PENERAPAN TLUTUR DALAM PAKELIRAN WAYANG KULIT GAYA YOGYAKARTA VERSI KI TIMBUL HADIPRAYITNA, KI SUTEDJO, KI SUGATI, DAN KI MARGIONO.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV PENUTUP. wayang yang digunakan, yaitu wayang kulit purwa dan wayang kulit madya.

GARAP REBAB GENDING PLARA-LARA KALAJENGAKEN LADRANG LANGEN SUKA LARAS SLENDRO PATET SANGA

BAB IV KESIMPULAN. mengakibatkan perubahan teknik tabuhan pada beberapa instrument bonang

SUWUK GROPAK DALAM KARAWITAN PAKELIRAN WAYANG KULIT GAYA YOGYAKARTA

BAB IV PENUTUP. kulit purwa yaitu Wisnu Ratu, Arjunasasra lahir dan Sumantri Ngenger.

BAB IV PENUTUP. pelestarian dan keberlangsungan seni karawitan. Pada gending tengahan dan

BAB IV PENUTUP. Banyumas. Jemblung berawal dari dua kesenian rakyat yaitu Muyèn dan Menthièt.

BAB IV PENUTUP. Hadiprayitna dapat dipahami sebagai sikap kreatif dalang sebagai pelaku seni

GENDING PLARA-LARA KALAJENGAKEN LADRANG LANGEN SUKA LARAS SLENDRO PATHET SANGA

GARAP KENDHANGAN GENDING PATALON LAMBANGSARI LARAS SLENDRO PATET MANYURA VERSI KARAWITAN NGRIPTO LARAS. Skripsi

PADA KARAWITAN GAYA YOGYAKARTA: SUATU KAJIAN MUSIKAL

BAB IV PENUTUP. sesuai untuk penggalian gending-gending tradisi Gaya Yogyakarta. Bagi

KRUMPYUNG LARAS WISMA DI KECAMATAN KOKAP KABUPATEN KULON PROGO: KELANGSUNGAN DAN PERUBAHANNYA. Skripsi

BENTUK DAN FUNGSI VOKAL DALAM PERTUNJUKAN JEMBLUNG

BAB IV PENUTUP. patalon. Unsur yang menjadi ciri khas dari penyajian gending patalon adalah

ANALISIS GARAP GENDING DOLANAN EMPLÈK-EMPLÈK KETEPU LARAS SLENDRO PATET MANYURA ARANSEMEN TRUSTHO. Skripsi

BAB IV PENUTUP. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan, bahwa latar belakang proses

LAPORAN AKHIR PENELITIAN DOSEN MUDA (MANDIRI)

UPT PERPUSTAKAAN ISI YOGYAKARTA BAB IV PENUTUP. Wayang merupakan representasi simbolik dari hasil pemikiran masyarakat Jawa

BAB IV KESIMPULAN. didapat beberapa kesimpulan mengenai pancer. Tabuhan pancer yang selama ini

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta MRAYUNG. Skripsi

BAB IV PENUTUP. Yogyakarta khususnya gending-gending soran, agar terus dikaji dan digali, baik oleh

PANGKUR JENGGLENG AYOM-AYEM DI TVRI YOGYAKARTA: SUATU TINJAUAN PENYAJIAN KARAWITAN. Skripsi

BAB IV PENUTUP. Sejak diciptakan pada tahun 2008, keberadaan. Saraswati dalam Sidang Senat Terbuka ISI Yogyakarta. Hal ini memberikan

MARS ISI YOGYAKARTA KARYA SUHARDJONO: SUATU TINJAUAN GARAP MUSIKAL

ANOMAN MUKSWA. Catur Cang Pamungkas Jurusan Pedalangan Institut Seni Indonesia Yogyakarta ABSTRAK

ABSTRAK. Fitriani Dewi Pramesti, 2012 Wayang Rumput (Wayang Suket) Universitas Pendidikan Indonesia Repository.Upi.Edu i

BAB V PENUTUP. Penelitian ini menjawab dua persoalan yaitu bagaimana. Pertunjukan berlangsung selama dua jam sepuluh menit dan

BAB IV PENUTUP. dengan penyajian karawitan mandiri atau uyon-uyon. Tidak hanya penyajian

PROSES BELAJAR SENI KARAWITAN SISWA-SISWI SEKOLAH DASAR NEGERI KASIHAN BANTUL: SEBUAH STUDI KASUS

PADA GAMELAN KYAI KANCILBELIK KERATON SURAKARTA

BAB IV KESIMPULAN. memiliki cengkok sindhenan yang unik terdapat pada cengkok sindhenan

