I. PENDAHULUAN. Padi merupakan tanaman budidaya terpenting dalam peradaban dan telah

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk dalam genus Oryza, yang terbagi menjadi 25 spesies dan semuanya

HAMA PENYAKIT TANAMAN PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA

I. PENDAHULUAN. Ekonomi Pertanian tahun menunjukkan konsumsi daging sapi rata-rata. Salah satu upaya untuk mensukseskan PSDSK adalah dengan

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah

I. PENDAHULUAN. Cabai rawit (Capsicum frutescens) merupakan salah satu sayuran penting

I. PENDAHULUAN. Padi sawah (Oryza sativa L.) merupakan salah satu komoditas andalan Provinsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Wereng batang coklat (WBC) dapat menyebabkan kerusakan dan kematian total

I. PENDAHULUAN. kendala dalam peningkatan stabilitas produksi padi nasional dan ancaman bagi

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi

I. PENDAHULUAN. tanaman jagung di Indonesia mencapai lebih dari 3,8 juta hektar, sementara produksi

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

BAB I PENDAHULUAN. Kacang panjang (Vigna sinensis L.) tergolong dalam Famili Fabaceae.

I. PENDAHULUAN. Iridoviridae yang banyak mendapatkan perhatian karena telah menyebabkan

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di wilayah tropis dan subtropis. Dalam skala internasional, pisang

URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) salah satu komoditas sayuran penting di Asia Tenggara karena seringkali

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Budidaya Kacang Panjang. Klasifikasi tanaman kacang panjang menurut Anto, 2013 sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER

BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA

REPLIKASI DAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

b) Kepik Mirid (Cyrtorhinus lividipennis ) c) Kumbang Stacfilinea (Paederus fuscipes)/tomcat d) Kumbang Carabid (Ophionea nigrofasciata)

I. PENDAHULUAN. Ikan kerapu (Epinephelus sp.) merupakan jenis ikan air laut yang

I. PENDAHULUAN. Jenderal Hortikultura, 2013). Buah tomat banyak dimanfaatkan sebagai sayuran,

I. PENDAHULUAN. penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi

PENDAHULUAN. Tanaman jagung yang dalam bahasa ilmiahnya disebut Zea mays L.,

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

HASIL DAN PEMBAHASAN

2015 ISOLASI DAN AMPLIFIKASI GEN PARSIAL MELANOCORTIN - 1 RECEPTOR (MC1R) PADA IKAN GURAME

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

PENGENALAN BIOINFORMATIKA

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional di masa yang akan datang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan salah satu sayuran yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni

1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf

HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fi F top lasma p ada Tanaman Sumb m er e I r nokulum

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia menjadi produsen kakao terbesar ke-2 di dunia dengan produksi

I. PENDAHULUAN. perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang

APLIKASI MODEL PERAMALAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN TANAMAN PADI

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Virus pada Pertanaman Mentimun

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

BAB I PENDAHULUAN. yang berbentuk semak, termasuk Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae,

BAB I PENDAHULUAN. (Rismunandar, 1993). Indonesia memiliki beragam jenis beras dengan warna nya

commit to users I. PENDAHULUAN

Antisipasi Gangguan Bencana Alam dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

REVERSE TRANSKRIPSI. RESUME UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Genetika I Yang dibina oleh Prof. Dr. A. Duran Corebima, M.Pd. Oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Partikel TICV berbentuk seperti benang, memanjang (filamentous) dan lentur (flexuous) (Liu et al. 2000)

Model Matematika SIV Untuk Penyebaran Virus Tungro Pada Tanaman Padi

5. Antisipasi Gangguan Bencana Alam dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS) adalah

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu makanan pokok di

Bioinformatika. Aplikasi Bioinformatika dalam Virologi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagi sel tersebut. Disebut sebagai penghasil energi bagi sel karena dalam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Protein berperan penting untuk perkembangan kecerdasan otak,

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan:

Identifikasi Virus Penyebab Penyakit Kerdil pada Tanaman Padi di Sukamandi, Jawa Barat

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dari Agustus sampai dengan November 2012 di

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

UJI KETAHANAN GALUR-GALUR PADI TERHADAP PENYAKIT TUNGRO DI DAERAH ENDEMIK ABSTRAK PENDAHULUAN

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

DIAGNOSIS VIRUS PENYAKIT JEMBRANA (VPJ) BERBASIS ASAM NUKLEAT

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang tinggi. Ikan mas dibudidayakan untuk tujuan konsumsi, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BEGINILAH BEGOMOVIRUS, PENYAKIT BARU PADA TEMBAKAU

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung di Indonesia (Zea mays L.) merupakan komoditas tanaman

KERAGAMAN GEN PROTEIN SELUBUNG ISOLAT RICE TUNGRO BACILLIFORM TUNGROVIRUS

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan tanaman pangan penghasil beras yang tergolong dalam famili

BAB I PENDAHULUAN. Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu tanaman yang. termasuk dalam family Cucurbitaceae (tanaman labu-labuan),

