MANAJEMEN INTERFERENSI PADA TRANSMISI UPLINK DENGAN METODE POWER CONTROL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MANAJEMEN INTERFERENSI PADA TRANSMISI UPLINK DENGAN METODE POWER CONTROL"

Transkripsi

1 MANAJEMEN INTERFERENSI PADA TRANSMISI UPLINK DENGAN METODE POWER CONTROL UNTUK TWO-TIER CELLULAR NETWORK BERBASIS SINGLE CARRIER- FREQUENCY DIVISION MULTIPLE ACCESS (SC-FDMA) PADA 4G LONG TERM EVOLUTION-ADVANCED (LTE-A) (Skripsi) Oleh RISDAWATI HUTABARAT FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017

2 ABSTRAK MANAJEMEN INTERFERENSI PADA TRANSMISI UPLINK DENGAN METODE POWER CONTROL UNTUK TWO-TIER CELLULAR NETWORK BERBASIS SINGLE CARRIER-FREQUENCY DIVISION MULTIPLE ACCESS (SC-FDMA) PADA 4G LTE-ADVANCED Oleh RISDAWATI HUTABARAT Femtocell merupakan solusi yang menjanjikan bagi operator seluler untuk meningkatkan kapasitas jaringan. Femtocell adalah sel kecil yang memiliki cakupan kecil (10-30 meter), biaya murah, dan daya pancar base station yang rendah. Pada jaringan komunikasi Generasi ke-4 (4G) memungkinkan penggunaan pengulangan frekuensi 1 antara femtocell dan macrocell yang didukung oleh teknik Single Carrier-Frequency Division Multiple Access (SC-FDMA) untuk transmisi uplink. Meskipun penyebaran femtocell pada jaringan macrocell memiliki manfaat, hal tersebut juga akan meningkatkan masalah interferensi pada sistem dikarenakan menggunakan pengulangan frekuensi 1. Untuk mengatasi masalah interferensi tersebut, skripsi ini menganalisis penggunaan dua metode power control yang berbeda untuk transmisi uplink pada jaringan seluler two-tier femtocell-macrocell. Skripsi ini mempertimbangkan jaringan komunikasi seluler multi-sel yang terdiri dari tiga sistem macrocell. Terdapat tiga buah skenario simulasi yang dipertimbangkan pada skripsi ini dan akan menganalisis satu dari tiga macrocell yang berada pada kondisi transmisi uplink. Tipe interferensi yang dipertimbangkan pada skripsi ini yaitu interferensi co-tier, cross-tier dan total. Tiga parameter kinerja yang diamati pada skripsi ini yaitu Signal to Interference plus Noise Ratio (SINR), throughput and Bit Error Rate (BER). Hasil simulasi menunjukkan bahwa metode power control berhasil mengatasi masalah interferensi terhadap evolved Node B (enb) yang diamati dan Home enb yang diamati. Ketika membandingkan tiga skenario simulasi yang telah dilakukan, hasil-hasil distribusi SINR, throughput dan BER yang paling baik adalah pada skenario simulasi 1, sedangkan yang terburuk adalah pada skenario simulasi 2. Kata Kunci: Manajemen Interferensi, Femtocell, Jaringan Seluler Two-Tier, Transmisi Uplink, Power Control, SINR.

3 ABSTRACT INTERFERENCE MANAGEMENT USING POWER CONTROL FOR UPLINK TRANSMISSION IN TWO-TIER CELLULAR NETWORK BASED SINGLE CARRIER-FREQUENCY DIVISION MULTIPLE ACCESS (SC-FDMA) OF 4G LTE- ADVANCED By RISDAWATI HUTABARAT Femtocell is a promising solution for cellular operator to increase the capacity of cellular network. Femtocell is a small cell having short range (10-30 meters), low cost, and low power base station. Fourth Generation (4G) cellular communication network allows frequency reuse of 1 between femtocell and macrocell which supported by Single Carrier- Frequency Division Multiple Access SC-FDMA for uplink transmission. Despite the advantages of deploying femtocell into the existing macrocell networks, it also increase the interference problems of the system caused by the use of frequency reuse 1. To address interference problems, this report proposes the use of two power controls for the uplink transmission in two-tier femtocell-macrocell cellular network. This report considers multi-cell cellular communication network consisting of three macrocell systems. There are three simulation settings which are considered in this report and it analyze one of three macrocells which is on the uplink transmission. Types of interferences considered in this report are co-tier, cross-tier, and total interferences. Three perfomance parameters which were observed in this report are Signal to Interference plus Noise Ratio (SINR), throughput and Bit Error Rate (BER). Simulation result show that power control methods resolve the interference problems on the observed evolved Node B(eNB) and observed Home enb. When it is comparing three simulation settings, the best result for the distribution of SINR, throughput, and BER are on the simulation setting 1 while the worst results were on the simulation setting 2. Keywords: Interference Management, Femtocell, Two-Tier Cellular Network, Uplink Transmission, Power Control, SINR.

