan terhadap data di lapangan. Dengan demikian hasil prediksi model iklim ini menunjukkan 83% ketepatan. 24

BAB 4. PREDIKSI CURAH HUJAN DI KABUPATEN GORONTALO Berdasarkan karakteristik topografi, Kabupaten Gorontalo memiliki wilayah perkotaan yang terapit oleh pegunungan dataran tinggi di utara maupun di selatan. Hal tersebut sangatlah mempengaruhi pola persebaran hujan di wilayah tersebut. Dalam laporan ini akan diambil beberapa sampel proyeksi waktu dengan kondisi hujan yang cukup ekstrem. Peta proyeksi selain yang dicantumkan di dalam bab ini akan dilampirkan di bagian Lampiran. Gambar 11. Peta Prediksi Curah Hujan Dasarian-1 Desember 2017 Gambar 7 memperlihatkan curah hujan di Kabupaten Gorontalo pada Dasarian-1 Desember 2017. Terlihat bahwa wilayah Kab. Gorontalo mengalami hujan cukup deras selama 10 hari pertama pada bulan Desember. Daerah yang perlu mendapat perhatian berada di wilayah Utara, pesisir barat daya dan bagian selatan Kabupaten Gorontalo. Gambar 12. Peta Prediksi Curah Hujan Dasarian-1 Desember 2018 Gambar 8 memperlihatkan curah hujan di Kabupaten Gorontalo pada Dasarian-1 Desember 2018. Terlihat bahwa wilayah Kab. Gorontalo mengalami hujan cukup deras selama 10 hari pertama pada 25

bulan Desember 2018. Daerah yang perlu mendapat perhatian berada di wilayah utara, barat laut, pesisir barat daya dan bagian selatan Kabupaten Gorontalo. Gambar 13. Peta Prediksi Curah Hujan Dasarian-2 November 2019 Gambar 9 memperlihatkan curah hujan di Kabupaten Gorontalo pada Dasarian-1 Desember 2017. Terlihat bahwa wilayah Kab. Gorontalo mengalami hujan cukup deras selama 10 hari kedua pada bulan November. Daerah yang perlu mendapat perhatian berada di wilayah utara, pesisir barat daya, serta bagian timur dan selatan Kabupaten Gorontalo. Gambar 14. Peta Prediksi Curah Hujan Dasarian-3 Februari 2020 Gambar 10 memperlihatkan curah hujan di Kabupaten Gorontalo pada Dasarian-3 Februari 2020. Terlihat bahwa wilayah Kab. Gorontalo mengalami hujan cukup deras selama 10 hari ketiga pada bulan Februai. Daerah yang perlu mendapat perhatian sebagian besar berada di utara wilayah Kabupaten Gorontalo. Namun wilayah timur laut Kab. Gorontalo perlu mendapat perhatian khusus dikarenakan hujan yang sangat lebat terjadi disana. 26

BAB 5. PROYEKSI KEBENCANAAN BANJIR DI KABUPATEN GORONTALO Berdasarkan karakteristik topografi, Kabupaten Gorontalo memiliki wilayah kerentanan banjir yang sebagian besar berada pada wilayah perkotaan dan beberapa desa yang berada di tengah, selatan, hingga timur Kabupaten Gorontalo. Dalam laporan ini akan diambil beberapa sampel waktu dengan kondisi hujan yang cukup ekstrem. Peta kerentanan selain yang dicantumkan di dalam bab ini akan dilampirkan di bagian Lampiran. Gambar 15. Peta Indeks Banjir Dasarian-1 Desember 2017 Terlihat pada Gambar 11 bahwa kerentanan banjir di Kabupaten Gorontalo sangat menyesuaikan dengan kondisi curah hujan ekstrem. Pada Dasarian-1 Desember 2017, terlihat bahwa wilayah yang mendapat perhatian berada di wilayah tengah hingga bagian barat. Beberapa wilayah yang rentan terhadap banjir adalah, Bakti, Toyidio, Molalahu, Molopadotu, Bongohulawa, Bungalho, Balahu, Bongomene, Bongodiaa. 27

