LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment)

dokumen-dokumen yang mirip

Ringkasan Studi EHRA Kabupaten Malang Tahun 2016

JUMLAH KUNJUNGAN PASIEN DI PUSKESMAS DAN PUSKESMAS PEMBANTU KOTA PALEMBANG BULAN JANUARI S/D DESEMBER 2012

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN BANJARNEGARA. Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Banjarnegara

L a p o r a n S t u d i E H R A K a b. T T U Hal. 1

LAPORAN. PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN/ EHRA (Environmental Health Risk Assessment)

STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BONTANG TAHUN 2015

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL.. PENDAHULUAN 1

LAPORAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KOTA CIREBON

KATA PENGANTAR. Bantaeng, 7 Desember 2016 Pokja AMPL/Sanitasi Kabupaten Bantaeng Ketua, ABDUL WAHAB, SE, M.Si Sekretaris Daerah

P E N G A N T A R. Data Dasar Kesehatan Kota Palembang 2007 didasarkan pada kesadaran tentang pentingnya

LAPORAN STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN WAY KANAN

This page was created using BCL ALLPDF Converter trial software. To purchase, go to

Laporan Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan

KATA PENGANTAR. Wassalamu alaikum Wr. Wb.

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA TERNATE TAHUN 2014

( ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT ) KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN

LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment)

BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN POSISI PENGELOLAAN SANITASI

PENGELOLAAN AIR LIMBAH KAKUS I

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BONTANG

LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) KABUPATEN POSO PROVINSI SULAWESI TENGAH

Pelaksanaan pengumpulan data lapangan dan umpan balik hasil EHRA dipimpin dan dikelola langsung oleh Kelompok Kerja (Pokja) PPSP Kabupaten Pohuwato.

PENGELOLAAN AIR LIMBAH

LAMPIRAN I DOKUMEN PEMUTAKHIRAN SSK KABUPATEN TANAH DATAR 2015

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA BAB I PENDAHULUAN

Profil Sanitasi Wilayah

KATA PENGANTAR LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN BANGGAI 2014

KATA PENGANTAR. Bontang, November 2011 TIM STUDI EHRA KOTA BONTANG. Laporan Studi EHRA Kota Bontang

KATA PENGANTAR. Cimahi, 2015 Ketua Pokja AMPL Kota Cimahi (...)

MENGUKUR HASIL PRA KAMPANYE PARA BAKAL CALON WALIKOTA PALEMBANG Jakarta, 11 September 2017

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

1.2 Maksud. 1.3 Tujuan dan Manfaat. 1.4 Pelaksana Studi EHRA

BAB 3 HASIL STUDI EHRA TAHUN 2013 KABUPATEN MOJOKERTO 3.1 KARAKTERISTIK RESPONDEN

DATA DASAR KESEHATAN KOTA PALEMBANG

PENGELOLAAN AIR LIMBAH RUMAH TANGGA I

PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang. BPS Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1988 TENTANG

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sampel 343 KK. Adapun letak geografis Kecamatan Bone sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga

KUISIONER PENELITIAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN MASYARAKAT TENTANG SANITASI DASAR DAN RUMAH SEHAT

Studi EHRA dipandang perlu dilakukan oleh Kabupaten/kota karena:

LAPORAN AKHIR STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan TAHUN 2015 KABUPATEN NGAWI

PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA

PEMBUATAN SALURAN AIR BEKAS MANDI DAN CUCI

Presiden Republik Indonesia,

PEMANFAATAN DRUM PLASTIK BEKAS SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN SEPTIC TANK

DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI... 1 DAFTAR SINGKATAN DAFTAR TABEL... 2 DAFTAR GRAFIK... 6 DAFTAR FOTO

No. Kriteria Ya Tidak Keterangan 1 Terdapat kloset didalam atau diluar. Kloset bisa rumah.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. bersih, cakupan pemenuhan air bersih bagi masyarakat baik di desa maupun

V. GAMBARAN UMUM. permukaan laut, dan batas-batas wilayah sebagai berikut : a) Batas Utara : Kabupaten Banyuasin

Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman Tahun 2013

DISIAPKAN OLEH : POKJA AMPL/SANITASI KABUPATEN LAMPUNG BARAT

BAB II GAMBARAN UMUM KOTA

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN SAMPANG. Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Sampang

LAPORAN PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KOTA PADANG PANJANG

LAPORAN STUDI EHRA (ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT) KABUPATEN KAPUAS HULU TAHUN 2013 BAB 1 PENDAHULUAN

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN TAPIN

Kuesioner Penelitian

KATA PENGANTAR. Tarempa, September 2016 Ketua Pokja Studi EHRA Kabupaten Kepulauan Anambas SAHTIAR, SH, MM NIP

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMUTAKHIRAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN SUMBAWA BARAT 2016

Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Toraja Utara RINGKASAN EKSEKUTIF

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang

RINGKASAN EKSEKUTIF DIAGRAM SISTEM SANITASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK KABUPATEN WONOGIRI. (C) Pengangkutan / Pengaliran

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

LAMPIRAN I HASIL KAJIAN ASPEK NON TEKNIS DAN LEMBAR KERJA AREA BERISIKO

Pasir Pengaraian, Mei Bupati Rokan Hulu. H. Achmad, M.Si

LAPORAN. PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN/ EHRA (Environmental Health Risk Assessment)

LAPORAN STUDI EHRA ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA PALANGKA RAYA

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini di laksanakan pada 28 April sampai 5 Mei 2013 di Desa

LAPORAN STUDI EHRA (ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT)

PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN ALANG-ALANG LEBAR DAN KECAMATAN SEMATANG BORANG

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN KLATEN

BAB III METODE PENELITIAN

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan

LAPORAN PELAKSANAAN STUDI EHRA KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN TAHUN 2016

Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) Tahun Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau

LEMBAR OBSERVASI PENELTIAN PENYELENGHGARAAN KESEHATAN LINGKUNGANSEKOLAH DASAR (SD) NEGERI DAN SD SWASTA AL-AZHAR DI KECAMATAN MEDAN JOHOR TAHUN

3.1. KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA/RESPONDEN

BAB 1 : PENDAHULUAN. memerlukan daya dukung unsur-unsur lingkungan untuk kelangsungan hidupnya.

PEMERINTAH KOTA SURABAYA DINAS KESEHATAN Jalan Jemursari No. 197 SURABAYA 60243

Gambaran Sanitasi Lingkungan Wilayah Pesisir Danau Limboto di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo Tahun 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN KAPUAS. Kelompok Kerja Sanitasi/Pokja AMPL Kabupaten Kapuas

BAB. V Indikasi Permasalahan dan Posisi Pengelolaan Sanitasi Kabupaten Jembrana

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard Km 3 air dengan persentase 97,5%

LAPORAN STUDI EHRA (ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT)

PENDAHULUAN. waktu terjadi pasang. Daerah genangan pasang biasanya terdapat di daerah dataran

Infrastruktur PLP dalam Mendukung Kesehatan Masyarakat

ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA)

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BANJARMASIN

BAB 2 Kerangka Pengembangan Sanitasi

BAB I PENDAHULUAN BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON I - 1

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi. Diare adalah penyebab kematian yang kedua pada anak balita setelah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang berada di Kecamatan Dungingi Kota Gorontalo. Kelurahan ini memiliki luas

Transkripsi:

i PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PEMUKIMAN TAHUN 2015 LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) KOTA PALEMBANG PROPINSI SUMATERA SELATAN DISIAPKAN OLEH TIM STUDI EHRA KOTA PALEMBANG TAHUN 2015

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Studi Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan (Environmental Health Risk Assessment) adalah sebuah studi partisipatif di Kota Palembang untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higienitas serta perilaku masyarakat pada skala rumah tangga. Data yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk advokasi di kota sampai dengan kelurahan. Data yang dikumpulkan dalam studi EHRA akan digunakan Pokja Sanitasi Kota sebagai salah satu bahan untuk menyusun Buku Review Strategi Sanitasi Kota (SSK). Studi EHRA perlu dilakukan karena beberapa alasan, antara lain pembangunan sanitasi membutuhkan pemahaman kondisi wilayah yang akurat, data terkait dengan sanitasi dan higiene terbatas dan data sanitasi umumnya tidak bisa dipecah sampai kelurahan serta data tidak terpusat melainkan berada di berbagai kantor yang berbeda, isu sanitasi dan higiene masih dipandang kurang penting sebagaimana terlihat dalam prioritas usulan melalui Musrenbang, terbatasnya kesempatan untuk dialog antara masyarakat dan pihak pengambil keputusan, Studi EHRA secara tidak langsung memberi amunisi bagi stake holders dan masyarakat di kelurahan untuk melakukan kegiatan advokasi ke tingkat yang lebih tinggi maupun advokasi secara horizontal ke sesama masyarakat. Studi EHRA berfokus pada fasilitas sanitasi dan perilaku masyarakat, dimana fasilitas sanitasi mencakup sumber air minum, layanan pembuangan sampah, jamban, dan saluran pembuangan air limbah rumah tangga. Sedangkan perilaku yang dipelajari adalah yang terkait dengan higinitas dan sanitasi dengan mengacu kepada STBM, antara lain buang air besar, cuci tangan pakai sabun, pengelolaan air minum rumah tangga, pengelolaan sampah dengan 3R, dan pengelolaan air rumah tanggga (drainase lingkungan). Studi EHRA memanfaatkan sumber daya setempat untuk pengumpulan data. Petugas pengumpul data (enumerator) adalah tenaga kader kesehatan lingkungan di wilayah Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat). Pengulangan Studi EHRA dilakukan dalam kurun waktu tertentu, setiap tiga tahun. Pengulangan ini merupakan bagian dari kegiatan Monitoring dan Evaluasi (monev)). Biaya yang digunakan seminimum mungkin namun tidak mengorbankan kualitas informasi yang diperoleh.

