SIMULASI DAN ANALISIS MANAJEMEN INTERFERENSI PADA LTE FEMTOCELL BERBASIS SOFT FREQUENCY REUSE

dokumen-dokumen yang mirip
Analisis Unjuk Kerja Sel Tunggal di Jaringan LTE dengan Teknik Adaptive Soft Frequency Reuse

Wireless Communication Systems Modul 9 Manajemen Interferensi Seluler Faculty of Electrical Engineering Bandung 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISA IMPLEMENTASI GREEN COMMUNICATIONS PADA JARINGAN LTE UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI ENERGI JARINGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pengaruh Penggunaan Skema Pengalokasian Daya Waterfilling Berbasis Algoritma Greedy Terhadap Perubahan Efisiensi Spektral Sistem pada jaringan LTE

Evaluasi Kinerja Penerapan Koordinasi Interferensi pada Sistem Komunikasi LTE- Advanced dengan Relay

Evaluasi Kinerja Sistem Komunikasi LTE- Advanced dengan Relay Berbasis Orthogonal Resource Allocation Algorithm

Analisis Kinerja Metode Power Control untuk Manajemen Interferensi Sistem Komunikasi Uplink LTE-Advanced dengan Femtocell

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

Evaluasi Kinerja Sistem Komunikasi LTE- Advanced dengan Relay Berbasis Orthogonal Resource Allocation Algorithm

Evaluasi Kinerja Penerapan Koordinasi Interferensi pada Sistem Komunikasi LTE- Advanced dengan Relay

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.2. Arsitektur Jaringan LTE a. User Equipment (UE) merupakan terminal di sisi penerima

Radio Resource Management dalam Multihop Cellular Network dengan menerapkan Resource Reuse Partition menuju teknologi LTE Advanced

Desain dan Analisa Kinerja Femtocell LTE- Advanced Menggunakan Metode Inter Cell Interference Coordination

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi telekomunikasi yang semakin pesat dan kebutuhan akses data melahirkan salah satu jenis

BAB III PEMODELAN DAN SIMULASI

Analisis Pengaruh Penggunaan Physical Cell Identity (PCI) Pada Perancangan Jaringan 4G LTE

Manajemen Interferensi Femtocell pada LTE- Advanced dengan Menggunakan Metode Autonomous Component Carrier Selection (ACCS)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Analisa Perencanaan Indoor WIFI IEEE n Pada Gedung Tokong Nanas (Telkom University Lecture Center)

I. Pembahasan. reuse. Inti dari konsep selular adalah konsep frekuensi reuse.

ANALISIS UNJUK KERJA TRANSMISI DATA DALAM JARINGAN SELULER MAKRO-FEMTO MENGGUNAKAN MEKANISME CLOSE ACCESS

1. BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISA HASIL SIMULASI

MITIGASI INTERFERENSI INTER-CELL MENGGUNAKAN VERTICAL BEAMFORMING UNTUK TEKNIK FRACTIONAL FREQUENCY REUSE PADA JARINGAN LTE

PENGANTAR SISTEM KOMUNIKASI SELULER

Analisis Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Frekuensi 900 MHz Pada Perairan Selat Sunda

III. METODE PENELITIAN. Teknik Elektro, Jurusan Teknik Elektro, Universitas Lampung. Tabel 3.1. Jadwal kegiatan Penelitian

MANAJEMEN INTERFERENSI PADA TRANSMISI DOWNLINK JARINGAN SELULER TWO-TIER BERBASIS 4G LTE-ADVANCED DENGAN MENGGUNAKAN METODE POWER CONTROL

I. PENDAHULUAN. terutama di bidang sistem komunikasi nirkabel (wireless). Sistem wireless

ALGORITMA PENGALOKASIAN RESOURCE BLOCK BERBASIS QOS GUARANTEED MENGGUNAKAN ANTENA MIMO 2X2 PADA SISTEM LTE UNTUK MENINGKATKAN SPECTRAL EFFICIENCY