Gambar 16. Peta Indeks Banjir Dasarian-1 Desember 2018 Selanjutnya pada Dasarian-1 Desember 2018, terlihat bahwa wilayah yang mendapat perhatian masih berada di wilayah tengah hingga bagian barat Kabupaten Gorontalo (lihat Gambar 12). Namun pada tahun ini, wilayah yang rentan tehadap banjir meningkat di sepanjang barat daya Kab. Gorontalo. Gambar 17. Peta Indeks Banjir Dasarian-2 November 2019 Pada Dasarian-2 November 2019, terlihat bahwa wilayah yang mendapat perhatian berada di wilayah barat Kabupaten Gorontalo (lihat Gambar 13). Wilayah -wilayah tersebut sebagian besar mendapat kenaikan status menjadi sangat rawan pada November 2019. Wilayah terproyeksi untuk sangat rentan adalah: Diloniyahu, Sidoharjo, Potangga, Haluma dan Monggolito. 28

Gambar 18. Peta Indeks Banjir Dasarian-3 Februari 2020. Terlihat pada Gambar 14 bahwa kerentanan banjir di Kabupaten Gorontalo sangat menyesuaikan dengan kondisi curah hujan ekstrem. Pada Dasarian-1 Desember 2020, terlihat bahwa wilayah yang mendapat perhatian berada di wilayah tengah hingga bagian barat Kabupaten Gorontalo. Pada tahun ini tidak terdapat wilayah dengan kategori sangat rentan. 29

BAB 6. PROYEKSI KEBENCANAAN LONGSOR DI KABUPATEN GORONTALO Karakteristik dari Kabupaten Gorontalo yang berada di sekeliling pegunungan memiliki kerentanan longsor sebagian besar pada wilayah perkotaan dan beberapa desa yang berada di tengah dan selatan Kabupaten Gorontalo. Pada laporan ini akan diambil beberapa sampel waktu dengan kondisi hujan yang cukup ekstrem. Peta kerentanan selain yang dicantumkan di dalam bab ini akan dilampirkan di bagian Lampiran. Gambar 19. Peta Indeks Longsor Dasarian-2 Desember 2017 Gambar 19 memperlihatkan bahwa kerentanan longsor di Kabupaten Gorontalo meningkat seiring dengan curah hujan. Pada Dasarian-2 Desember 2017, terlihat bahwa wilayah yang mendapat perhatian berada di wilayah utara dan bagian selatan Kabupaten Gorontalo. Wilayah tersebut adalah desa Ayumolinggo, Huwonggo, Tolike, dan desa-desa di tenggara hingga barat daya Kabupaten Gorontalo. 30

Gambar 20. Peta Indeks Longsor Dasarian-1 Desember 2018 Gambar 20 memperlihatkan bahwa kerentanan longsor meningkat seluruh dataran tinggi di Kab. Gorontalo. Namun, perlu diperhatikan di wilayah bagian Utara Kab. Gorontalo meningkat menjadi status sangat rawan. Wilayah tersebut adalah: Suka Maju, Pilomogu, Ayumolinggo, Huyula, dan Payu. Gambar 21. Peta Indeks Longsor Dasarian-3 Desember 2019. Pada Dasarian-3 Desember 2019, terlihat bahwa wilayah yang mendapat perhatian berada di wilayah utara dan sebagian besar wilayah dataran tinggi di bagian selatan Kabupaten Gorontalo. Wilayah-wilayah tersebut adalah: desa Ayumolinggo, Mohiyolo, Pilomono, Payu, Bilihu Barat dan beberapa desa di bagian barat daya kab. Gorontalo (lihat Gambar 21). 31

Gambar 22. Peta Indeks Longsor Dasarian-1 Maret 2020. Untuk Dasarian-1, Maret 2020, patut untuk diwaspadai di wilayah dataran tinggi bagian timur dan utara Kabupaten Gorontalo. Hal ini dikarenakan kedua wilayah tersebut mendapat kenaikan status menjadi sangat rawan pada Maret 2020. Wilayah-wilayah tersebut adalah Suka Maju, Pilomonu, Ayumolingo, Huyula dan Payu. Serta desa di wilayah dataran tinggi utara Kab. Gorontalo (lihat Gambar 22). 32