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi merupakan tanaman budidaya terpenting dalam peradaban dan telah menjadi bahan pangan lebih dari setengah populasi dunia dengan Indonesia sebagai negara dengan konsumsi beras tertinggi ketiga di dunia setelah Cina dan India (Pathak dan Khan, 1994; Rahmat, 2010). Sebagai bahan pangan utama selama bertahun-tahun, padi menjadi tanaman yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia dengan produksi beras hingga sekitar 70 juta ton sejak beberapa tahun terakhir, dan terus naik hingga pada 2015 menjadi 75,36 juta ton gabah kering giling (BPS, 2015). Hal tersebut tak lepas dari upaya pemerintah dalam pelaksanaan UPSUS (Upaya Khusus) swasembada pangan pada tahun 2015. Sebagai bahan pangan yang dinilai penting, sistem agribisnis beras memegang peranan penting dalam pemantapan ketahanan pangan. Masalah utama dalam upaya peningkatan produksi beras adalah cekaman biotik dan abiotik yang merupakan faktor pembatas utama terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman padi. Salah satu cekaman biotik adalah keberadaan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) tanaman padi, salah satunya adalah wereng batang cokelat. Wereng batang cokelat (WBC) adalah hama global (The very importance pest global = VIPG), yang menjadi kendala bagi negara-negara penghasil beras dunia seperti China, Vietnam, Thailand, India, Pakistan, Malaysia, Filipina, Jepang, bahkan Korea (Bentur and Viraktamath 2008, Zhou et al., 2008, Du et al., 2007). WBC menyerang 1

langsung tanaman padi dengan menghisap cairan sel tanaman menggunakan stilet yang ditusukkan ke dalam jaringan floem mengakibatkan tanaman menjadi kering. Pada jumlah serangan yang tinggi, tanaman akan menunjukkan gejala khas seperti kering terbakar yang dikenal dengan istilah hopperburn. Kerdil hampa merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman padi yang disebabkan oleh RRSV. Baik RRSV maupun RGSV dapat ditularkan dan menginfeksi tanaman secara terpisah maupun bersama-sama (double infection) (Du et al. 2007). Secara terpisah, RRSV memberikan gejala khas berupa tepi daun tidak rata (ragged) disertai gall pada tulang daun. Sedangkan RGSV menghasilkan gejala khas berupa tanaman kerdil menguning, dengan ruas buku yang kaku sehingga menyerupai rumput (Cabauatan et al. 2009). RRSV pertama kali dilaporkan di Indonesia, tepatnya di Pandeglang (Jawa Barat) pada tahun 1976 (Hibino et al. 1977). Serangan RRSV jarang dilaporkan, hingga terjadinya outbreak serangan WBC terhadap varietas unggul pada tahun 2005, yang dipicu perubahan iklim global dan diduga akibat munculnya biotipe baru WBC (Ditlin, 2010; Baehaki dan Munawar, 2007). Kehilangan hasil akibat RRSV dinilai sangat merugikan, karena tanaman padi hanya menghasilkan malai yang hampa diikuti penurunan hasil produksi mencapai 82%. Dan pada serangan yang cukup parah, tanaman padi bahkan tidak memproduksi malai (Palmer et al., 1978). Virus kerdil hampa (RRSV) dan virus kerdil rumput (RGSV) pada beberapa tahun belakangan menjadi masalah di beberapa negara, seperti China, Vietnam, Filipina, Indonesia, dan Thailand (Bentur and Viraktamath 2008, Zhou et al. 2008). 2

Di Indonesia, insidensi penyakit kerdil hampa dan kerdil rumput meningkat dan selalu ditemukan di wilayah-wilayah endemik serangan WBC. Gejala infeksi RRSV selalu ditemukan dari tahun 2005 sampai 2010, tertinggi pada tahun 2010 dengan luas 6.074 ha dan 20 ha di antaranya puso (Ditlin, 2010). Berdasarkan laporan Cabunagan et al., (2010), gejala mix infection semakin banyak ditemukan di lapangan. Hal tersebut menyulitkan identifikasi dan menimbulkan kerugian yang lebih besar. Oleh sebab itu, sangat penting untuk mengembangkan metode diagnostik yang efektif dan efisien untuk mendukung kegiatan monitoring dan pengendalian RRSV. Karakterisasi gejala, cara penularan, informasi sebaran, dan molekular diperlukan untuk perencanaan pengendalian virus dalam rangka untuk mengembangkan varietas padi tahan RRSV. Analisis nukleotida akan mengungkapkan variasi dan hubungan kekerabatan pada level genetik antar isolat RRSV dan gambaran mengenai variasi dan sebarannya. (Pattayawat et al., 2004). Informasi sebaran RRSV dapat menjadi mengungkapkan pengaruh WBC sebagai vektor dengan kemampuan migrasi jarak jauh yang akan bermanfaat sebagai dasar pengambilan keputusan pengendalian. 1.2 Permasalahan Penelitian Permasalahan yang muncul dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Variasi gejala penyakit kerdil hampa yang ditemukan di lokasi-lokasi endemik serangan WBC semakin beragam dan semakin menyulitkan proses identifikasi dan pengendalian. Hingga saat ini belum ada informasi lebih lanjut mengenai 3

karakter virus yang menyebabkan beragamnya variasi gejala kerdil hampa, baik karakter penularan ataupun karakter molekularnya. 2. Belum ada informasi mengenai sebaran dan variasi RRSV di lokasi-lokasi endemik serangan WBC di Indonesia dan hubungan kekerabatannya dengan RRSV yang ditemukan di negeri lain yang telah dipublikasikan di database GeneBank. 1.3 Keaslian Penelitian Karakter virus sangat berkaitan dengan gejala yang ditimbulkan pada tanaman, interaksinya terhadap serangga vektor, serta kemungkinan adanya inang alternatif yang lain dan kemampuan mix-infection. Sehingga kajian terhadap karakter berupa variasi gejala, cara penularan, karakter molekular, sebaran, dan variasi virus penyebab kerdil hampa di Indonesia sangat penting untuk diketahui sebagai langkah awal pengendalian virus tersebut. Hingga saat ini, belum ada penelitian mengenai karakter, sebaran dan variasi virus penyebab kerdil hampa yang ditemukan di beberapa wilayah endemik WBC di Indonesia. Melalui kajian penelitian ini, diharapkan dapat dilakukan analisis karakter, sebaran dan hubungan kekerabatan virus penyebab kerdil hampa yang terdapat di Indonesia dibandingkan dengan virus penyebab kerdil hampa yang ada di negara lain. 4

