BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan tempat pelayanan kesehatan (DepKes RI, 2002). paling tepat dan murah (Triyanto & Sanusi, 2003).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Daenaa Kecamatan Limboto Barat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan suatu indikator yang menggambarkan tingkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gerakan Nasional Peduli Obat dan Pangan Aman (GNPOPA) Edukasi terkait OBAT pada Remaja dan Dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Sakit (illness) berbeda dengan penyakit (disease). Sakit berkaitan dengan

OTC (OVER THE COUNTER DRUGS)

SWAMEDIKASI PADA PENGUNJUNG APOTEK DI APOTEK MARGI SEHAT TULUNG KECAMATAN TULUNG KABUPATEN KLATEN

Perpustakaan Unika LAMPIRAN- LAMPIRAN

Tingkat Pengetahuan Masyarakat Di Desa Talungen Kabupaten Bone Tentang Swamedikasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah pengobatan sendiri, meskipun belum terlalu populer, namun

ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP PELAYANAN OBAT DI APOTEK KELURAHAN WONOKARTO KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING

PENGARUH METODE CBIA (CARA BELAJAR IBU AKTIF) TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN PADA SWAMEDIKASI DI KOTA JAMBI

ANALISIS IKLAN OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS PADA ENAM MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL 2009

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. promosi / iklan obat melalui media massa dan tingginya biaya pelayanan kesehatan,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini mengambil lokasi Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Swamedikasi atau pengobatan sendiri merupakan kegiatan pemilihan dan

Pemberdayaan Kader PKK dalam Penerapan DAGUSIBU (Dapatkan, Gunakan, Simpan, dan Buang) Obat dengan Baik dan Benar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat yang setinggi tingginya (Depkes, 2009). Adanya kemajuan ilmu

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Upaya dari seseorang untuk mengobati dirinya sendiri dapat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,

Lampiran 1. Daftar Tilik Mutu Pelayanan Kefarmasian DAFTAR TILIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan sendiri (swamedikasi) merupakan upaya yang paling banyak dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented)

Gambaran Pengetahuan Klien tentang Swamedikasi di Apotek- Apotek Pekanbaru

TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN DAN RASIONALITAS SWAMEDIKASI DI APOTEK KOTA PANYABUNGAN

BAB I. Kesehatan merupakan hal yang penting di dalam kehidupan. Seseorang. yang merasa sakit akan melakukan upaya demi memperoleh kesehatannya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang. benda asing eksternal seperti debu dan benda asing internal seperti dahak.

2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bab 11 Bagaimana menjelaskan kepada dokter saat berobat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di apotek Mega Farma Kota Gorontalo pada tanggal

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pekerjaan. Dari hasil penelitian yang dilakukan maka diperoleh hasil sebagai berikut :

Lampiran 1.Penilaian yang dirasakan dan harapan pada variabel-variabel yang mempengaruhi tingkat kepuasan pasien

PEDOMAN PELAYANAN TENTANG PENYIAPAN DAN PENYALURAN OBAT DAN PRODUK STERIL DI RUMAH SAKIT ISLAM NAMIRA

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Demografi Responden. Distribusi responden berdasarkan umur seperti pada tabel 3.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan suatu tolak ukur keberhasilan manusia dalam

1.1. Keterlaksanaan standar pelayanan kefarmasian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Studi Pendahuluan dan Penentuan Jumlah Sampel Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengobatan sendiri (swamedikasi) merupakan bagian dari upaya

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN BREBES TAHUN 2008 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. suksesnya sistem kesehatan adalah pelaksanaan pelayanan kefarmasian (Hermawati, kepada pasien yang membutuhkan (Menkes RI, 2014).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I LATAR BELAKANG. suatu usaha dalam pemilihan dan penggunaan obat obatan oleh individu UKDW

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI 4 APOTEK KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama

UPAYA PENINGKATAN PENGETAHUAN WARGA DALAM MEMILIH OBAT BEBAS UTUK PENGONATAN SENDIRI MELALUI PEMBERIAN INFORMASI LISAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Lampiran 1. Lembar kuesioner penelitian yang sudah valid

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Self Medication menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Apoteker merupakan profesi kesehatan terbesar ketiga di dunia, farmasi

LEBIH DEKAT DENGAN OBAT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI PENUTUP. korelasi sebesar 72,2%, variabel Pelayanan informasi obat yang. mendapat skor bobot korelasi sebesar 74,1%.

