BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Langeveld pendidikan adalah pemberian bimbingan dan bantuan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

PENERAPAN METODE EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPA MATERI DAUR AIR

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eva Agustina,2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia dewasa ini telah mendapat perhatian yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mengikuti suatu proses, mengamati suatu objek, keadaan atau proses sesuatu,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana tujuan pembelajaran IPA di atas yakni menumbuh kembangkan pengetahuan dan keterampilan, maka hal ini sesuai dengan

Bab II Landasan Teori

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI GAYA MAGNET MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN. dari penelitian tindakan kelas ini yang terdiri dari : Hasil Belajar, Belajar dan

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)

INKUIRI MERUPAKAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPA (FISIKA) SD/MI AMANAH DALAM KTSP. Disusun Oleh: Edi Istiyono, M.Si.

BAB II PENERAPAN METODE INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan Sekolah Dasar adalah memberikan bekal pengetahuan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. belajar. Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yaitu 19 orang siswa mendapat nilai di bawah 65 atau 47,5%. Sedangkan nilai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemahaman terhadap informasi yang diterimanya dan pengalaman yang

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Tujuan utama pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) agar siswa memahami konsep-konsep IPA secara sederhana dan

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. setelah mengalami pengalaman belajar. Dalam Sudjana (2008:22), hasil belajar

Mata Pelajaran IPA di SMALB bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. eduaktif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik

BAB II KAJIAN PUSTAKA. suatu proses terjadinya peristiwa. Menurut Rusminiati (2007: 2) metode

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA di SD Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dengan menggunakan sumber belajar dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat. mengalami sendiri bagaimana cara menemukan atau menyelidiki

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mengarah pada proses belajar seperti bertanya, mengajukan pendapat,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penerima pesan. Lingkungan pembelajaran yang baik ialah lingkungan yang

PENINGKATAN MINAT DALAM PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM MENGGUNAKAN METODE INQUIRY KELAS IV SEKOLAH DASAR ARTIKEL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Eka Atika Sari

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kajian teori mencakup hal pengertian belajar, hakikat kegiatan belajar mengajar, dan hakikat IPA.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. Orang yang banyak pengetahuannya diidentifikasi sebagai orang yang banyak belajar,

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA Hakikat ilmu pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang mempelajari tentang fenomena alam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pesan (Sadiman, 2002: 6). Secara umum alat peraga pembelajaran dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam yang sesuai dengan kenyataan dan

11 juga bertujuan supaya siswa mampu bekerja sama dengan teman yang lain dalam mencapai tujuan. Kerjasama merupakan proses sosialisasi yang paling ban

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah proses penemuan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan orang-orang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. 2.1 Hakekat Hasil Belajar Siswa Pada Materi Perubahan Penampakan Benda Langit

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional bab I pasal (1), disebutkan bahwa :

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. 2.1 Hakekat Hasil Belajar Perubahan Lingkungan Fisik

BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran merupakan proses komunikasi du arah, mengajar dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan berpikir tentang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kajian Teori Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam Ruang Lingkup IPA SD/MI

BAB II KAJIAN TEORI. Metode berasal dari Bahasa Yunani Methodos yang berarti cara atau jalan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 19 ayat (1) tentang Standar Proses, pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebaiknya

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. KERANGKA TEORETIS. Harlen & Russel dalam Fitria (2007: 17) mengatakan bahwa kemampuan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

Jurnal Ilmiah Guru COPE, No. 01/Tahun XVIII/Mei 2014 PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN INKUIRI PADA SISWA SD

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu alam atau dalam bahasa Inggris disebut natural science atau ilmu pengetahuan alam adalah istilah yang digunakan yang merujuk pada rumpun ilmu dimana objeknya adalah benda-benda alam dengan hukum-hukum yang pasti dan umum, berlaku kapanpun dan dimanapun (Dani dalam Wikipedia: 2012). Ilmu alam dipelajari secara umum di mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam atau biasa disingkat IPA. Ilmu alam dibagi menjadi dua ilmu alam (the physical sciences) dan ilmu hayat (the biological sciences) menurut Jujun (dalam Wikipedia: 2012). IPA (Sains berupaya membangkitkan minat manusia agar mau meningkatkan kecerdasan dan pemahamannya tentang alam seisinya. IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Powler (dalam Wikipedia: 2012) bahwa IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen. Samatowa (dalam Wikipedia: 2012) mengemukakan empat alasan sains dimasukkan dalam kurikulum Sekolah Dasar, yaitu karena sains merupakan dasar teknologi yang merupakan tulang punggung pembangunan suatu bangsa. Alasan yang kedua bila Sains diajarkan secara tepat, maka sains memberikan kesempatan untuk berfikir secara kritis. Misalnya guru menggunakan metode menemukan sendiri. Dengan ini anak dihadapkan pada suatu masalah, kemudian anak diminta untuk mencari dan menyelidiki pertanyaan yang telah diberikan. Alasan yang ketiga, apabila sains diajarkan melalui percobaan-percobaan yang dilakukan sendiri oleh anak, maka sains tidaklah merupakan mata pelajaran yang bersifat hafalan belaka. Yang keempat, mata pelajaran ini mempunyai nilai-nilai 4

