BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Untuk mencapai cita-cita tersebut pemerintah mengupayakan. perekonomian adalah komponen utama demi berlangsungnya sistem

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan

GUBERNUR JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan tersendiri dalam pembangunan manusia,hal ini karena. sistem pemerintahan menjadi desentralisasi.

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG

TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014).

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasarkan status sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

BAB IV GAMBARAN UMUM

PENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi

GUBERNUR JAWA TENGAH,

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. negara untuk mengembangkan outputnya (GNP per kapita). Kesejahteraan

PENEMPATAN TENAGA KERJA

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 116 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi

GUBERNURJAWATENGAH. PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOM0R '2 TAJroJii 2e15 TENTANG

KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DERAH

KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH

LUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

Lampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab.

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat

Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Tengah Agustus 2017

BAB III METODE PENELITIAN. mengemukakan definisi metode penelitian sebagai berikut: mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

DAFTAR ISI. RAD MDGs Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya.

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

RUANG LINGKUP KERJA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TENGAH

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah,

GUBERNUR JAWA TENGAH

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

GUBERNUR JAWA TENGAH

Keadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah terletak di antara B.T B.T dan 6 30 L.S --

PEDOMAN PENYUSUNAN JAWABAN TERMOHON TERHADAP PERMOHONAN PEMOHON (PERSEORANGAN CALON ANGGOTA DPD)

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang

BAB III METODE PENELITIAN

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 561.4/52/2008 TENTANG UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2009

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BERITA RESMI STATISTIK

PEMODELAN PROFIL KESRA PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah

KEPALA KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI JAW A TENGAH,

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem. pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG

PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP ANGKA MELEK HURUF, DAN ANGKA PARTISIPASI SEKOLAH DI KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TENGAH PERIODE 2010 DAN 2011

DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TENGAH

BOKS PERKEMBANGAN KINERJA BPR MERGER DI JAWA TENGAH

1. REKAP DATA REALISASI APBD DAN (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH. TAHUN 2011 (dalam jutaan rupiah)

Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Terapannya 2016 p-issn : ; e-issn :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beras merupakan komoditi yang penting bagi Indonesia. Hal ini

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH Tahun Anggaran Rekapitulasi Anggaran Belanja Langsung Berdasarkan Program dan Kegiatan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir terdapat minat yang terus meningkat terhadap desentralisasi di berbagai pemerintahan di belahan dunia. Bahkan banyak negara yang telah melakukan perubahan struktur organisasi pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009) mengemukakan beberapa argumen yang berasal dari teori federalisme fiskal menunjukkan bahwa desentralisasi dapat menyebabkan peningkatan tingkat efisiensi dalam penyediaan barang dan jasa publik. Bahl (1999) dalam Dick- Sagoe (2012) juga mengemukakan bahwa peningkatan desentralisasi fiskal diharapkan untuk memungkinkan barang dan jasa publik yang akan diberikan pada tingkat dan biaya yang diinginkan oleh masyarakat lokal dan untuk meningkatkan partisipasi warga dalam pemerintahan. Ternyata perkembangan ini juga dirasakan dibanyak negara berkembang khususnya di Indonesia. Bermula dari pendekatan tersentralisasi berubah menjadi pendekatan desentralisasi. Pendekatan sentralisasi sendiri mengandung arti bahwa pelaksanaan pembangunan sepenuhnya merupakan wewenang pusat dan dilaksanakan oleh para birokrat di pusat. Sedangkan pendekatan desentralisasi mengandung arti bahwa pembangunan daerah melalui desentralisasi atau otonomi daerah yang memberikan peluang dan kesempatan bagi terwujudnya pemerintahan yang bersih dan baik (good 1

