BAB III DISCRETE FOURIER TRANSFORM SPREAD OFDM

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV. PAPR pada Discrete Fourier Transform Spread-Orthogonal. Division Multiplexing

ANALISIS UNJUK KERJA TEKNIK MIMO STBC PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING

BAB IV PEMODELAN SIMULASI

BAB II DASAR TEORI. DFTS-OFDM maupun nilai PAPR pada DFTS-OFDM yang membuat DFTS-OFDM menjadi

PENGUJIAN TEKNIK FAST CHANNEL SHORTENING PADA MULTICARRIER MODULATION DENGAN METODA POLYNOMIAL WEIGHTING FUNCTIONS ABSTRAK

DISCRETE FOURIER TRANSFORM-SPREAD ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING PADA JARINGAN GENERASI KEEMPAT (4G)

BAB III PEMODELAN MIMO OFDM DENGAN AMC

Analisa Kinerja Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) Berbasis Perangkat Lunak

ANALISIS UNJUK KERJA CODED OFDM MENGGUNAKAN KODE CONVOLUTIONAL PADA KANAL AWGN DAN RAYLEIGH FADING

OFDM : Orthogonal Frequency Division Multiplexing

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bab II Landasan teori

BAB II ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING (OFDM) (multicarrier) yang saling tegak lurus (orthogonal). Pada prinsipnya, teknik OFDM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Akhir yang berjudul Discrete Fourier Transform-Spread Orthogonal Frequency Division

BAB II DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori Teknologi Radio Over Fiber

Analisis Kinerja Jenis Modulasi pada Sistem SC-FDMA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Balakang 1.2. Perumusan Masalah

LAPISAN FISIK PADA TEKNOLOGI LONG TERM EVOLUTION (LTE) DI PT TELKOM R&D CENTER BANDUNG

BAB II JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE)

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011

BAB IV SIMULASI DAN UNJUK KERJA MODULASI WIMAX

Simulasi MIMO-OFDM Pada Sistem Wireless LAN. Warta Qudri /

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan kebutuhan manusia untuk dapat berkomunikasi di segala tempat,

BAB II TRANSMISI OFDM DAN PAPR

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

TUGAS AKHIR UNJUK KERJA MIMO-OFDM DENGAN ADAPTIVE MODULATION AND CODING (AMC) PADA SISTEM KOMUNIKASI NIRKABEL DIAM DAN BERGERAK

Simulasi Dan Analisa Efek Doppler Terhadap OFDM Dan MC-CDMA

Implementasi dan Evaluasi Kinerja Multi Input Single Output Orthogonal Frequency Division Multiplexing (MISO OFDM) Menggunakan WARP

ANALISIS REDUKSI PAPR MENGGUNAKAN ALGORITMA DISTORTION REDUCTION

Analisis Unjuk Kerja Decision Feedback Equalizer Pada Sistem SCFDMA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG

BAB II LANDASAN TEORI

KINERJA SISTEM OFDM MELALUI KANAL HIGH ALTITUDE PLATFORM STATION (HAPS) LAPORAN TUGAS AKHIR. Oleh: YUDY PUTRA AGUNG NIM :

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Konsep global information village [2]

ANALISIS KINERJA SISTEM KOOPERATIF BERBASIS MC-CDMA PADA KANAL RAYLEIGH MOBILE DENGAN DELAY DAN DOPPLER SPREAD

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.2. Arsitektur Jaringan LTE a. User Equipment (UE) merupakan terminal di sisi penerima

KINERJA TEKNIK SINKRONISASI FREKUENSI PADA SISTEM ALAMOUTI-OFDM

TUGAS AKHIR ANALISIS KINERJA ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING PADA SISTEM DVB-T (DIGITAL VIDEO BROADCASTING TERRESTRIAL)

BAB IV METODE-METODE UNTUK MENURUNKAN NILAI PAPR

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

STUDI OFDM PADA KOMUNIKASI DIGITAL PITA LEBAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 2 DASAR TEORI FFT-IFFT

STUDI BIT ERROR RATE UNTUK SISTEM MC-CDMA PADA KANAL FADING NAKAGAMI-m MENGGUNAKAN EGC

PERHITUNGAN BIT ERROR RATE PADA SISTEM MC-CDMA MENGGUNAKAN GABUNGAN METODE MONTE CARLO DAN MOMENT GENERATING FUNCTION.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH FREQUENCY SELECTIVITY PADA SINGLE CARRIER FREQUENCY DIVISION MULTIPLE ACCESS (SC-FDMA) Endah Budi Purnomowati, Rudy Yuwono, Muthia Rahma 1