4 MANAJEMEN INTERFERENSI PADA TRANSMISI UPLINK DENGAN METODE POWER CONTROL UNTUK TWO-TIER CELLULAR NETWORK BERBASIS SINGLE CARRIER- FREQUENCY DIVISION MULTIPLE ACCESS (SC-FDMA) PADA 4G LONG TERM EVOLUTION-ADVANCED (LTE-A) Oleh RISDAWATI HUTABARAT Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK Pada Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Lampun FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017

5

6

7

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sridadi, Provinsi Lampung pada tanggal 23 April Penulis merupakan anak ke-tiga dari enam bersaudara dari pasangan W. Hutabarat dan L. Sijabat. Pendidikan formal dimulai dari Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 1 Soponyono pada tahun 2000 dan lulus pada tahun 2006, lulus Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 1 Wonosobo pada tahun 2009, lulus Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 1 Kotaagung pada tahun 2012, dan pada tahun 2012 penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Teknik Elektro Universitas Lampung. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di Organisasi Himpunan Mahasiswa Teknik Elektro (Himatro) Fakultas Teknik periode sebagai anggota Departemen Sosial dan Kewirausahaan (Soswir) dan anggota Forum Komunikasi Mahasiswa Kristen Fakultas Teknik (FKMK-FT). Selain itu penulis juga aktif di Laboratorium Teknik Telekomunikasi sebagai asisten praktikum dan menjabat sebagai sekretaris Laboratorium periode Pada tahun 2015 penulis melaksanakan Kerja Praktik (KP) selama 40 hari di Innovation and Design Center (IDeC) PT. Telekomunikasi Bandung Divisi Machine to Machine (M2M), dengan mengambil judul Proses Transmisi Data Telemetry Device pada Vending Machine Menggunakan Jaringan General Packet Radio Service (GPRS).

9 PERSEMBAHAN Skripsi ini kupersembahkan untuk: Kedua orang tuaku yang sudah memberikan kasih sayang kepadaku, pelajaran hidup, tidak lelah memberikan semangat, tidak bosan memberikan nasihat dan doa sampai bisa menjadi seperti sekarang ini, terimakasih untuk semuanya. Kedua abangku dan adik-adikku atas dukungan moril maupun materiil dalam penyelesaian skripsi ini dan perkuliahanku.

10 MOTTO Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan. (Amsal 1:7)

11 SANWACANA Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala kasih, bimbingan, berkat, serta perlindungan-nya, penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Manajemen Interferensi pada Transmisi Uplink dengan Metode Power Control untuk Two-Tier Cellular Network Berbasis SC-FDMA pada 4G LTE-Advanced. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Lampung. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Penulis dengan penuh kesadaran dan kerendahan hati berharap semoga skripsi ini dapat menjadi tambahan ilmu yang bermanfaat bagi siapa saja yang ingin menggunakannya. Penulis juga menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dan dukungan baik moril maupun materiil dari keluarga, dosen pembimbing, sahabatsahabat dan pihak-pihak yang turut membantu, maka penulis tentu tidak akan dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Prof. Suharno, M.Sc.,Ph.D selaku Dekan Fakultas Teknik, 2. Bapak Dr. Ing Ardian Ulvan, S.T.,M.Sc. selaku Ketua Jurusan Teknik Elektro, dosen Pembimbing Akademik dan sekaligus penguji utama skripsi