2 governance) di daerah. Artinya, pelaksanaan tugas pemerintah daerah harus didasarkan atas prinsip efektif, efisien, partisipatif, terbuka (tranparency) dan akuntabilitas (accountability) (Mardiasmo, 2002). Selain itu perubahan ini juga diharapkan akan menghasilkan banyak sekali manfaat diberbagai sektor publik, baik di sektor pendidikan, sektor kesehatan ataupun sektor keamanan. Manfaat tersebut diantaranya yaitu; Pertama, mendorong peningkatan partisipasi, prakarsa dan kreativitas masyarakat dalam pembangunan, serta mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan (keadilan) di seluruh daerah dengan memanfaatkan sumber daya dan potensi yang tersedia di masing-masing daerah. Kedua, memperbaiki alokasi sumber daya produktif melalui pergeseran peran pengambilan keputusan publik ketingkat pemerintah yang paling rendah yang memiliki informasi yang paling lengkap (Shah, 1997 dalam Mardiasmo, 2002). Dengan demikian pemerintah daerah diharapkan lebih mampu mengerti dan memenuhi kebutuhan masyarakat daerahnya sendiri. Agar dalam pelaksanaan pembangunan yang merupakan syarat keberhasilan pemerintah dapat tercapai sebagaimana yang ditargetkan. Pemerintah daerah diberi kewenangan untuk mengelola atau mengatur keuangan daerahnya sendiri. Pengeluaran terbesar dari pemerintah daerah sendiri ditujukan bagi pendidikan dasar, menengah dan kejuruan. Pemerintah daerah menyelenggarakan pendidikan dasar dan menengah mencerminkan manfaat dari adanya anggaran daerah. Susunan pengeluaran daerah ini disusun dengan mengaitkan penerimaan daerah dalam sebuah susunan sisitematis yang dinamakan

3 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Mustopadidjaya (1997) dalam Prasetya (2012) menyatakan bahwa penyusunan rencana anggaran pengeluaran salah satu kegiatannya adalah identifikasi kebutuhan, yaitu mengidentifikasi kebutuhan serta mempertimbangkan kebijakan yang menyangkut pengalokasian pada program-program yang berhubungan baik dengan tujuan perekonomian secara keseluruhan maupun sasaran-sasaran spesifik sektoral dan regional tertentu. Menurut Wasistiono (2010) Indonesia sebenarnya bukan hanya melakukan dentuman besar, tetapi melaksanakan revolusi desentralisasi. Disebut demikian karena Indonesia telah melakukan transfer kewenangan dan tanggung jawab fungsi-fungsi publik dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah otonom pada dimensi yang luas serta dengan kecepatan perubahan yang tinggi. Hal tersebut nampak dari luasnya urusan pemerintahan yang dijalankan oleh daerah otonom sebagaimana diatur di dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah ditindak lanjuti melalui Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Penyerahan Urusan Pemerintahan dari Pemerintah Kepada Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Sesuai prinsip money follow function, penyerahan urusan tersebut diikuti dengan pemberian sumber-sumber keuangan melalui mekanisme perimbangan keuangan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Besarnya dana perimbangan menentukan seberapa besar kebutuhan suatu daerah untuk

4 memenuhi kebutuhan daerah tersebut, selain itu daerah juga diharapkan mampu memperoleh pendapatan sendiri selain dari bantuan pemerintah pusat. Adanya dana perimbangan ini dimaksutkan agar pemerintah daerah dapat mempercepat terwujudnya pelaksanaan desentralisasi dan kesejahteraan masyarakat. Menurut amanat UU No. 33 Tahun 2004 penerimaan daerah selain dana perimbangan, dapat juga diperoleh dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan lain-lain pendapatan yang sah. Sebagai gambaran tercapainya desentralisasi fiskal, maka di kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah ikut serta dalam mengoptimalkan penerimaan yang diperoleh dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari tahun 2010 dan 2011. Berdasarkan gambar 1.1 Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan pendapatan asli daerah ditahun 2010 dan 2011. PAD terbesar ternyata dimiliki oleh Kota Semarang dan Kabupaten Banyumas. Perlu diamati kembali, PAD di Kota Semarang lebih besar dari 34 kabupaten/kota lainnya di Jawa Tengah. Kabupaten Batang dan Kota Pekalongan merupakan daerah dengan PAD terendah. Hal ini menunjukkan seberapa besar peran PAD terhadap proses pelaksanaan pembangunan daerah. Tingginya kemampuan PAD memotivasi Pemerintah Daerah di Provinsi Jawa Tengah untuk lebih giat dalam menggali potensi daerah mereka sebagai penerimaan PAD. Sehingga dalam penetapan target dari penerimaan PAD pada periode berikutnya diharapkan dapat lebih meningkat, karena dari adanya target tersebut dimaksudkan untuk menjadi