EVALUASI PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENYELESAIKAN PERSOALAN PENGALOKASIAN RESOURCE BLOCK PADA SISTEM LTE ARAH DOWNLINK

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

Kinerja Sinyal Referensi Long Block dan Short Block pada Single Carrier Frequency Division Multiple Access (SC-FDMA) Uplink Long Term Evolution (LTE)

Unjuk kerja Trellis Code Orthogonal Frequency Division Multiplexing (TCOFDM) pada kanal Multipath Fading (Andreas Ardian Febrianto)

TUGAS AKHIR PEMODELAN DAN SIMULASI ORTHOGONAL FREQUENCY AND CODE DIVISION MULTIPLEXING (OFCDM) PADA SISTEM KOMUNIKASI WIRELESS OLEH

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

BAB II KONSEP DASAR. 2.1 Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM)

TUGAS AKHIR ANALISIS BER OFDM DENGAN MENGGUNAKAN LOW-DENSITY PARITY-CHECK (LDPC) PADA SISTEM DVB-T (DIGITAL VIDEO BROADCASTING TERRESTRIAL)

BAB II POWER CONTROL CDMA PADA KANAL FADING RAYLEIGH

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Pemancar dan Penerima Sistem MC-CDMA [1].

Analisa Sistem DVB-T2 di Lingkungan Hujan Tropis

ANALISA KINERJA SISTEM KOOPERATIF BERBASIS MC- CDMA PADA KANAL RAYLEIGH MOBILE DENGAN DELAY DAN DOPPLER SPREAD

6.2. Time Division Multiple Access (TDMA)

Analisa Kinerja Sistem MIMO-OFDM Pada Estimasi Kanal LS Untuk Modulasi m-qam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS MODEM AKUSTIK OFDM MENGGUNAKAN TMS320C6416 PADA LINGKUNGAN KANAL BAWAH AIR

BAB 2 DASAR TEORI. Gambar 2.1 Carrier dibagi menjadi beberapa subcarrier. Bila bandwidth keseluruhan adalah W, maka bandwidth masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Tujuan

BAB III PEMODELAN SISTEM

BAB 3 ALGORITMA DAN MODEL 2K FFT-IFFT CORE

UNIVERSITAS INDONESIA REDUKSI PAPR MENGGUNAKAN HUFFMAN CODING YANG DIKOMBINASIKAN DENGAN CLIPPING DAN FILTERING UNTUK TRANSMITTER OFDM TESIS

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL

Jurnal JARTEL (ISSN (print): ISSN (online): ) Vol: 3, Nomor: 2, November 2016

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

Gambar 1.1 Pertumbuhan global pelanggan mobile dan wireline [1].

Analisa Kinerja Alamouti-STBC pada MC CDMA dengan Modulasi QPSK Berbasis Perangkat Lunak

Fitur Utama OFDM dan OFDMA. bagi Jaringan Komunikasi Broadband

III. METODE PENELITIAN

Pengenalan Teknologi 4G

Analisis Unjuk Kerja Convolutional Code pada Sistem MIMO MC-DSSS Melalui Kanal Rayleigh Fading

BAB I PENDAHULUAN. Seluruh mata rantai broadcasting saat ini mulai dari proses produksi

TEKNIK EQUALIZER UNTUK SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISON MULTIPLEXING (OFDM) PADA KANAL MOBILE TUGAS AKHIR

Analisis Penanggulangan Inter Carrier Interference di OFDM Menggunakan Zero Forcing Equalizer

SIMULASI TEKNIK MODULASI OFDM QPSK DENGAN MENGGUNAKAN MATLAB

UNIVERSITAS INDONESIA SIMULASI DAN ANALISA KINERJA SISTEM MIMO OFDM-FDMA BERDASARKAN ALOKASI SUBCARRIER SKRIPSI

TUGAS AKHIR. PENGARUH PANJANG CYCLIC PREFIX TERHADAP KINERJA SISTEM OFDM PADA WiMAX MUHAMMAD FAISAL

ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI ECC 33 PADA JARINGAN MOBILE WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi dari penelitian ini diskemakan dalam bentuk flowchart seperti tampak

Perancangan dan Pengujian Desain Sinkronisasi Waktu dan Frekuensi

BAB III. i Nirkabel (Wireless) dengan terminal user yang dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Alfi Zuhriya Khoirunnisaa 1, Endah Budi Purnomowati 2, Ali Mustofa 3 1,2,3 Jurusan Teknik Elektro Universitas Brawijaya