CENGKOK SINDHENAN GENDING KUTUT MANGGUNG LARAS SLENDRO PATET MANYURA VERSI NYI TJONDROLOEKITO

BAB IV PENUTUP. Adapun rangkaian struktur komposisi yang disajikan yaitu Lagon Wetah laras

PERAN PAGUYUBAN KARAWITAN KIRANA BUDAYA KWARASAN NOGOTIRTO GAMPING SLEMAN DALAM PELESTARIAN SENI KARAWITAN. Skripsi

GENDHING KARAWITAN: KAJIAN FUNGSI DAN GARAP KARAWITAN GAYA SURAKARTA

BAB VI KESIMPULAN. Lakon Antaséna Rabi sajian Ki Anom Suroto merupakan. salah satu jenis lakon rabèn dan karangan yang mengambil satu

JURNAL KARAWITAN TARI SARASWATI ISI YOGYAKARTA KARYA SUNYATA

ARTIKEL PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT PENINGKATAN KETERAMPILANMEMAINKAN MUSIK KARAWITAN BAGI ANAK-ANAK PADA SANGGAR NOGO KAYUNGYUN

JURNAL BENTUK DAN FUNGSI VOKAL DALAM PERTUNJUKAN JEMBLUNG

Keprakan dalam Pertunjukan Wayang Gaya Yogyakarta: Studi Kasus Pementasan Ki Hadi Sugito

IRINGAN KESENIAN THÈTHÈLAN DENGAN CERITA SEDUMUK BATHUK SENYARI BUMI DI TAMAN BUDAYA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA: KAJIAN GARAP KARAWITAN.

GARAP GENDING LONTHANG, JATIKUSUMA, RENYEP DAN LUNG GADHUNG

BAB I PENDAHULUAN. dengan pengertian, konsepsi bahasa yang tepat (Teeuw, 1981: 1). Artinya bahasa

GARAP GENDING NGLENTHUNG, GLOMPONG, LAYUNG SETA DAN AYAK-AYAK BAGELEN

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta KENDHANGAN TARI GOLEK LAMBANGSARI

KAJIAN DESAIN PRODUK BATIK LAWEYAN SEBAGAI HIASAN DINDING TAHUN

Pagelaran Wayang Ringkas

KARAWITAN IRINGAN NINI THOWONG DI DESA PANJANGREJO PUNDONG BANTUL. Skripsi

BAB IV PENUTUP. lakon Séta Gugur yaitu pepindhan, tembung éntar, dan tembung saroja.

BAB IV PENUTUP. Komposisi karawitan yang berjudul lakuku merupakan sebuah karya yang. dalam mewujudkan karya komposisi karawitan dengan judul Lakuku.

PENGGUNAAN TEKNIK PENGAMATAN OBJEK LANGSUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS TEKS BERITA PADA SISWA KELAS VIIIC DI SMP MUHAMMADIYAH 5 SURAKARTA

IDEOLOGI DAN IDENTITAS DALANG DALAM SELEKSI DALANG PROFESIONAL YOGYAKARTA

TINDAK TUTUR PENOLAKAN PADA WACANA ARISAN KELUARGA DI KALANGAN MASYARAKAT BERLATAR BELAKANG BUDAYA JAWA SKRIPSI

DINAMIKA PERKEMBANGAN SMK NEGERI 3 BANYUMAS TAHUN

ANALISIS KESALAHAN EJAAN PADA SURAT DINAS DI BALAI DESA BUTUH KRAJAN, KECAMATAN TENGARAN KABUPATEN SEMARANG

DEWI SINTA SEBAGAI SUMBER IDE PERANCANGAN MOTIF DENGAN TEKNIK BATIK TULIS PADA KAIN SUTERA

PERANCANGAN MOTIF T-SHIRT EVENT CAPOEIRA SEBAGAI PENCITRAAN SENI BELA DIRI CAPOEIRA

BAB I PENDAHULUAN. mengenalnya, walaupun dengan kadar pemahaman yang berbeda-beda. Secara

RAGAM GARAP GENDING-GENDING LANCARAN KARYA KI TJOKROWASITO. Skripsi

MITOS DRUPADI DEWI BUMI DAN KESUBURAN (Dasar-dasar Perancangan Karya Seni Pedalangan)

Analisis Semiotik dalam Suluk Pakeliran Lakon Retno Sentiko Oleh Ki Seno Nugroho

B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan data yang ditemukan dapat disimpulkan bahwa slentho