2 1.2. Tujuan dan Manfaat Studi EHRA bertujuan untuk mengumpulkan data primer, dalam upaya untuk mengetahui : a. Gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku masyarakat yang beresiko terhadap lingkungan b. Informasi dasar yang valid dalam penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan c. Memberikan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi Manfaat studi akan digunakan sebagai salah satu bahan penyusunan Buku Review Strategi Sanitasi Kota (SSK) Palembang. 1.3. Waktu Pelaksanaan Studi EHRA Jadwal pelaksanaan studi EHRA mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan survei dan penyusunan laporan dilaksanakan bulan Februari sampai bulan Juni 2015.

3 Jadwal Pelaksanaan Studi EHRA Kota Palembang Tahun 2015 PERIODE / BULAN / MINGGU NO KEGIATAN FEBRUARI MARET APRIL MEI JUNI 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 TAHAP 1. PERSIAPAN STUDY EHRA 1 Persiapan dan Pengumpulan data untuk Study EHRA xx xxx 2 Stratifikasi kelurahan untuk area survei xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx 3 Rapat persiapan dengan pimpinan Puskesmas untuk stratifikasi kelurahan xxx 4 Rekapitulasi Data Stratifikasi Kelurahan xxx xxx xxx 5 Pembentukan Tim study EHRA xxx 6 Penentuan area survei xxx 7 Pemilihan Koordinator Wilayah (Korwil) dan Supervisor xxx 8 Rapat persiapan Tim Study EHRA dan Korwil xxx 9 Pemilihan Enumerator xxx 10 Penentuan Responden xxx xxx TAHAP 2. PELATIHAN DAN PELAKSANAAN SURVEY 1 Pelatihan Tim study EHRA dan Korwil xxx xxx 2 Pelatihan Supervisor dan Enumerator xxx xxx 4 Pelatihan Entry Data xxx 3 Pelaksanaan Survey xxx xxx xxx xxx 5 Entry Data xxx TAHAP 3. ANALISIS DATA DAN PENYUSUNAN BUKU STUDY EHRA 1 Analisa data xxx 2 Penulisan laporan hasil xxx 3 Workshop xxx 4 Penyusunan Buku Study EHRA xxx 5 Konsultasi publik xxx 6 Penyelesaian Buku Study EHRA xxx xxx

4 BAB 2 METODOLOGI DAN LANGKAH STUDI EHRA Dalam metodologi dan langkah studi EHRA, untuk menetapkan desa/kelurahan sebagai area studi EHRA ada beberapa cara yang dapat dilakukan, antara lain : a. Menetapkan seluruh desa/kelurahan sebagai area studi EHRA b. Menetapkan desa/kelurahan dengan jumlah tertentu atau dengan kriteria tertentu sebagai area studi EHRA c. Menetapkan jumlah responden/sampel tertentu yang akan diambil untuk seluruh wilayah kabupaten/kota 2.1. Penentuan Kebijakan Sampel Pokja Sanitasi Kota Palembang Penentuan kebijakan sampel akan berpengaruh langsung pada penentuan jumlah sampel kelurahan area studi maupun penentuan jumlah sampelnya. Dalam menentukan kebijakan, Pokja Sanitasi Kota Palembang menggunakan pertimbangan-pertimbangan utama antara lain: a. Kemampuan anggaran Pokja Sanitasi Kota Palembang b. Ketersediaan sumber daya manusia pelaksana studi EHRA c. Kelurahan prioritas sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Palembang Berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut di atas, Pokja Sanitasi Kota Palembang menentukan kebijakan sampelnya berupa persentase kelurahan prioritas/tertentu yang diambil sebagai area studi EHRA. Unit sampling utama pada studi EHRA adalah Rukun Tetangga (RT) dan dipilih secara acak berdasarkan total RT di semua Rukun Warga (RW) dalam setiap kelurahan yang telah dipilih yang menjadi target area studi EHRA. Disyaratkan jumlah sampel total responden minimal 400 responden, sedangkan jumlah sampel RT per kelurahan minimal 8 RT dan jumlah sampel per RT minimal 5 responden sehingga jumlah sampel per kelurahan minimal 40 responden. Responden dalam studi ini adalah ibu atau anak perempuan yang sudah menikah dan berumur antara 18 60 tahun. 2.2. Penentuan Strata Kelurahan Stratifikasi atau penentuan strata kelurahan dilakukan Tim Studi EHRA bersama dengan petugas sanitasi Puskesmas berdasarkan dari data Kelurahan dan Badan Pusat Statistik Kota Palembang. Empat kriteria utama stratifikasi kelurahan adalah daerah padat penduduk, angka kemiskinan tinggi, daerah aliran sungai dan daerah banjir.

5 Tahapan stratifikasi kelurahan adalah sebagai berikut : a. Mengumpulkan dan mengamati kelurahan yang akan distratifikasi berdasarkan empat (4) kriteria utama dalam melakukan stratifikasi. b. Bila data dalam suatu kelurahan tidak terdapat empat (4) kriteria utama stratifikasi maka kelurahan tersebut termasuk dalam strata nol (0). c. Bila data dalam suatu kelurahan terdapat 1 (satu) kriteria utama stratifikasi maka kelurahan tersebut termasuk dalam strata 1 (satu). d. Bila data dalam suatu kelurahan terdapat 2 (dua) kriteria utama stratifikasi maka kelurahan tersebut termasuk dalam strata 2 (dua). e. Bila data dalam suatu kelurahan terdapat 3 (tiga) kriteria utama stratifikasi maka kelurahan tersebut termasuk dalam strata 3 (tiga). f. Bila data dalam suatu kelurahan terdapat 4 (empat) kriteria utama stratifikasi maka kelurahan tersebut termasuk dalam strata 4 (empat).

6 Tabel 2.1 Stratifikasi Penetapan Kelurahan Area Studi EHRA di Kota Palembang Tahun 2015 KRITERIA STRATIFIKASI NO KECAMATAN KODE PUSKESMAS KELURAHAN KODE PADAT MISKIN DAS BANJIR STRATA 1 Ilir Barat II 010 1 Makrayu 1 35 Ilir 006 - - 2 2 Gandus 011 2 Gandus 2 36 Ilir 005 4 3 Seberang Ulu I 020 3 4 Ulu 3 5 Ulu 012-3 4 7 Ulu 4 7 Ulu 013-3 5 Pembina 5 Silaberanti 015-3 6 OPI 6 15 ulu 005 - - - 1 4 Kertapati 021 7 Kertapati 7 Kemas Rindo 004 4 5 Seberang Ulu II 030 8 Nagaswidak 8 11 Ulu 004 4 9 Taman Bacaan 9 Tangga Takat 010-3 6 Plaju 031 10 Plaju 10 Komperta 003 - - - - 0 7 Ilir Barat I 040 11 Kampus 11 Lorok Pakjo 009-3 8 Bukit Kecil 041 12 23 Ilir 12 24 Ilir 006 - - 2 13 Merdeka 13 22 ilir 002 - - - 1 9 Ilir Timur I 050 14 Ariodillah 14 20 Ilir D-III 011 - - - - 0 15 Dempo 15 Kepandean Baru 007 - - - 1 16 Talang Ratu 16 20 Ilir D-IV 017 - - - 1 10 Kemuning 051 17 Basuki Rahmat 17 Ario Kemuning 006 - - - - 0 18 Sekip 18 Sekip Jaya 001 - - - 1 11 Ilir Timur II 060 19 Kenten 19 8 Ilir 012 - - - - 0 20 Sabokingking 20 1 Ilir 006-3 12 Kalidoni 061 21 Bukit Sangkal 21 Bukit Sangkal 005 - - - - 0 22 Sei Selincah 22 Sei Lais 001 - - 2 13 Sako 070 23 Multiwahana 23 Sukamaju 001 - - 2 14 Sematang Borang 071 24 Sematang Borang 24 Sri Mulya 002 - - - 1 15 Sukarami 080 25 Sukarami 25 Kebun Bunga 008 - - - - 0 16 Alang-Alang Lebar 081 26 Alang-Alang Lebar 26 Talang Kelapa 003 - - - - 0