Pengaruh Modulasi M-Psk Pada Unjuk Kerja Sistem Orthogonal Frequency Division Multiplexing (Ofdm)

PERBANDINGAN KINERJA ANTARA OFDM DAN OFCDM PADA TEKNOLOGI WiMAX

Perancangan dan Implementasi Prosesor FFT 256 Titik-OFDM Baseband 1 Berbasis Pengkodean VHDL pada FPGA

PERFORMANSI SINGLE CARRIER FREQUENCY DIVISION MULIPLE ACCESS PADA TEKNOLOGI RADIO OVER FIBER

Transkripsi:

BAB III DISCRETE FOURIER TRANSFORM SPREAD OFDM Pada bab tiga ini akan membahas mengenai seluk beluk DFTS-OFDM baik dalam hal dasar-dasar DFTS-OFDM hingga DFTS-OFDM sebagai suatu sistem yang digunakan pada proses uplink untuk Jaringan 4G. 3.1 Prinsip Dasar DFTS-OFDM Selama proses mempelajari LTE, alternatif lain untuk mengoptimalkan proses uplink masih terus dicari dan diselidiki. OFDM memenuhi syarat untuk mengoptimalkan proses downlink, namun OFDM sangat tidak dianjurkan dalam proses uplink. Salah satu parameter yang mempengaruhi seluruh perangkat mobile adalah usia dari baterai. Walaupun performa baterai akan meningkat seiring perkembangan zaman, namun sangatlah penting untuk memastikan bahwa perangkat mobile yang dipakai user menggunakan energi baterai sekecil mungkin. Dengan menggunakan Power Amplifier yang mengirimkan sinyal frekuensi radio melalui antena menuju ke BS, jumlah energi yang digunakan perangkat mobile sangatlah besar, sehingga sangat diharapkan perangkat mobile dapat bekerja seefisien mungkin. Sinyal yang memiliki nilai PAPR tinggi memerlukan proses penguatan linear yang tidak mengarahkan mereka pada penggunaan energi yang besar. Sehingga dapat dikatakan bahwa penting untuk menggunakan metode transmisi yang memiliki level energi tetap pada saat beroperasi. Sayangnya OFDM memiliki nilai PAPR tinggi yang akan merugikan UE karena bila nilai PAPR tinggi pada transmisi uplink akan mengakibatkan borosnya baterai pada UE. Oleh karena itu dicarilah sebuah sistem baru yang dapat mengatasi kekurangan pada OFDM 30

31 untuk digunakan pada proses uplink.kemudian didapat DFTS-OFDM, sistem yang digunakan dalam proses uplink Jaringan 4G karena dapat menutupi kekurangan pada OFDM berupa nilai PAPR rendah hingga 2 db dibandingkan OFDM. Karakterisitk PAPR sangatlah penting untuk penghematan desain pada UE. Nilai PAPR yang rendah pada DFTS-OFDM diperoleh karena pada blok pengirim dan penerima terdapat blok tambahan berupa DFT precoding dan inverse pre-coding.oleh karena adanya blok tambahan tersebut maka DFTS- OFDM memiliki kapabilitas yang lebih baik dibandingkan dengan OFDM dalam menjaga fluktuasi envelope dari sinyal yang dikirim. Hal ini mengarah kepada lebih efisiennya konsumsi daya yang digunakan. Sebagai tambahan, kerumitan DFTS-OFDM difokuskan pada sisi penerima, oleh karena itu DFTS-OFDM adalah teknologi yang pantas untuk digunakan dalam proses pengiriman uplink karena kerumitan pada base station bukan merupakan suatu persoalan. Namun pada dasarnya DFTS-OFDM memiliki kesamaan dengan OFDM sehingga keduanya dapat diselaraskan dalam proses downlink serta uplink. Perlu dicatat bahwa proses pengoperasian DFT pada DFTS-OFDM menyebarkan energi dari satu subcarrier ke semua subcarrier yang teralokasi sebelum di-ifft. Setelah mekakukan penghitungan DFT dari masukan data, hasilnya akan didistribusikan ke seluruh bandwidth atau ditempatkan pada subcarrier yang berurutan. Kemudian subcarrier yang tidak terpakai akan dinolkan. Pada DFTS-OFDM, bit-bit berukuran M dimasukkan ke dalam blok simbol M modulasi. DFT mengubah simbol-simbol modulasi ke dalam ranah frekuensi, dan hasilnya akan dipetakan pada subcarrier yang tersedia. Kemudian modulator OFDM akan diimplementasikan sebagai N-point IFFT, dimana N>M dan masukan yang tidak berguna akan dijadikan nol, dan sama seperti pada OFDM dimana akan terjadi penambahan cyclic