INTERFERENCE MITIGATION PADA JARINGAN FEMTOCELL ARAH UPLINK DENGAN ALGORITMA INTERFERENCE-FREE POWER AND RESOURCE BLOCK ALLOCATION (IFPRBA)

Analisis Perencanaan Integrasi Jaringan LTE- Advanced Dengan Wifi n Existing pada Sisi Coverage

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN

REDUKSI EFEK INTERFERENSI COCHANNEL PADA DOWNLINK MIMO-OFDM UNTUK SISTEM MOBILE WIMAX

PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) 1800 MHz DI WILAYAH MAGELANG MENGGUNAKAN BTS EXISTING OPERATOR XYZ

BAB I PENDAHULUAN. menuntut agar teknologi komunikasi terus berkembang. Dari seluruh

ANALISA KINERJA LONG TERM EVOLUTION MENGGUNAKAN METODE DYNAMIC SOFT FREQUENCY REUSE

BAB II KOMUNIKASI BERGERAK SELULAR GSM

MANAJEMEN INTERFERENSI PADA TRANSMISI UPLINK DENGAN METODE POWER CONTROL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

LAPORAN SKRIPSI ANALISIS DAN OPTIMASI KUALITAS JARINGAN TELKOMSEL 4G LONG TERM EVOLUTION (LTE) DI AREA PURWOKERTO

LAPORAN TUGAS AKHIR. Diajukan Guna Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir Pada Program Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh:

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.2 Agustus 2017 Page 2100

Presentasi Seminar Tugas Akhir

ANALISIS PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION MENGGUNAKAN METODE SOFT FREQUENCY REUSE DI KAWASAN TELKOM UNIVERSITY

SIMULASI LINK BUDGET PADA SEL FEMTO TEKNOLOGI TELEKOMUNIKASI LTE (LONG TERM EVOLUTION)

PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE)1800 Mhz DI WILAYAH MAGELANG MENGGUNAKAN BTS EXISTING OPERATOR XYZ

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB II LANDASAN TEORI. II. 1. Jenis dan Standar dari Wireless Local Area Network

ANALISIS PERANCANGAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) DI WILAYAH KOTA BANDA ACEH DENGAN FRACTIONAL FREQUENCY REUSE SEBAGAI MANAJEMEN INTERFERENSI

PERHITUNGAN PATHLOSS TEKNOLOGI 4G

PENGARUH ERROR SINKRONISASI TRANSMISI PADA KINERJA BER SISTEM MIMO KOOPERATIF

BAB II JARINGAN GSM. telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European

ANALISIS UNJUK KERJA TEKNIK MIMO STBC PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING

BAB 1 I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

EVALUASI KINERJA ALGORITMA PENJADWALAN LINTAS LAPISAN PADA JARINGAN CELULAR OFDM GELOMBANG MILIMETER DENGAN KANAL HUJAN

TEKNIK PERANCANGAN JARINGAN AKSES SELULER

UNJUK - KERJA LAYANAN BEST EFFORT PADA LTE DENGAN PAKAI ULANG FREKUENSI FRAKSIONAL TIGA JENJANG

Designing WLAN based Metropolitan Area Network (MAN)

Fakultas Teknik Elektro Universitas Telkom, Bandung

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan pada sistem komunikasi nirkabel dan bergerak sangatlah kompleks

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.3, No.2 Agustus 2016 Page 1654

Analisis Pengaruh Penempatan Femtocell Terhadap Sel Makro Jaringan UMTS

e-proceeding of Engineering : Vol.1, No.1 Desember 2014 Page 111

BAB III ANALISIS TRAFIK DAN PARAMETER INTERFERENSI CO-CHANNEL

ANALISIS OPTIMASI AKSES RADIO FREKUENSI PADA JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) DI DAERAH BANDUNG

SIMULASI DAN ANALISIS ALGORITMA PENGALOKASIAN RESOURCE BLOCK BERBASIS QOS GUARANTEED PADA SISTEM LONG TERM EVOLUTION

ANALISIS PENINGKATAN KINERJA SOFT HANDOFF TIGA BTS DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PROPAGASI OKUMURA