1.4 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menentukan karakter virus dari tanaman padi yang menunjukkan variasi gejala kerdil hampa yang ditemukan di lokasi-lokasi endemik serangan WBC di Indonesia. 2. Mengetahui sebaran dan variasi RRSV di lokasi-lokasi endemik serangan WBC di Indonesia serta hubungan kekerabatan virus tersebut dengan isolat virus penyebab kerdil hampa dari negara lain yang telah dipublikasi di database GeneBank. 1.5 Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi ilmiah mengenai karakter, sebaran dan variasi virus penyebab kerdil hampa di lokasi-lokasi endemik WBC di Indonesia. Informasi tersebut diharapkan dapat menjadi acuan dalam pengambilan keputusan pengendalian virus yang mengarah pada pengendalian penyakit melalui upaya pengembangan pengendalian biologis ramah lingkungan hingga pengembangan varietas-varietas unggul tahan RRSV. 5

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Arti Penting dan OPT pada Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) berasal dari famili Gramineae (Poaceae), sub famili Oryzoideae, suku Oryzeae, genus Oryza. Padi adalah salah satu tanaman budidaya penting selama peradaban. Karena hingga saat ini terdapat sekitar 161 juta ha sawah yang tersebar di seluruh dunia dan sekitar 87% dari sawah tersebut terletak di Asia (FAO, 2013), dengan produksi global tahunan sebesar mencapai hingga 650 juta ton (Matsuo & Hoshikawa, 1993; Zeigler dan Barclay, 2008). Beras merupakan makanan pokok dari 95% masyarakat Indonesia dan berdasarkan data BPS tahun 2015, pada tahun 2014 konsumsi rata-rata beras nasional per kapita per tahun adalah sekitar 124,89 kg/kapita/tahun sementara Malaysia 90 kg/kapita/tahun, Brunai Darussalam 80 kg/kapita/tahun, Jepang 70 kg/kapita/tahun dan China hanya 90-100 kg/kapita/tahun. Beras mampu mencukupi 63% total kecukupan energi, 38% protein dan 21,5% protein (Indrasari, 2006). Kandungan gizi dari beras tersebut menjadikan komoditas padi sangat penting untuk kebutuhan pangan sehingga menjadi perhatian pemerintah Indonesia untuk memenuhi kebutuhan beras nasional. Beras memainkan peran penting dalam perekonomian Indonesia dan juga memiliki pengaruh sosial dan politik di masyarakat. Produksi beras menyumbang sekitar 50 persen dari total nilai tambah di sektor pertanian sepanjang abad ke-20 (Van der Eng, 1996). Dalam beberapa tahun belakangan ini, masalah ketahanan 6

pangan menjadi isu penting di Indonesia, dan dalam setahun belakangan ini dunia juga mulai dilanda oleh krisis pangan. Kebutuhan beras sebagai bahan pangan dan bahan baku industri terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu upaya peningkatan produksi beras nasional secara berkelanjutan sangat penting diupayakan untuk mengantisipasi munculnya gejolak sosial, ekonomi, dan politik yang tidak dikehendaki (BB Padi, 2015). Organisme pengganggu tanaman (OPT) adalah salah satu faktor pembatas yang dapat menurunkan produktivitas tanaman padi. Beberapa hama utama pada tanaman padi adalah tikus (Rattus argentiventer, Robinson and Kloss, 1916), penggerek batang padi kuning (Scirpophaga incertulas, Walker, 1863), penggerek batang putih (S. Innotata, Walker 1863), penggerek batang bergaris (Chilo suppressalis, Walker 1863), wereng batang cokelat (Nilapavarta lugens Stål) dan wereng hijau (Nephotettix viresence Distant) (Kartasaputra, 1993). Wereng cokelat dan wereng hijau tidak hanya merugikan karena serangan langsung pada tanaman, namun juga berperan dalam menularkan dan menyebarkan beberapa virus tanaman padi (Hibino, 1996). Terdapat tiga kelompok penyakit tanaman yang ditemukan menyerang tanaman padi, yaitu yang disebabkan oleh jamur, bakteri dan virus. Beberapa penyakit utama pada tanaman padi adalah penyakit blast oleh jamur Magnaporthe grisea (sinonim Pyricularia oryzae), hawar daun bakteri (HDB) yang disebabkan oleh bakteri gram negatif Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo), serta tungro kerdil 7

hampa dan kerdil rumput yang disebabkan oleh virus (Sudir et al., 2014; Agrios., 2000; Praptana et al., 2013). 2.2 Virus Padi di Indonesia Penyakit yang disebabkan oleh virus merupakan ancaman bagi produksi beras nasional. Hingga saat ini terdapat 30 virus yang dilaporkan mampu menginfeksi tanaman padi, 10 diantaranya menginfeksi padi di negara-negara Asia. Kesepuluh virus tersebut yaitu, Rice black- dwarf virus (RBSDV), Rice dwarf virus (RDV), Rice gall dwarf virus (RGDV), Rice grassy stunt virus (RGSV), Rice ragged stunt virus (RRSV), Rice transitory yellowing virus (RTYV), Rice stripe virus (RSV), Rice tungro bacilliform virus (RTBV), Rice tungro spherical virus (RTSV) dan Southern rice black-streaked dwarf virus (SRBSDV). (Abo and Fadhila, 2001; Le et al., 2010; Zhou et al., 2008 ). Semua virus padi tersebut ditransmisikan oleh wereng daun maupun wereng batang, seperti Laodelphax striatellus (Fallén, 1826), Unkanodes sapporonus Mats, Chilodephax albifacia, Sogatella furcifera (Horváth, 1899), Nephotettix spp., dan N. lugens. Virus-virus tersebut mampu melakukan replikasi atau perbanyakan virus di dalam tubuh vektornya (persisten), kecuali RTSV dan RTBV yang hanya ditularkan secara semi-persisten. Beberapa virus bahkan mampu menularkan virus secara transovari kepada anakannya (RSV, RDV & RGDV) namun hingga kini, belum ada bukti virus-virus tersebut tertular benih (Zhou et al., 2008; Huo et al., 2014; Uehara- Ichiki et al., 2013; Inoue and Omura, 1982; Abo and Sy, 1998). 8