5 pendidikan yaitu mempunyai potensi yang dapat membentuk kepribadian anak secara keseluruhan. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana. Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah (BSNP: 2006) Tujuan mata pelajaran IPA adalah agar peserta didik dapat yakin terhadap Tuhan dengan melihat ciptaan-nya, mengembangkan konsep IPA untuk diaplikasikan di kehidupan sehari-hari, memahami adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat,

6 mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan,meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam, meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya, memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs (BSNP: 2006). Ruang Lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi (1) makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan, (2) benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas, (3) energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana, (4) bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya (BSNP: 2006). 2.1.2 Metode Pembelajaran Discovery Metode berasal dari Bahasa Yunani Methodos yang berarti cara atau jalan yang ditempuh. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka, metode menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Fungsi metode berarti sebagai alat untuk mencapai tujuan (Wikipedia: 2012). Metode pembelajaran yaitu cara guru mengorganisasikan materi pelajaran dan peserta didik atar terjadi proses belajar secara efektif dan efisien (Warsita: 2008). Discovery adalah penemuan sesuatu yang sebenarnya benda atau hal yang ditemukan itu sudah ada, tetapi belum diketahui orang (Sa ud: 2010). Menurut Gyorgyi (dalam Carter: 2009) discovery adalah ketidaksengajaan yang bertemu dengan fikiran yang sudah siap. Menurut Durant (dalam Carter: 2009) pendidikan adalah penemuan yang berlanjut dari ketidaktahuan kita. Menurut kamus online bahasa Inggris (dalam Carter: 2009) discovery adalah sesuatu yang dipelajari atau ditemukan. Dapat juga diartikan proses mempelajari sesuatu; fakta atau proses mencari tahu sesuatu untuk pertama kali. Selain itu discovery merupakan proses menemukan sesuatu; proses atau aktivitas menemukan sesuatu atau seseorang tanpa sengaja atau setelah mencari.

7 Lima pokok umum perilaku discovery menurut Chang (dalam Carter: 2009) yaitu mencari hal yang spesifik, mencari sesuatu dengan karakteristik yang biasa/umum, tetap up-to-date untuk menemukan apa yang baru dari suatu topik, bidang atau daerah intelektual, belajar atau mencari tahu untuk mendefinisikan atau membentuk pertanyaan penelitian, bebas-tujuan untuk meningkatkan keingintahuan atau terhibur. Penggagas metode pembelajaran discovery adalah Jerome Bruner. Metode discovery ini adalah metode pembelajaran berbasis inquiri. Metode discovery mengungkapkan bahwa pembelajaran yang terbaik untuk peserta didik adalah belajar dengan menemukan fakta dan hubungan-hubungan dengan usaha mereka sendiri. Teori belajar yang berpengaruh dalam pembelajaran discovery learning ini adalah teori belajar konstruktivis dimana dalam pemecahan masalah, pelajar menggunakan pengalaman yang lama ke dalam pengetahuan yang ada untuk menemukan fakta, hubungan dan kenyataan untuk dipelajari. Dalam pembelajaran discovery, siswa berinteraksi dengan alam dengan menjelajahi dan memanipulasi objek, menimbulkan pertanyaan dan kontroversi dan melakukan percobaan. Sebagai hasil, siswa dapat lebih memahami dan mengingat konsep dan pengetahuan yang mereka pelajari sendiri (learning-theories.com: 2011). Teori kognitif bruner bertitik tolak pada teori kognitif yang menyatakan belajar adalah perubahan persepsi atau pemahaman, tidak selalu berupa perubahan tingkah laku yang dapat diamati. Asumsi dasar teori kognitif adalah setiap orang memiliki pengalaman dan pengetahuan dalam dirinya. Proses belajar akan berjalan dengan baik apabila materi pelajaran yang baru berkesinambungan secara klop dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki sebelumnya. Cara belajar yang terbaik menurut Bruner adalah dengan memahami konsep, arti dan hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan (free discovery learning), dengan kata lain belajar dengan menemukan (discovery) (Warsita: 2008). Secara garis besar langkah-langkah pembelajaran dalam metode pembelajaran discovery menurut Suciati & Irawan (dalam Warsita: 2008) adalah (1) menentukan tujuan-tujuan pembelajaran, (2) melakukan identifikasi