32 prefix serta konversi paralel-to-serial. Penambahan cyclic prefix dimaksudkan sebagai penjaga di antara blok-blok untuk mencegah IBI (Inter Block Interference) yang disebabkan oleh multipath propagation dan agar memungkinkan melakukan penghitungan pada ranah frekuensi. Apabila DFT berukuran M sama dengan IDFT berukuran N. Maka proses DFT/IDFT akan saling menghilangkan. Namun bila nilai M lebih kecil dibanding nilai N dan masukan IDFT yang tidak berguna dijadikan nol, keluaran IDFT akan menjadi sinyal single-carrier yang memiliki variasi daya rendah serta bandwidth yang bergantung pada M. Gambar 3.1 Blok Diagram DFTS-OFDM [3] Perbedaan utama pada DFTS-OFDM dan OFDM terletak pada proses DFT. Dapat diketahui dari nama DFT-spread-OFDM bahwa pada masing-masingg subcarrier digunakan untuk mengirimkan informasi dari semua simbol-simbol modulasi, karena laju data masukan telah disebarkan oleh proses DFT ke seluruh subcarrier yang tersedia. Sedangkan pada OFDM masing-masing subcarrier hanya membawa simbol-simbol modulasi yang berisi informasi.

33 3.2 Analisis Matematis DFTS-OFDM Pada DFTS-OFDM, untuk menghindari pemakaian modulator dan filter yang banyak pada pengirim maupun penerima, maka digunakan teknik DFT (Discrete Fourier Transform). Gambar 3.2 (a) Spektrum dasar DFTS-OFDM [5 5] Gambar 3.2 (b) Spektrum multi-carrier DFTS-OFD DM [5] Pada Gambar 3.2 (b) dapat dilihat bahwa pada frekuensi tengah subcarrier tidak terjadi interferensi antar frekuensi. Secara matematis, apabila a d 1 adalah bilangan kompleks hasil pemetaan sinyal, N adalah jumlah subcarrier dan f k adalah frekuensi carrier, maka suatu sinyal OFDM dinyatakan seperti pada persamaan (3.1) [8].

34 N 1 1 s ( t) = Re d N 1 s( t) = 0, t < t 1+ N 2 S exp( j2 ( f t > t S + T C i + T 0.5 )), t S t t S + T (3.1) Bagian nyata dan khayal berkoresponden dengan bagian in-phase dan quadratur dari sinyal OFDM, yang dikalikan dengan sinus dan kosinus dari frekuensi carrier tertentu membentuk sinyal OFDM akhir. s ( t) N 1 1 = N i= 1 s ( t) = 0, d N i+ 2 t < t s i exp( j2π )), T t > t s + T t s t t s + T (3.2) Namun pada DFTS-OFDM, sinyal OFDM yang terbentuk akan diolah terlebih dahulu oleh DFT yang digunakan untuk memetakan sejumlah besar bit-bit untuk semua subcarrier. Dengan ini maka semua subcarrier akan dimodulasi dengan data yang sama. 3.3 Penerima DFTS-OFDM Prinsip dasar proses penerimaan pada DFTS-OFDM adalah seluruhnya berkebalikan dengan subbab sebelumnya atau pada Gambar 3.1. Oleh karena itu pada proses DFT, penghilangan frekuensi sampel tidak berhubungan dengan sinyal yang akan dikirim maupun proses IDFT. Pada keadaan ideal, tanpa adanya gangguan sinyal pada kanal radio, penerima DFTS- OFDM akan berjalan sebagaimana pada Gambar 3.3 yang akan mengembalikan blok dari simbol-simbol yang dikirim. Namun bila terjadi gangguan sinyal, maka sinyal DFTS-OFDM akan terganggu pula. Oleh karena itu pada DFTS-OFDM, equalizer dibutuhkan untuk

35 memilih frekuensi kanal radio. Dengan penerima DFTS-OFDM seperti pada Gambar 3.3 dan dengan menggunakan persamaan pada ranah frekuensi, keduanya dapat diaplikasikan untuk transmisi DFTS-OFDM. Gambar 3.3 Penerima DFTS-OFDM [3] Gambar 3.4 Persamaan Ranah Frekuensi [3] Ada cara yang dapat digunakan untuk mengurangi kompleksitass dari persamaan linear yang terjadi, yaitu dengan membawa persamaan tersebut ke dalam ranah frekuensi seperti