7 Tabel 2.2 Rekapitulasi Stratifikasi Kelurahan di Kota Palembang Tahun 2015 No Strata 0 Strata 1 Strata 2 Strata 3 Strata 4 Puskesmas Kelurahan Puskesmas Kelurahan Puskesmas Kelurahan Puskesmas Kelurahan Puskesmas Kelurahan 1 Makrayu Kemang Manis Makrayu 29 Ilir 1 Ulu Tuan kentang Makrayu 30 Ilir Makrayu 32 Ilir 2 Plaju Komperta Makrayu 28 Ilir Pembina 8 Ulu Gandus Gandus Kertapati Kemas Rindo 3 Plaju Plaju Ilir OPI 15 ulu Plaju Bagus Kuning 1 Ulu 1 Ulu Nagaswidak 13 Ulu 4 Merdeka 19 Ilir Taman Bacaan 5 Ariodillah Sei Pangeran Plaju Plaju Darat 16 ulu Merdeka 26 Ilir 4 Ulu 2 Ulu Nagaswidak 11 Ulu Basuki Rahmat Talang Aman 4 Ulu 3/4 Ulu Kertapati Kertapati 6 Ariodillah 20 Ilir D-III Plaju Talang Putri 5 Ilir Duku Pembina Silaberanti Sekip 20 Ilir D-II 7 Dempo 18 Ilir Plaju Talang Bubuk Sabokingking Sei Buah Nagaswidak 14 Ulu Kenten Kuto Batu 8 Dempo 17 Ilir Plaju Plaju Ulu Multiwahana Sukamaju Nagaswidak 12 Ulu Multiwahana Sako 9 Dempo 20 Ilir D-I Pakjo Siring Agung 23 Ilir 23 Ilir Kampus Lorok Pakjo 11 Ilir 9 Ilir 10 Basuki Rahmat Ario Kemuning Merdeka 22 ilir Sei Selincah Sei Lais Padang Selasa Bukit Baru Keramasan 11 Kenten 8 Ilir Dempo 16 Ilir Semabor Karyamulya Sei Baung 26 Ilir D-I 7 Ulu 9/10 Ulu 12 Bukit Sangkal Bukit Sangkal Dempo 15 ilir Tl. Betutu Tl. jambi Dempo 13 Ilir Gandus Krg Anyar 13 Multiwahana Sialang Dempo Kepandean Baru Kemang Agung Makrayu 35 Ilir Boom Baru 10 Ilir Gandus 36 Ilir 14 Sosial Sukajaya Talang Ratu 20 Ilir D-IV Makrayu 27 Ilir Multiwahana Sako Baru 15 Punti Kayu Srijaya Basuki Rahmat 16 Punti Kayu Karyabaru Sekip Sekip Jaya Pipa Reja 23 Ilir 24 Ilir Sei Baung Taman Bacaan Demang Lebar Daun Sentosa Kertapati Ogan Baru 17 Albar Talang Kelapa Sekip Pahlawan 7 Ulu 7 Ulu

8 No Strata 0 Strata 1 Strata 2 Strata 3 Strata 4 Puskesmas Kelurahan Puskesmas Kelurahan Puskesmas Kelurahan Puskesmas Kelurahan Puskesmas Kelurahan 18 Sukarami Sukarami 5 Ilir 5 Ilir Sabokingking 2 Ilir 19 Sukarami Kebun Bunga 11 Ilir 11 ilir Keramasan Keramasan 20 Semabor Lebung Gajah Boom Baru Lawang kidul Gandus Pulokerto 21 Semabor Sukamulya Sosial Sukabangun Dempo 14 Ilir 22 Tl. Betutu Sukadadi Albar Alang-alang lebar Karya Jaya Karya Jaya 23 Sabokingking 3 Ilir Semabor Sri Mulya Gandus Karang jaya 24 Tl. Betutu Talang Betutu Sei Selincah Sei Selincah 4 Ulu 5 Ulu 25 Kalidoni Kalidoni Merdeka Tlg Semut Taman Bacaan 26 Kalidoni Sei Selayur Sabokingking 1 Ilir 27 Padang Selasa Bukit Lama Jumlah 27 25 16 26 13 Persen (%) 25.2 23.4 15.0 24.3 12.1 T. Takat

9 2.3. Penentuan Jumlah Kelurahan Target Area Studi Proses pemilihan kelurahan sebagai area studi dilakukan dengan teknik random sampling dimana semua kelurahan mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan kelurahan target area studi EHRA. Setelah dilakukan strata atau komposisi strata kelurahan di Kota Palembang, maka selanjutnya ditentukan jumlah kelurahan sebagai area studi dengan persentase tertentu. Berdasarkan proporsi kelurahan sesuai dengan komposisi strata maka didapatkan 26 kelurahan sebagai area studi. Tabel 2.3 Penentuan jumlah kelurahan sebagai area studi EHRA di Kota Palembang Tahun 2015 Strata Jumlah Kelurahan Kelurahan yang diambil sebagai target area studi EHRA Strata 0 27 7 Strata 1 25 6 Strata 2 16 4 Strata 3 26 6 Strata 4 13 3 Jumlah 107 26 2.4. Penentuan Rumah Tangga dan Responden di Area Studi Rukun Tetangga (RT) dan rumah responden dipilih dengan menggunakan cara acak agar seluruh RT memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai RT area studi dan rumah di area studi memiliki kesempatan yang sama sebagai sampel. Jumlah responden per kelurahan sebanyak 40 rumah tangga, sehingga jumlah total responden di Kota Palembang sebanyak 1040 rumah tangga. Adapun RT lokasi survei dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.4 Lokasi Rukun Tetangga (RT) Survei Studi EHRA di Kota Palembang Tahun 2015 NO PUSKESMAS KELURAHAN KODE STRATA LOKASI SURVEI (RT) 1 1 Makrayu 1 35 Ilir 006 2 RT 24, 29, 02, 34, 06, 21, 11, 15 2 2 Gandus 2 36 Ilir 005 4 RT 31, 24, 33, 20, 25, 27, 42, 36 3 3 4 Ulu 3 5 Ulu 012 3 RT 62, 25, 54, 45, 43, 04, 07, 15 4 7 Ulu 4 7 Ulu 013 3 RT 37, 54, 59, 53, 13, 19, 06, 42 5 Pembina 5 Silaberanti 015 3 RT 26, 42,13, 04, 23, 28, 27, 04 6 OPI 6 15 ulu 005 1 RT 06, 32, 27, 29, 38, 55, 14, 67 4 7 Kertapati 7 Kemas Rindo 004 4 RT 05, 20, 07, 26, 01, 17, 32, 34

10 NO PUSKESMAS KELURAHAN KODE STRATA LOKASI SURVEI (RT) 5 8 Nagaswidak 8 11 Ulu 004 4 RT 12, 18, 14, 16, 02, 04, 06, 10 9 Taman Bacaan 9 Tangga Takat 010 3 RT 01, 14, 02, 18, 29, 37, 11, 12 6 10 Plaju 10 Komperta 003 0 RT 18, 11, 20, 21, 09, 13, 04, 07 7 11 Kampus 11 Lorok Pakjo 009 3 RT 46, 01, 33, 17, 43, 25, 26, 13 8 12 23 Ilir 12 24 Ilir 006 2 RT 37, 14, 15, 32, 29, 36, 12, 16 13 Merdeka 13 22 ilir 002 1 RT 12, 06, 08, 02, 01, 02, 04, 10 9 14 Ariodillah 14 20 Ilir D-III 011 0 RT 29, 30, 12, 14, 20, 05, 29, 30 15 Dempo 15 Kepandean Baru 007 1 RT 08, 04, 02, 05, 07, 09 01, 03 16 Talang Ratu 16 20 Ilir D-IV 017 1 RT 23, 17, 08, 19, 33, 30, 01, 06 10 17 Basuki Rahmat 17 Ario Kemuning 006 0 RT 11, 09, 15, 04, 19, 16, 23, 05 18 Sekip 18 Sekip Jaya 001 1 RT 03, 01, 33, 04, 05, 28, 27, 30 11 19 Kenten 19 8 Ilir 012 0 RT 52, 03, 29, 20, 11, 35, 42, 07 20 Sabokingking 20 1 Ilir 006 3 RT 14, 10, 01, 07, 12, 08, 04, 02 12 21 Bukit Sangkal 21 Bukit Sangkal 005 0 RT 12, 17, 32, 39, 50, 25, 44, 05 22 Sei Selincah 22 Sei Lais 001 2 RT 34, 13, 27, 33, 29, 10, 17, 24 13 23 Multiwahana 23 Sukamaju 001 2 RT 47, 07, 55, 03, 21, 11, 18, 46 14 24 Sematang Borang 24 Sri Mulya 002 1 RT 08, 10, 14, 02, 05, 24, 09, 03 15 25 Sukarami 25 Kebun Bunga 008 0 RT 35, 57, 10, 59, 49, 03, 20, 33 16 26 Alang-Alang Lebar 26 Talang Kelapa 003 0 RT 35, 46, 63, 68, 76, 64, 01, 72 2.5. Karakteristik Enumerator, Supervisor dan Koordinator Wilayah serta Wilayah Tugasnya Pemilihan Koordinator Wilayah (Korwil), supervisor dan enumerator untuk pelaksanaan studi EHRA sepenuhnya merupakan kewenangan tim studi EHRA. Koordinator kecamatan/wilayah adalah pimpinan Puskesmas dari kecamatan yang merupakan area studi. Supervisor dipilih dari sanitarian puskesmas dari kecamatan yang kelurahannya merupakan area studi EHRA, sedangkan enumerator dipilih dari kader kesehatan lingkungan puskesmas dari kelurahan area studi EHRA. Tugas utama supervisor studi EHRA selama pelaksanaan studi adalah : a. Menjamin proses pelaksanaan studi sesuai dengan kaidah dan metoda pelaksanaan studi EHRA yang telah ditentukan