8 karakteristik peserta didik (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya), (3) memilih materi pembelajaran, (4) menentukan topik-topik yang dapat dipelajari peserta didik secara induktif, (5) mengembangkan bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari peserta didik, (6) mengatur topik-topik pembelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik, (7) melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik. Menurut Sund (dalam Roestiyah: 2008) discovery adalah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Yang dimaksud dengan proses mental tersebut antara lain: mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya. Dalam teknik ini, siswa dibiarkan menemukan sendiri, guru hanya sebagai pembimbing dan instruktor. Dr. J. Richard dan asistennya (dalam Roestiyah: 2008) mencoba metode discovery sehingga situasi belajar mengajar berpindah dari situasi teacher dominated learning menjadi student dominated learning. Metode discovery ini diterapkan dengan cara melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, diskusi, seminar, membaca sendiri dan mencoba sendiri. Tiga ciri utama discovery yaitu (1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan, (2) berpusat pada siswa, (3) dan adanya kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada (Herdian: 2010). Langkah-langkah pembelajaran discovery menurut depdikbud (dalam Trisnawati: 2009) adalah (1) motivasi, yaitu membangkitkan rasa ingin tahu, antusiasme dan kesediaan belajar siswa, (2) perumusan masalah, yaitu mengenalkan siswa terhadap masalah yang akan dibahas, (3) penyusunan opini, yaitu pendapat siswa berdasarkan pengalaman sebelumnya untuk menemukan hipotesis permasalahan, (4) perencanaan dan konstruksi alat, yaitu melakukan persiapan peralatan, (5) pelaksanaan percobaan, yaitu melakukan percobaan dan penyelidikan untuk menguji hipotesis, (6) simpulan, yaitu hasil dari prosedur pemecahan masalah, (7) abstraksi, yaitu generalisasi dari sejumlah pernyataan, (8)

9 konsolidasi pengetahuan, yaitu siswa semakin menguasai pengetahuan baru dengan proses integrasi dan internalisasi pengetahuan baru ke dalam pengetahuan yang sudah ada. Keuntungan yang diharapkan pada diterapkannya metode discovery ini adalah mendukung keterlibatan secara aktif, menambah motivasi dalam belajar, menambah tanggung jawab dan kemandirian, mengembangkan kreativitas dan keahlian dalam pemecahan masalah, memberikan pengalaman belajar (learningtheories.com), pengetahuan dapat bertahan lama dan mudah diingat, hasil belajar discovery mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada hasil lainnya, secara menyeluruh belajar discovery meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir bebas, secara khusus belajar penemuan melatih keterampilanketerampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain (Herdian: 2010), membantu siswa mengembangkan, memperbanyak kesiapan; serta penguasaan ketrampilan dalam proses kognitif/pengenalan siswa, siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat pribadi/individual seingga dapat didalami siswa dengan baik, memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuannya masing-masing, membantu siswa menambah kepercayaan diri dengan proses penemuan sendiri, metode tersebut berpusat pada siswa (Roestiyah: 2008). Metode ini juga memiliki beberapa kelemahan, berpotensi menghasilkan konsep/pemahaman yang salah, ada kemungkinan guru gagal dalam mendeteksi masalah dan konsep yang salah (learning-theories.com), membutuhkan alokasi waktu yang lebih lama dibanding metode ceramah (Herdian: 2010), siswa harus mempunyai kesiapan dan kematangan mental, siswa harus berani dan berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik untuk sukses dalam metode ini, bila kelas terlalu besar, penggunaan teknik ini akan kurang berhasil, dan bagi siswa dan guru yang belum terbiasa dengan metode ini bisa merasa aneh/kecewa (Roestiyah: 2008).

