I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fokus kegiatan pembelajaran di sekolah adalah interaksi pendidik dan siswa dalam mempelajari suatu materi pelajaran yang telah tersusun dalam suatu kurikulum. Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran pendidik disamping menguasai bahan atau materi ajar, tentu perlu pula mengetahui bagaimana cara materi ajar itu disampaikan dan bagaimana pula karakteristik siswa yang menerima materi pelajaran tersebut. Tugas dan tanggung jawab guru sangat erat kaitannya dalam proses pembelajaran dengan kemampuan yang dipersyaratkan untuk memangku jabatan profesi kependidikan. Kemampuan tersebut antara lain adalah guru (1) mempunyai pengetahuan tentang belajar dan dan tingkah laku manusia dalam belajar, (2) mempunyai pengetahuan dan menguasai bidang studi yang dibinanya dengan baik, (3) mempunyai sifat yang tepat dengan memahami kelemahan dan kekuatan diri sendiri sebagai tenaga pendidik, dan (4) mempunyai keterampilan menggunakan teknik dan pendekatan dalam kegiatan belajar. Kegiatan belajar tersebut melibatkan siswa dengan harapan dapat menangkap isi dan pesan pembelajaran tersebut dengan menggunakan kemampuan pada ranahranah menurut Bloom dalam Dimyati & Mudjiono (2009 : 25): (1) kognitif, yaitu
2 kemampuan yang berkenaan dengan pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi, (2) afektif, yaitu kemampuan yang mengutamakan perasaan, emosi, dan reaksi-reaksi yang berbeda dengan penalaran yang terdiri dari kategori penerimaan, partisipasi, penilaian/penentuan sikap, organisasi dan pembentukan pola hidup, dan (3) psikomotorik, yaitu kemampuan yang mengutarakan keterampilan jasmani terdiri dari persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan, dan kreatifitas. Dalam menerapkan pembelajaran seorang guru harus menggabungkan penilaian pada ranah-ranah di atas yang merupakan satu paket ketuntasan belajar siswa. Akibat belajar dari ketiga ranah tersebut akan makin bertambah baik. Arthur T. Jersild (dalam Sagala 2007 : 12) menyatakan belajar adalah modification of behavior experience and training yaitu perubahan atau membawa akibat perubahan tingkah laku dalam pendidikan karena pengalaman dan latihan atau karena mengalami latihan. Selama ini pembelajaran bertolak pada pandangan bahwa tingkah laku kelas dan penyebaran pengetahuan dikontrol dan ditentukan oleh guru/pendidik. Dalam hal ini siswa dipandang sebagai objek yang menerima apa yang diberikan oleh guru, sehingga tidak terciptanya komunikasi dua arah. Guru-lah yang berperan aktif dalam proses pembelajaran. Guru menyajikan bahan dalam bentuk yang telah dipersiapkan secara rapi, sistematik dan lengkap, sehingga siswa tinggal menyimak dan mencernanya secara teratur dan tertib.