11 b. Menjalankan arahan dari koordinator kecamatan dan Pokja Kabupaten/Kota c. Mengkoordinasikan pekerjaan enumerator d. Memonitor pelaksanaan studi EHRA di lapangan e. Melakukan pengecekan/pemeriksaan hasil pengisian kuesioner oleh enumerator f. Melakukan spot check sejumlah 5% dari total responden g. Membuat laporan harian dan rekap harian untuk disampaikan kepada koordinator kecamatan Selanjutnya Tim EHRA bersama koordinator kecamatan dan supervisor menentukan antara lain: a. Menentukan kriteria enumerator b. Memilih enumerator c. Menentukan perencanaan sampling berdasarkan kebijakan sampling d. Tata cara memilih responden dalam 1 RT e. Menentukan responden pengganti bila responden terpilih tidak ada atau tidak bersedia diwawancara. BAB 3

12 HASIL STUDI EHRA KOTA PALEMBANG 3.1. Informasi Responden Pada pelaksanaan survey EHRA diperlukan bantuan enumerator untuk melakukan wawancara dan pengamatan langsung ke rumah responden. Persyaratan responden antara lain istri, anak perempuan yang sudah menikah, umur antara 18 60 tahun. Dalam melakukan pemilahan sampel, apabila dalam rumah bersangkutan terdapat 2 (dua) kepala keluarga, maka yang diwawancarai hanya 1 (satu) kepala keluarga dan diutamakan keluarga dengan balita. Namun apabila tidak mempunyai balita maka yang diwawancarai adalah keluarga yang lebih lama tinggal di rumah tersebut. Informasi responden dapat di lihat pada tabel 3.1 dibawah ini : Tabel 3.1. Informasi Responden Studi EHRA di Kota Palembang Tahun 2015 VARIABEL B.1. Kelompok Umur Responden B.2. Apa status dari rumah yang anda tempati saat ini? B.3. Apa pendidikan terakhir anda? B.4. Apakah ibu mempunyai Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari desa/kelurahan? KATAGORI Strata Desa/Kelurahan 0 1 2 3 4 Total n % n % n % n % n % n % <= 20 tahun 2.7 1.4 0.0 1.4 4 3.4 8.8 21-25 tahun 11 3.9 4 1.7 9 5.6 12 5.1 5 4.2 41 4.0 26-30 tahun 28 10.0 29 12.1 16 9.9 18 7.6 21 17.5 112 10.8 31-35 tahun 44 15.7 38 15.8 17 10.6 33 13.9 19 15.8 151 14.5 36-40 tahun 33 11.7 38 15.8 27 16.8 39 16.4 18 15.0 155 14.9 41-45 tahun 43 15.3 36 15.0 37 23.0 38 16.0 15 12.5 169 16.3 > 45 tahun 120 42.7 94 39.2 55 34.2 96 40.3 38 31.7 403 38.8 Milik sendiri 171 60.9 130 54.2 83 51.6 133 55.9 67 55.8 584 56.2 Rumah dinas 42 14.9 1.4 0.0 1.4 0.0 44 4.2 Berbagi dengan keluarga lain 1.4 3 1.3 5 3.1 2.8 2 1.7 13 1.3 Sewa 5 1.8 20 8.3 16 9.9 26 10.9 12 10.0 79 7.6 Kontrak 12 4.3 30 12.5 17 10.6 14 5.9 9 7.5 82 7.9 Milik orang tua 47 16.7 55 22.9 39 24.2 61 25.6 30 25.0 232 22.3 Lainnya 3 1.1 1.4 1.6 1.4 0.0 6.6 Tidak sekolah formal 1.4 3 1.3 3 1.9 11 4.6 8 6.7 26 2.5 SD 24 8.5 72 30.0 43 26.7 85 35.7 41 34.2 265 25.5 SMP 32 11.4 50 20.8 37 23.0 38 16.0 21 17.5 178 17.1 SMA 119 42.3 89 37.1 51 31.7 86 36.1 39 32.5 384 36.9 SMK 13 4.6 12 5.0 12 7.5 11 4.6 3 2.5 51 4.9 Univ/Akademi 92 32.7 14 5.8 15 9.3 7 2.9 8 6.7 136 13.1 Ya 30 10.7 103 42.9 45 28.0 96 40.3 50 41.7 324 31.2 Tidak 251 89.3 137 57.1 116 72.0 142 59.7 70 58.3 716 68.8

13 VARIABEL KATAGORI Strata Desa/Kelurahan 0 1 2 3 4 Total n % n % n % n % n % n % B.5. Apakah ibu mempunyai Kartu Ya 77 27.4 127 52.9 29 18.0 112 47.1 57 47.5 402 38.7 Asuransi Kesehatan bagi Keluarga Miskin Tidak 204 72.6 113 47.1 132 82.0 126 52.9 63 52.5 638 61.3 (ASKESKIN)? B.6. Apakah ibu Ya 270 96.1 224 93.3 148 91.9 223 93.7 113 94.2 978 94.0 mempunyai anak? Tidak 11 3.9 16 6.7 13 8.1 15 6.3 7 5.8 62 6.0 Dari tabel di atas terlihat untuk informasi umur mayoritas responden berumur >45 tahun adalah sebesar 38.8% dan hanya sedikit responden yang berumur <20 tahun yaitu 0.8%. Dari informasi status kepemilikan rumah yang ditempati sekarang, mayoritas merupakan rumah milik sendiri yaitu sebesar 56.2% dan status lainnya hanya sedikit yaitu 0.6%. Untuk pendidikan terakhir, yang terbanyak adalah tamatan SMA yaitu 36.9% dan paling sedikit adalh tidak sekolah formal yaitu 2.5%. Sedangkan untuk informasi kepemilikan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari kelurahan, mayoritas tidak memiliki yaitu sebesar 68.8%. Termasuk untuk kepemilikan ASKESKIN, juga mayoritas responden tidak memiliki yaitu sebesar 61.3%. Dari informasi mempunyai anak, hampir seluruh responden telah mempunyai anak yaitu 94.0%. 3.2. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Faktor resiko yang dilihat pada survey ini yang berhubungan dengan sampah rumah tangga adalah: a. Cara pengelolaan sampah rumah tangga Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah didefinisikan oleh manusia menurut derajat keterpakaiannya. Dalam proses-proses alam sebenarnya tidak ada konsep sampah, yang ada hanya produk-produk yang dihasilkan setelah dan selama proses alam tersebut berlangsung. Untuk itu pengelolaan sampah rumah tangga sangatlah penting. Pengelolaan sampah rumah tangga berdasarkan strata di kota Palembang dapat dilihat pada Gambar 3.1.

14 Gambar 3.1. Grafik Pengelolaan Sampah Hasil Studi EHRA di Kota Palembang Tahun 2015 Dari gambar diketahui bahwa secara total lebih dari sebagian responden mengumpulkan sampah dan dibuang ke TPS yaitu sebesar 58.8%. Sedangkan menurut strata, proporsi terbesar untuk perilaku yang sama ada di strata 0 yaitu sebesar 68.8% dan terendah di strata 2 yaitu sebesar 44.7%. Sedangkan perilaku membuang sampah sembarangan tanpa diolah lanjut seperti dibuang ke lahan kosong, dibiarkan saja sampai membusuk, dibuang ke sungai, dibuang ke dalam lubang tetapi tidak ditutup dengan tanah sebanyak 9.4% dari seluruh responden yang ada. Sedangkan menurut strata untuk perilaku yang sama terbesar ada di strata 2 dan terendah ada di strata 0. b. Praktik Pemilahan Sampah oleh Rumah Tangga Pemilahan sampah merupakan langkah sederhana yang dapat dilakukan setiap rumah tangga sebagai kunci awal kegiatan 3R (reduce/mengurangi, recycle/daur ulang, reuse/gunakan kembali). Secara umum, pemilahan dapat dilakukan berdasarkan jenis sampahnya, yaitu sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik di antaranya adalah sampah sisa makanan, sayur mayur serta sampah yang mudah membusuk lainnya. Sedangkan sampah anorganik pada umumnya terdiri atas plastik, botol kaca, kaleng dan semacamnya. Untuk dapat memulai kegiatan pemilahan sampah di tingkat rumah tangga, pemilahan sampah plastik dapat menjadi pilihan. Salah satu keuntungan dari pemilahan sampah plastik adalah tidak timbulnya permasalahan dengan bau serta relatif rendahnya potensi penyebaran penyakit apabila penyimpanan dilakukan di dalam rumah. Perilaku pemilahan sampah oleh rumah tangga dapat dilihat pada Gambar 3.2.