36 yang diilustrasikan pada Gambar 3.4. Penerima berukuran N blok menerima sinyal sampel yang akan diubah ke dalam ranah waktu menggunakan ukuran-n DFT. Persamaan yang dihasilkan oleh DFT akan dibawa menuju yang merupakan filter pada ranah frekuensi dengan jeda tiap sample,,. Akhirnya, sinyal keluaran pada ranah frekuensi tersebut akan diubah kembali dalam ranah waktu menggunakan ukuran N-IDFT.Blok berukuran N didefinisikan dengan 2 untuk beberapa integer n sebagai implementasi dari proses DFT/IDFT. Untuk setiap blok N, persamaan dalam ranah frekuensinya terdiri dari N DFT/IDFT, perkalian kompleks N, serta N IDFT/DFT. Dengan menggunakan cara diatas tetap memiliki beberapa kelemahan diantaranya adalah keluaran dari persamaan pada ranah frekuensi tidak identik dengan keluaran dari persamaan pada ranah waktu dikarenakan filter pada ranah frekuensi bekerja secara konvolusi melingkar pada ranah waktu. Diandaikan persamaan pada ranah waktu memiliki panjang L, maka sampel dengan panjang L-1 tidak akan menghasilkan keluaran yang sama. Untuk mengatasinya digunakan band time guard antara blok-blok yang berurutan. Metode alternatif untuk menghindari ISI adalah dengan menambahkan guard interval ke setiap blok dari N sinyal sampel (x 0, x 1,,x N-1 ). Guard interval terdiri dari sampel pada x N-v, x N-v+1,,x N-1. Hasil sampling ini ditambahkan pada awal setiap blok simbol. Penambahan ini akan menambah panjang dari blok simbol OFDM ke N + G sampel, yang diberi indeks dari n = - G,.., N 1, dimana sampel G yang pertama membentuk prefix. Jika respon impuls kanal h n dimana 0 n N 1, maka hasil konvolusinya dengan x n, G n N 1, menghasilkan r n, deretan sinyal terima. Sampel yang diambil adalah r n untuk 0 n N 1, dari ini akan diperoleh sinyal deretan yang dikirim dengan menggunakan DFT N point untuk demodulasi.

37 Penggunaan cyclic prefix pada transmiter dilakukan sebagai pencegahaan terjadinya ISI (Inter Symbol Interference). Sama seperti pada OFDM, penggunaan cyclic prefix dalam pengiriman data single carrier menunjukkan bahwa cyclic prefix dengan panjang N CP disisipkan di blok-blok simbol pada transmitter. Ukuran dari blok transmitter harus sama dengan blok berukuran N yang digunakan pada sisi penerima dari persamaan dalam ranah frekuensi. Gambar 3.5 Penyisipan Cyclic Prefix [5] Dengan adanya cyclic prefix seperti pada gambar 3.5 maka filter pada ranah frekuensi akan dapat dikalkulasi langsung dari kanal sampel dalam ranah frekuensi tanpa harus menentukan persamaan dalam ranah waktu terlebih dahulu. 3.4 Jenis Pemetaan DFTS-OFDM Pada sisi pengirim, setelah dilakukan proses DFT dihasilkan sinyal tone diskrit dalam domain frekuensi. Kemudian sinyal dipetakan dengan teknik tertentu. Ada 2 tipe pemetaan subcarrier yaitu Localized dan Distributed (Interleaved). Pada pemetaan Localized, sinyal sample dalam domain frekuensi dipetakan ke dalam beberapa subcarrier secara mengelompok atau terlokalisasi. Sedangkan dalam pemetaan Distributed/Interleaved, sinyal sample dalam domain frekuensi dipetakan ke dalam beberapa subcarrier secara terdistribusi atau menyebar. Jenis ini menawarkan peningkatan frequency diversity sehingga pemetaan jenis ini memiliki keunggulan terhadap selective fading.