HUBUNGAN KARAKTERISTIK UMUR DAN TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP PENGETAHUAN TENTANG TANAMAN OBAT KELUARGA (TOGA)

INTISARI TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TERHADAP SWAMEDIKASI BATUK DI APOTEK PANASEA BANJARMASIN

PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN SWAMEDIKASI. Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Apoteker berperan dalam mengelola sarana dan prasarana di apotek. Selain itu, seorang apoteker juga harus menjamin bahwa:

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengobatan sendiri Pengobatan sendiri merupakan upaya masyarakat untuk menjaga kesehatan sendiri dan merupakan cara yang mudah, murah praktis untuk mengatasi gejala yang masih ringan yang dilakukan inisiatif sendiri tanpa nasehat dokter. Upaya pengobatan sendiri ini dapat berupa pengobatan dengan obat modern atau obat tradisional (Depkes RI, 2006). Tujuan pengobatan sendiri adalah untuk peningkatanan kesehatan, pengobatan sakit ringan, dan pengobatan rutin penyakit kronis setelah perawatan dokter. Sementara itu, peran pengobatan sendiri adalah untuk menanggulangi secara cepat dan efektif keluhan yang memerlukan konsultasi medis, serta meningkatkan keterjangkauan masyarakat yang jauh dari pelayanan kesehatan (WHO, 1998 dalam supardi, 2005). Adapun keuntungan melakukan pengobatan sendiri adalah biayanya lebih murah, mudah diperoleh aman bila digunakan sesuai aturan, dan apabila pengobatan sendiri digunakan tidak sesuai aturan selain dapat dapat membahayakan kesehatan juga dapat mengakibatkan pemborosan karena mengkonsumsi obat-obat yang sebenarnya tidak dibutuhkan (Suryawati, 2008). Pengobatan sendiri mempunyai kekurangan yaitu obat dapat membahayakan kesehatan apabila tidak digunakan sesuai dengan aturan. Penggunaan obat bisa salah karena informasi dari iklan obat kurang lengkap, pemborosan waktu dan biaya apabila salah menggunakan obat, dapat timbul reaksi obat yang tidak diinginkan, seperti sensitivitas, alergi, efek samping atau resistensi. Selain itu juga pengobatan sendiri bisa tidak efektif karena salah diagnosis dan pemilihan obat, serta sulit bertindak objectif karena biasanya pemilihan obat dipengaruhi oleh pengalaman dimasa lalu dan lingkungan sosialnya ( Tan dan Kirana, 2007). 4

5 Menurut Suryawati (2005), untuk melakukan pengobatan sendiri secara benar, masyarakat harus mampu : 1. Mengetahui jenis obat yang diperlukan untuk mengatasi penyakitnya. 2. Mengetahui kegunaan dari tiap obat, sehingga dapat mengevaluasi sendiri perkembangan sakitnya. 3. Menggunakan obat tersebut secara benar (cara, aturan, lama pemakaian) dan tahu batas kapan mereka harus menghentikan pengobatan sendiri dan segera minta pertolongan petugas kesehatan. 4. Mengetahui efek samping obat yang digunakan sehingga dapat memperkirakan apakah suatu keluhan yang timbul kemudian itu suatu penyakit baru atau efek samping obat. Mengetahui siapa yang tidak boleh menggunakan obat tersebut. B. Obat yang Digunakan Dalam Pengobatan sendiri Obat yang boleh di gunakan dalam pengobatan sendiri adalah golongan obat bebas dan obat bebas terbatas. Obat bebas merupakan obat yang dijual bebas di pasaran, warung dan dapat dibeli dengan mudah tanpa resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau. Obat bebas terbatas sebenarnya termasuk dalam obat keras akan tetapi hingga saat ini masih dijual atau dibeli dari pedagang eceran dengan mudah secara bebas tanpa menggunakan resep dokter, semua obat yang termasuk golongan obat bebas dan obat bebas terbatas wajib mencantumkan brosur atau keterangan berisi tentang kandungan zat berkhasiat, indikasi, dosis, cara penggunaan, dan pernyataan lain yang diperlukan pada kemasannya (Depkes, 1993 dalam Supardi, 1999). 1. Obat bebas Obat bebas adalah golongan obat yang dalam penggunaannya tidak membahayakan dan masyarakat dapat menggunakan tanpa pengawasan dokter. Tanda khusus pada kemmasan dan etiket obat adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Obat ini bisa digunakan sebagai pilihan untuk melakukan pengobatan sendiri.