PEMBINAAN KARAWITAN KELOMPOK KARAWITAN NGESTI LARAS, PAGUYUBAN NGEKSI GONDO DIBAWAH NAUNGAN YAYASAN ADI BUDAYA DENPASAR TAHUN 2009

ASPEK-ASPEK TEMATIS DALAM BUKU KAMBING JANTAN KARYA RADITYA DIKA: Tinjauan Struktural Robert Stanton

ANALISIS PEMBERIAN NAMA PADA ANAK USIA 5 TAHUN KE PENGKOL RT 02 / RW V, NGUTER, SUKOHARJO. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

TABUHAN PANCER PADA KARAWITAN GAYA YOGYAKARTA: SEBUAH KAJIAN MUSIKAL

DESKRIPSI PENTAS TARI Sebagai Pengrawit (Pendukung Karawitan)

GENDING PATALON DALAM WAYANG KULIT PURWA GAYA SURAKARTA STUDI KASUS GENDING CUCURBAWUK

GARAP KENDHANGAN GENDING PATALON LAMBANGSARI LARAS SLENDRO PATET MANYURA VERSI KARAWITAN NGRIPTO LARAS

Deskripsi Karawitan Tari Iringan Tari Blantek, Golek Ayun-Ayun, dan Padang Ulan Pada Oratorium Kala Kali Produksi ISI Dps

GENDING PLARA-LARA KALAJENGAKEN

JURNAL KRUMPYUNG LARAS WISMA DI KECAMATAN KOKAP KABUPATEN KULON PROGO: KELANGSUNGAN DAN PERUBAHANNYA

BAB III METODE PENELITIAN

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S 1. Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

PEMBELAJARAN INSTRUMEN MAYOR TROMBONE UNTUK SISWA PEMULA DI SMKN 2 KASIHAN BANTUL (SMM) YOGYAKARTA. TUGAS AKHIR Program Studi S1 Seni Musik

PRESTASI KARAWITAN LANSIA NGUDI LARAS DI GANTIWARNO KLATEN

KARAWITAN TARI GOLEK AYUN-AYUN KARYA K.R.T. SASMINTADIPURA: KAJIAN POLA GARAP KENDHANGAN

PROBLEMATIKA SOSIAL DALAM CERPEN KURMA KIAI KARNAWI KARYA AGUS NOOR (Pendekatan Sosiologi Sastra)

DETAIL CANGKANG KERANG DALAM VISUALISASI KARYA SENI GRAFIS

ARTIKEL ILMIAH PERANAN GAMELAN SEBAGAI PENGIRING WAYANG KULIT DI GROUP KRIDO LARAS KOTA MEDAN. Helen Kurnia Sitinjak. Abstract

DESKRIPSI MEDIA PEMBELAJARAN BIOLOGI DARI BAHAN LIMBAH GERGAJI

MATA PELAJARAN : SENI PEDALANGAN JENJANG PENDIDIKAN : SMK

STRATEGI PENGEMBANGAN POTENSI SENI PERTUNJUKAN SANGGAR SENI SEKAR JAGAD DUSUN KOTAKAN DESA BAKALAN KECAMATAN POLOKARTO KABUPATEN SUKOHARJO

BAB IV KESIMPULAN. tahun 2012 lomba karawitan se-kabupaten klaten.

PENYUTRADARAAN AGUNG WIJAYANTO DALAM MARSINAH MENGGUGAT KARYA RATNA SARUMPAET

SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S1 Program Studi Pendidikan Biologi.

NOVEL ZIARAH YANG TERPANJANG KARYA K.USMAN Sebuah Pendekatan Sosiologi Sastra

BAB III METODE PENELITIAN

Hasil Wawancara Dengan Ki Kasim Kesdo Lamono dan Paguyuban Cinde

BAB IV PENUTUP. sebelumnya, tentang gending Gaya Yogyakarta yang diangkat sebagai materi

PEMAKAIAN BAHASA JAWA DALAM ADEGAN GARA-GARA WAYANG ORANG SRIWEDARI DI KOTA SURAKARTA (Suatu Analisis Sosiolinguistik)

ANALISIS GAYA BAHASA SARKASME DAN GAYA BAHASA METAFORA PADA WACANA KOLOM SORAK SUPORTER HARIAN SOLOPOS EDISI JANUARI-MARET 2011