Di Indonesia, hanya empat virus padi yang dilaporkan menyerang tanaman padi, yaitu RTSV, RTBV, RGSV dan RRSV (Cabunagan and Choi, 2010). Tungro merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman padi di Indonesia yang disebabkan oleh infeksi dua virus yang berbeda yaitu Rice tungro bacilliform virus (RTBV) dan Rice tungro spherical virus (RTSV), yang keduanya hanya dapat ditularkan oleh wereng hijau (N. virescens) secara semipersisten. RTBV menginduksi gejala, serta pengkerdilan, sedangkan RTSV berperan dalam penularan RTBV melalui wereng hijau (Praptana et al., 2013; Dahal et al., 1990). Selain N. virescens, terdapat tiga vektor virus tungro lainnya yang ditemukan di beberapa wilayah endemi dan non-endemi di Indonesia, yaitu N. malayanus, N. nigropictus dan Recilia sp.. Wereng hijau betina dinilai lebih efisien menularkan virus tungro dibandingkan wereng jantan dan dengan masa inkubasi yang lebih cepat. Di Indonesia, rerata luasan serangan tungro dalam 2010/2011 mencapai 5828 ha dan meningkat menjadi 7177 ha pada 2011 yang tersebar di 33 provinsi (Supriyadi et al., 2004; Kusprayogie et al., 2011). Virus pada padi lainnya adalah kerdil rumput (RGSV) yang ditularkan oleh wereng batang cokelat (WBC). RGSV pertama kali diketahui di Filipina tahun 1962; dan ditemukan di Indonesia di Bogor tahun 1967 (Baehaki, 2010; Ou, 1985; Rivera, 1967). Virus kerdil rumput termasuk ke dalam genus Tenuivirus yang berbentuk benang halus (filamentous thread) melingkar dengan diameter 6-8 nm dan panjang bervariasi antara 950 1350 nm, menghasilkan protein noncapsid yang berlimpah. RGSV memiliki 6 segmen ssrna. (Miranda et al., 2000). Tanaman padi yang 9

terinfeksi RGSV menunjukkan yang nyaris serupa dengan RRSV yaitu gejala kerdil, jumlah anakan banyak dan tumbuhnya tegak, daun menjadi pendek dan sempit berwarna kuning pucat atau hijau pucat, daun yang terinfeksi dapat menunjukkan gejala bintik-bintik pada daun muda maupun daun tua (Cabauatan et al., 2009). Pada tahun 1982 1983 telah dilaporkan adanya gejala penyakit kerdil rumput seperti gejala tungro, yaitu adanya diskolorisasi warna jingga dan jika diinfeksi pada stadia muda tanaman cepat mati. Gejala pertama merupakan tipe aslinya (RGSV tipe 1), sedangkan yang kemudian disebut tipe ganas (RGSV tipe2) (Suzuki et al., 1988). Selain kerdil rumput, WBC juga merupakan vektor bagi RRSV, penyebab penyakit kerdil hampa. RRSV menyebar dengan cepat sejak pertama kali ditemukan di Indonesia dan Philipina ke negara-negara penghasil beras di Asia. Di Indonesia, virus kerdil hampa pertama kali dilaporkan di Pandelang (Jawa Barat) pada tahun 1976 (Hibino et al., 1977). Diduga penyakit sudah terdapat lebih dahulu, namun tertutup oleh gejala kerdil rumput. Gejala RRSV mulai banyak ditemukan setelah banyak ditanam jenis padi yang tahan terhadap RGSV (Ou, 1985). 2.3 Penyakit Kerdil Hampa oleh Rice ragged stunt virus Kerdil hampa disebabkan oleh Rice ragged stunt virus (RRSV), mengakibatkan kehilangan hasil yang cukup tinggi di negara-negara Asia dan negara penghasil beras lainnya. Hasil survei di Indonesia menunjukkan bila tanarnan 10

terinfeksi 34-76%, maka berkurangnya hasil panen mencapai 53-82%. (Palmer dkk., 1978). RRSV ditularkan oleh WBC (N. lugens atau Nilaparvata spp.) secara persisten namun tidak transovarial. RRSV dilaporkan dapat menginefksi tanaman dalam famili Gramineae termasuk O.sativa, Oryza latifolia, Oryza nivara dan beberapa spesies gulma, namun penularan alami terhadap gulma jarang ditemukan (Liu et al., 2013; Ling et al., 1977). Kerdil hampa menunjukkan gejala yang bervariasi termasuk hambatan pertumbuhan, daun tampak tercabik-cabik atau ragged yang disebabkan oleh pertumbuhan kedua tepi yang tidak sama atau tidak rata, ujung daun muda memuntir, percabangan pada buku-buku atas, pembentukan malai terlambat, malai tidak keluar dengan penuh, biji hampa, pembengkakan pada tulang daun (gall) hingga malformasi. Gejala yang paling jelas adalah menjadi kerdilnya tanaman sebelum berbunga (Hibino, 1996). Morfologi RRSV berbentuk bulat, ikosahedral dengan diameter 65-70 nm, memiliki tonjolan (spike) tipe B dan tipe A yang ikut berperan dalam transmisi virus ke vektor. Genom RRSV terdiri atas 10 segment dsrna dengan panjang 1.2 3.9 kb yang masing-masing memiliki ciri spesifik dari genus tersebut berupa sambungan sekuen nukleotida urutan 5 -GAUAAA---GUGC-3 (Nuss and Dall 1990; Hibino 1996; Yan et al., 1992). RRSV menghasilkan tujuh protein struktural (P1, P2, P3, P4A, P5, P8b, dan P9 dan tiga protein nonstruktural (Pns6, Pns7, dan Pns10). (Boccardo & Milne, 1984; Hagiwara et al., 1986; Upadhyaya et al., 1996; Miyazaki et al., 2008). P2, P3, P5 dan 11