6 Pemakain obat bebas tidak memerlukan pengawasan dari tenaga medis. Selama diminum sesuai petunjuk yang tertera pada kemasan obat karena jenis zat aktif pada golongan obat ini relatif aman. Jadi pada saat pembelian obat golongan ini lebih baik dibeli bersama kemasannya (Puspitasari, 2010). 2. Obat Bebas Terbatas. Obat bebas Terbatas sebenarnya termasuk obat keras akan tetapi hingga saat ini masih dijual atau dibeli dari pedagang eceran dengan mudah secara bebas tanpa menggunakan resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam (Ditjen POM, 2008). Pada wadah obat terdapat tanda khusus obat bebas terbatas.terdapat pula tanda peringatan p dalam labelnya. Kenapa disebut terbatas karena ada batasan jumlah dan kadar isinya. Seharusnya obat golongan ini hanya dapat dijual bebas ditoko obat berizin karena dipegang seorang Asisten Apoteker (AA) serta apotek yang hanya boleh beroperasi bila ada Apoteker Pengelola Apotek (APA) karena diharapkan pasien memperoleh informasi obat yang memadai saat membeli obat bebas (OBT) (Depkes RI, 2008). Masalah dalam penggunaan obat pada pengobatan sendiri antara lain meliputi penggunaan obat yang tidak tepat, tidak efektif, tidak aman, dan juga tidak ekonomis. Penggunaan obat dikatakan tidak tepat jika resiko yang mungkin terjadi tidak seimbang dengan manfaat yang diperoleh dari tindakan pemberian suatu obat (Depkes RI, 2000). C. Metode Cara Belajar Ibu Aktif (CBIA) Metode Cara Belajar Ibu Aktif (CBIA) merupakan salah satu kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dapat digunakan untuk swamedikasi. Metode CBIA ini telah teruji lebih efektif dalam meningkatkan pengetahuan pengobatan sendiri. (Suryawati, 2005 ).

7 Metode CBIA merupakan metode pembelajaran untuk para ibu rumah tangga agar lebih aktif dalam mencari informasi seputar obat yang digunakan oleh keluarga. Informasi tersebut berguna bagi para ibu antara lain agar mampu menyikapi promosi iklan obat dipasaran dan mengelola obat di rumah tangga secara benar. Karena dari banyak survei diketahui bahwa ibu rumah tangga adalah key person dalam penggunaan obat di rumah tangga (Depkes RI, 2008). Ibu rumah tangga juga mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga sebagai pelindung rumah tangga dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya (Nasrul, 1998). Metode CBIA merupakan metode penyampaian informasi obat dengan melibatkan subyek secara aktif yaitu mendengar, melihat, menulis, dan melakukan evaluasi tentang pengenalan jenis obat dan bahan aktif yang terkandung dalam suatu obat serta informasi lain seperti indkasi, kontraindikasi, dan efek samping. Tujuan metode ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam memilih obat bebas dan obat bebas terbatas (Suryawati, 2005). Dalam metode CBIA, kegiatan ini dilakukan dengan cara diskusi interaktif dan di bagi dalam kelompok kecil kurang lebih 5-6 orang. Nara sumber atau tutor bisa berasal dari seorang apoteker, dokter, atau mahasiswa farmasi dan kedokteran, serta tenaga medis yang mengerti tentang obat. Setiap peserta dibagikan satu set obat-obatan. Kemudian peserta diminta unuk mengamati dan mengumpulkan seluruh informasi obat yang diperlukan dalam pengobatan sendiri sesuai yaitu bahan aktif, indikasi, dosis, efek samping dan kontraindikasi yang tertera dan membedakan zat aktif dari komponen tambahnnya jika obat terdiri dari satu komponen. Mempelajari edukasi, dosis dan cara pemberian, efek samping dan kontra indiksai obat. Hasil diskusi kelompok didiskusikan bersama. Menurut Suryawati ( 2005), Komponen informasi yang dijelaskan dalam proses edukasi dengan metode CBIA antara lain.