15 Gambar 3.2. Grafik Perilaku Praktik Pemilahan Sampah oleh Rumah Tangga Hasil Studi EHRA di Kota Palembang Tahun 2015 Dari gambar terlihat dari 720 responden dengan perilaku membuang sampah ke TPS atau dikumpulkan oleh kolektor informal yang mendaur ulang, mayoritas telah memilah atau memisahkan sampah rumah tangga yaitu sebesar 87.9%. Sedangkan menurut strata, proporsi pemilahan sampah terbesar dilakukan oleh responden pada srata 2 yaitu sebesar 90.5% dan terendah di strata 4 yaitu sebesar 83.9% c. Frekuensi pengangkutan sampah bagi rumah tangga yang menerima layanan pengangkutan sampah Pengangkutan sampah didefinisikan sebagai bentuk membawa sampah dari sumber dan atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari TPS menuju ke tempat pengolahan sampah terpadu atau tempat pemprosesan akhir. Area beresiko persampahan dapat dilihat pada Tabel 3.2. VARIABEL 3.1. Pengelolaan sampah 3.2. Frekuensi pengangkuta n sampah 3.3. Ketepatan waktu pengangkuta n sampah 3.4. Pengolahan sampah setempat Tabel 3.2. Area Beresiko Persampahan Berdasarkan Hasil Studi EHRA KATAGORI Tidak memadai Ya, memadai Tidak memadai Ya, memadai Tidak tepat waktu Ya, tepat waktu Tidak diolah di Kota Palembang Tahun 2015 Strata Desa/Kelurahan 0 1 2 3 4 Total n % n % n % n % n % n % 35 12.5 44 18.3 87 54.0 105 44.3 64 53.3 335 32.2 246 87.5 196 81.7 74 46.0 132 55.7 56 46.7 704 67.8 1 1.8 3 9.1 0.0 1 50.0 1 100.0 6 6.5 54 98.2 30 90.9 2 100.0 1 50.0 0.0 87 93.5 9 16.4 2 6.1 1 50.0 2 100.0 1 100.0 15 16.1 46 83.6 31 93.9 1 50.0 0.0 0.0 78 83.9 229 81.5 210 87.5 153 95.0 197 82.8 94 78.3 883 84.9 Ya, diolah 52 18.5 30 12.5 8 5.0 41 17.2 26 21.7 157 15.1

16 Dari tabel diatas terlihat bahwa secara total, untuk variabel pengelolaan sampah lebih dari sebagian responden telah mengelola secara memadai yaitu sebesar 67.3%. Sedangkan untuk variabel pengolahan sampah setempat, mayoritas responden menyatakan tidak melakukan pengolahan yaitu sebesar 84.9%. Untuk variabel frekuensi pengangkutan sampah, dari 93 responden yang menggunakan jasa pengangkut sampah, hampir seluruh menyatakan frekuensi pengangkutan sudah memadai yaitu 93.5%. Sedangkan untuk variabel ketepatan waktu pengangkutan sampah, mayoritas menyatakan sampah diangkut tepat waktu yaitu 83.9%. Berdasarkan strata, untuk variabel pengelolaan sampah yang memadai, proporsi terbesar pada strata 0 sebesar 87.5%. Untuk variabel frekuensi pengangkutan sampah yang memadai, proporsi terbesar pada strata 2 yaitu 100%. Untuk variabel pengangkutan sampah yang tepat waktu, proporsi terbesar pada strata 1 sebesar 93.9%. Sedangkan untuk variabel sampah setempat yang telah diolah, proporsi terbesar pada strata 4 yaitu 21.7%. 3.3. Pembuangan Air Kotor/Limbah Tinja Manusia dan Lumpur Tinja Praktek buang air besar dapat menjadi salah satu faktor risiko bagi tercemarnya lingkungan termasuk sumber air, khususnya bila praktik Buang Air Besar (BAB) dilakukan di tempat yang tidak memadai, yang dimaksud dengan tempat yang tidak memadai bukan hanya tempat BAB di ruang terbuka seperti di sungai/kali/got/kebun, tetapi bisa juga termasuk sarana jamban yang tidak nyaman di rumah. Bila pun BAB dilakukan di rumah dengan jamban yang nyaman, namun bila sarana penampungan dan pengolahan tinjanya tidak memadai, misalnya karena tidak kedap air, maka risiko pencemaran patogen akan tetap tinggi. Selain itu, kondisi jamban juga mempengaruhi resiko kejadian penyakit, semakin bersih kondisinya, tentunya semakin kecil resiko terjangkitnya penyakit. Persentase tempat BAB dapat dilihat pada Gambar 3.3. Gambar 3.3. Grafik Persentase Tempat Buang Air Besar Hasil Studi EHRA di Kota Palembang Tahun 2015

17 Dari gambar terlihat, hampir seluruh responden telah memiliki jamban pribadi yaitu 89%, namun masih ada sedikit responden yang BAB sembarang ke sungai, kebun, selokan, dan lubang galian yaitu sebesar 5.1%. Menurut strata diketahui bahwa responden dengan jamban pribadi sebagai tempat buang air besar terbesar ada di strata 0 yaitu 97.9% dan terkecil di strata 4 yaitu sebesar 80.08%, sedangkan perilaku BAB sembarang tidak ditemukan di strata 0 namun masih banyak di strata 2 yaitu 11.5%. Pembuangan kotoran yang buruk sekali berhubungan dengan kurangnya penyedian air bersih dan fasilitas kesehatan lainya. Kondisi-kondisi demikian ini akan berakibat terhadap kesehatan serta mempersukar penilaian peranan masing-masing komponen dalam transmisi penyakit, namun sudah diketahui hubungan antara tinja dengan status kesehatan. Hubungan keduanya dapat bersifat langsung ataupun tak langsung. Efek langsung misalnya dapat mengurangi insiden dari penyakit tertentu yang dapat ditularkan karena kontaminasi dengan tinja, misalnya thypus addominalis, kolera dan lain-lain sedangkan hubungan tak langsung dari pembuangan tinja ini bermacam-macam, tetapi umumnya berkaitan dengan komponen-komponen lain dalam sanitasi lingkungan seperti kualitas air yang tercemar dan terjadinya pencemaran tanah. Tempat penyaluran akhir tinja dapat dilihat pada Gambar 3.4. Gambar 3.4. Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja Hasil Studi EHRA di Kota Palembang Tahun 2015 Dari gambar terlihat hampir seluruh responden menjadikan tangki septik sebagai tempat penyaluran akhir tinja yaitu 83%, dan tidak ada responden yang menyalurkan ke kolam/sawah atau kebun/tanah lapang serta lainnya. Kotoran manusia yaitu segala benda atau zat yang dihasilkan oleh tubuh dan dipandang tidak berguna lagi sehingga perlu dikeluarkan untuk dibuang. Ditinjau dari pengertian ini jelaslah bahwa yang disebut kotoran manusia mencakup bidang yang amat luas. Kotoran manusia ini mempunyai karakteristik tersendiri

18 yang dapat menjadi sumber penyebab timbul penyakit (Azwar, 1990). Pembuangan kotoran yaitu suatu pembuangan yang digunakan oleh keluarga atau sejumlah keluarga untuk buang air besar. Cara pembuangan tinja : 1) Kotoran manusia tidak mencemari permukaan tanah, 2) Kotoran manusia tidak mencemari air permukaan maupun air tanah. Kotoran manusia tidak boleh dibuang langsung kesungai, danau, laut, jarak jamban >10 meter dari sumur dan bila membuat lubang jamban jangan sampai dalam lubang tersebut mencapai sumber air, 3) Kotoran manusia tidak dijamah oleh lalat. Kotoran manusia yang dibuang harus tertutup rapat, dalam arti agar lalat tidak bisa menghinggapinya. Oleh karena itu jamban yang sehat dapat dibuat dengan menggunakan leher angsa atau dilengkapi dengan tutup, 4) Jamban tidak menimbulkan sarang nyamuk, 5) Jamban tidak menimbulkan bau yang mengganggu, jamban agar tidak bau perlu dilengkapi leher angsa atau lubang ventilasi yang cukup besar dan cukup tinggi, dan 6) Konstruksi jamban tidak menimbulkan kecelakaan misalnya atapnya terlalu rendah, pegangan penutup lubung jamban yang tajam dan sebagainya. Selain konstruksi jamban dan tempat penyaluran akhir tinja yang perlu diperhatikan adalah waktu pengurasan tanki septic. Waktu terakhir pengurasan tanki septic dapat dilihat pada Gambar 3.5. Gambar 3.5. Grafik Waktu Terakhir Pengurasan Tanki Septik Hasil Studi EHRA di Kota Palembang Tahun 2015 Dari gambar terlihat bahwa secara total, lebih dari sebagian responden tidak pernah menguras tanki septik sebesar 54.7%, dan hanya sedikit yang menguras dalam rentang 0 12 bulan yaitu 3.7%. Sedangkan menurut strata, tindakan tidak pernah menguras tanki septik tertinggi ada di strata 4 yaitu 92% dan terendah di strata 0 yaitu 36.9%. Untuk tindakan menguras tanki septik 12 bulan yang lalu, tertinggi di strata 0 yaitu 8.7% dan tidak ada yang melakukannya di strata 4.