PERANCANGAN BUKU ILUSTRASI MENGENAL RAJA-RAJA KASUNANAN SURAKARTA

FUNGSI KESENIAN LEDHEK DALAM UPACARA BERSIH DESA DI DUSUN KARANG TENGAH, DESA NGALANG, GEDANGSARI, GUNUNGKIDUL SKRIPSI

NILAI BUDAYA DALAM NOVEL AJI SAKA KARYA WAWAN SUSETYA: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA SKRIPSI

Deskripsi Karawitan Pakeliran Garapan Kolaborasi. Wayang Jawa - Bali. Dalang : Dru Hendro, S.Sen dan I Wayan Nardayana

BAB III PENUTUP. diciptakannya. Pencapaian sebuah kesuksesan dalam proses berkarya

Transkripsi:

PENERAPAN TLUTUR DALAM PAKELIRAN WAYANG KULIT GAYA YOGYAKARTA VERSI KI TIMBUL HADIPRAYITNA, KI SUTEDJO, KI SUGATI, DAN KI MARGIONO Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 pada Program Studi Seni Karawitan Kompetensi Pengkajian Karawitan Oleh : Anang Primantoro 1110461012 JURUSAN KARAWITAN FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA 2016

PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Yogyakarta, 26 Januari 2016 Yang menyatakan, Anang Primantoro

MOTTO

PERSEMBAHAN

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatakan ke hadirat Allah SWT, atas berkah rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulisan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan sesuai dengan harapan penulis tanpa halangan yang berarti. Tugas Akhir dengan judul Penerapan Tlutur dalam Pakeliran Wayang Kulit Gaya Yogyakarta versi Ki Timbul Hadiprayitna, Ki Sutedjo, Ki Sugati, dan Ki Margiono ini merupakan proses akhir dalam menempuh studi jenjang S-1 sekaligus merupakan salah satu syarat bagi mahasiswa Jurusan Karawitan Yogyakarta untuk mencapai kelulusan. Penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa tanpa dukungan dari berbagai pihak maka Tugas Akhir ini tidak akan terwujud. Oleh karena itu, perkenankan penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Bapak Drs. Subuh, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Karawitan yang telah memberikan saran serta dorongan moral yang sangat berguna, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. 2. Bapak I Ketut Ardana, M.Sn., selaku dosen wali yang tidak pernah berhenti memberikan motivasi kepada penulis selama menempuh Tugas Akhir. 3. Ibu Dra. Agustina Ratri Probosini, M. Sn., selaku pembimbing I yang telah memberikan banyak pengarahan, bimbingan dan bantuan pemikiran sehingga proses penulisan Tugas Akhir dapat berjalan dengan lancar. 4. Bapak Suhardjono, S.Sn., M.Sn., selaku pembimbing II yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, memberikan banyak informasi, dan vi

bantuan pemikiran sehingga proses penulisan Tugas Akhir dapat berjalan dengan baik. 5. Narasumber yang terdiri dari Ki Sutejo, Ki Sugati, Ki Margiono yang telah memberikan pengarahan dan informasi berkaitan dengan penulisan ini. 6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Karawitan yang telah sabar membimbing dan memberikan ilmunya selama proses perkuliahan di Jurusan Karawitan Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Yogyakarta. 7. Seluruh staf Pegawai UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta dan Perpustakaan Jurusan Karawitan ISI Yogyakarta yang selalu melayani dalam peminjaman buku. 8. Kedua orang tuaku yang telah mendukung dan memberikan doa restu untuk menyelesaikan Tugas Akhir. 9. Mas Aji Santoso Nugroho, S.Sn., Mas Saptono, S.Sn., Mbak Dwi Astuti, S.Sn., Mas Catur çang Pamungkas, yang telah membantu teknik penulisan, memberikan pinjaman buku, dan bantuan pemikiran. 10. Seluruh mahasiswa Jurusan Karawitan yang selalu memberikan dukungan dan semangat dalam proses Tugas Akhir. 11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dan doanya sehingga selesainya Tugas Akhir ini. Penulis dalam penyusunan karya tulis ini telah mencurahkan semua kemampuan. Namun penulis sangat menyadari bahwa hasil penyusunan karya tulis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan penulisan Tugas Akhir ini. vii

Semoga laporan hasil Tugas Akhir ini bermanfaat bagi seluruh pembaca dan dunia seni pertunjukan khususnya. Yogyakarta, 26 Januari 2016 Penulis, Anang Primantoro viii