BAB 7. PROYEKSI KEBENCANAAN KEKERINGAN DI KABUPATEN GORONTALO Kabupaten Gorontalo memiliki kerentanan terhadap bencana kekeringan ekstrem sebagian besar pada wilayah perbukitan dan beberapa desa yang berada di selatan Kabupaten Gorontalo. Pada laporan ini akan diambil beberapa sampel waktu dengan kondisi kekeringan yang cukup ekstrem. Gambar 23. Peta Indeks Kekeringan 2017. Gambar 23 memperlihatkan bahwa kerentanan kekeringan di Kabupaten Gorontalo pada tahun 2017, terlihat bahwa wilayah yang mendapat perhatian berada di wilayah utara dan bagian selatan Kabupaten Gorontalo. Wilayah tersebut adalah Dulamayo Utara, Dulamayo Selatan dan Barat, Modelidu, Ayumolinggo, Kayumerah, Huyula dan Pilomonu. Gambar 24. Peta Indeks Kekeringan 2018. Sedangkan pada 2018, terlihat bahwa wilayah yang mendapat perhatian berada di seluruh wilayah Kab. Gorontalo, kecuali wilayah bagian barat. Wilayah yang perlu mendapat perhatian khusus adalah 33

wilayah: Dulamayo Selatan dan Barat, Modelidu, Ayumolinggo, Kayumerah dan Huyula serta wilayah sekitar pantai barat daya Kab. Gorontalo (lihat Gambar 24). Gambar 25. Peta Indeks Kekeringan 2019. Pada tahun 2019 terlihat bahwa daerah selatan Kab. Gorontalo perlu mendapat perhatian. Kekeringan di daerah tersebut mendapat status sangat rawan. Wilayah-wilayah tersebut adalah: Malanihu, LobutoTimur, dan Bilihu Tengah (lihat Gambar 25). Gambar 26. Peta Indeks Kekeringan 2020. Terlihat pada Gambar 26 bahwa kerentanan kekeringan di Kabupaten Gorontalo pada 2020 mencakup wilayah timur utara dan beberapa desa pantai di selatan, terlihat bahwa wilayah yang mendapat perhatian berada di Bilihu Barat dan Huwonggo. 34

BAB 8. USULAN PROGRAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI KABUPATEN GORONTALO Sebagai tindak lanjut dari proyeksi kebencanaan akibat perubahan iklim di Kabupaten Gorontalo, diusulkan beberapa contoh program adaptasi perubahan iklim seperti yang tertera pada gambar berikut. Usulan program adaptasi perubahan iklim tersebut dibagi menjadi 2 tipe yaitu usulan struktural dan non-struktural. Gambar 27. Usulan Kegiatan Adaptasi Kebencanaan Banjir untuk Dasarian-1 Desember 2017. Gambar 27 memperlihatkan kerentanan banjir di Kabupaten Gorontalo pada Dasarian-1 Desember 2017. Dalam menanggapi kerentanan banjir pada 2017, diusulkan beberapa program adapatasi struktural berupa perbaikan tata air dan tata guna lahan yang dilakukan oleh Dinas Pertanian dan Dinas PU. Selanjutnya juga, memperbaiki daerah aliran sungai di wilayah hulu yang dilakukan oleh Dinas PU dan Kehutanan. Sedangkan untuk program non-struktural diusulkan berupa pelatihan tanggap bencana, pengembangan prosedur tanggap bencana banjir oleh BPBD dan BLH, serta pengembangan kurikulum sekolah, materi, pendidikan, dan pelatihan mengenai pengurangan resiko bencana oleh Dinas Pendidikan. Masyarakat juga dihimbau untuk memperbaiki atau membuat tanggul di depan rumah serta, memperkokoh rumah dan bagian yang rentan 35

Gambar 28. Usulan Kegiatan Adaptasi Kebencanaan Longsor Dasarian-1 Desember 2018. Selanjutnya pada Gambar 28 memperlihatkan kerentanan Longsor di Kabupaten Gorontalo pada Dasarian-1 Desember 2018. Dalam menanggapi kerentanan longsor pada 2018, diusulkan beberapa program adapatasi struktural berupa perbaikan drainase, penanaman bambu kuning dan pembuatan terasering yang dilakukan oleh Dinas Pertanian dan Badan Ketahanan Pangan. Selanjutnya juga, mempeerkuat tanggul-tanggul daerah aliran sungai di wilayah hulu yang dilakukan oleh Dinas PU dan BPBD. Sedangkan untuk program non-struktural diusulkan berupa pelatihan tanggap bencana, pengembangan prosedur tanggap bencana banjir oleh BPBD dan BLH, serta forum jaringan mengenai pengurangan resiko bencana oleh BPBD. Masyarakat dihimbau juga untuk melakukan penanaman bambu kuning, serta menanami daerah lereng dengan tanaman berakar tunggang. 36