5 tolak ukur kinerja Pemerintah Daerah dalam menggali potensi daerahnya sendiri. Gambar 1.1 Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota Provinsi JATENG Tahun 2010-2011 Kota Tegal Kota Pekalongan Kota Semarang Kota Salatiga Kota Surakarta Kota Magelang Brebes Tegal Pemalang Pekalongan Batang Kendal Temanggung Semarang Demak Jepara Kudus Pati Rembang Blora Grobogan Sragen Karanganyar Wonogiri Sukoharjo Klaten Boyolali Magelang Wonosobo Purworejo Kebumen Banjarnegara Purbalingga Banyumas Cilacap 2011 2010 0 200,000,000 400,000,000 600,000,000 Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah (data diolah)

6 Permasalahan gender yang dihadapi saat ini adalah masih rendahnya kualitas hidup kaum hawa dan masih adanya kesenjangan pencapaian pembangunan antara laki-laki dan perempuan di tingkat daerah karena terdampak oleh kebijakan desentralisasi. Oleh sebab itu, kesetaraan gender perlu diperjuangkan agar anak laki-laki dan anak perempuan memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan, hak untuk mendapat pekerjaan dan hak untuk mendapat perlakuan yang layak dalam lingkungan bermasyarakat. Dalam meningkatkan pendidikan baca tulis, sangatlah jelas bahwa tingkat melek huruf penduduk perempuan masih jauh lebih rendah dibanding dengan penduduk laki-laki. Pendidikan adalah jendela manusia untuk bisa mengubah dunia. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin tinggi pula tingkat kesejahteraan orang tersebut. Demikian pula, apabila semakin rendah tingkat pendidikan seseorang maka makin rendah pula tingkat kesejahteraannya. Begitu besarnya pengaruh pendidikan terhadap kesejahteraan, maka pendidikan menjadi perhatian penting pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan bagi rakyatnya. Pada level global, pendidikan menjadi salah satu tujuan atau goals dari Millenium Development Goals (MDGs) dan tujuan kedua adalah mewujudkan pendidikan dasar untuk semua. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Angka Melek Huruf (AMH) Perempuan dan Angka Putus Sekolah (APtS) Perempuan tingkat SMP/MTs di kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah.

7 Gambar 1.2 Persentase Angka Melek Huruf Perempuan Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah 2010-2011 Kota Tegal Kota Pekalongan Kota Semarang Kota Salatiga Kota Surakarta Kota Magelang Kab. Brebes Kab. Tegal Kab. Pemalang Kab. Pekalongan Kab. Batang Kab. Kendal Kab. Temanggung Kab. Semarang Kab. Demak Kab. Jepara Kab. Kudus Kab. Pati Kab. Rembang Kab. Blora Kab. Grobogan Kab. Sragen Kab. Karanganyar Kab. Wonogiri Kab. Sukoharjo Kab. Klaten Kab. Boyolali Kab. Magelang Kab. Wonosobo Kab. Purworejo Kab. Kebumen Kab. Banjarnegara kab. Purbalingga Kab. Banyumas Kab. Cilacap 2011 2010 0.00 50.00 100.00 150.00 Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah Data pada gambar 1.2 menunjukkan angka melek huruf perempuan usia 10 tahun keatas menurut 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2010 dan 2011. Gambar grafik diatas terlihat bahwa AMH perempuan