8 1. Kandungan bahan aktif Disini diperkenalkan kepada responden bahwa banyak obat dengan nama dagang yang berbeda tetapi memiliki kandungan bahan aktif yang sama sehingga khasiat dari obat tersebut sama. Harapannyadalam memilih responden tidak lagi menghubungkan secara langsung antara gejala sakit yang dirasakan dengan nama dagang obat. 2. Dosis dan aturan pakai Untuk dapat menghasilkan efek yang diinginkan, obat harus diminum dengan dosis yang tepat. Karena dosis yang tinggi dapat menimbulkan efek toksik, sedangkan dosis yang terlalu rendah tidak akan menghasilkan efek. Dosis obat yang dapat menghasilkan efek yang diharapkan tergantung dari beberapa faktor antara lain usia, bobot badan, jenis kelamin, besarnya permukaan badan beratnya penyakit dan keadaan penderita. Aturan minum atau aturan pakai merupakan hal yang penting dalam penggunaan obat karena berhubungan dengan konsentrasi atau ketersediaan obat didalam tubuh. Ketepatan dosis berkaitan dengan selang waktu pemakaian, tidak hanya memperhatikan jumlah yang harus diminum, tetapi juga perlu diperhatikan selang waktu yang benar untuk meminum obat. Menabah dosis sendiri, bahkan dalam jumlah yang berlebihan tidak membuat sakit berhenti tetapi justru akan memperberat kerja ginjal. Dalam setiap kemasan obat bebas dan obat bebas terbatas juga disertai tulisan jika sakit berlanjut hubungi dokter!. 3. Indikasi Indikasi berarti kegunaan obat. Dalam memilih obat bebas dan obat bebas terbatas informasi mengenai indikasi obat sangat penting. Dengan mencocokan gejala sakit yang dirasakan dengan indikasi yang tertera dalam kemasan.

9 4. efek samping Masalah efek samping obat tidak kalah penting dengan masalah efek terapi obat. Responden harus diperkenalkan secara dini bahwa setiap obat tidak hanya mempunyai efek terapi tetapi juga efek yang tidak diinginkan atau efek samping. Efek samping obat merupakan reaksi yang sifatnya merugikan si pemakai dan timbulnya pada penggunaan obat dengan dosis terapi, diagnostik atau profilaksis. Resiko efek samping obat dapat diperbesar oleh penggunaan obat yang tidak rasional. Pemakaian obat yang berlebihan baik dalam jenis maupun dosis, jelas akan meningkatkan resiko efek samping. Jika selama mengkonsumsi obat timbul gejala lain yang dirasakan maka segera menghubungi apoteker atau dokter. 5. Kontra indikasi Kontra indikasi obat merupakan pengguna yang tidak diperbolehkan untuk mengkonsumsi obat tersebut. Informasi ini penting untuk dipahami dan dicocokan dengan kondisis kesehatan orang tersebut. 6. Peringatan Peringatan yang biasanya terdapat dalam kemasan obat antara lain : a. Obat dapat menyebabkan rasa kantuk. Jangan mengendarai kendaraan bermotor atau menjalankan mesin setelah minum obat ini. Biasanya peringatan ini digunakan untuk obat-obatan yang menyebabkan rasa kantuk dan memperlambat daya reflek seseorang, seperti obat batuk, flu serta alergi. b. Peringatan mengenai cara penyimpanan obat Simpan ditempat yang dingin, berarti pada suhu tidak lebih dari 8 o C. Jangan terkena sinar matahari. Sinar yang panas yang berlebihan akan merusak hampir semua obat-obatan oleh karena itu lebih baik obat disimpan ditempat sejuk. Jika obat disimpan dikulkas jangan disimpan pada suhu kamar, maksunya adalah suhu antar 15 0 C hingga 30 0 C.