P4A bertanggung jawab terhadap pembentukan guanylyltransferase, protein kapsid, RNA-dependent RNA polymerase dan enzim cap. P8 merupakan protein penyusun kapsid utama, dan P9 adalah protein yang berperan dapan proses transmisi dalam serangga vektor (Zhou et al., 1999). P3, P8 dan P9 bersifat immunoreaktif sehingga sering digunakan untuk mendeteksi keberadaan virus dalam inangnya (Miyazaki et al. 2008) Di antara protein non-struktural yang dikodekan oleh RRSV, Pns6 berperan sebagai protein suppressor RNA-silencing serta mengatur perpindahan protein virus (movement protein) (Wu et al., 2010), sementara Pns7 telah diidentifikasi sebagai protein NTP-binding (Spear et al, 2012; Upadhyaya et al, 1997). Virus kerdil hampa sering ditemukan menginfeksi tanaman secara terpisah maupun bersamaan dengan virus lain (mixed infection) yaitu dengan RGSV, RTBV maupun RTSV. Penelitian tahun 2006 di Vietnam menunjukkan bahwa variasi gejala akibat mix-infection dapat bervariasi dipengaruhi oleh jenis virus dan kondisi lingkungan (Du et al., 2007). Cabunagan and Choi (2010) melaporkan bahwa kejadian penyakit kerdil kuning di wilayah Jawa Tengah khususnya Klaten, menunjukkan adanya mix infection yang terjadi antara RRSV dengan RGSV, RRSV dengan RTSV, RRSV, RGSV dengan RTSV, ataupun RRSV, RTSV dan RTBV. Serangan virus memberi gejala khusus pada tanaman yang terinfeksi. Namun, gejala yang disebabkan oleh satu virus seringkali sulit dibedakan dengan virus lain, ataupun dengan gejala nonpatogenik seperti defisiensi hara, banjir, kekeringan, dan serangan hama juga dapat menunjukkan gejala yang serupa dengan serangan virus. 12

Dalam mengenali gejala infeksi virus, didasarkan pada beberapa faktor, seperti varietas tanaman, fase pertumbuhan, serta kondisi tanaman. Selain itu, tanaman dengan kasus mixed infection akan memperparah gejala kerusakan dan menyulitkan identifikasi visual (Le et al., 2010). Oleh sebab itu, diagnosis yang tepat diperlukan untuk identifikasi dan observasi penyakit lebih lanjut terutama untuk tanaman yang memiliki kemungkinan terinfeksi lebih dari 1 jenis virus. 2.4 Wereng Batang Cokelat (WBC) Brown planthopper atau wereng batang cokelat (Nilaparvata lugens Stal.) (Hemiptera: Delphacidae) adalah hama utama pada padi, terutama pada wilayah tropis di Asia, dimana tanaman padi secara terus-menerus ditanam (Cabauatan et al., 2009). WBC adalah hama global yang sulit diprediksi. Morfologi serangga dewasa berukuran kecil, dengan panjang badan sekitar 2,6-2,9 mm, berwarna cokelat muda hingga kehitaman. WBC dewasa mempunyai dua bentuk, yakni bersayap panjang (Macroptera) dan tidak bersayap (Brachypthera). WBC yang tidak bersayap akan menetap pada batang maupun rumpun padi, sementara individu yang bersayap akan berpindah dalam satu hamparan luas bahkan mampu melakukan migrasi dengan kecepatan 5-11 m/detik sejauh 200-300 km (Baehaki, 2011). Pola migrasi WBC sangat dipengaruhi oleh faktor cuaca khususnya arah angin. WBC mampu mengikuti aliran angin musiman (Monsoon) yang memudahkan migrasi antar pulau bahkan benua (Otuka, 2005; Seino et al., 1987). 13

Keberadaan WBC selalu mengancam kestabilan produksi padi nasional karena serangan yang berfluktuatif, mulai ringan sampai mencapai puncak perkembangannya saat terjadi ledakan yang mengakibatkan tanaman mati seperti terbakar (hopperburn) dan menimbulkan puso (Baehaki, 2011). WBC juga merupakan vektor dari tiga virus penting pada tanaman padi penyebab yellowing syndrome yaitu RRSV (Rice ragged stunt virus), RGSV (Rice grassy stunt virus) tipe 1 dan RGSV tipe 2 (Baehaki dan Mejaya 2014). Pada tahun 2005, WBC dilaporkan menyerang Cina dan merusak 7,53 juta hektar dengan kehilangan mencapai 2,77 juta ton produksi. Sementara di Vietnam, dari tahun 2005 sampai 2006, lebih dari 485.000 ha kawasan produksi beras terserang WBC dan virus, mengakibatkan kehilangan hasil mencapai 828.000 ton beras senilai 120 juta USD. Di Indonesia, serangan berat terjadi pada tahun 2011 dengan total serangan mencapai 173.890 ha dengan 22.613 ha puso (Bentur and Viraktamath 2008; Du et al., 2007; Ditlin, 2011). Beberapa daerah di Indonesia menjadi daerah endemik WBC karena serangan yang selalu terjadi setiap tahun. Wilayah endemik sendiri diartikan sebagai suatu wilayah dengan insidensi serangan hama atau penyakit yang konstan atau terus menerus pada populasi tertentu. Meningkatnya jumlah serangan secara drastis dan melebihi batas normal dan dengan luas serangan yang meningkat kemudian disebut dengan epidemi. Sedangkan pandemi mengacu pada endemi yang terjadi dengan wilayah sebar yang lebih luas hingga ke beberapa negara atau benua. Pandemi 14