3 Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di SDN I Tekad diketahui bahwa pencapaian prestasi belajar mata pelajaran IPS pada Standar Kompetensi Menghargai Peranan Tokoh Pejuang dan Masyarakat dalam Mempersiapkan dan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia pada kelas V semester ganjil tergolong rendah, karena sebanyak 75% dari 70 siswa atau sebanyak 52 siswa belum mencapai standar ketuntasan belajar minimum 65, yang ditampilkan pada tabel 1.1 di bawah ini: Tabel 1.1 Data Nilai Murni Mata Pelajaran IPS Hasil Ulangan Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2011-2012 No Kelas Jumlah Siswa Tinggi >80 Sedang 65-80 Rendah <65 1 VA 36 6 2 27 2 VB 34 3 6 25 Sumber : Dokumentansi Sekolah Tabel 1.1 di atas menunjukkan bahwa rata-rata nilai murni prestasi belajar IPS sebesar 75% masih berada dibawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) dengan KKM sebesar 65. kondisi ini menunjukkan bahwa prestasi belajar tersebut memang masih sangat rendah. Kelas V-A dan V-B memiliki kecenderungan yang hampir sama. Selama ini pembelajaran IPS di SD N I Tekad ini menggunakan pembelajaran yang konvensional dengan strategi pembelajaran ekspositori. Dimana transfer of knowledge berlangsung satu arah, dari guru kepada siswa tidak terjadi interaksi aktif. Siswa hanya sebagai objek pembelajaran, guru-lah yang mempunyai peran aktif dengan mempersiapkan bahan-bahan pembelajaran dengan sistematis dan
4 teratur, siswa hanya menyalin apa yang diberikan oleh guru. Namun demikian, terdapat variasi yaitu ternjadinya tanya jawab yang melibatkan siswa, akan tetapi proses ini tidak banyak membuat siswa menjadi aktif dalam proses pembelajaran. Pembelajaran ekspositori hanya melibatkan guru dan beberapa siswa yang aktif dalam pembelajaran kelas tersebut dan sesekali guru memberikan pertanyaan diajukan kepada siswa secara searah dan individual, tidak dengan mengelompokkan siswa untuk bekerjasama dalam menjawab pertanyaan. Selain itu, pertanyaan dari guru cenderung hanya pertanyaan yang bersifat parsial, bukan pertanyaan yang mengkonstruksi pemahaman siswa secara utuh. Dari hasil tersebut di atas, mungkin guru sudah merasa mengajar dengan baik, tetapi siswa-nya tidak belajar, sehingga terjadi miskonsepsi antara pemahaman guru dalam mengajar dengan target dan misi dari pendidikan IPS sebagai mata pelajaran yang mengacu pada pembekalan pengetahuan dan keterampilan kepada siswa sebagai bekal dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, Soemantri (dalam Mangkoesapoetra, 2005 : 2). Lebih lanjut dikatakan bahwa kondisi ini didukung oleh kenyataan yang ada di lapangan, bahwa aspek metodologis dan pendekatan ekspositorik sangat menguasai seluruh proses pembelajaran, belum mampu menumbuhkan iklim yang menantang siswa untuk belajar dan tidak mendukung produktivitas serta pengembangan berpikir siswa. Ada siswa yang mengeluh karena menganggap gurunya terlalu bertele-tele, sementara yang lainnya menganggap terlalu cepat; ada siswa yang merasa bosan dan mengantuk ketika pelajaran IPS berlangsung; ada siswa yang diam mengerjakan hal lain; dan sebagainya. Disamping itu, proses pembelajaran IPS
5 yang dilakukan oleh guru belum mampu menumbuhkan budaya belajar dikalangan siswa. Pada gilirannya akan berpengaruh secara signifikan pada prestasi belajar siswa. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu cara untuk mengupayakan siswa aktif dalam pembelajaran sehingga terlibat secara kognitif, afektif dan psikomotorik di dalam proses pembelajaran tersebut meskipun adanya keterbatasan sarana dan prasarana yang diperlukan dalam pembelajaran IPS di kelas. Cooperative learning tipe STAD (Student Team Achievement Division) merupakan pembelajaran kooperatif yang sederhana yaitu dengan setting kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai wadah siswa bekerjasama dan memecahkan masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebaya-nya, memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan sekaligus siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi menjadi narasumber bagi teman yang lain. Tidak ada strategi, teknik, metode, model pembelajaran yang paling baik digunakan dalam setiap keadaan sehingga harus dicari strategi paling tepat, Killen (dalam Sanjaya, 2007: 129). Pernyataan ini memberikan pemahaman bahwa tidak semua strategi pembelajaran cocok untuk diterapkan pada setiap standar kompetensi (SK) pada tiap mata pelajaran, dan tidak semua SK dapat diselesaikan dengan pembelajaran ekspositori tipe ceramah dan tanya jawab saja. Semua
6 kemungkinan tersampaikannya materi pelajaran dengan baik harus disesuaikan kebutuhan dan motivasi siswa terhadap materi pelajaran tersebut. Berdasarkan uraian tersebut di atas penulis berkeinginan untuk meneliti apakah ada perbedaan peningkatan prestasi belajar IPS melalui pembelajaran Kooperatif dan Ekspositori pada motivasi belajar yang berbeda di Sekolah Dasar Negeri I Tekad Kecamatan Pulaupanggung Kabupaten Tanggamus TP 2011-2012. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan: 1. Pembelajaran IPS di SDN I Tekad masih berpusat pada guru. 2. Guru belum menerapkan strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran IPS yang inovatif dan kreatif. 3. Materi ajar belum dikembangkan oleh guru secara maksimal menjadi bahan ajar. 4. Masih rendahnya prestasi siswa pada mata pelajaran IPS 5. Pendekatan pembelajaran yang belum mampu memfasilitasi dan memunculkan secara optimal sejumlah keterampilan berpikir tingkat tinggi yang semestinya dapat diamati pada siswa selama proses pembelajaran berlangsung. 6. Pemanfaatan suatu strategi/model/teknik pembelajaran yang disesuaikan dengan karateristik pembelajaran IPS pada Kompetensi Dasar mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada masa pejajahan Belanda dan Jepang.