10 7. Tanggal kadaluarsa Yang dimaksud dengan tanggal kadaluarsa adalah waktu yang menunjuka batas ahir obat masih memenuhi persyaratan seperti semula, sehingga setelah batas waktu tersebut khsiatnya tidak dijamin masih 100%. Informasi tentang tanggal kadaluarsa dalam kemasan biasanya ditulis dengan expired date sering disingkat ED. Selain metode CBIA dalam penelitian ini juga digunakan metode ceramah. Metode ini digunakan untuk membandingkan keefektifan antara metode CBIA dengan metode Ceramah dalam usaha meningkatkan pengetahuan pengobatan sendiri yang rasional. D. Metode Ceramah Seorang penceramah selain harus dapat menguasai materi ya Metode ceramah merupakan suatu metode yang paling umum digunakan. Selain dapt digunakan untuk kelompok besar, dengan metode ceramah waktu yang dibutuhkan relatif lebih singkat. Metode merupakan metode penyampaian informasi yang sifatnya satu arah yaitu penceramah kepada audiens (Notoadmodjo, 2003). Pada metode ceramah, metode penyampaian informasi hanya tergantung pada indera pendengar saja, padahal bila dengan indra pendengar saja biasanya hasilnya kurang efektif bila dibanding dengan metode yang menggunakan antara indera penglihatan (Notoadmodjo,2003). Metode ceramah memiliki kelemahan yaitu tidak terjadi timbal balik antara penceramah dengan audiens, dan hasil yang yang diperoleh juga menjadi kurang efektif karena digunakan untuk kelompok dalam jumlah yang besar. Untuk mempertinggi efektivitasnya, dapat digunakan alat bantu misalnya adalah alat peraga (Notoadmodjo, 2003). Menurut (Notoadmodjo, 2003), Untuk mencapai hasil yang optimal, seorang penceramah hendaknya : 1. Mempersiapkan modul atau bahan ceramah jauh sebelum materi tersebut akan di sampaikan (tidak mendadak).

11 2. Dapat menguasai materi dan menguasai suasana baik audiens atau tempat dimana ceramah itu disampaikan 3. Bersifat sabar dan ramah 4. Ahli dalam bidang tersebut E. Profil kabupaten Banjarnegara Banjarnegara merupakan daerah yang strategis dan terjangkau selain itu juga tidak terlalu jauh dari Universitas Muhamadiyah Purwokerto (UMP), Kabupaten Banjarnegara memiliki jumlah penduduk sebanyak 1.073.240 jiwa, terdiri dari 545.817 laki-laki dan 527.423 jiwa perempuan dan jumlah rumah tangga 227.341 jiwa. Kabupaten Banjarnegara terdiri dari 21 kecamatan, 266 desa dan 12 kelurahan (Anonim, 2011). Kabupaten Banjarnegara termasuk wilayah propinsi Jawa Tengah bagian barat, membujur dari barat ke timur. Secara astronomi, Kabupaten Banjarnegara terletak diantara 7 12' - 7 31' Lintang Selatan dan 109 29' - 109 45'50" Bujur Timur. Menurut BPS (2001), jumlah masyarakat yang menempuh pendidikan hanya sampai SD/MI: 103,62%, SMP/MTs : 89,61%, SMA: 39,53%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kebanyakan masyarakat kabupaten Banjarnegara hanya menempuh pendidikan hanya sampai SD saja. Dan faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam melakukan upaya pengobatan sendiri adalah berdasarkan tingkat pendidikan.