biasanya mencakup jumlah kejadian yang cukup besar dalam waktu yang sangat singkat (CDC, 2006). Lahan sawah yang terserang WBC terdapat di Provinsi Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, D.I. Yogyakarta, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Lampung, Aceh dan Bali. Sebagian besar daerah endemik WBC tersebar di Pulau Jawa, yaitu Jawa Tengah (32 Kabupaten), Jawa Timur (27 Kabupaten), Jawa Barat (19 Kabupaten), Jawa Timur (19 Kabupaten), dan Banten (6 Kabupaten). Jawa Tengah merupakan daerah endemik WBC yang luas sebarannya paling luas di Indonesia. (Manzila et al., 2002; BBPTP 2007). Total serangan WBC dalam periode 2001-2010 di Indonesia mencapai 351.748 ha dan 11.354 ha di antaranya puso. Dan pada tahun 2011, serangan WBC meningkat sangat tinggi mencapai 218.060 ha dan seluas 34.932 ha diantaranya mengalami puso (Ditlin, 2011). Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang mengalami serangan tinggi WBC dengan luas serangan sampai 50.390 Ha pada tahun 2011, khususnya di Kabupaten Klaten, Sukoharjo, Wonogiri, Sragen, Karanganyar dan Boyolali. Sementara di Sumatera Barat, luas serangan WBC tahun 2009-2014 mencapai 955,18 ha (Prasetyo dan Subanar, 2014; BPBTPH Sumatera Barat, 2014). Serangan WBC pada 2010 dapat dipandang sebagai kejadian luar biasa (KLB) internasioal. Karena semua negara Asia Tenggara, Asia Selatan, dan sebagian Asia Tengah terkena serangan WBC tersebut. Kerusakan yang diakibatkan serangan tersebut meliputi dampak kerusakan secara langsung berupa hopperburn yang 15

menimbulkan puso, hingga dampak kerusakan yang disebabkan tersebarnya tiga virus padi berbahaya, yaitu RRSV, RGSV- tipe 1 dan RGSV- tipe 2 (Baehaki, 2010). WBC dapat menyerang secara intensif pada fase nimfa ataupun saat dewasa. Virus dapat memperbanyak diri dalam tubuh vektor tetapi tidak dapat ditularkan melalui telur, air, tanah, biji maupun secara mekanik (Baehaki dan Mejaya 2014; Chetanachit et al., 1978; Ling et al., 1977). WBC yang telah mengakuisisi virus mampu mempertahankan dan menularkan virus tersebut sepanjang hidupnya. Namun WBC yang membawa virus memiliki usia yang lebih pendek dan fekunditas yang lebih rendah dibanding yang bebas virus (Cabauatan et al., 2009). 2.5 Identifikasi Virus Tanaman Identifikasi virus tanaman dapat dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu pengamatan visual terhadap gejala dan keberadaan vektor, kajian biologi, serologi serta kajian berbasis asam nukleat (molekular). Kajian biologi dilakukan untuk mencari pola penyebaran virus dengan cara menularkan virus ke inangnya melalui penularan mekanik, vektor, maupun biji. Penularan mekanik dilakukan dengan cara menggoreskan sap tanaman sakit ke tanaman indikator. Chenopodium amaranticolor dan Nicotiana tabacum merupakan tanaman indikator yang paling sering digunakan, namun beberapa virus membutuhkan tanaman indikator yang berbeda pula atau lebih spesifik inang (Sastry, 2013). Penularan melalui vektor dilakukan untuk virus-virus tanaman yang hanya dapat ditularkan melalui transmisi vektor. Vektor dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu berdasarkan lama waktu infektifitas 16

virus dalam tubuh vektornya (persisten, semipersisten & non-persisten) serta berdasarkan rute virus dalam tubuh vektor (sirkulatif dan non-sirkulatif). (Fereres & Raccah, 2015). Selain transmisi oleh serangga vektor, virus dapat ditularkan melalui biji. Terdapat sekitar 231 virus dan viroid tanaman yang dapat ditularkan melalui biji. Diantaranya juga ditularkan melalui vektor Penularan melalui biji dilakukan untuk melihat apakah virus dapat diturunkan dari tanaman induk yang sakit ke anakannya melalui biji (Sastry, 2013). Uji serologi kemudian dikembangkan untuk pengujian virus-virus pada tanaman padi. Pengujian secara serologi pada dasarnya adalah proses pengenalan antibodi terhadap antigen yang dibawa oleh virus. Antibodi terlebih dahulu dibuat, kemudian selanjutnya digunakan sebagai antisera yang akan mengenali antigen virus. Metode serologi secara umum dapat dibagi menjadi pengujian fase cair dan padat. Pengujian fase cair adalah tes precipitin, Latex Agglutination Reaction (LAR), dan Passive Hemaglutination (PHA), sementara contoh pengujian fase padat adalah Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA), Immunobinding dot-assay (DIBA). Pengujian berbasis gel (double immunodiffusion gel assay, DIGA) telah juga dilaporkan (Sastry, 2013). Metode-metode serologi digunakan secara luas untuk mendeteksi virus pada tanaman padi, terutama untuk pengujian RRSV karena sifat immunoreaksi virus tersebut sangat tinggi. Protein P3, P8, dan P9 virus RRSV bereaksi cukup kuat terhadap antibodi poliklonal yang dikembangkan (Miyazaki et al. 2008). 17