38 Selain itu, pemetaan distributed juga mengurangi PAPR lebih besar dibandingkan dengan tipe localized. Gambar 3.6 Perbedaan Localized dan Distributed Mappi ing [6] Pada Gambar 3.6 menunjukkan proses pemetaan subcarrierr pada DFTS-OFDM. Sebagai contoh terdapatt 3 user berbagi dalam 12 subcarrier dengan masing-masing memiliki 4 blok data simbol yang akan ditransmisikan pada saat bersamaan. Gambar 3.6 merupakan proses pemetaan untuk 1 user saja, sedangkan untuk 2 user yang lain polanya akan sama seperti pada Gambar 3.6. Keluaran dari proses DFT dari data blok adalah 4 sample dalam domain frekuensi yang akan dipetakan ke dalam 12 subcarrier. Bila menggunakan Localized DFTS-OFDM, maka keempat sample tersebut akan dipetakan mengelompok pada f1, f2, f3,dan f4. Sedangkan pada Distributed DFTS-OFDM, D keempat sample tersebut akan disebarkan pada ke-12 subcarrier tersebut, yaitu pada f1, f4, f7, dan f10.

39 Gambaran pemetaan pada DFTS-OFDM dapat dilihat pada Gambar 3.7 dimana ke-3 user dapat mentransmisikan data secara bersamaan menggunakan localized mapping maupun distributed mapping. Gambar 3.7 Pemetaan DFTS-OFDM [1] 3.5 DFTS-OFDM untuk proses uplink pada Jaringan 4G Discrete Fourier Transform-spread OFDM (DFTS-OFDM) adalah suatu teknik multiple access baru yang digunakan untuk uplink pada LTE juga pada jaringan 4G. Teknik ini dapat pula dikatakan sebagai pengembangan dari OFDM yang telah ada sebelumnya. Hanya saja pada DFTS-OFDM terdapat penambahan proses DFT pada transmitter. Pada DFTS-OFDM setiap simbol data disebar di beberapa subcarrier. Secara rinci proses transmisi DFTS-OFDM dapat dilihat seperti pada Gambar 3.8. Dari diagram blok tersebut dapat dijelaskan proses dari tiap blok sebagai berikut : 1. Pengirim Aliran bit-bit yang masuk akan diubah menjadi simbol single carrier (modulasi BPSK, QPSK, atau 16-QAM berdasarkan keadaan kanal) S-to-P : mengelompokkan simbol-simbol single carrier (time domain) ke dalam sebuah blok berisi N-simbol untuk dijadikan input DFT, biasanya 4 simbol.

40 N-point DFT : mengubah blok simbol single carrier (time domain) menjadi tone diskrit (domain frekuensi). Sub-carrier Mapping : memetakan keluaran tone ke dalam M-subcarrier, dimana M>N. M-point IDFT : mengubah kembali ke domain waktu. Add CP : penyisipan Cyclic prefix melindungi terhadap multipath fading, serta pulse shaping mencegah bertambahnya spectrum. DAC : mengubah sinyal digital menjadi sinyal analog untuk ditransmisikan. Gambar 3.8 Skema Transmisi DFTS-OFDM [4] 2. Penerima Menghilangkan CP, mengubah kembali ke domain frekuensi dengan M-point DFT.

41 Dilakukan equalization untuk mengatasi Intersymbol Interference (ISI) maupun error. Sinyal tone diskrit ditransformasi menjadi blok simbol single carrier dalam domain waktu menggunakan N-point IDFT. Dilakukan deteksi dan decoding hingga menjadi aliran bit informasi kembali. Pada DFTS-OFDM setiap simbol data disebar di beberapa subcarrier. Gambar 3.9 Uplink Resource Block

42 Untuk proses uplink data informasi diletakkan pada resource block. Ukuran resource block dalam ranah frekuensi adalah 12 subcarrier sama dengan jumlah subcarrier pada downlink. Sinyal yang ditransmisikan dalam setiap slot digambarkan oleh sebuah Physical Resource Block (PRB) dimana resource grid yang terdiri dari subcarrier dan simbol DFTS-OFDM. Jadi suatu PRB terdiri dari x resource element, dimana 1 slot sepanjang 10 ms dalam domain waktu dan 180 KHz dalam domain frekuensi. Masing-masing slot membawa 7 simbol DFTS- OFDM pada konfigurasi cyclic prefix yang normal, atau 6 simbol DFTS-OFDM pada konfigurasi extended cyclic prefix. Konfigurasi resource block pada Gambar 3.9 berdasarkan panjang cyclic prefix dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Parameter resource block uplink [1] Proses scheduling pada uplink dilakukan oleh enodeb. enodeb bekerja pada ranah waktu maupun ranah frekuensi tertentu pada UE dan menginformasikan format pengiriman data yang dapat digunakan oleh UE. Pada uplink, data dialokasikan pada beberapa slot dalam satu resource block. Ukuran resource block pada uplink adalah 12 subcarrier. Namun tidak semua integer diperbolehkan untuk pengalokasian data guna memperingkas desain DFT pada proses uplink. Hanya kelipatan 2,3 dan 5 yang diperbolehkan. Berbeda dengan