19 Dasar mengidentifikasi suspek tangki septik atau cubluk dalam studi EHRA menggunakan rentang waktu pengurasan atau pengosongan tinja di tangki septik. Untuk ukuran dan teknologi tangki septik yang paling umum, tangki septik perlu dikosongkan atau dikuras paling tidak sekali dalam setiap 5 tahun. Bila dalam kurun waktu 5 tahun tangki septik belum pernah dikuras atau dikosongkan, maka dicurigai bahwa yang diklaim responden sebagai tangki septik sebetulnya adalah cubluk, dimana dasar tangki septic tidak kedap/tidak disemen. Untuk praktik pengurasan tangki septik dapat dilihat pada Gambar 3.6. Gambar 3.6. Grafik Praktik Pengurasan Tanki Septik Hasil Studi EHRA di Kota Palembang Tahun 2015 Dari gambar terlihat bahwa secara total, dari responden yang pernah menguras tanki septik, ternyata lebih dari sebagian menguras dengan memanfaatkan layanan sedot tinja yaitu sebesar 58.2%. Sedangkan menurut strata, proporsi responden yang menguras tanki septik dengan layanan sedot tinja terbesar ada di strata 3 yaitu 61.5% dan terendah di strata 4 yaitu 33.3%. Untuk praktik menguras tanki septik dengan dikosongkan sendiri, diketahui sebagian responden di strata 4 melakukan sendiri yaitu 50% dan tidak ada yang melakukannya di strata 0. Persentase tangki septic suspek aman dan tidak aman dapat dilihat pada Gambar 3.7. Gambar 3.7. Grafik Persentase Tanki Septik Suspek Aman dan Tidak Aman Hasil Studi EHRA di Kota Palembang Tahun 2015

20 Dari gambar terlihat bahwa secara total, sebagian tanki septik responden suspek tidak aman yaitu 53.9%. Berdasarkan strata proporsi suspek tidak aman diatas rata-rata ada pada strata 0, strata 1 dan strata 2. Sedangkan proporsi suspek aman dibawah rata-rata ada pada strata 3 dan strata 4. Kriteria tanki septik suspek aman adalah sebagai berikut: 1. Dibangun kurang dari lima tahun lalu 2. Dibangun lebih dari lima tahun lalu dan pernah dikuras/ dikosongkan kurang dari lima tahun lalu Sedangkan kriteria suspek tidak aman antara lain: 1. Dibangun lebih dari lima tahun lalu dan tidak pernah dikuras 2. Dibangun lebih dari lima tahun lalu dan pernah dikuras lebih dari lima tahun lalu Tabel 3.3 Area Beresiko Air Limbah Domestik Berdasarkan Studi EHRA di Kota Palembang Tahun 2015 VARIABEL Tangki septik suspek aman Pencemaran karena pembuangan isi tangki septik Pencemaran karena SPAL KATAGORI Strata Desa/Kelurahan 0 1 2 3 4 Total n % n % n % n % n % n % Tidak, Aman 168 59.8 143 59.6 82 50.9 119 50.0 50 41.7 562 54.0 Suspek, Aman 113 40.2 97 40.4 79 49.1 119 50.0 70 58.3 478 46.0 Tidak, Aman 68 41.0 46 40.7 24 47.1 20 38.5 4 66.7 162 41.8 Ya, Aman 98 59.0 67 59.3 27 52.9 32 61.5 2 33.3 226 58.2 Tidak, Aman 65 23.1 97 40.4 50 31.1 147 61.8 63 52.5 422 40.6 Ya, Aman 216 76.9 143 59.6 111 68.9 91 38.2 57 47.5 618 59.4 Dari tabel terlihat bahwa secara total, lebih dari sebagian tanki septik yang dimiliki responden suspek tidak aman yaitu 54%, sedangkan pencemaran karena SPAL terjadi pada hampir sebagian responden yaitu 40.6%. Dari responden yang melakukan pengosongan tanki septik, diketahui lebih dari sebagian aman atau tidak terjadi pencemaran yaitu 58.2% karena responden menggunakan layanan sedot tinja. Sedangkan pencemaran karena pembuangan isi tanki septik pada hampir sebagian responden yaitu 41.8%, hal ini terjadi karena responden membuang isi tanki septik dengan membayar tukang sebesar 3.9%, dikosongkan sendiri sebesar 3.6%, bersih karena banjir sebesar 0.5%, dan sisanya tidak tahu yaitu 33.8%. Untuk pencemaran karena pembuangan isi tanki septik atau tidak aman, terbesar di strata 4 yaitu 66.7% dan terendah di strata 3 yaitu 38.5%. Untuk pencemaran karena SPAL atau tidak aman, terbesar di strata 3 sebesar 61.8% dan terendah di strata 0 yaitu 23.1%.

21 3.4. Drainase Lingkungan/Selokan Sekitar Rumah dan Banjir Dalam masalah saluran air, emunerator studi EHRA mengamati keberadaan saluran drainase di sekitar rumah terpilih. Saluran yang dimaksud adalah yang digunakan untuk membuang air bekas penggunaan rumah tangga (grey water). Bila ada, emunerator juga mengamati dari dekat apakah air di saluran itu mengalir, apa warna airnya, dan melihat apakah terdapat tumpukan sampah di dalam saluran air itu. Saluran air yang memadai ditandai dengan aliran air yang lancar, warna yang cenderung bening atau bersih, dan tidak adanya tumpukan sampah di dalamnya. Pokok kedua dalam bagian ini adalah kebanjiran yang didefinisikan secara sederhana yakni datangnya air ke lingkungan atau ke dalam rumah yang tengah disurvai. Air yang datang bisa berasal dari manapun termasuk luapan sungai, laut ataupun air hujan. Besarnya banjir tidak dibatasi. Artinya, air bisa setinggi dada ataupun lebih rendah dari tinggi tumit orang dewasa. Gambar 3.8. Grafik Persentase Rumah Tangga yang Pernah Mengalami Banjir Hasil Studi EHRA di Kota Palembang Tahun 2015 Dari gambar terlihat bahwa secara total, lebih dari sebagian responden tidak pernah mengalami banjir yaitu 59.2% dan hanya sebagian kecil yang mengalami banjir sekali atau beberapa kali dalam sebulan yaitu 4.6%. Sedangkan menurut strata, mayoritas responden di strata 0 tidak pernah mengalami banjir yaitu 79.7%, di strata 1 sebagian pernah mengalami banjir sebesar 52.9%, di strata 2 ada lebih dari sebagian tidak pernah banjir yaitu 62.7%, di strata 3 kejadian banjir justru dialami oleh sebagian responden sekali dalam setahun yaitu 50%.

22 Gambar 3.9. Grafik Persentase Rumah Tangga yang Mengalami Banjir Rutin Hasil Studi EHRA di Kota Palembang Tahun 2015 Dari gambar terlihat bahwa secara total, sebagian responden tidak mengalami banjir rutin yaitu 54.2%. Sedangkan menurut strata, kejadian banjir rutin paling banyak dialami oleh responden pada strata 2 yaitu 70%, sedangkan terendah pada strata 1 yaitu 25,7%. Gambar 3.10. Grafik Lama Air Menggenang Jika Terjadi Banjir Hasil Studi EHRA di Kota Palembang Tahun 2015 Dari responden yang mengalami banjir, secara total ada 25.6% responden mengalami genangan air banjir lebih dari 1 hari dan 13.8% responden kurang dari 1 jam. Sedangkan menurut strata, responden dengan lama air menggenang lebih dari 1 hari tertinggi ada di strata 4 yaitu 44.2%, dan terendah di strata 0 yaitu 12.5%. Lama air menggenang 1 hari, tertinggi di strata 2 yaitu 27.3% dan terendah di strata 4 yaitu 11.6%. Untuk lama menggenang setengah hari, tertinggi di strata 2 sebesar 36.4% dan tidak ada yang mengalami di strata 0. Sedangkan lama genangan antara 1 3 jam, tertinggi di strata 0 yaitu 50% dan terendah di strata 2 yaitu 18.2%. Kemudian untuk lama genangan kurang dari 1 jam, tertinggi di strata 1 sebesar 35.8% dan tidak ada yang mengalami di strata 2 dan 4.

23 Gambar 3.11. Grafik Lokasi Genangan di Sekitar Rumah Hasil Studi EHRA di Kota Palembang Tahun 2015 Dari gambar terlihat bahwa dari responden yang mengalami banjir, mayoritas lokasi genangan ada di halaman rumah yaitu 74.4% dan paling sedikit di dekat bak penampungan yaitu 4.3%. Gambar 3.12. Grafik Persentase Kepemilikan SPAL Hasil Studi EHRA di Kota Palembang Tahun 2015 Dari gambar terlihat bahwa sebagian besar responden telah memiliki SPAL di rumah masing-masing yaitu sebesar 78%. SPAL (Sarana Pembuangan Air Limbah) adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang air buangan dari kamar mandi, tempat cuci, dapur dan lain-lain, tetapi bukan dari kakus/jamban. Sedangkan limbah rumah tangga adalah limbah yang berasal dari dapur, kamar mandi, cucian, limbah bekas industri rumah tangga dan kotoran manusia. Limbah merupakan buangan/bekas yang berbentuk cair, gas dan padat. Dalam air limbah terdapat bahan kimia sukar untuk dihilangkan dan berbahaya. Bahan kimia tersebut dapat memberi kehidupan bagi kuman-kuman penyebab penyakit disentri, tipus, kolera dsb. Air limbah tersebut harus diolah agar tidak mencemari dan tidak membahayakan kesehatan lingkungan.