Kajian serologi merupakan metode yang banyak digunakan untuk deteksi virus karena dinilai cepat dan tepat. Kajian serologi didasarkan pada hubungan antibodi dari virus dan antigen dari tanaman inang. Meski demikian, gejala yang timbul dapat bervariasi bergantung pada strain virus, adanya mix-infection oleh virus lain, fase dan umur tanaman, kondisi lingkungan, serta ketahanan tanaman (Lima et al.,2012). Meskipun pengujian serologi dinilai simple dan lebih murah, namun dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk membuat antisera yang akan mengenali virus target. Selain itu, dalam beberapa kasus, antisera mungkin saja bercampur dengan komponen dari tanaman inang yang mengakibatkan terjadinya reaksi yang tidak spesifik, atau terjadi cross-reaction dengan virus lain yang memiliki kekerabatan dekat dengan virus targetnya. Untuk meningkatkan spesifisitas dan mengurangi kemungkinan cross reaction tersebut, saat ini banyak dikembangkan pembuatan antisera monoclonal antibodi dengan bantuan rekayasa genetika melalui ekspresi gen coat protein virus menggunakan vektor (Chen et al., 2012; Liu et al., 2013). Kajian serologi yang paling sering digunakan saat ini adalah ELISA (Enzyme- Linked Immunosorbent Assay) dan beberapa modifikasinya, yaitu EBIA (Electroblot immuno assay), DIBA (Dot-immuno binding assay), DDIA (Disperse dye immunoassay), & TBIA (Tissue blot immuno binding assay) (Sastry, 2013). Seiring berjalannya waktu, pada awal tahun 2000, pengujian dengan metode berbasis asam nukleat mulai banyak dikembangkan karena dinilai memiliki tingkat sensitifitas yang lebih tinggi dibandiingkan pengujian dengan metode serologi (Uehara-Ichiki et al., 2013). Beberapa metode seperti Reverse-Transcriptase 18

Polymerase Chain Reaction (RT-PCR), reverse transcription-loop-mediated isothermal amplification (RT-LAMP), dan Real Time qrt-pcr sangat berguna untuk mengamplifikasi RNA virus atau viroid yang konsentrasinya sedikit di dalam tubuh tanaman (Uehara-Ichiki et al., 2013). Deteksi berbasis asam nukleat pertama kali dilakukan oleh Owens dan Diener (1981) menggunakan kajian molekular berbasis hibridisasi dalam deteksi Potato spindle tuber viroid. Beberapa metode yang dikembangkan berbasis hibridisasi molekul asam nukleat adalah NASH (Nucleic Acid Spot Hybridization), DBH (Dotblot hybridization), Southern and Northern blot hybridization, serta In situ hybridization. PCR kemudian dinilai lebih sensitif dibandingkan metode hibridisasi. PCR mulai banyak dikembangkan dalam 30 tahun belakangan, dan hingga kini modifikasi PCR sudah banyak digunakan dan menjadi metode yang paling umum digunakan dalam diagnostik penyakit-penyakit pada tanaman (Lopez et al., 2003). Teknik PCR pertama kali dikembangkan oleh Karry Mullis pada tahun 1985. Teknik ini dapat digunakan untuk menggandakan segmen DNA dalam jumlah jutaan kali hanya dalam hitungan jam. PCR melibatkan tiga langkah yaitu denaturation, annealing dan ekstention. Pada proses denaturasi untai ganda molekul DNA diubah menjadi untai tunggal. Selanjutnya pada proses annealing (penempelan), primer akan menempel pada DNA komplementer nya. Lalu terakhir adalah proses perpanjangan atau extention primer. Primer yang menempel akan mempolimerisasi DNA komplementernya. Proses tersebut diinisiasi oleh DNA polimerase. Polimerase DNA digunakan untuk memperpanjang primer (extend primers) dengan adanya dntps 19

(datp, dctp, dgtp dan dttp) dan buffer yang sesuai (Newton and Graham et al., 1994). Modifikasi PCR banyak dikembangkan untuk menyesuaikan metode dengan karakter target patogen yang akan deteksi. Metode PCR tidak dapat dilakukan dengan menggunakan RNA sebagai cetakan, sehingga terlebih dahulu dilakukan proses transkripsi balik (reverse transcription) untuk mendapatkan cdna (complementary DNA). Molekul cdna inilah yang akan dipergunakan sebagai DNA cetakan pada proses PCR. Teknik PCR dengan menggunakan molekul RNA yang ditranskripsikan menjadi cdna sebagai cetakan ini dikenal dengan nama Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT - PCR). Teknik RT-PCR ini sangat berguna untuk mendeteksi ekspresi gen, amplifikasi RNA sebelum dilakukan diagnosis agen penyebab penyakit infeksi dan penyakit genetik (Uehara-Ichiki et al., 2013). Beberapa variasi modifikasi PCR yang saat ini banyak dikembangkan, yaitu Immunocapture-PCR (IC-PCR), Immunocapture-Reverse Transcriptase-PCR (IC- RT-PCR), Direct binding PCR, Duplex PCR, Multiplex-PCR, Nested-PCR, Multiplex nested-pcr, Co-operational-PCR (Co-PCR), PCR-ELISA, Loop-mediated isothermal amplification (LAMP), Reverse Transcription-Loop-mediated Isothermal Amplification (RT-LAMP), Real Time PCR, Real time RT-PCR, Real-time PCR involving fluorescence methods, PCR-RFLP, dan masih banyak lagi. Metode tersebut dikembangkan agar dapat mendeteksi target patogen lebih sensitif, karena beberapa metode menjadi tidak efektif untuk patogen tertentu (Sastry, 2013). 20