LTE LOAD BALANCING DENGAN SKENARIO GAME THEORY

Cellular Interference and Celular Planning S1 TEKNIK TELEKOMUNIKASI SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELEMATIKA TELKOM PURWOKERTO 2016

Analisis Performansi WCDMA-Diversitas Relay pada Kanal Fading

fading konstan untuk setiap user dengan asumsi perpindahan mobile station relatif

BAB 2 DASAR TEORI. Sistem telekomunikasi yang cocok untuk mendukung sistem komunikasi

Dalam hal ini jarak minimum frequency reuse dapat dicari dengan rumus pendekatan teori sel hexsagonal, yaitu : dimana :

Gambar 1.1 Pertumbuhan global pelanggan mobile dan wireline [1].


BAB IV ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN Analisis Hasil Pengukuran di Area Sekitar UMY

Simulasi Penggunaan Frekuensi Milimeter Wave Untuk Akses Komunikasi Jaringn 5G Indoor

BAB III. IMPLEMENTASI WiFi OVER PICOCELL

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA

Analisa Sistem DVB-T2 di Lingkungan Hujan Tropis

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Perancangan Jaringan LTE (Long Term Evolution) Indoor di Gedung C Fakultas Teknik Universitas Riau

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SELULER. Komponen fundamental dari suatu sistem GSM (Global System for Mobile

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS OPTIMASI COVERAGE JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) TDD PADA FREKUENSI 2300 MHZ DI WILAYAH DKI JAKARTA

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

# CDMA1900, khususnya kanal 12 untuk 3G/WCDMA. Dengan penataan ulang yang dilakukan oleh pihak regulator berdampak juga terhadap pengguna komunikasi s

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PERANCANGAN JARINGAN INDOOR 4G LTE TDD 2300 MHZ MENGGUNAKAN RADIOWAVE PROPAGATION SIMULATOR

Perancangan Jaringan Seluler 4G LTE Frekuensi MHz di Provinsi Papua Barat

Transkripsi:

SIMULASI DAN ANALISIS MANAJEMEN INTERFERENSI PADA LTE FEMTOCELL BERBASIS SOFT FREQUENCY REUSE Pitkahismi Wimadatu 1), Uke Kurniawan Usman 2), Linda Meylani 3) 1),2),3 ) Teknik Telekomunikasi, Telkom University Bandung Jl. Telekomunikasi Terusan Buah Batu Bandung 40257 Email : pitkahsm@gmail.com Abstrak. Proses pengiriman dan penerimaan daya yang terjadi di dalam ruangan dapat menimbulkan pelemahan daya yang dikarenakan komunikasi antara transmitter dan receiver tidak Line of Sight. Femtocell atau Home enodeb (HeNB) mampu menjadi solusi untuk menanggulangi terjadinya pelemahan daya pada komunikasi indoor yang menyebabkan penurunan nilai QoS (Quality of Service). Hingga saat ini, belum ada regulasi yang jelas mengenai implementasi femtocell, sehingga installasi femtocell masih secara acak. Hal ini berakibat pada besarnya kemungkinan terjadinya interferensi antar femtocell yang dapat mempengaruhi proses penerimaan data. Guna mengatasi masalah interferensi antar femtocell, maka dilakukan manajemen interferensi menggunakan metode Soft Frequency Reuse. Metode yang diajukan menunjukkan kemampuan mengatasi interferensi setelah disimulasikan menggunakan metode SFR dilihat dari nilai SINR yang diperoleh oleh masing-masing user. Rata-rata nilai SINR yang didapat setelah menggunakan metode ini adalah 19.91 db pada cell edge dan 17.775 db pada cell center. Kata kunci: Soft Frequency Reuse, LTE Femtocell, manajemen interferensi. 1 Pendahuluan Berdasarkan penelitian pada [1], lebih dari 50% komunikasi telepon dan lebih dari 70% komunikasi data terjadi di dalam ruangan. Dari fakta ini, dapat disimpulkan bahwa lingkungan indoor membutuhkan data rate yang tinggi untuk mendapatkan kualitas sinyal seluler yang baik. Hal ini mendorong penelitian-penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas sinyal di dalam ruangan. Femtocell kemudian hadir sebagai salah satu solusi untuk masalah penurunan kualitas sinyal di dalam ruangan. Hal ini dikarenakan enb atau macrocell memiliki keterbatasan dalam mencakup wilayah yang mendapatkan kualitas sinyal yang buruk, terutama pada macrocell bagian cell edge. Tujuan utama dari femtocell adalah untuk menyediakan cakupan private mobile di dalam ruangan. Namun, salah satu masalah dari installasi femtocell adalah adanya masalah interferensi yang berpusat pada interferensi antara macrocell dengan femtocell serta antara femtocell itu sendiri. Interferensi antar femtocell sendiri diakibatkan oleh belum adanya regulasi yang mengatur mengenai instalasi femtocell. Sehingga dalam penerapannya, femtocell masih diinstall secara random, hal ini sangat memicu terjadinya interferensi antar femtocell. Guna mengatasi masalah interferensi yang sangat rentan terjadi pada femtocell, maka dilakukan proses manajemen interferensi. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk manajemen interferensi pada LTE femtocell adalah SFR atau Soft Frequency Reuse, dimana seluruh spektrum frekuensi dapat digunakan pada setiap sel. 1.1 Soft Frequency Reuse Soft Frequency Reuse adalah skema frekuensi reuse dimana area cakupan macrocell dibagi menjadi 2 area, yaitu cell edge dan cell center. Selain pembagian cakupan area sel, pada SFR juga dilakukan pembagian frekuensi dan juga daya yang harus direncanakan dengan baik untuk mendapatkan kinerja yang baik. Kelebihan skema SFR adalah intercell interference (ICI) yang rendah, kinerja yang baik pada cell edge, setiap sektor menggunakan semua bandwidth yang tersedia, dan juga memiliki kapasitas persektor yang besar. Sedangkan, kekurangan dari SFR sendiri adalah perencanaan frekuensinya cukup kompleks dan membutuhkan frequency scheduling untuk mengurangi interferensi antar sektor. B49.1

Gambar 1. Skema Soft Frequency Reuse [2] Metode SFR belakangan ini dipertimbangkan sebagai salah satu metode yang paling efektif dalam strategi perencanaan frekuensi untuk mengurangi terjadinya ICI pada sistem komunikasi seluler. SFR pertama kali dikenalkan pada teknologi GSM yang kemudian diadopsi oleh 3GPP untuk framework LTE dengan tujuan untuk menyediakan kinerja yang lebih baik bagi pengguna yang berada di sekitar lingkup sel. Pembagian sel dalam SFR mempengaruhi frekuensi reuse yang digunakan, daya pancar, dan juga penggunaan subcarrier. Pada cell edge, menggunakan skema frekuensi reuse yang lebih besar lebih dari satu dan menggunakan daya pancar P, sedangkan pada cell center, frekuensi reuse yang digunakan adalah frekuensi reuse 1 dengan daya pancar Po, dimana Po lebih kecil daripada P. [3] Untuk alokasi subcarrier yang digunakan pada masing-masing bagian sel dapat dilihat seperti pada gambar 1. 1.2 Frekuensi Planning pada Femtocell Berbasis SFR Penelitian ini mengajukan skema SFR pada femtocell untuk mengurangi terjadinya ICI pada komunikasi downlink, dengan asumsi interferensi yang terjadi antara femtocell dengan macrocell telah dimanajemen, sehingga makalah ini hanya meneliti interferensi yang terjadi antar femtocell yang (c) Resouce allocation pada femtocell disebar pada lingkungan macrocell seperti yang terlihat pada gambar 2: (a) Persebaran femtocell pada macrocell berbasis skema SFR b) Resource allocation pada macrocell (c) Resouce allocation pada femtocell Gambar 2. Skema frequency planning pada femtocell dan macrocell berbasis SFR [2] Macrocell dibagi menjadi 2 bagian, yaitu cell edge dan cell center, sedangkan lingkaran kecil merepresentasikan femtocell yang disebar pada macrocell seperti yang terlihat pada gambar 2(a), dimana outer femtocell disebar pada cell edge dan inner femtocell disebar pada cell center. Gambar 2(b) menunjukkan resource allocation pada macrocell untuk arah downlink menggunakan skema SFR. Apabila macrocell menggunakan seluruh band frekuensi di cell center, maka CCI (co-channel interference) antara macrocell dan femtocell dapat terjadi. Hal ini pun berlaku untuk femtocell, ketika B49.2