24 Air limbah harus dikelola untuk mengurangi pencemaran. Pengelolaan air limbah dapat dilakukan dengan membuat saluran air kotor dan bak peresapan dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut : 1. Tidak mencemari sumber air minum yang ada di daerah sekitarnya baik air dipermukaan tanah maupun air di bawah permukaan tanah. 2. Tidak mengotori permukaan tanah. 3. Menghindari tersebarnya cacing tambang pada permukaan tanah. 4. Mencegah berkembang biaknya lalat dan serangga lain. 5. Tidak menimbulkan bau yang mengganggu. 6. Konstruksi agar dibuat secara sederhana dengan bahan yang mudah didapat dan murah. 7. Jarak minimal antara sumber air dengan bak resapan 10 m. Gambar 3.13. Grafik Akibat Tidak Memiliki SPAL Rumah Tangga Hasil Studi EHRA di Kota Palembang Tahun 2015 Dari gambar terlihat bahwa secara total dari responden yang tidak memiliki SPAL, sama besar proporsi antara responden dengan genangan air di rumah dengan yang tidak ada genangan. Sedangkan berdasarkan strata akibat tidak memiliki SPAL rumah tangga tertinggi tidak ada genangan terdapat pada strata 0 yaitu sebesar 76.2% dan tertinggi ada genangan terdapat pada strata 4 yaitu sebesar 74,2%. Air limbah sangat berbahaya terhadap kesehatan manusia mengingat bahwa banyak penyakit yang dapat ditularkan melalui air limbah. Sesuai dengan zat-zat yang terkandung di dalam air limbah ini, maka air limbah yang tidak diolah terlebih dahulu akan menyebabkan berbagai gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup antara lain :

25 1) Menjadi transmisi atau media penyebaran berbagai penyakit, dan media berkembang biaknya mikroorganisme pathogen. 2) Menjadi tempat-tempat berkembang biaknya nyamuk atau tempat hidup larva nyamuk. 3) Menimbulkan bau yang tidak enak serta pandangan yang tidak sedap/gangguanterhadap keindahan. SPAL adalah bangunan yang digunakan untuk mengumpulkan air buangan dari kamar mandi. tempat cuci, dapur dari lain-lain (bukan dari peturasan/jamban), sehingga air limbah tersebut dapat tersimpan atau meresap ke dalam tanah dan tidak menjadi penyebab penyebaran penyakit serta tidak mengotori lingkungan permukiman. SPAL ada yang berbentuk tipe sumuran (umumnya digunakan untuk muka air tanah tinggi) dan tipe parit (umumnya digunakan untuk muka air tanah rendah). Dengan adanya SPAL, maka: a) Air limbah tidak berserakan kemana-mana, sehingga tidak menimbulkan genangan air/becek, pandangan kotor, bau busuk yang dapat mengganggu kesehatan. b) Menghilangkan sarang nyamuk. c) Dengan hilangnya comberan, tanah dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti tempat bermain anak-anak dan lain-lain. Gambar 3.14. Grafik Persentase SPAL yang Berfungsi Hasil Studi EHRA di Kota Palembang Tahun 2015 Berdasarkan pengamatan terhadap aliran air di saluran air, diketahui bahwa secara total, sebagian besar SPAL responden berfungsi yaitu 81.3% dan hanya sebagian kecil SPAL responden tidak dapat

26 dipakai atau saluran kering yaitu 1.3%, namun masih ada sebagian kecil responden yang tidak memiliki saluran air yaitu sebesar 10.4%. Menurut strata, proporsi terbesar SPAL yang berfungsi ada di strata 0 yaitu 94.3% dan terendah ada di strata 2 yaitu 64.6%. Proporsi responden yang tidak memiliki saluran SPAL terbesar ada di strata 2 yaitu 25.5% dan terkecil ada di strata 0 yaitu 2.5%. Untuk SPAL yang tidak dipakai atau saluran kering, terbesar di strata 2 yaitu 3.1% dan terendah di strata 0 yaitu 0.4%. Sedangkan untuk SPAL yang tidak berfungsi, terbesar di strata 4 yaitu 20% dan terendah di strata 0 yaitu 2.8%. Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL) sangat besar pengaruhnya guna menghindarkan sarana air bersih terutama sumur gali dari resiko pencemaran. Apabila sudah terdapat sarana SPAL untuk menjaga agar tetap berfungsi dengan baik, maka harus dilakukan pembersihan dengan cara : 1) Periksa lubang saluran dan bak kontrol secara teratur setiap hari, bila ada kotoran yang tersangkut pada saringan seperti daun, kertas, plastik di ambil segera dan dibuang ditempat sampah. 2) Sekali waktu, gelontorkan air dengan tekanan. agar tidak terjadi penyumbatan oleh tanah yang terbawa air limbah. Gambar 3.15. Grafik Pencemaran SPAL Berdasarkan Strata di Kota Palembang Tahun 2015 Dari gambar terlihat bahwa secara total, lebih dari sebagian tidak terjadi pencemaran karena SPAL yaitu 58.7%. Menurut strata, adanya pencemaran karena SPAL terbesar di strata 3 yaitu 61.8% dan terendah di strata 0 yaitu 23.1%. Sedangkan tidak adanya pencemaran karena SPAL terbesar di strata 0 yaitu 76.9% dan terendah di strata 3 yaitu 61.8%.

27 Untuk mencapai kondisi masyarakat hidup sehat dan sejahtera dalam lingkungan yang bebas dari pencemaran air limbah permukiman di masa yang akan datang, baik yang berada di daerah perkotaan maupun yang tinggal di daerah perdesaan, diperlukan pengelolaan air limbah permukiman yang memadai, yang dapat melindungi sumber-sumber air baku bagi air minum dari pencemaran pembuangan air limbah, baik yang berasal dari aktifitas rumah tangga maupun industri rumah tangga yang berada di tengah-tengah permukiman. Secara umum daerah perkotaan dan perdesaan yang memiliki sistem pengelolaan air limbah secara memadai, memiliki indikator sebagai berikut : a) Rendahnya angka penyakit yang ditularkan melalui media air (waterborne diseases), seperti disentri, typhus, diare,dan lain sebagainya; b) Meningkatnya kualitas lingkungan permukiman; c) Terlindunginya sumber air baik air permukaan maupun air tanah dari pencemaran air limbah permukiman. Secara umum limbah domestik yang berasal dari rumah tangga yang tidak memiliki akses terhadap bangunan pengolahan merupakan sumber pencemaran utama bagi lingkungan yang dapat menimbulkan dampak yang serius karena dapat dengan mudah masuk ke badan air ataupun meresap ke badan tanah. Fakta dilapangan menunjukkan, air limbah domestik ini merupakan sumber utama pencemar badan air lingkungan terutama di daerah perkotaan. Tanpa adanya sistem penataan dan pengelolaan yang baik terhadap air limbah maka akan dapat berdampak pada pencemaran dan menurunnya kualitas air lingkungan dalam jangka panjang, mengakibatkan menurunnya kualitas air di badan penerima air, seperti sungai, waduk, situ dan lainnya. Hal ini akan menyebabkan beberapa masalah,seperti kerusakan keseimbangan ekologi di aliran sungai, masalah kesehatan penduduk yang memanfaatkan air sungai secara langsung sehingga dapat menurunkan derajat kesehatan masyarakat dan meningkatkan angka kematian akibat penyakit infeksi air (seperti disentri dan kolera). 3.5. Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga Bagian ini menyajikan informasi mengenai kondisi akses sumber air untuk minum bagi rumah tangga di Kota Palembang. Ada 2 (dua) aspek yang dielaborasi, yakni 1) Jenis sumber air minum yang digunakan

28 rumah tangga dan 2) Kelangkaan air yang dialami rumah tangga dari sumber itu. Kedua aspek ini memiliki hubungan yang sangat erat dengan tingkat risiko kesehatan bagi anggota di suatu rumah tangga. Sumber-sumber air memiliki tingkat keamanannya tersendiri. Ada jenis-jenis sumber air minum yang secara global dinilai sebagai sumber yang relatif aman. Seperti air ledeng/pdam, sumur bor, sumur gali terlindungi, mata air terlindungi dan air hujan (yang ditangkap, dialirkan dan disimpan secara bersih dan terlindungi). Di lain pihak, terdapat sumber-sumber yang memiliki risiko lebih tinggi sebagai media transmisi patogen ke dalam tubuh manusia, di antaranya adalah sumur atau mata air yang tidak terlindungi dan air permukaan, seperti air kolam, sungai, parit ataupun irigasi. Suplai atau kuantitas air pun memegang peranan. Para pakar higinitas global melihat suplai air yang memadai merupakan salah satu faktor untuk mengurangi risiko terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare. Sejumlah studi menginformasikan bahwa mereka yang memiliki suplai air yang memadai cenderung memiliki risiko terkena diare yang lebih rendah, karena sumber air yang memadai cenderung memudahkan kegiatan higinitas secara lebih teratur. Dengan demikian, kelangkaan air dapat dimasukkan sebagai salah satu faktor risiko (tidak langsung) bagi terjadinya kesakitan-kesakitan seperti gejala diare. Pada suplai air minum, studi EHRA mempelajari kelangkaan yang dialami rumah tangga dalam rentang waktu dua minggu terakhir. Kelangkaan diukur dari tidak tersedianya air dari sumber air minum utama rumah tangga atau tidak bisa digunakannya air yang keluar dari sumber air minum utama. Data ini diperoleh dari pengakuan verbal responden. Gambar 3.16. Grafik Akses Terhadap Air Bersih di Kota Palembang Tahun 2015