10 2.1.3 Hasil Belajar Menurut Dimyati dan Mudjiono (dalam Munawar: 2009) hasil belajar dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental pada ranah kognitif, afektif dan psikomotorik yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran. Menurut Oemar Hamalik (dalam Munawar: 2009) hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana: 2010). Horward Kingsley membagi hasil belajar menjadi tiga yaitu keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, juga sikap dan cita-cita. Gagne membagi hasil belajar menjadi lima kategori yaitu informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, keterampilan motoris. Secara garis besar, Benyamin Bloom membagi hasil belajar menjadi tiga ranah yaitu yang pertama adalah ranah kognitif yang berkenaan dengan hasil belajar intelektual. Hasil belajar intelektual terdiri dari enam aspek, yaitu ingatan, pemahaman (kognitif tingkat rendah), aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi (kognitif tingkat tinggi). Kedua, ranah afektif yang berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yaitu penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ketiga, ranah psikomotoris yang berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretative. Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar, namun berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran, aspek kognitif yang lebih banyak dinilai (Sudjana: 2010).

11 2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Dalam hasil studi eksperimental tentang pengaruh metode discovery pada peningkatan hasil belajar siswa yang dilakukan Sari (2011) menunjukkan bahwa metode discovery dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Subjek penelitian eksperimen tersebut adalah siswa kelas IV yang terdiri dari 32 siswa dengan 16 siswa sebagai kelas kontrol dan 16 orang sebagai kelas eksperimen. Kelas kontrol dan kelas eksperimen dikelompokkan secara seimbang, sehingga kedua kelas tersebut setara. Kemudian pada kelas kontrol dikenai metode konvensional dengan ceramah dan pada kelas eksperimen dikenai metode discovery. Hasilnya menunjukkan bahwa rata-rata nilai yang didapatkan kelas kontrol adalah 69,69, sedangkan pada kelas eksperimen rata-rata nilainya adalah 79,3. Hal tersebut menunjukkan bahwa penerapan metode discovery meningkatkan nilai yang menjadi tolok ukur hasil belajar siswa, dengan demikian metode discovery berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Penelitian Tindakan Kelas di SDN 3 Ampel yang dilakukan Trisnawati (2009) menunjukkan adanya pengaruh penggunaan metode discovery dalam pembelajaran IPA untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Pada PTK ini dilakukan 2 siklus dengan subjek penelitian siswa kelas IV yang terdiri dari 34 siswa, 16 siswa laki-laki dan 18 siswa perempuan. Pada siklus I nilai rata rata siswa adalah 76,47 dan pada siklus II rata-rata siswa 92,40. Selain itu pada siklus I ketuntasan belajar yang dicapai siswa sebesar 65% sedangkan pada siklus II ketuntasannya sebesar 100%. Hal tersebut menunjukkan bahwa metode discovery berpengaruh terhadap pembelajaran IPA di SD. Pada penelitian yang pertama dapat dilihat bahwa metode discovery berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Dan pada penelitian yang kedua, meskipun penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas, tapi dalam penelitian ini diterapkan metode discovery pada mata pelajaran IPA dan diteliti pengaruhnya terhadap prestasi belajar yang diukur dengan nilai siswa. Nilai siswa terus meningkat pada setiap siklus, sehingga dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa penerapan metode discovery pada mata pelajaran IPA berpengaruh terhadap prestasi atau hasil belajar siswa.