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... ix DAFTAR SINGKATAN DAN SIMBOL... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii INTISARI... xvi BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Bekalang... 1 B. Rumusan Masalah... 3 C. Tujuan Penelitian... 3 D. Tinjauan Pustaka... 3 E. Landasan Pemikiran... 4 F. Metode Penelitian... 5 G. Sistematika Penulisan... 8 BAB II TLUTUR DAN STRUKTUR PAKELIRAN WAYANG KULIT GAYA YOGYAKARTA... 10 A. Tlutur Gaya Yogyakarta... 10 1. Suluk Tlutur... 11 2. Ayak-ayak Tlutur... 14 3. Playon Tlutur... 16 4. Sampak Tlutur... 17 B. Struktur Pakeliran Gaya Yogyakarta... 19 BAB III TLUTUR DALAM PAKELIRAN WAYANG KULIT GAYA YOGYAKARTA VERSI KI TIMBUL HADIPRAYITNA, KI SUTEDJO, KI SUGATI, DAN KI MARGIONO... 22 A. Tlutur Gaya Yogyakarta Dalam Versi Dalang... 22 1. Suluk tlutur... 22 a. Versi Ki Timbul Hadiprayitna... 22 b. Versi Ki Sutedjo... 28 c. Versi Ki Sugati... 31 d. Versi Ki Margiono... 34 2. Ayak-ayak tlutur... 38 a. Versi Ki Timbul Hadiprayitna... 38 b. Versi Ki Sutedjo... 39 c. Versi Ki Sugati... 40 d. Versi Ki Margiono... 42 ix

3. Playon tlutur... 42 a. Versi Ki Timbul Hadiprayitna... 42 b. Versi Ki Sutedjo... 43 c. Versi Ki Sugati... 46 d. Versi Ki Margiono... 47 4. Sampak Tlutur... 49 a. Versi Ki Timbul Hadiprayitna... 49 b. Versi Ki Sutedjo... 50 c. Versi Ki Sugati... 50 d. Versi Ki Margiono... 51 B. Penerapan Tlutur Dalam Pakeliran Gaya Yogyakarta... 52 a. Versi Ki Timbul Hadiprayitna... 52 b. Versi Ki Sutedjo... 53 c. Versi Ki Sugati... 54 d. Versi Ki Margiono... 54 BAB IV KESIMPULAN... 59 DAFTAR PUSTAKA... 61 DAFTAR ISTILAH... 63 LAMPIRAN... 66 x

DAFTAR SINGKATAN DAN DAFTAR SIMBOL =. : ketuk n. : kenong p. : kempul g. : gong G. : suwukan _ : tanda ulang f : suwuk xi

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Foto 1.Ki Sugati saat wawancara... 67 Foto 2. Ki Sutedjo... 67 Foto 3. Titilaras balungan gending Ayak-ayak Tlutur... 68 Foto 4. Ki Timbul Hadiprayitna... 68 xii

INTISARI Tlutur adalah salah satu bentuk lagu, tembang, dan gending dalam karawitan. Tlutur digunakan dalam pakeliran wayang kulit maupun pakeliran ruwatan. Tlutur terdapat dalam sulukan, ayak-ayak, playon, dan sampak. Fungsi tlutur dalam pakeliran sebagai pendukung suasana sedih dalam suatu adegan. Dalam prosesi ruwatan tlutur digunakan sebagai ilustrasi ketika dalang membaca kidung. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis, dan bersifat kualitatif yaitu mendeskripsikan dan menganalisis dasar pertimbangan penggunaan tlutur dalam karawitan pakeliran wayang kulit Gaya Yogyakarta. Penelitian ini Pergelaran wayang kulit dalam satu malam dibagi menjadi tiga fase yang disebut dengan istilah patet, yaitu patet nem, sanga dan manyura. Ada dua pendapat di kalangan seniman dalang tentang penerapan tlutur dalam pakeliran wayang kulit Gaya Yogyakarta. Sebagian dalang selalu menggunakan tlutur laras sléndro patet sanga, meskipun saat pergelaran berlangsung masuk dalam fase patet nem atau manyura, sedangkan sebagian dalang lainnya menggunakan tlutur sesuai dengan patet yang sedang berlangsung. Kata kunci : Tlutur, Dalang, Pakeliran Gaya Yogyakarta. xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fungsi karawitan di luar konteks klenèngan salah satunya adalah untuk pertunjukan wayang kulit. Para pengrawit menyebutnya sebagai karawitan pakeliran atau gending wayangan. 1 Ada empat macam gending wayang yaitu gending patalon, gending jejer, gending playon dan gending perang. 2 Gending yang digunakan untuk keperluan suasana bangunan lakon yang dikelirkan, sejak dari jejer sampai tancep kayon (kecuali bagian limbukan dan gara-gara) disebut dengan gending baku. 3 Gending baku adalah gending-gending yang digunakan sejak dari jejer pertama sampai tancep kayon. 4 Gending wayangan diperlukan untuk memberi suasana dalam pakeliran wayang seperti suasana agung, senang, marah dan sedih. Gending yang dimaksud adalah ayak-ayak, gending srambahan, dan playon. Gending srambahan adalah gending yang digunakan dalam pergantian jejer, contoh: Gending Bondet digunakan pada jejer III, Ladrang Jati Kumara digunakan dalam jejer II, Ladrang Pangkur digunakan dalam jejer IV, dan lain sebagainya. Playon berfungsi untuk memberi suasana gembira, sedih, maupun marah, seperti playon lasem, sanga, manyura, sedangkan untuk suasana sedih menggunakan ayak-ayak dan playon tlutur. 1 Rahayu Supanggah, Bothekan Karawitan II Garap (Surakarta: ISI Press, 2009), 310. 2 http://id.wikipedia.org/wiki/pakeliran, diunduh pada tanggal 16 Februari 2015, jam 22.00 WIB. 3 Bambang Murtiyoso, dkk, Pertumbuhan & Perkembangan Seni Pertunjukan Wayang (Surakarta : Citra Etnika Surakarta, 2004), 114. 4 Ibid.,116. 1