12 yang bersedia menguji, memberikan arahan, saran, nasehat serta kritikan yang bersifat membangun dalam penyelesaian skripsi ini, 3. Bapak Dr. Herman H. Sinaga, S.T.,M.T. selaku sekretaris Jurusan Teknik Elektro, 4. Bapak Misfa Susanto,S.T.,M.Sc.,Ph.D. sebagai pembimbing utama yang telah meluangkan waktunya untuk berbagi ilmu, dengan sabar membimbing, tidak bosan memberikan saran, arahan dan nasehat sehingga skripsi ini dapat selesai, 5. Ibu Yetti Yuniati, S.T.,M.T sebagai pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran, serta kritikan yang bersifat membangun dalam pengerjaan skripsi ini, 6. Ibu Dr. Ing Melvi, S.T.,M.T. selaku Ketua Laboratorium Teknik Telekomunikasi yang turut serta memberikan saran, arahan, kritikan, nasehat dan bimbingan selama bangku perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini, 7. Seluruh Dosen Jurusan Teknik Elektro Universitas Lampung atas pengajaran dan bimbingannya yang telah diberikan kepada penulis selama menjadi mahasiswa Teknik Elektro Universitas Lampung, 8. Mba Ning atas semua bantuannya dalam mengurus masalah administrasi selama penulis menjadi mahasiswa di Jurusan Teknik Elektro, 9. Kedua orang tua tercinta, yang selalu memberikan doa, semangat, nasihat dan mendukung dalam segala hal dalam proses penyelesaian skripsi ini, 10. Kedua abangku, Bang Monang dan Bang Rudi yang selalu memberikan dukungan moril ataupun materiil dalam penyelesaian skripsi ini,

13 11. Adik-adikku, Deni, Sonta dan Hotman yang memberikan dukungan dan semangat, 12. Sahabat-sahabatku yang luar biasa, tempat berbagi dalam suka dan duka, Dika, Bella, Windy, Gusti, Desi dan Ratih yang telah memberikan semangat dan motivasi selama ini, 13. Sahabat yang ikut jatuh bangun dalam pengerjaan skripsi ini Dika Fauzia, terimakasih atas semangat, dukungan dan saran yang saling kita berikan, 14. Tim diskusi skripsi, Kak Pras, Andri, Niken, Yona dan Taufik atas pertukaran ilmu pengetahuannya, 15. Keluarga seperjuangan Teknik Elektro 2012 (Elang 2012) Universitas Lampung, semoga cita-cita dan harapan yang kita impikan dapat tercapai, 16. Teman-teman konsentrasi Telekomunikasi, Dika, Ratih, Andri, Gifinri, Fiki, Angga dan Taufik, 17. Kakak-kakak asistem Lab. Telkom, Mba Annida, Mba Alin, Kak Sigit, Mba Rina, Kak Adit, dan adik-adik staf lainnya yang tidak sempat disebutkan, 18. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungannya dari awal kuliah sampai dengan terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua amal baiknya. Penulis berharap skripsi ini berguna dan menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kita semua, Amin. Bandar Lampung, Februari 2017 Penulis Risdawati Hutabarat

14 DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... i HALAMAN JUDUL... LEMBAR PERSETUJUAN... LEMBAR PENGESAHAN... RIWAYAT HIDUP... PERSEMBAHAN... SANWACANA... iii iv v vii viii x DAFTAR ISI... xiii DAFTAR GAMBAR... xviii DAFTAR TABEL... xxiv DAFTAR SINGKATAN... xxv I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Skripsi Manfaat Skripsi Rumusan Masalah Batasan Masalah Sistematika Penulisan... 5

15 II. TINJAUAN PUSTAKA Kajian Pustaka pada Penelitian yang Berkaitan Konsep Seluler Interferensi dan Kapasitas Sistem Selular Peningkatan Kapasitas Sistem Seluler Pemecahan Sel (Cell Splitting) Pembagian Sektor (Sectoring) Pendekatan Zona Cakupan Long Term Evolution-Advanced (LTE-Advanced) Teknologi pada LTE-Advanced Orthoghonal Frequency Division Multiple Access Single Carrier- Frequency Division Multiple Access Femtocell Interferensi pada Femtocell Co-Tier Interference Cross-Tier Interference Model Propagasi Path Loss Model Propagasi untuk Macrocell-Daerah (Urban) Model Propagasi untuk Femtocell-Daerah (Urban) Metode Power Control III. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metode Penelitian xiv

16 3.3.1 Studi Literatur Pemodelan Sistem Pemodelan Cell Layout Penentuan Lokasi Base Station Distribusi User dan Lokasi HeNB Simulasi Sistem Parameter Simulasi Model Propagasi Pembangkitan Noise Perhitungan Kinerja Sistem Metode Power Control (PC) Metode Power Control Metode Power Control Pemodelan Skenario Skenario Interferensi Skenario Interferensi Skenario Interferensi Diagram Alir Penelitian Diagram Alir Proses Penelitian Diagram Alir Program Simulasi Flow Chart Tanpa Metode Power Control Flow Chart dengan Metode Power Control Flow Chart dengan Metode Power Control xv