7 1.3 Pembatasan Masalah Bertolak dari identifikasi masalah yang telah dikemukakan, fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah yang berkaitan sebagai penyebab utama kegagalan dalam belajar IPS. Proses pembelajaran di sekolah memiliki tujuan diantaranya adalah tercapainya tujuan pembelajaran sesuai dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang sudah ditetapkan masing-masing sekolah. Untuk menghilangkan bias dalam penelitian ini dan mengefektifkan proses, peneliti memberikan rambu-rambu pengkajian sebagai berikut: 1. Penelitian ini akan mengkaji interaksi prestasi belajar siswa antara model pembelajaran pada motivasi belajar siswa yang berbeda. 2. Penelitian ini akan membedakan peningkatan prestasi belajar antara pembelajaran kooperatif STAD dan ekspositori. 3. Penelitian ini akan membedakan peningkatan prestasi belajar antara pembelajaran kooperatif STAD dan ekspositori pada motivasi belajar tinggi. 4. Penelitian ini akan membedakan peningkatan prestasi belajar antara pengunaan pembelajaran kooperatif STAD dan ekspositori pada motivasi belajar rendah.
8 1.4 Rumusan Masalah Masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah terdapat interaksi antara strategi pembelajaran dan motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar IPS siswa. 2. Apakah rata-rata peningkatan prestasi belajar IPS antara siswa yang belajar melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih tinggi dari siswa yang belajar melalui pembelajaran ekspositori, 3. Apakah rata-rata peningkatan prestasi belajar IPS siswa yang belajar melalui pembelajaran kooperatif STAD lebih tinggi dari siswa yang belajar melalui strategi pembelajaran ekspositori pada siswa yang bermotivasi tinggi, 4. Apakah rata-rata peningkatan prestasi belajar IPS siswa yang belajar melalui pembelajaran kooperatif STAD lebih tinggi dari siswa yang belajar melalui strategi pembelajaran ekspositori pada siswa yang bermotivasi rendah. 1.5 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: 1. Interaksi antara pembelajaran dan motivasi belajar siswa terhadap peningkatan prestasi belajar IPS siswa. 2. Rata-rata peningkatan prestasi belajar IPS antara siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif STAD dan ekspositori,
9 3. Rata-rata peningkatan prestasi belajar IPS siswa yang belajar melalui pembelajaran kooperatif STAD dan ekspositori pada siswa yang bermotivasi tinggi, 4. Rata-rata peningkatan prestasi belajar IPS siswa yang belajar melalui pembelajaran kooperatif STAD dan ekspositori pada siswa yang bermotivasi rendah, 1.6 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini sebagai berikut: 1. Secara teori a. Sebagai pengembangan ilmu yang berkaitan dengan teknologi pendidikan, khususnya strategi dan pengelolaan kegiatan pembelajaran. b. Memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap materi yang dibahas karena memperoleh arahan dan bimbingan dari guru secara intensif melalui kerjasama kelompok. 2. Secara praktis a. Sebagai bahan masukan untuk sekolah dasar terkait, sebagai sumbangan pikiran bagaimana menggunakan pembelajaran kooperatif STAD dan ekspositori, b. Penelitian ini diharapakan agar guru IPS memperoleh pengalaman yang menjadi pedoman dalam merancang pembelajaran, sehingga pembelajarannya lebih baik.