2 Tlutur adalah bentuk lagu, tembang, gending yang mengandung rasa sedih. 5 Suasana sedih disebabkan lagu tlutur di dalam konteks musikal karawitan mempunyai sifat yang memilukan dan menyedihkan. Di antaranya adegan gugurnya tokoh senopati dalam medan peperangan dan suasana yang memprihatinkan seperti ditegaskan oleh Mudjanattistomo, dkk juga menyatakan bahwa tlutur memiliki rasa prihatin, sedih dll. 6. Tlutur dalam pakeliran terdapat pada suluk, ada-ada, ayak-ayak, playon dan sampak. Penggunaan tlutur dalam karawitan pakeliran menggunakan dua patet yaitu patet sanga dan patet manyura. Jika pada patet sanga, tlutur yang digunakan juga menggunakan patet sanga, apabila digunakan dalam patet manyura, menggunakan tlutur patet manyura, sedangkan dalam patet nem menggunakan tlutur patet manyura. Namun demikian, ada beberapa versi pakeliran Gaya Yogyakarta yang menggunakan tlutur patet sanga di semua patet baik patet nem, patet sanga maupun patet manyura. Perbedaan penerapan tlutur dalam masing-masing patet di Yogyakarta merupakan bahasan yang menarik, oleh karena itu penulis dalam penelitian ini berusaha untuk mengkaji tlutur berkaitan dengan pakeliran wayang kulit Gaya Yogyakarta. 5 http://aryajavanes.blogspot.co.id/2010/06/istilah-dalam-gamelan-dan-karawitan.html, diunduh pada tanggal 28 Oktober 2015, jam 22.25 WIB. 6 Mudjanattistomo, dkk, Pedhalangan Ngayogyakarta jilid 1. (Yogyakarta: Yayasan Habirandha, 1977), 97.

3 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka ditemukan adanya permasalahan yang perlu diteliti, yaitu bagaimana perbedaan penerapan tlutur dalam pakeliran wayang kulit Gaya Yogyakarta antara dalang yang satu dengan dalang lainnya. C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah di atas yaitu untuk mendeskripsikan penerapan tlutur dalam pakeliran wayang kulit Gaya Yogyakarta versi beberapa dalang di D.I Yogyakarta. D. Tinjauan Pustaka Skripsi Gunawan dengan judul Karawitan Pakeliran Ruwatan Murwakala tugas akhir progran S-1 Jurusan Seni Karawitan Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Yogyakarta (2011), membahas penyajian karawitan pakeliran ruwatan murwakala Ki Timbul Hadiprayitna. Melalui skripsi Gunawan, penulis dapat mengetahui ayak-ayak tlutur yang digunakan oleh Ki Timbul Hadiprayitno dalam pakeliran ruwatan lakon murwakala. Skripsi Yudi dengan judul Sajian Teks Lakon Kresna Duta Versi Ki Timbul Hadiprayitna dan Analisis Struktural tugas akhir program S-1 Jurusan Seni Pedalangan Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Yogyakarta (2006), membahas tentang lakon Kresna Duta yang dilakukan oleh Ki Timbul Hadiprayitna berpijak pada patokan tradisi pakeliran Gaya Yogyakarta. Melalui