Gambar 29. Usulan Kegiatan Adaptasi Kebencanaan Kekeringan 2017. Gambar 29 memperlihatkan kerentanan kekeringan di Kabupaten Gorontalo pada 2017. Dalam menanggapi kerentanan kekeringan pada 2017, diusulkan beberapa program adaptasi struktural berupa revitalisasi serta pembuatan embung yang dilakukan oleh Dinas Pertanian, Badan Ketahanan Pangan, dan Dinas PU. Sedangkan untuk program non-struktural diusulkan berupa pengembangan kurikulum sekolah, materi, pendidikan, dan pelatihan mengenai pengurangan resiko bencana oleh Dinas Pendidikan dan pengembangan informasi kalender tanam oleh BKP dan Dinas Pertanian. Petani disarankan untuk mengupayakan pompa air untuk pengairan sawah dan membuat sumur resapan. 37

Gambar 30. Usulan Kegiatan Adaptasi terhadap Epidemi dan Penyakit pada bulan Mei 2017. Gambar 30 memperlihatkan kerentanan akibat epidemi dan penyakit di Kabupaten Gorontalo pada 2017. Dalam menanggapi kerentanan tersebut pada 2017, diusulkan beberapa program berupa waspada penyebaran nyamuk DBD dan disarankan untuk fogging pada beberapa kabupaten terkait Sebagai perincian usulan program adaptasi terhadap perubahan iklim di Kabupaten Gorontalo dapat dilihat pada tabel 3 berikut. Tabel 3. Opsi Adaptasi Perubahan Iklim Tahun 2017 di Kabupaten Gorontalo No Kerentanan 1 Banjir Waktu Kerentanan Lokasi Desa Pilihan Adaptasi Bakti, Toyidito, Pulubala, Balahu, mudah Bongohulawa, Dasarian 1, Bongomeme, - Perbaikan Drainase Mei 2017 Dungalio, Non-struktural: Dunggala, Pengembangan Ilomata, Isimu informasi Raya, Molopadotu, Molowahu, Struktural: - Memperkuat tanggultanggul sungai agar tidak jebol - Penataan Kali/sungai sistem monitoring, peringatan dini, dan kerentanan banjir berbasis web dan smartphone Stakeholder Dinas PU, Dinas Pertanian BPBD, Lingkungan Hidup, Ketahanan Pangan 38

No Kerentanan Waktu Kerentanan Lokasi Desa Pilihan Adaptasi Pangadaa, - Meninggikan lantai Pilolalenga, rumah/menambah Reksonegoro, lantai rumah Tolotio - Membuat tanggul di depan rumah Stakeholder Masyarakat Struktural: Memperbaiki daerah aliran sungai di wilayah hulu Dinas PU, Dinas Kehutanan 2 Banjir Dasarian 1, Desember 2017 Labanu, Buhu, Toyidito, Molalahu, Balam, Paris, Potange, Sido Mukti, Rejo, Hutabolu, Tohupo, Struktural: Perbaiki tata air dan tata guna lahan Non-struktural: Pelatihan tanggap kebencanaan Pengembangan prosedur tanggap bencana banjir Non-Struktural: Pengembangan kurikulum sekolah, materi pendidikan, dan pelatihan mengenai pengurangan resiko bencana Dinas PU, Dinas Pertanian BPBD Lingkungan Hidup, Ketahanan Pangan Dinas Pendidikan, Lingkungan Hidup - Membuat tanggul di depan rumah - Memperkokoh rumah dan bagian yang rentan Masyarakat 3 Longsor Dasarian 1, Januari 2017 Bina Jaya, Sukamaju, Pokhurgo, Huyula, Pilomonu Isimu, Haya- Haya, Dulamayo Utara, Kayu Merah, Dulamayo Sealatan (Struktural) Memperkuat tanggul-tanggul sungai agar tidak mudah jebol Perbaiki tata air dan tata guna lahan daerah lereng (Struktural) Membuat Terasering Perbaikan drainase tanah (menambah materi-materi yang bisa menyerap). Dinas PU, BPBD Dinas Pertanian, Dinas PU 39