8 mengalami perkembangan secara fluktuatif. Terlihat dari gambar grafik daerah yang memiliki AMH perempuan paling tinggi adalah Kota Magelang, Kota Surakarta dan Kota Pekalongan. Sedangkan daerah yang memiliki angka melek huruf perempuan terendah adalah Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Blora. Secara keseluruhan kabupaten/kota di Jawa Tengah masih memiliki AMH perempuan yang cukup tinggi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan desentralisasi belum dilakukan secara optimal dalam memenuhi pelayanan publik. Kebijakan yang dapat diambil dalam mencapai target Millenium Development Goals (MDGs) sesuai laporan MDGs (2008) adalah dengan mewujudkan persamaan akses pendidikan yang bermutu dan berwawasan gender bagi semua anak laki-laki dan perempuan menurunkan tingkat putus sekolah dan kemampuan membaca serta menulis terutama bagi penduduk perempuan melalui peningkatan pendidikan pada setiap jenjang pendidikan. Huda dan Sasana (2013) mengemukakan bila dilihat pada capaian pendidikan berupa tingkat partisipasi sekolah menengah kejuruan masih sebesar 60% dimana angka tersebut masih lebih rendah bila dibandingkan dengan tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Pada kondisi tingkat putus sekolah ditingkat sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan juga menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Undang-undang sistem pendidikan dasar yang mengamanatkan 20% alokasi belanja daerah untuk sektor pendidikan belum dapat memberikan hasil yang maksimal dalam pencapaian pada outcomes bidang pendidikan.

9 Gambar 1.3 Angka Putus Sekolah Perempuan Tingkat SMP/MTs Kabupaten/Kota Provinsi JATENG Tahun 2010-2011 Kota Tegal Kota Pekalongan Kota Semarang Kota Salatiga Kota Surakarta Kota Magelang Brebes Tegal Pemalang Pekalongan Batang Kendal Temanggung Semarang Demak Jepara Kudus Pati Rembang Blora Grobogan Sragen Karanganyar Wonogiri Sukoharjo Klaten Boyolali Magelang Wonosobo Purworejo Kebumen Banjarnegara Purbalingga Banyumas Cilacap 2011 2010 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan grafik diatas, gambaran secara umum angka putus sekolah (APts) Perempuan tingkat SMP/MTs dapat disimpulkan bahwa

10 peningkatan paling tinggi berada di Kota Magelang. Berdasarkan gambar grafik diatas terlihat bahwa daerah kecuali Kota Magelang adalah daerah yang memiliki jumlah putus sekolah perempuan terendah. Keadaan tersebut mencerminkan bahwa pelayanan publik dibidang pendidikan belum secara optimal dirasakan oleh masyarakat. Selain itu, kesejahteraan yang diinginkan masyarakat juga belum terpenuhi atau bahkan belum merata di Jawa Tengah. Beberapa alasan anak-anak putus sekolah biasanya adalah orang tua memerlukan mereka untuk ikut membantu bekerja. Selain itu, karena tidak mampu membayar biaya sekolah dan biaya lainnya. Seharusnya hal ini tidak perlu terjadi bagi sebagian orang tua menganggap bahwa membayar uang sekolah untuk anak adalah hal yang wajib. Namun, berbeda halnya dengan keluarga termiskin yang beranggapan bahwa untuk mereka makan saja mengalami kesulitan dan memilih anaknya lebih baik tidak melanjutkan sekolah. Disamping itu, sekolah belum juga dapat menyediakan buku pelajaran atau peralatan yang memadai dan bahkan bangunan sekolahnya sendiri tidak layak untuk digunakan. Alasan utamanya mungkin terkait dengan biaya. Agar semakin banyak anak bersekolah pemerintah dapat mengeluarkan anggaran lebih banyak sehingga para orang tua tidak perlu menanggung biaya sekolah yang telalu mahal. Sebelumnya dapat kita ingat kembali bahwa pemerintah kurang memberi saluran dana publik untuk sektor pendidikan. Namun, beberapa tahun sekarang ini pemerintah mengalokasikan 17% akan disalurkan dari total pengeluaran pemerintah. Menurut keputusan Mahkamah Konstitusi (2008)