12 2.3 Kerangka Pikir Dalam pembelajaran IPA di SD, guru lebih sering menggunakan metode ceramah. Ceramah adalah suatu cara mengajar yang digunakan untuk menyampaikan keterangan atau informasi atau uraian tentang suatu pokok persoalan serta masalah secara lisan (Roestiyah: 2007). Dalam metode ceramah, siswa hanya berperan sebagai penerima. Siswa tidak diajarkan untuk berfikir kritis. Sedangkan dalam metode discovery, siswa diusahakan agar dapat menemukan fakta dan konsep melalui usaha mereka sendiri. Jadi mereka harus berfikir kritis dalam mengkonstruksi pengetahuan awal mereka. Berbeda dengan metode ceramah yang teacher centered, metode discovery berpusat pada siswa dimana merekalah yang harus aktif dalam menemukan konsep (Herdian: 2010). Dalam metode discovery, guru hanya berperan sebagai fasilitator dan instruktor (Roestiyah: 2008), bukan sebagai satu-satunya sumber belajar. Dalam metode discovery, siswa mendapatkan pengalaman belajar langsung karena siswa berinteraksi dengan media atau lingkungan untuk mendapatkan konsep yang baru (Herdian: 2010) dengan mengonstruksi pengetahuan lama yang telah diajarkan (Warsita: 2008). Pada Standar Isi mata pelajaran IPA juga disebutkan bahwa IPA bukan hanya pemahaman konsep tapi proses menemukan konsep melalui proses ilmiah (BSNP: 2006). Dalam metode discovery disediakan media (Herdian: 2010) untuk menyajikan pembelajaran sehingga kebutuhan tahap belajar siswa SD yaitu tahap operasional konkret (Piaget dalam Warsita: 2008) dapat terpenuhi karena dalam metode siswa berinteraksi langsung dengan lingkungan fisik. Hal tersebut sesuai dengan metode discovery sendiri yang merupakan penemuan dimana siswa yang berusaha menemukan konsep sendiri. Ceramah menyebabkan belajar siswa menjadi Belajar Menghafal yang tidak mengakibatkan timbulnya pengertian atau pemahaman (Soeherman dalam Abidien: 2011). Apabila mereka hanya diberikan metode ceramah, mereka hanya akan sampai pada penilaian kognitif mengingat yang merupakan proses kognitif tingkat rendah dan belum memenuhi proses kognitif tingkat tinggi (Bloom dalam Sudjana: 2010). Pada metode discovery, siswa telah diajari dengan proses kognitif tingkat tinggi, yaitu bukan hanya menghafal dan memahami, mereka juga diajarkan untuk mensintesis

13 pengetahuan lama mereka untuk mendapatkan pengetahuan yang baru melalui proses pemahaman dan analisis media dan lingkungan yang disajikan kepada mereka. Selain hal yang telah disebutkan, penelitian yang dilakukan oleh Sari (2011) menunjukkan bahwa metode discovery yang diterapkan pada mata pelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dalam Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan oleh Trisnawati (2009) tentang penerapan metode discovery dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Dalam penelitian ini, nilai siswa terus meningkat pada setiap siklus yang berarti metode discovery dapat meningkatkan nilai siswa atau hasil belajar. Dari uraian diatas maka penulis melakukan penelitian untuk mengetahui terdapat atau tidaknya pengaruh penerapan metode discovery dalam mata pelajaran IPA terhadap hasil belajar siswa SDN Gendongan 01 Salatiga kelas V semester II tahun pelajaran 2011/2012. Skema kerangka berfikir penelitian adalah sebagai berikut: Kelas kontrol Kelas eksperimen Pre- test Metode konvensional Metode discovery Post -test Pengaruh penerapan metode discovery terhadap hasil belajar Untuk meneliti pengaruh metode discovery, dipilih kelas kontrol dan kelas eksperimen. Pertama-tama, kedua kelas tersebut diberi pre-test. Pre-test ini digunakan untuk mengetahui homogenitas antara kelas kontrol dan kelas eksperimen. Langkah kedua adalah dengan memberikan pengajaran dengan metode konvensional pada kelas kontrol dan memberikan pengajaran dengan metode discovery pada kelas eksperimen. Selanjutnya dilakukan post-test untuk memperoleh hasil belajar siswa setelah diberikan metode pengajaran yang berbeda. Langkah terakhir adalah dengan menganalisis hasil post-test yang telah diperoleh. Analisis tersebut menentukan ada atau tidaknya pengaruh penerapan

14 metode discovery dalam mata pelajaran IPA berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. 2.4 Hipotesis Penelitian Dari uraian dalam kajian pustaka dan hasil penelitian-penelitian yang relevan maka hipotesis penelitian yang didapat adalah implementasi metode discovery berpengaruh terhadap hasil belajar siswa kelas V SDN Gendongan 01 Salatiga semester II tahun pelajaran 2011/2012. H 0 : Penerapan metode discovery pada mata pelajaran IPA tidak berpengaruh terhadap hasil belajar siswa kelas V SDN Gendongan 01 Salatiga semester II tahun pelajaran 2011/2012. H 1 : Penerapan metode discovery pada mata pelajaran IPA berpengaruh terhadap hasil belajar siswa kelas V SDN Gendongan 01 Salatiga semester II tahun pelajaran 2011/2012. H 0 diterima jika tidak ada perbedaan rata-rata dalam nilai post-test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, sedangkan H 0 ditolak jika ada perbedaan rata-rata nilai post-test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.