No Kerentanan Waktu Kerentanan Lokasi Desa Pilihan Adaptasi Stakeholder (Non-Struktural) Pengembangan kurikulum sekolah, materi pendidikan, dan pelatihan mengenai pengurangan resiko bencana Dinas Pendidikan (Non-Struktural) Pengembangan sistem peringatan dini longsor Waspada terhadap mata air/rembesan dan kejadian longsor skala kecil di sepanjang lereng Tutup retakan-retakan yang timbul diatas tebing dengan material lempung untuk mencegah air hujan masuk ke dalam tanah BPBD, Lingkungan Hidup, Ketahanan Pangan Masyarakat (Struktural) Membuat terasering Perbaikan drainase tanah Dinas Pertanian 4 Longsor Dasarian 2, Februari 2017 Bina Jaya, Sukamaju, Pokhurgo, Huyula, Pilomonu (Non-Struktural) Pelatihan tanggap kebencanaan Pengembangan prosedur tanggap bencana banjir BPBD 5 Longsor Dasarian 1, Desember 2017 Huyula, Ayumolinggo, Tolke, Huwongo, Biluhu, Isimu (Non-Struktural) Pengembangan kurikulum mengenai sistem peringatan dini longsor (Struktural) Memperbaiki daerah aliran sungai di wilayah hulu Menanam bambu kuning Dinas Pendidikan Dinas PU, Dinas Kehutanan 40

No Kerentanan 6 Kekeringan 2017 Waktu Kerentanan Lokasi Desa Pilihan Adaptasi Utara, Lamu, Tontayuo, Kayubulan (Struktural) Tutup retakan-retakan yang timbul diatas tebing dengan material lempung untuk mencegah air hujan masuk ke dalam tanah Membuat terasering Bululi, Sidoharjo, Molohu, Lakeya, Potanga, Paris, Melumo, Puncak, Pongonalia, Dulamayo, Bakti, Mulyone goro, Rulubaja, Mollahu, Toyidito, Dungaliyo, Ambara, Sukamakmur, Sukamakmur utara, Kayubulan, Hutuo, Linehe, Tabongo Barat, Limehu, Dunggala, Tenilo, Dulohupa, Lupoyo, Patungo, Bulota, Buhu, Luwoo, Tenggela, (Non-Struktural) Pelatihan tanggap kebencanaan Pengembangan prosedur tanggap bencana banjir (Struktural) Revitalisasi serta pembuatan embung, situ, dan telaga diperbanyak (Non-Struktural) Pengembangan sistem informasi masa tanam (Non-Struktural) Pengembangan kurikulum sekolah, materi pendidikan, dan pelatihan mengenai pengurangan resiko bencana Mengupayakan pompa air untuk pengairan sawah Membuat sumur resapan Stakeholder Dinas Pertanian BPBD Dinas PU, Dinas Pertanian Dinas Pertanian, Badan Ketahanan Pangan Dinas Pendidikan Masyarakat 41

No Kerentanan Waktu Kerentanan Lokasi Desa Pilihan Adaptasi Ilotidea, Dulome, Tabumela, Tualango, Buhu, Hutadaa, Hulawa, Dumati Stakeholder 7 Epidemi dan Penyakit Februari 2017 Bandung Rejo Batu Layar Batu Loreng Buhu Bulota Bunggalo Bulila Bilihu Barat (Non-Struktural): Waspada Penyakit Flu dan Batuk Persiapan Vaksin Flu dan distribusi maske Dinas Kesehatan 8 Epidemi dan Penyakit Maret 2017 Batu Loreng Waspada Penyakit Flu dan Batuk Dinas Kesehatan 9 Epidemi dan Penyakit Mei 2017 Buhu Bunggalo Diloniyohu Bandung Rejo (Non-struktural): Waspada penyebaran nyamuk Demam Berdarah Dengue; Disarankan untuk Fogging. Dinas Kesehatan 42

BAB 9. KESIMPULAN Dengan berdasarkan penjelasan dari bab sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut. Wilayah Kabupaten Gorontalo bagian tengah cenderung rentan terhadap banjir disebabkan topografinya yang lebih rendah dan curah hujannya cenderung tinggi. Kerentanan longsor terjadi di wilayah bagian Utara dan Selatan dikarenakan kemiringan lerengnya yang curam dan kekuatan lapisan tanahnya yang tidak stabil. Kekeringan bervariasi di semua wilayah Kabupaten Gorontalo mengikuti pola curah hujan setiap tahun. Waspada penyebaran epidemi dan penyakit saat transisi musim hujan menuju kemarau. 43