4 skripsi Yudi penulis dapat mengetahui pembagian patet, banyaknya jejeran dan adegan perang, misalnya deskripsi berbagai suasana, dialog antar tokoh, jenis tindakan dari suatu peristiwa. Buku yang ditulis oleh Mudjanattistomo, dkk dengan judul Pedhalangan Nagyogyakarta jilid I yang diterbitkan oleh Yayasan Habirandha Yogyakarta (1977). Secara garis besar, penjelasan buku ini mencakup sulukan, pembagian patet dalam pakeliran, pembagian jejer, dan cerita. Dalam buku tersebut terdapat suluk tlutur yang berguna sebagai sumber acuan dalam objek penelitian ini. Rekaman audio visual Ki Timbul Hadiprayitno dalam lakon Duryudana Gugur yang diselenggarakan Pepadi Bantul dan disiarkan oleh TVRI Yogyakarta di Pendopo Balai Desa Trimurti Srandakan Bantul dan didapat dari mendownload internet youtube. Ki Timbul Hadiprayitno menggunakan tlutur laras sléndro patet sanga dalam patet nem, patet sanga maupun patet manyura. Dalam pakeliran Ki Timbul menggunakan suluk tlutur, dan playon tlutur. E. Landasan Pemikiran Karawitan merupakan aspek yang mendukung jalannya pertunjukan wayang. Aspek karawitan terdiri dari gending yang digunakan dalam jejer atau adegan, di antaranya adalah playon. Playon dapat membangun suasana gembira, marah maupun sedih. Pada iringan sedih menggunakan sendhon, ayak-ayak, playon, maupun sampak tlutur. Menurut Mudjanattistomo tlutur dalam penyajiannya dapat digunakan di segala patet yaitu patet nem, patet sanga dan patet manyura, tetapi dalam

5 pakeliran wayang kulit Gaya Yogyakarta tetap menggunakan suluk tlutur slendro patet sanga. 7 Berdasarkan realita di lapangan ada beberapa dalang yang menggunakan tlutur sesuai dengan patet yang yang sedang berlangsung pada saat pergelaran tidak selalu menggunakan tlutur patet sanga. Pakeliran wayang kulit Gaya Yogyakarta menggunakan tiga patet yaitu patet nem, patet sanga dan patet manyura.aris Wahyudi menyatakan bahwa dalam setiap patet terdiri dari beberapa jejer dan masing-masing jejer terdiri dari beberapa adegan. Dalam pakeliran tradisi, setiap lakon, terdiri tujuh jejer dalam tiga patet.patet nem terdiri dari tiga jejer, patet sanga terdiri dari dua jejer, dan patet manyura terdiri dari dua jejer. 8 Mudjanattistomo juga menyatakan bahwa patet dibagi menjadi tiga, yaitu patet nem, patet sanga dan patet manyura. Pembagian patet dalam pakeliran, yaitu: patet nem terdiri dari jejer I, jejer II dan jejer III, patet sanga terdiri dari jejer IV dan jejer V, dan patet manyura terdiri dari jejer VI dan jejer VII. 9 Berdasarkan pemikiran tersebut maka penulis ingin menganalisis penerapan tlutur dalam pakeliran Gaya Yogyakarta. F. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis yaitu mendeskripsikan dan menganalisis dasar pertimbangan penggunaan tlutur dalam karawitan pakeliran wayang kulit Gaya Yogyakarta. Penelitian ini bersifat 7 Mudjanattistomo, dkk, Ibid, 125. 8 Aris Wahyudi, Sambung-Rapet Dan Greget-Sahut: Sebuah Paradigma Dramaturgi Wayang (Yogyakarta: Bagaskara, 2014), 29-30. 9 Mudjanattistomo, Op. Cit., 162.

6 kualitatif. Analisis dilakukan untuk menyelesaikan masalah dengan mendapatkan jawaban sesuai dengan fakta yang ada. Agar mendapat jawaban yang jelas, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa langkah sebagai berikut: 1. Tahap Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan untuk mencari data primer dalam penyusunan tulisan terutama data yang menyangkut bentuk, struktur, garap musikal dan unsur-unsur yang terlibat dalam pertunjukan wayang kulit. Semua data yang valid dan mendukung tentang penerapan tlutur dalam pakeliran Gaya Yogyakarta dan bernilai ilmiah akan disimpan sebagai data primer. Pengumpulan data ini ditempuh atau diperoleh melalui: a. Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan untuk memperoleh data tertulis yang berhubungan dengan objek penelitian. Studi pustaka memberikan arahan dasar pengumpulan data yang berhubungan dengan latar belakang, landasan pemikiran dan data lain sebagai informasi awal maupun pelengkap dalam penelitian tentang tlutur laras slendro patet sanga. Pada langkah ini ditempuh dengan mencari referensi tertulis atau buku, jurnal, laporan penelitian dan lain-lain. Tulisan-tulisan tersebut diperoleh di beberapa tempat, yaitu: 1. UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta. 2. Perpustakaan Jurusan Karawitan ISI Yogyakarta. 3. Buku-buku koleksi pribadi.