femtocell menggunakan seluruh band frekuensi seperti yang digunakan pada skema frekuensi reuse 1, maka MUE (macrocell user equipment) akan turun kinerjanya dikarenakan interferensi yang terjadi karena femtocell. CCI akan berujung pada penurunan kapasitas sel, dan juga meningkatkan nilai P outage dari MUE dan juga FUE (femtocell user equipment). [2] 1.3 Model Sistem Penelitian ini meninjau transmisi arah downlink pada jaringan LTE menggunakan 1 macrocell berbasis SFR, dimana C_center adalah jumlah FAP yang disebar pada cell center dan C_edge adalah jumlah FAP yang disebar pada cell edge, dengan C_edge lebih besar daripada C_center untuk meningkatkan QoS sistem. Model sistem yang disimulasikan diasumsikan bahwa terdapat sejumlah N_center user yang disebar pada cell center dan N_edge user yang disebar pada cell edge. Total bandwidth sistem dengan N_SC subcarrier dibagi menjadi sejumlah frekuensi band yang tidak overlap satu sama lain. Setiap FAP memilih beberapa band frekuensi sebagai outer subcarrier sc_edge, dan juga inner subcarrier sc_center. Daya transmit outer dan inner subcarrier masingmasing dinotasikan dengan p_edge dan p_center. [2] Kualitas kanal dari masing-masing subcarrier untuk tiap-tiap user dibedakan berdasarkan nilai rayleigh fading dan juga shadowing yang diatur secara random, sedangkan untuk nilai path loss ditentukan oleh lokasi user terhadap FAP yang melayaninya. Pada komunikasi seluler, nilai daya terima dari setiap user berbanding terbalik terhadap jarak antara user tersebut dengan FAP yang melayaninya. [5] Model path loss yang digunakan untuk menentukan nilai loss yang disebabkan oleh jarak antara user dengan FAP adalah COST-231 Multiwall yang dirumuskan dalam Persamaan (1). [6] (1) Dengan d adalah jarak antara user dengan FAP yang melayaninya dalam meter, L walls adalah loss yang disebabkan oleh redaman dinding, dan adalah indoor shadowing yang berdistribusi log-normal. Penelitian ini hanya meninjau interferensi antar femtocell pada area cakupan macrocell yang sama. Perbandingan antara level sinyal terima terhadap total daya interferensi pada user yang sedang diamati dan varians thermal noise disebut dengan SINR. Untuk user pada area cakupan macrocell yang sama, nilai SINR untuk setiap subcarrier dapat dituliskan melalui Persamaan (2). [6] (2) Dengan merepresentasikan daya terima user setelah mengalami path loss untuk user m pada subcarrier n dari femtocell yang melayaninya, sedangkan merepresentasikan daya interferensi yang diterima oleh user m dari femtocell j. dan masing-masing merepresentasikan nilai penguatan kanal dari user m untuk femtocell yang melayaninya dan juga femtocell tetangga j, sedangkan N o merepresentasikan nilai varians thermal noise. [6] Skenario simulasi dirancang untuk menganalisis pengaruh jarak antara user ke FAP yang melayaninya terhadap nilai SINR. Pada penelitian ini, diasumsikan interferensi antara femtocell dan macrocell telah dimanajemen, sehingga fokus utama terdapat pada unterferensi antara femtocell, yang disebabkan oleh belum adanya regulasi yang mengatur mengenai persebaran femtocell, yang kemudian menyebabkan interferensi antar femtocell sulit untuk dikontrol. Pada skenario manajemen interferensi ini, user dan femtocell disebar secara acak pada cakupan macrocell. Setiap femtocell menggunakan daya transmit yang sama dan menggunakan pita frekuensi B49.3