Duplex atau Multiplex PCR merupakan modifikasi metode PCR dengan menggabungkan dua macam primer (Duplex) ataupun lebih (Multiplex), sehingga dapat dideteksi kemungkinan infeksi ganda pada satu sampel dalam satu kali PCR (Sastry, 2013). Metode tersebut menurut Lopez et al. (2009) dinilai sangat efektif dari seegi ekonomi. Single PCR atau RT-PCR telah dikembangkan untuk mengidentifikasi RRSV dan RGSV. Multipleks PCR menggabungkan beberapa primer yang memperkuat RNA atau DNA dari beberapa virus secara bersamaan dalam reaksi tunggal. Seiring berkembangnya teknik bioinformatika, saat ini banyak dikembangkan teknik Array dan juga sekuensing metode Maxam-Gilbert, Sanger maupun metode terbaru yaitu Next Genereation Sequencing dalam deteksi pada level gen. Teknologi Array member dampak yang besar dalam diagnosis virus karena sangat efisien untuk menguji sampel lapangan dalam jumlah besar. Prinsip dasar dari teknologi array adalah mengkombinasikan metode DNA-binding (DNA ditempelkan pada lempeng solid seperti filter membran atau array plate) dan diikuti oleh teknologi hibridisasi dengan menggunakan probe khusus yang akan mendeteksi DNA target. Teknologi ini pertama kali ditemukan dan diterapkan untuk studi ekspresi gen, yang kemudian dikembangkan dalam diagnosis varian patogen (Sastry, 2013). Sekuensing adalah teknik pengurutan secara tepat dan cepat nukleotida beserta asam amino yang disandinya (Brown, 1994). Teknik sekuensing dengan metode Sangaer lebih banyak digunakan pada saat ini, karena metode ini lebih mudah, praktis dan lebih efisien. Prinsip kerja teknik sekuensing ini dimulai pada 21

penempelan oligonukleotida pada template DNA rantai tunggal, yang diikuti oleh pemanjangan primer oleh DNA polimerase. Proses pemanjangan ini melibatkan empat macam deoksiribonukleotida trifosfat (datp), dctp, dgtp, dan dttp), dan salah satu diantaranya dilakukan pelabelan. Reaksi tersebut juga mengandung 2, 3 dideoksirinukleotida trifosfat (ddntps) yang berfungsi menghentikan pemanjangan primer oleh polimerase apabila menempel pada rantai DNA (Voet et al., 2006). Melalui hasil sekuensing, urutan basa nukleotida virus dapat diidentifikasi, kemudian dapat digunakan dalam analisis bioinformatika untuk mengetahui hubungan kekerabatan dan similiaritasnya dengan virus lain pada data GeneBank. Hubungan kekerabatan dapat diketahui melalui penerapan bioinformatika dengan alignment sekuen virus dengan virus lain yang sudah tersimpan dalam database genebank yang dapat diakses secara online dalam National Center for Biotechnology Information (NCBI) dari Amerika Serikat, European Molecular Biology Laboratory (EMBL) dari Eropa, dan DNA Data Bank of Japan (DDBJ) dari Jepang. Hasil alignment antar sekuen dapat digunakan untuk menkontruksikan pohon filogenetik virus target (Baxevanis and Ovellette, 2005). 2.6 Landasan Teori Penyakit kerdil hampa di Indonesia mulai merebak beriringan dengan outbreak wereng batang cokelat (Nilaparvata lugens). Kerdil hampa disebabkan oleh Rice ragged stunt virus (RRSV), family Reoviridae, genus Oryzavirus. Kerdil hampa merupakan penyakit penting pada tanaman padi yang dapat menurunkan produksi 22

hingga 82%.Virus ini telah ditemukan menyerang tanaman padi di Indonesia sejak tahun 1976 kemudian terus meningkat secara drastis sejak tahun 2005 dan menunjukkan kerusakan yang lebih parah dengan gejala yang bervariasi. Gejala klinis yang tampak pada tanaman yang terinfeksi adalah terhambatnya pertumbuhan (kerdil), daun memuntir dan nampak tercabik (ragged), pembengkakan tulang daun (gall), dan tidak terisinya bulir padi. Gejala yang timbul kemudian menjadi parah berupa tanaman sangat kerdil, dengan daun sempit, pendek dan kemerahan, serta tumbuh tanpa menghasilkan malai. RRSV ditularkan secara persisten oleh WBC dan tersebar secara luas di wilayah Asia Tenggara. RRSV dapat ditularkan bersamaan dengan Rice grassy stunt virus (RGSV), dan dapat mix-infection dengan virus padi lainnya (RTBV atau RTSV). Diduga RRSV yang tersebar di Indonesia memiliki homologi tinggi dengan isolat RRSV dari Negara-negara di Asia Tenggara, seperti Vietnam, Filipina, Thailand dan China mengingat kemampuan vektor untuk bermigrasi jarak jauh. Namun penelitian mengenai karakter, sebaran, variasi genetik dan strain terbaru virus ini di Indonesia masih sangat terbatas. Identiikasi RRSV dapat dilakukan melalui pengamatan biologis, serologi dan molekular. Pengamatan biologi dan molekular dipilih untuk karakterisasi virus penyebab kerdil hampa pada penelitian ini. Identifikasi secara molekular akan mengkonfirmasi hasil kajian biologi. Kajian molekular dianggap lebih efektif dan efisien dalam deteksi dan karakterisasi RRSV. Kajian molekular dilakukan dengan isolasi RNA, Reverse Transciptase (RT- PCR), elektroforesis, sekuensing dan analisis hasil sekuen berdasarkan nukleotida dan asam amino melalui serangkaian analisis bioinformatika untuk mengetahui 23

tingkat similiaritas dan kekerabatan virus target dengan virus yang sudah teridentifikasi dan dipublikasi di database di GeneBank NCBI. 2.7 Hipotesis 1. Penyakit kerdil hampa di lokasi-lokasi endemik serangan WBC di Indonesia disebabkan oleh Rice ragged stunt virus (RRSV) yang cenderung mix-infection dengan RGSV, mengakibatkan beberapa variasi gejala dan perubahan pada beberapa sekuen basa nukleotida. 2. RRSV tersebar di beberapa wilayah endemik WBC di Indonesia dengan variasi genetik yang rendah dan berkerabat dekat dengan RRSV yang ditemukan di wilayah Asia Tenggara, yang telah dipublikasikan di database genebank. 24