11 dalam laporan pencapaian Millenium Development Goals (2008) bahwa pemerintah wajib memenuhi kewajibannya, untuk memberikan 20% alokasi APBN untuk pendidikan. Selain itu pemerintah kabupaten bertanggung jawab terhadap dua pertiga pengeluaran publik untuk pendidikan dan menggunakan hampir seluruhnya untuk gaji guru. Dengan begitu pemerintah pusat memberikan beasiswa untuk murid paling miskin dan diberikannya dana BOS 35 dolar per anak tiap tahun di sekolah menengah pertama (atau sekitar Rp. 340.000,00). Berdasarkan data indikator pencapaian hasil akhir (outcomes) dibidang pendidikan, tentang angka melek huruf perempuan dan angka putus sekolah perempuan tingkat SMP/MTs yang ditunjukkan melalui (gambar 1.2 dan gambar 1.3). Hal ini menunjukkan bahwa masih belum adanya hasil secara optimal dalam pembangunan dan kesejahteraan pada setiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. Sehingga dapat dikatakan dengan adanya data yang terlihat, tujuan dari desentralisasi belum terpenuhi dalam upaya menyediakan layanan barang dan jasa publik bagi masyarakat. Saat ini belum banyak penelitian dilakukan di Provinsi Jawa Tengah terkait dengan pengaruh desentralisasi fiskal terhadap angka melek huruf perempuan dan angka putus sekolah perempuan ditingkat SMP/MTs, sehingga penulis tertarik untuk menguji. Selain itu yang membuat penulis tertarik adalah banyaknya media massa yang memberitakan munculnya kasus rendahnya kesejahteraan masyarakat terkait bidang pendidikan setelah desentralisasi diterapkan di Indonesia. Dan berdasarkan latar belakang tersebut

12 penelitian ini menggunakan pengembangan dari penelitian yang telah dilakukan oleh Bakti dan Kodoatie (2012) dengan mengganti variabel angka putus sekolah ditingkat SMP/ MTs dari penelitian Huda dan Sasana (2013). Selain itu objek dan periode penelitian juga diubah menjadi kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah periode 2010 dan 2011. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas dalam penelitian ini, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apakah desentralisasi fiskal berpengaruh terhadap angka melek huruf perempuan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah dalam periode 2010-2011? 2. Apakah desentralisasi fiskal berpengaruh terhadap angka putus sekolah perempuan ditingkat SMP/MTs di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah dalam periode 2010-2011? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk menganalisis pengaruh desentralisasi fiskal terhadap angka melek huruf perempuan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah periode 2010 dan 2011.

13 2. Untuk menganalisis pengaruh desentralisasi fiskal terhadap angka putus sekolah perempuan ditingkat SMP/MTs di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah periode 2010 dan 2011. D. Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang lebih bernilai untuk Pemda dan Pemprov Jawa Tengah dalam memecahkan permasalahan terkait dengan desentralisasi fiskal khususnya di bidang pendidikan. 2. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk melihat pengaruh desentralisasi fiskal terhadap outcomes bidang pendidikan upaya meningkatkan kualitas/ mutu pelayanan pendidikan. 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat dan bagi mahasiswa khususnya. E. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari lima bab yaitu: BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang latar belakang pentingnya desentralisasi fiskal terhadap angka melek huruf perempuan dan angka putus sekolah perempuan ditingkat SMP/MTs di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah. Selanjutnya dirumuskan permasalahan penelitian tentang apa pengaruh desentralisasi fiskal terhadap angka melek huruf dan angka putus sekolah. Berdasarkan rumusan masalah tersebut dapat ditarik tujuan penelitian dan

14 manfaat penelitian. Pada akhir bab ini juga terdapat penjelasan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menjelaskan tentang teori-teori yang mendasari desentralisasi fiskal. Teori-teori tersebut mencakup desentralisasi, desentralisasi fiskal, pendapatan asli daerah, pengeluaran daerah dan gender. Pada bagian akhir bab ini juga terdapat penelitian terdahulu yang menghasilkan kerangka pemikiran dan hipotesis penelitian. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini berisi tentang populasi dan sampel, teknik pengambilan sampel, jenis dan sumber data, variabel penelitian dan pengukurannya, serta metode analisis data yang digunakan. BAB IV HASIL DAN ANALISIS Bab ini diuraikan tentang deskripsi objek yaitu wilayah Jawa Tengah. Selanjutnya terdapat analisis data dan pembahasan. Analisis data dilakukan untuk menyederhanakan data agar mudah dalam membaca data dan menginterpretasikannya.

15 BAB V PENUTUP Bab ini memuat kesimpulan dan saran. Kesimpulan merupakan ringkasan dari hasil penelitian. Sedangkan saran merupakan masukan peneliti selanjutnya.