43 downlink, UE diharapkan untuk tetap berdekatan pada sumber dalam proses uplink. Interval waktu untuk proses pengiriman data pada uplink sebesar 1ms serta data dari pengguna dibawa oleh PUSCH (Physical Uplink Shared Channel ). 3.6 Desain Simulasi Pertimbangan penting pada DFTS-OFDM salah satunya adalah bagaimana N- poin sinyal dipetakan ke dalam M-subcarrier sistem.terdapat 2 strategi utama, yang pertama dimana menggunakan N subcarrier yang berdekatan atau yang kedua dengan mendistribusikan nilai N melalui subcarrier-subcarrier M menggunakan setiap subcarrier. Untuk lebih memperjelas prinsip kerja DFTS-OFDM, maka disertakan simulasi dari prinsip kerja DFTS-OFDM sebagai berikut : Simulasi DFTS-OFDM menggunakan Matlab 6.5 1 2 3 4 9 8 7 6 5 Gambar 3.10 Blok Diagram DFTS-OFDM yang Digunakan untuk Simulasi. Simulasi DFTS-OFDM dilakukan menggunakan program Matlab 6.5. Fungsi scfdma adalah fungsi yang menjelaskan proses modulasi dan demodulasi teknik

44 DFTS-OFDM. Fungsi runsimscfdma adalah fungsi menjalankan fungsi scfdma dengan kondisi masukan sesuai yang diinginkan oleh pengguna. function [SER_ifdma,SER_lfdma] = scfdma(sp) numsymbols = SP.FFTsize; Q = numsymbols/sp.inputblocksize; H_channel = fft(sp.channel,sp.fftsize); for n = 1:length(SP.SNR), tic; errcount_ifdma = 0; errcount_lfdma = 0; for k = 1:SP.numRun, % pembentukan simbol masukan (simbol acak) : tmp = round(rand(2,sp.inputblocksize)); tmp = tmp*2-1; inputsymbols = (tmp(1,:) + i*tmp(2,:))/sqrt(2); %%%%%%%%%%%%% % MODULATOR %%%%%%%%%%%%% 1 % proses FFT simbol masukan : inputsymbols_freq = fft(inputsymbols); inputsamples_ifdma = zeros(1,numsymbols); inputsamples_lfdma = zeros(1,numsymbols); 2 % subcarrier mapping : inputsymbols_freq; inputsamples_ifdma(1+sp.subband:q:numsymbols) =

45 inputsamples_lfdma([1:sp.inputblocksize]+sp.inputblocksize*sp.subband) = inputsymbols_freq; 3 % proses ifft : inputsamples_ifdma = ifft(inputsamples_ifdma); inputsamples_lfdma = ifft(inputsamples_lfdma); % proses penambahan CP: TxSamples_ifdma = [inputsamples_ifdma(numsymbols- 4 SP.CPsize+1:numSymbols) inputsamples_ifdma]; TxSamples_lfdma = [inputsamples_lfdma(numsymbols- SP.CPsize+1:numSymbols) inputsamples_lfdma]; 5 % penambahan noise w[n] : RxSamples_ifdma = filter(sp.channel, 1, TxSamples_ifdma); % Multipath Channel RxSamples_lfdma = filter(sp.channel, 1, TxSamples_lfdma); % Multipath Channel %%%%%%%%%%%%% % DEMODULATOR 6 %%%%%%%%%%%%% % proses pemisahan CP: tmp = randn(2, numsymbols+sp.cpsize); complexnoise = (tmp(1,:) + i*tmp(2,:))/sqrt(2); noisepower = 10^(-SP.SNR(n)/10); RxSamples_ifdma = RxSamples_ifdma + sqrt(noisepower/q)*complexnoise; RxSamples_lfdma = RxSamples_lfdma + sqrt(noisepower/q)*complexnoise; RxSamples_ifdma = RxSamples_ifdma(SP.CPsize+1:numSymbols+SP.CPsize);