LAMPIRAN Gambar 31. Proyeksi curah hujan tahun 2016 di Kabupaten Gorontalo bulan September Oktober 2016 Gambar 32. Proyeksi curah hujan tahun 2016 di Kabupaten Gorontalo bulan November Desember 2016 44

Gambar 33. Proyeksi curah hujan tahun 2017 di Kabupaten Gorontalo bulan Januari Februari 2017 Gambar 34. Proyeksi curah hujan tahun 2017 di Kabupaten Gorontalo bulan Maret April 2017 45

Gambar 35. Proyeksi curah hujan tahun 2017 di Kabupaten Gorontalo bulan Mei Juni 2017 Gambar 36. Proyeksi curah hujan tahun 2017 di Kabupaten Gorontalo bulan Juli Agustus 2017 46

Gambar 37. Proyeksi curah hujan tahun 2017 di Kabupaten Gorontalo bulan September Oktober 2017 Gambar 38. Proyeksi curah hujan tahun 2017 di Kabupaten Gorontalo bulan November Desember 2017 47

Gambar 39. Proyeksi curah hujan tahun 2018 di Kabupaten Gorontalo bulan Januari Februari 2018 Gambar 40. Proyeksi curah hujan tahun 2018 di Kabupaten Gorontalo bulan Maret April 2018 48

Gambar 41. Proyeksi curah hujan tahun 2018 di Kabupaten Gorontalo bulan Mei Juni 2018 Gambar 42. Proyeksi curah hujan tahun 2018 di Kabupaten Gorontalo bulan Juli Agustus 2018 49

Gambar 43. Proyeksi curah hujan tahun 2018 di Kabupaten Gorontalo bulan September Oktober 2018 Gambar 44. Proyeksi curah hujan tahun 2018 di Kabupaten Gorontalo bulan November Desember 2018 50

Gambar 45. Proyeksi curah hujan tahun 2019 di Kabupaten Gorontalo bulan Januari Februari 2019 Gambar 46. Proyeksi curah hujan tahun 2019 di Kabupaten Gorontalo bulan Maret April 2019 51

Gambar 47. Proyeksi curah hujan tahun 2019 di Kabupaten Gorontalo bulan Mei Juni 2019 Gambar 48. Proyeksi curah hujan tahun 2019 di Kabupaten Gorontalo bulan Juli Agustus 2019 52

Gambar 49. Proyeksi curah hujan tahun 2019 di Kabupaten Gorontalo bulan September Oktober 2019 Gambar 50. Proyeksi curah hujan tahun 2019 di Kabupaten Gorontalo bulan November Desember 2019 53

Gambar 51. Proyeksi curah hujan tahun 2020 di Kabupaten Gorontalo bulan Januari Februari 2020 Gambar 52. Proyeksi curah hujan tahun 2020 di Kabupaten Gorontalo bulan Maret April 2020 54

Gambar 53. Proyeksi curah hujan tahun 2020 di Kabupaten Gorontalo bulan Mei Juni 2020 Gambar 54. Proyeksi curah hujan tahun 2020 di Kabupaten Gorontalo bulan Juli Agustus 2020 55

Gambar 55. Proyeksi curah hujan tahun 2020 di Kabupaten Gorontalo bulan September Oktober 2020 Gambar 56. Proyeksi curah hujan tahun 2020 di Kabupaten Gorontalo bulan November Desember 2020 56

Gambar 57. Kecocokan hasil prediksi SCM terhadap peta indeks resiko banjjir Gambar 58. Kecocokan hasil prediksi SCM terhadap peta indeks resiko longsor 57

Gambar 59. Kecocokan hasil prediksi SCM terhadap peta indeks resiko kekeringan Gambar 60. Proyeksi indeks kebencanaan banjir dasarian 1, Mei 2017 58

Gambar 61. Proyeksi indeks kebencanaan banjir dasarian 1, Desember 2017 Gambar 62. Proyeksi indeks kebencanaan banjir dasarian 1, Desember 2018 59