yang dibagi-bagi berdasarkan kebutuhan. Nilai p_edge dan p_center ditentukan oleh nilai power ratio, dimana nilai p_edge dapat dihitung berdasarkan pada Persamaan (3). Dengan [7] (3) adalah nilai daya transmit FAP yang berada pada cakupan cell edge macrocell, adalah total nilai daya transmit, β adalah nilai subcarrier ratio, yang merupakan perbandingan jumlah user pada cell edge terhadap total user. α merupakan nilai power ratio atau transmission ratio, yang bernilai, kemudian N adalah jumlah subcarrier yang dialokasikan pada sel referensi. Setelah nilai p_edge diketahui, maka nilai p_center dapat dihitung melalui Persamaan (4). 2 Pembahasan [7] (4) Pada skenario manajemen interferensi berbasis SFR, pembagian macrocell dilakukan berdasarkan jarak dari pusat heksagonal, dengan cakupan cell center berada pada jarak 0-500 meter dan cakupan cell edge berada pada jarak 500-1000m dari pusat heksagonal. Terdapat 3 FAP dan 2 FAP yang disebar secara acak pada cell edge dan cell center, dengan radius antar femtocell sebesar 20 meter dan setiap femtocell harus memiliki minimal 1 subscriber. Secara umum, skenario manajemen interferensi yang disimulasikan dapat dilihat pada gambar 3 di bawah. Gambar 3. Skenario manajemen interferensi pada LTE femtocell menggunakan metode SFR Perbedaan warna yang terdapat pada pembagian sel untuk macrocell merepresentasikan perbedaan pita frekuensi yang digunakan untuk cell edge dan cell center. B49.4

Gambar 4. Perbandingan jarak user terhadap nilai SINR pada SFR untuk cakupan cell edge Gambar 4 menunjukkan pengaruh jarak user ke FAP yang melayaninya terhadap nilai SINR dalam cakupan cell edge. Pada gambar 4 dapat dilihat bahwa nilai SINR yang tertinggi, yaitu 31.78188266 db diperoleh oleh user yang memiliki jarak yang paling dekat terhadap FAP yang melayaninya, yaitu pada jarak 135.4620364 meter. Sedangkan SINR yang paling rendah, yaitu 5.101871477 db diperoleh oleh user yang memiliki jarak yang paling jauh terhadap FAP yang melayaninya, yaitu pada jarak 923.7787726 meter. Tabel 1. Kualitas kanal masing-masing user pada cell edge User Rayleigh Channel Shadowing Channel Gain 1 0.105645 db 1.117737 db 1.2233826 db 2 0.231534 db 1.129545 db 1.3610793 db 3 0.348653 db 1.155682 db 1.5043346 db 4 0.074482 db 1.118291 db 1.1927728 db 5 0.235232 db 1.117193 db 1.3524245 db Pada hasil simulasi skenario manajemen interferensi menggunakan metode SFR, untuk simulasi pada cell edge, terlihat bahwa kualitas kanal berperan pula pada nilai SINR yang diperoleh oleh user. Dari gambar 4, dapat dilihat bahwa user ke-3 mendapatkan nilai SINR yang paling rendah, yaitu dengan nilai 5.101871477 db. User ke-3 tersebut terletak pada jarak 923.7787726 meter dari FAP yang melayaninya. Setelah dilihat dari jarak user ke FAP yang melayaninya, dari tabel 1 dapat dilihat bahwa nilai gain kanal juga mempengaruhi nilai SINR yang diperoleh oleh user ke 3 tersebut. Dari tabel 1, user 3 mendapatkan nilai gain kanal terbesar jika dibandingkan dengan user yang lain, yaitu sebesar 1.5043346 db. Nilai gain kanal berbanding terbalik dengan nilai level daya terima masing-masing user. Sehingga, pada kasus user 3, yang mana mendapatkan nilai gain kanal tertinggi diantara user yang lain, akan mendapatkan nilai SINR yang terendah, seperti dapat dilihat pada gambar 4. B49.5