7 b. Wawancara Wawancara dilakukan dengan cara mendatangi narasumber dengan tujuan mendapatkan informasi data yang akurat. Narasumber ditentukan berdasarkan pengalaman, pengetahuan, dan wawasan luas terhadap objek penelitian yang dapat diperoleh dari data dan informasi tentang garap, pendalaman konsep, ide, dan gagasan dalam tlutur.wawancara dilakukan langsung dengan narasumber yang memahami objek penelitian, yaitu: Ki Sutedjo, salah satu dalang dari Gedong Kuning, 109 Gang Merpati Rt 04, Rw 33 Banguntapan, Bantul yang konsinten dengan pakeliran klasik Gaya Yogyakarta. Selain juga sebagai guru di SMK N 1 Kasihan Bantul, juga pamong guru di Yayasan Habiranda Yogyakarta. Sebagai abdi dalem Keraton Yogyakarta Ki Sutedjo mendapat paring ndalem asma Mas Penewu Cerma Sutedjo. Ki Sugati, dalang senior dari Gendengan, Grogol, Margodadi, Seyegan, Slemanyang masih eksis mendalang di daerah wilayah Sleman. Dalam mendalang, Ki Sugati juga konsisten dengan pakeliran wayang kulit Gaya Yogyakarta. Ki Margiono, dalang senior dari Kowen 1, Timbulharjo, Sewon, Bantulsekaligus seniman karawitan. Saat ini Ki Margiono menjadi Tenaga Pengajar Luar Biasa (TPLB) di Jurusan Pedalangan Fakultas Seni Pertunjukan ISI Yogyakarta.Ki Margiono memperoleh banyak pengalaman di bidang karawitan ketika menjadi pengendhang dari Ki Timbul Hadiprayitna. Data yang diperoleh dari narasumber yaitu definisi, fungsi, kedudukan, dan hubungan tlutur Gaya Yogyakarta dalam pakeliran Gaya Yogyakarta.

8 c. Diskografi Studi diskografi ini dilakukan untuk mencari data yang berasal dari rekaman audio dan audio-visual Ki Timbul Hadiprayitna dalam lakon Duryudana Gugur. Diskografi rekaman audio-visual didapat dengan men-download dari youtube internet. 2. Tahap Analisis Data Penelitian ini menggunakan analisis data, yaitu metode deskriptif analitik dengan komparasi antarversi dalang. Data yang dikelompokkan menurut pokokpokok bahasan, yaitu: tlutur Gaya Yogyakarta dan pakeliran wayang kulit Gaya Yogyakarta. Data tersebut dilakukan secara cermat dengan tidak mengesampingkan bahasa yang sistematis. G. Sistematika Penulisan Data yang telah terkumpul dianalisis dan dikelompokkan sesuai dengan kebutuhan pokok bahasan, kemudian disusun dalam sebuah laporan penelitian yang sistematik, selengkapnya adalah sebagai berikut. Bab I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. B. Rumusan Masalah. C. Tujuan Penelitian. D. Tinjauan Pustaka. E. Landasan Pemikiran. F. Metode Penelitian.

9 G. Sistematika Penulisan. Bab II. Tlutur dan Struktur Wayang Kulit Pakeliran Gaya Yogyakarta. A. Tlutur Gaya Yogyakarta. B. Struktur Pakeliran Gaya Yogyakarta Bab III. Tlutur dalam Pakeliran Wayang Kulit Gaya Yogyakarta versi Ki Timbul Hadiprayitna, Ki Sutedjo, Ki Sugati, dan Ki Margiono. A. Tlutur Gaya Yogyakarta Dalam Versi Dalang 1. Suluk tlutur 2. Ayak-ayak tlutur 3. Playon tlutur 4. Sampak Tlutur B. Penerapan Tlutur dalam Pakeliran Gaya Yogyakarta Bab IV. Kesimpulan berisi simpul-simpul hasil penelitian dan saran. Daftar Pustaka. Daftar Istilah. Lampiran.