Gambar 63. Proyeksi indeks kebencanaan banjir dasarian 2, Desember 2019 Gambar 64. Proyeksi indeks kebencanaan banjir dasarian 3, Desember 2020 60

Gambar 65. Proyeksi indeks kebencanaan longsor dasarian 3, November 2016 Gambar 66. Proyeksi indeks kebencanaan longsor dasarian 1, Desember 2016 61

Gambar 67. Proyeksi indeks kebencanaan longsor dasarian 1, Januari 2017 Gambar 68. Proyeksi indeks kebencanaan longsor dasarian 2, Februari 2017 62

Gambar 69. Proyeksi indeks kebencanaan longsor dasarian 2, Desember 2017 Gambar 70. Proyeksi indeks kebencanaan longsor dasarian 3, Januari 2018 63

Gambar 71. Proyeksi indeks kebencanaan longsor dasarian 2, April 2018 Gambar 72. Proyeksi indeks kebencanaan longsor dasarian 1, Desember 2018 64

Gambar 73. Proyeksi indeks kebencanaan longsor dasarian 1, Februari 2019 Gambar 74. Proyeksi indeks kebencanaan longsor dasarian 3, Februari 2019 65

Gambar 75. Proyeksi indeks kebencanaan longsor dasarian 3, Desember 2019 Gambar 76. Proyeksi indeks kebencanaan longsor dasarian 1, Desember 2020 66

Gambar 77. Proyeksi indeks kebencanaan kekeringan tahun 2017 Gambar 78. Proyeksi indeks kebencanaan kekeringan tahun 2018 67

Gambar 79. Proyeksi indeks kebencanaan kekeringan tahun 2019 Gambar 80. Proyeksi indeks kebencanaan kekeringan tahun 2020 68

Gambar 81. Usulan kegiatan menghadapi potensi bencana banjir pada dasarian 1, Mei 2017 Gambar 82. Usulan kegiatan menghadapi potensi bencana banjir pada dasarian 1, Desember 2017 69

Gambar 83. Usulan kegiatan menghadapi potensi bencana banjir pada dasarian 1, Desember 2018 Gambar 84. Usulan kegiatan menghadapi potensi bencana banjir pada dasarian 2, November 2019 70

Gambar 85. Usulan kegiatan menghadapi potensi bencana banjir pada dasarian 3, Februari 2020 Gambar 86. Usulan kegiatan menghadapi potensi bencana longsor pada dasarian 3, November 2016 71

Gambar 87. Usulan kegiatan menghadapi potensi bencana longsor pada dasarian 1, Desember 2016 Gambar 88. Usulan kegiatan menghadapi potensi bencana longsor pada dasarian 1, Januari 2017 72

Gambar 89. Usulan kegiatan menghadapi potensi bencana longsor pada dasarian 1, Desember 2017 Gambar 90. Usulan kegiatan menghadapi potensi bencana longsor pada dasarian 3, Januari 2018 73

Gambar 91. Usulan kegiatan menghadapi potensi bencana longsor pada dasarian 2, April 2018 Gambar 92. Usulan kegiatan menghadapi potensi bencana longsor pada dasarian 1, Desember 2018 74

Gambar 93. Usulan kegiatan menghadapi potensi bencana longsor pada dasarian 1, Februari 2019 Gambar 94. Usulan kegiatan menghadapi potensi bencana longsor pada dasarian 3, Februari 2019 75

Gambar 95. Usulan kegiatan menghadapi potensi bencana longsor pada dasarian 3, Desember 2019 Gambar 96. Usulan kegiatan menghadapi potensi bencana longsor pada dasarian 1, Desember 2020 76

Gambar 97. Usulan kegiatan menghadapi potensi bencana kekeringan pada tahun 2017 Gambar 98. Usulan kegiatan menghadapi potensi bencana kekeringan pada tahun 2018 77

Gambar 99. Usulan kegiatan menghadapi potensi bencana kekeringan pada tahun 2019 Gambar 100. Usulan kegiatan menghadapi potensi bencana kekeringan pada tahun 2020 78

Gambar 101. Usulan kegiatan menghadapi potensi epidemi dan penyakit pada Februari 2017 Gambar 102. Usulan kegiatan menghadapi potensi epidemi dan penyakit pada Maret 2017 79

Gambar 103. Usulan kegiatan menghadapi potensi epidemi dan penyakit pada Mei 2017 80