29 Dari gambar diketahui, untuk keperluan minum sumber air terbesar adalah dari air ledeng PDAM yaitu 69.9% dan tidak ada yang menggunakan bersumber dari mata air tidak terlindungi dan air waduk/danau. Untuk keperluan masak, sumber air terbesar dari air ledeng PDAM yaitu 87.5% dan terkecil dari air sumur gali tidak terlindungi yaitu 0.1%. Untuk keperluan cuci piring dan gelas, sumber air terbesar dari air ledeng PDAM yaitu 86.4% dan terkecil dari mata air terlindungi yaitu 0.2%, mata air tidak terlindungi sebesar 0.2%, dan lainnya sebesar 0.1%. Air minum adalah air yang digunakan untuk konsumsi manusia. Menurut Departemen Kesehatan, syarat-syarat air minum adalah tidak berasa, tidak berbau, tidak berwarna, tidak mengandung mikroorganisme yang berbahaya, dan tidak mengandung logam berat. Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan ataupun tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung di minum (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 Tahun 2010). Air minum yang di masak hingga 100 ᵒC dapat membunuh bakteri, namun banyak zat berbahaya terutama logam, yang tidak dapat di hilangkan dengan cara ini. Saat ini terdapat krisis air minum di berbagai negara berkembang di dunia akibat jumlah penduduk yang terlalu banyak dan pencemaran air. Air dari PDAM merupakan air yang termasuk dapat dikonsumsi secara langsung untuk kebutuhan sehari-hari, misalnya untuk masak, mandi, mencuci, serta keperluan lainnya. Kecuali untuk keperluan lainnya, air PDAM yang akan diminum harus direbus dahulu, hal ini erat kaitannya dengan system distribusi air ke rumah tangga. Sumur gali adalah sarana untuk menyadap dan menampung air tanah yang digunakan sebagai sumber air baku untuk air bersih. Sumur gali merupakan salah satu konstruksi sumur yang paling umum dan meluas dipergunakan oleh masyarakat kecil dan rumah-rumah perorangan.. Sumur gali menyediakan air yang berasal dari lapisan air tanah yang relatif dekat dari tanah permukaan sehingga dengan mudah dapat terkena kontaminasi melalui rembesan. Kontaminasi paling umum adalah karena terkena penapisan air dari sarana pembuangan kotoran manusia dan binatang. Air minum dalam kemasan (AMDK) sekarang ini sangat beragam dan dengan mudah dapat ditemukan di mana-mana. Semua AMDK harus memenuhi proses ultravisasi dengan disinari oleh ultraviolet dan ozonisasi (dicampurkan dengan O3) dengan tujuan untuk mematikan kuman-kuman yang terkandung dalam air.

30 Seiring dengan makin majunya teknologi diiringi dengan semakin sibuknya aktivitas manusia maka masyarakat cenderung memilih cara yang lebih praktis dengan biaya yang relatif murah dalam memenuhi kebutuhan air minum. Salah satu pemenuhan kebutuhan air minum yang menjadi alternatif dengan menggunakan air minum isi ulang. Keberadaan depot air minum isi ulang terus meningkat sejalan dengan dinamika keperluan masyarakat terhadap air minum yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi. Meski lebih murah, tidak semua depot air minum isi ulang terjamin keamanan produknya. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 492/MENKES/PER/IV/2010, tentang Syarat Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum, pengawasan mutu air pada depot air minum menjadi tugas dan tanggung jawab Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Gambar 3.17. Grafik Sumber Air Minum dan Memasak di Kota Palembang Tahun 2015 Dari grafik terlihat, dibanding sumber air lainnya maka untuk keperluan minum dan masak di rumah tangga mayoritas responden menggunakan air ledeng dari PDAM, air isi ulang, dan air botol kemasan. Untuk keperluan minum, mayoritas responden menggunakan air ledeng PDAM yaitu sebesar 69.9%, untuk masak juga mayoritas menggunakan air ledeng PDAM yaitu sebesar 87.5%. Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak (Per Men Kes No.416/MENKES/Per/IX/1990). Sarana air bersih adalah semua sarana yang dipakai sebagai sumber air bagi penghuni rumah untuk digunakan bagi penghuni rumah yang digunakan untuk kehidupan sehari-hari. Perlu diperhatikan antara lain : a. Jarak antara sumber air dengan sumber pengotoran (seperti septik tank, tempat pembuangan sampah, air limbah) minimal 10 meter, b. Pada sumur gali sedalam 3 meter dari permukaan tanah dibuat kedap air, yaitu dilengkapi dengan cincin dan bibir sumur, dan c. Penampungan air hujan pelindung air, sumur artesis atau terminal air atau perpipaan/kran atau sumur gali terjaga kebersihannya dan dipelihara rutin.

31 Tabel 3.5 Area Resiko Sumber Air Berdasarkan Hasil Studi EHRA di Kota Palembang Tahun 2015 VARIABEL KATEGORI Strata Desa/Kelurahan Total Sumber air terlindungi Penggunaan sumber air tidak terlindungi. 0 1 2 3 4 n % n % n % n % n % n % Tidak, sumber air 17 6.0 15 6.3 16 9.9 17 7.1 5 4.2 70 6.7 berisiko tercemar Ya, sumber air terlindungi 264 94.0 225 93.8 145 90.1 221 92.9 115 95.8 970 93.3 Tidak Aman 115 40.9 148 61.7 77 47.8 90 37.8 50 41.7 480 46.2 Ya, Aman 166 59.1 92 38.3 84 52.2 148 62.2 70 58.3 560 53.8 Kelangkaan air Mengalami kelangkaan air Tidak pernah mengalami 56 19.9 40 16.7 33 20.5 65 27.3 26 21.7 220 21.2 225 80.1 200 83.3 128 79.5 173 72.7 94 78.3 820 78.8 Jika dibandingkan dari 3 variabel yang ada, secara total, hampir seluruh responden memiliki sumber air terlindungi yaitu sebesar 93.3%, sebagian responden menggunakan sumber air minum yang terlindungi yaitu 53.8%, dan mayoritas responden tidak pernah mengalami kelangkaan air yaitu sebesar 78.8%. Menurut strata, responden dengan sumber air terlindungi terbesar ada di strata 4 yaitu 95.8% dan terendah di strata 2 yaitu 90.1%. Untuk penggunaan sumber air terlindungi, terbesar di strata 3 yaitu 62.2% dan terendah di strata 1 yaitu 38.3%. Sedangkan untuk kejadian kelangkaan air, terbesar ada di strata 3 yaitu 27.3% dan terendah di strata 1 yaitu 16.7%. 3.6. Perilaku Higiene dan Sanitasi Sekitar 40.000 anak Indonesia meninggal setiap tahun akibat diare (Unicef, 2002; dikutip dari facts sheet ISSDP, 2006). Bukan hanya itu, diare juga ikut menyumbang pada angka kematian balita yang disebabkan faktor gizi buruk. Dalam studi global disimpulkan bahwa dari 3,6 juta kematian akibat gizi buruk, sekitar 23% ternyata disebabkan oleh diare (Fishman, dkk., 2004). Diare sebetulnya dapat dicegah dengan cara yang mudah. Sekitar 42-47% risiko terkena diare dapat dicegah bila orang dewasa, khususnya pengasuh anak mencuci tangan pakai sabun pada waktu-waktu yang tepat. Bila dikonversikan, sekitar 1 juta anak dapat diselamatkan hanya dengan mencuci tangan pakai sabun (Curtis & Cairncross, 2003). Mencuci tangan pakai sabun di waktu yang tepat dapat memblok transmisi patogen penyebab diare. Pencemaran tinja/ kotoran manusia (faeces) adalah sumber utama dari virus, bakteri, dan patogen lain

32 penyebab diare. Jalur pencemaran yang diketahui sehingga cemaran dapat sampai ke mulut manusia, termasuk balita, adalah melalui 4F (Wagner & Lanoix, 1958) yakni fluids (air), fields (tanah), flies (lalat), dan fingers (jari/tangan). Cuci tangan pakai sabun adalah prevensi cemaran yang sangat efektif dan efisien khususnya untuk memblok transmisi melalui jalur fingers. Untuk menelusuri perilaku-perilaku cuci tangan yang dilakukan ibu sehari-harinya, studi EHRA terlebih dahulu memastikan penggunaan sabun di rumah tangga dengan pertanyaan apakah si Ibu menggunakan sabun hari ini atau kemarin. Gambar 3.18 Grafik CTPS di Lima Waktu Penting di kota Palembang Tahun 2015 Dari gambar terlihat mayoritas responden tidak melakukan praktik cuci tangan pakai sabun (CTPS) di lima waktu penting yaitu sebesar 72.5%, sedangkan responden yang melakukan praktik CTPS sebesar 27.5%. Gambar 3.19 Grafik Waktu Melakukan CTPS

33 Dari gambar terlihat bahwa dari responden yang melakukan CTPS di lima waktu penting, persentase tertinggi waktu CTPS dilakukan responden sebelum makan yaitu 86.9%, kemudian setelah makan sebesar 76.3%, dan setelah buang air besar sebesar 75.5%. Mencuci tangan dengan air saja tidak cukup. Penggunaan sabun selain membantu singkatnya waktu cuci tangan, dengan menggosok jemari dengan sabun menghilangkan kuman yang tidak tampak minyak/ lemak/ kotoran di permukaan kulit, serta meninggalkan bau wangi. Perpaduan kebersihan, bau wangi dan perasaan segar merupakan hal positif yang di peroleh setelah menggunakan sabun. Di Indonesia diperkenalkan 5 waktu penting cuci tangan pakai sabun, yaitu: 1. Setelah buang air besar (BAB); 2. Setelah membersihkan anak yang buang air besar (BAB); 3. Sebelum menyiapkan makanan; 4. Sebelum makan; 5. Setelah memegang/menyentuh hewan. Praktik CTPS yang benar memerlukan sabun dan sedikit air mengalir. Air mengalir dari kran bukan keharusan yang penting air mengalir dari sebuah wadah bisa berupa botol, kaleng, ember tinggi, gentong, jerigen atau gayung. Tangan yang basah disabuni, digosok-gosok bagian telapak maupun punggungnya, terutama di bawah kuku minimal 20 detik. Bilas dengan air mengalir dan keringkan dengan air bersih atau kain, kibas-kibaskan di udara. Grafik 3.20 Grafik Persentase Penduduk yang Melakukan BABS di Kota Palembang Tahun 2015