Gambar 5. Perbandingan jarak user terhadap nilai SINR pada SFR untuk cakupan cell center Sedangkan gambar 5 menunjukkan pengaruh jarak user ke FAP yang melayaninya terhadap nilai SINR dalam cakupan cell center. Tidak berbeda jauh dari hasil simulasi pada cakupan cell edge, nilai SINR yang tertinggi, yaitu 33.30646971 db, diperoleh oleh user yang memiliki jarak paling dekat dari FAP yang melayaninya, yaitu pada 121.3875726 meter. Sedangkan SINR yang paling rendah, yaitu pada 10.54628448 db diperoleh oleh user dengan jarak yang paling jauh dari FAP yang melayaninya, yaitu pada 624.3528574 meter. Metode SFR bertujuan untuk meningkatkan kinerja jaringan, terutama pada cell edge. Hal ini berdasarkan pada fakta bahwa ketika user berada pada cell edge, user tersebut sangat rentan terkena interferensi dari sel tetangga, yang berakibat pada penurunan kinerja. Terlebih lagi ketika menggunakan femtocell, dimana belum ada regulasi yang jelas yang mengatur mengenai penggunaannya, kinerja sistem dapat menjadi semakin buruk dikarenakan interferensi antar femtocell yang tidak dapat dihindari akibat installasi yang masih random. 3 Simpulan Dengan menggunakan femtocell, user akan mendapatkan kualitas sinyal yang lebih baik pada area indoor dan juga operator jaringan dapat menggunakan femtocell sebagai salah satu solusi untuk menangani cakupan layanan indoor. Metode ini berbasis macrocell, yang juga dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas sinyal pada area cell edge. Hasil simulasi dari skenario manajemen interferensi menunjukkan bahwa femtocell dengan metode SFR mampu memanajemen terjadinya CCI, ditunjukkan dari nilai SINR yang diperoleh oleh setiap user. Metode ini nantinya dapat digunakan oleh operator jaringan untuk diadopsi ke jaringan macrocell dengan penambahan femtocell, yang kemudian akan meningkatkan kapasitas sel secara keseluruhan. Daftar Pustaka [1]. Chandrasekar and A. G. Jeffrey, "Femtocell Network: A Survey," IEEE Communication Magazine, vol 49, pp. 59-67, 2008. [2]. Y. Jeong, J. Y. Lee, M. Y. Chung, T. J. Lee and H. Choo, "Femtocell Frequency Planning Scheme in Cellular Networks Based on Soft Frequency Reuse," International Conference on Cyber-Enabled Distributed Computing and Knowledge Discovery, p. 39, 2010. [3]. U. K. Usman, Fundamental Teknologi Seluler LTE, Bandung: Rekayasa Sains, 2012. [4]. A. Mills, "Understanding Static Intercell Interference Coordination Mechanism in LTE," B49.6

Journal of Communications, vol. 6 No. 4, 2011. [5]. M. Qian, W. Hardjawana, Y. Li, B. Vucetic, J. Shi and X. Yang, "Intercell Interference Coordination through Adaptive Soft Frequency Reuse in LTE Networks," IEEE Wireless and Networking Conference: MAC and Cross-Layer Design, 2012. [6]. D. Taniar, O. Gervasi, B. Murgante, E. Pardede and B. O. Apduhan, "Computational Science and Its Applications," in Springer, Fukoka, Japan, 2010. [7]. R. A. Dziyauddin, F. Cao and Y. Jin, "An Adaptive SFR in Multicell Networks," IEEE 24th Symposium on Personal, Indoor, and Mobile Radio Communications: MAC and Cross-Layer Design Track, 2013. B49.7