46 RxSamples_lfdma = RxSamples_lfdma(SP.CPsize+1:numSymbols+SP.CPsize); 7 % proses FFT: Y_ifdma = fft(rxsamples_ifdma, SP.FFTsize); Y_lfdma = fft(rxsamples_lfdma, SP.FFTsize); 8 % subcarrier demapping : Y_ifdma = Y_ifdma(1+SP.subband:Q:numSymbols); Y_lfdma = Y_lfdma([1:SP.inputBlockSize]+SP.inputBlockSize*SP.subband); H_eff = H_channel(1+SP.subband:Q:numSymbols); if SP.equalizerType == 'ZERO' Y_ifdma = Y_ifdma./H_eff; elseif SP.equalizerType == 'MMSE' C = conj(h_eff)./(conj(h_eff).*h_eff + 10^(- SP.SNR(n)/10)); Y_ifdma = Y_ifdma.*C; end H_eff = H_channel([1:SP.inputBlockSize]+SP.inputBlockSize*SP.subband); if SP.equalizerType == 'ZERO' Y_lfdma = Y_lfdma./H_eff; elseif SP.equalizerType == 'MMSE' C = conj(h_eff)./(conj(h_eff).*h_eff + 10^(- SP.SNR(n)/10)); Y_lfdma = Y_lfdma.*C; end % proses ifft : 9 EstSymbols_ifdma = ifft(y_ifdma);

47 EstSymbols_lfdma = ifft(y_lfdma); EstSymbols_ifdma = sign(real(estsymbols_ifdma)) + i*sign(imag(estsymbols_ifdma)); EstSymbols_ifdma = EstSymbols_ifdma/sqrt(2); EstSymbols_lfdma = sign(real(estsymbols_lfdma)) + i*sign(imag(estsymbols_lfdma)); EstSymbols_lfdma = EstSymbols_lfdma/sqrt(2); I_ifdma = find((inputsymbols-estsymbols_ifdma) == 0); errcount_ifdma = errcount_ifdma + (SP.inputBlockSizelength(I_ifdma)); I_lfdma = find((inputsymbols-estsymbols_lfdma) == 0); errcount_lfdma = errcount_lfdma + (SP.inputBlockSizelength(I_lfdma)); end SER_ifdma(n,:) = errcount_ifdma / (SP.inputBlockSize*SP.numRun); SER_lfdma(n,:) = errcount_lfdma / (SP.inputBlockSize*SP.numRun); [SP.SNR(n) SER_ifdma(n,:) SER_lfdma(n,:)] toc end function runsimscfdma() SP.FFTsize = 512; SP.inputBlockSize = 16; SP.CPsize = 20; %SP.subband = 15; SP.subband = 0; SP.SNR = [0:2:20];

48 SP.numRun = 10^1; % TS 25.104 pedachannel = [1 10^(-9.7/20) 10^(-22.8/20)]; pedachannel = pedachannel/sqrt(sum(pedachannel.^2)); vehachannel = [1 0 10^(-1/20) 0 10^(-9/20) 10^(-10/20) 0 0 0 10^(- 15/20) 0 0 0 10^(-20/20)]; vehachannel = vehachannel/sqrt(sum(vehachannel.^2)); idenchannel = 1; SP.channel = idenchannel; %SP.channel = pedachannel; %SP.channel = vehachannel; SP.equalizerType ='ZERO'; %SP.equalizerType ='MMSE'; [SER_ifdma SER_lfdma] = scfdma(sp); save scfdma_awgn Dalam simulasi di atas, digunakan ukuran FFT pengirim adalah 512, Ukuran blok masukan adalah 16 simbol, ukuran Cyclic Prefix 20 sampel. Keluaran fungsi runsimscfdma adalah: 0 0.3438 0.3125 0.0160 2.0000 0.2062 0.1812

49 0.0150 4.0000 0.0938 0.1187 0.0160 6.0000 0.0938 0.0375 0.0160 8.0000 0 0.0125 0.0320 10 0 0 0.0160 12 0 0 0.0310 14 0 0 0.0150 16 0 0 0.0160 18 0 0

50 0.0310 20 0 0 0.0160 Keluaran simulasi adalah berupa galat (error) simbol dengan menggunakan IFDMA dan LFDMA saat simbol SNR bernilai 0, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, dan 20 beserta dengan lama waktu penghitungan. Sesuai hasil simulasi, hasil galat simbol saat simbol SNR lebih dari 10 akan bernilai 0 yang berarti simbol keluaran demodulator sesuai dengan simbol masukan modulator. Fungsi ini dapat mempermudah kita untuk mempelajari sistem DFTS- OFDM baik modulatornya maupun demodulatornya.