17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Signal to Interference and Noise Ratio (SINR) Perbandingan Nilai SINR dengan Metode Power Control Nilai SINR pada Skenario 1 dengan Metode PC Nilai SINR pada Skenario 2 dengan Metode PC Nilai SINR pada Skenario 3 dengan Metode PC Perbandingan Nilai SINR dengan Metode Power Control Nilai SINR pada Skenario 1 dengan Metode PC Nilai SINR pada Skenario 2 dengan Metode PC Nilai SINR pada Skenario 3 dengan Metode PC Perbandingan Nilai SINR Berdasarkan Metode Power Control Perbandingan Nilai SINR pada Skenario Perbandingan Nilai SINR pada Skenario Perbandingan Nilai SINR pada Skenario Tabel Perbandingan Nilai SINR Throughput Perbandingan Nilai Throughput dengan Metode PC Nilai Throughput pada Skenario 1 dengan Metode PC Nilai Throughput pada Skenario 2 dengan Metode PC Nilai Throughput pada Skenario 3 dengan Metode PC Perbandingan Nilai Throughput dengan Metode PC Nilai Throughput pada Skenario 1 dengan Metode PC Nilai Throughput pada Skenario 2 dengan Metode PC Nilai Throughput pada Skenario 3 dengan Metode PC xvi

18 4.2.3 Perbandingan Nilai Throughput Berdasarkan Metode PC Perbandingan Nilai Throughput pada Skenario Perbandingan Nilai Throughput pada Skenario Perbandingan Nilai Throughput pada Skenario Tabel Perbandingan Nilai Throughput Bit Error Rate (BER) Perbandingan Nilai BER dengan Metode Power Control Nilai BER pada Skenario 1 dengan Metode PC Nilai BER pada Skenario 2 dengan Metode PC Nilai BER pada Skenario 3 dengan Metode PC Perbandingan Nilai BER dengan Metode Power Control Nilai BER pada Skenario 1 dengan Metode PC Nilai BER pada Skenario 2 dengan Metode PC Nilai BER pada Skenario 3 dengan Metode PC Perbandingan Nilai BER Berdasarkan Metode Power Control Perbandingan Nilai BER pada Skenario Perbandingan Nilai BER pada Skenario Perbandingan Nilai BER pada Skenario Tabel Perbandingan Nilai BER V. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xvii

19 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Gambar Pemodelan Sel Gambar 2.2 Sel Heksagonal Gambar 2.3 Perbandingan Ukuran Sel Gambar 2.4 Ilustrasi dari Interferensi Ko-Kanal Gambar 2.5 Arsitektur Dasar LTE-Advanced Gambar 2.6 Alokasi Subcarriers di OFDMA Gambar 2.7 Alokasi Subcarriers di SC-FDMA Gambar 2.8 Arsitektur HeNB pada LTE-Advanced Gambar 2.9 Interferensi Co-Tier Saat Transmisi Uplink Gambar 2.10 Interferensi Cross-Tier Saat Transmisi Uplink Gambar 2.11 Ilustrasi Path Loss Ketika Proses Transmisi Gambar 3.1 Cell Layout pada Skenario Simulasi Gambar 3.2 Penentuan Lokasi enb Gambar 3.3 Model Distribusi User Gambar 3.4 Distribusi User dan Femtocell Gambar 3.5 Skenario Simulasi Ketika Semua User Transmisi Uplink Gambar 3.6 Model Skenario Simulasi Gambar 3.7 Model Skenario Simulasi

20 Gambar 3.8 Model Skenario Simulasi Gambar 3.9 Diagram Alir Penelitian Gambar 3.10 Flow Chart tanpa Metode Power Control Gambar 3.11 Flow Chart Metode Power Control Gambar 3.12 Flow Chart Metode Power Control Gambar 4.1 Grafik SINR dengan Interferensi Co-Tier di Skenario Gambar 4.2 Grafik SINR dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario Gambar 4.3 Grafik SINR dengan Interferensi Total di Skenario Gambar 4.4 Grafik SINR dengan Interferensi Co-Tier di Skenario Gambar 4.5 Grafik SINR dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario Gambar 4.6 Grafik SINR dengan Interferensi Total di Skenario Gambar 4.7 Grafik SINR dengan Interferensi Co-Tier di Skenario Gambar 4.8 Grafik SINR dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario Gambar 4.9 Grafik SINR dengan Interferensi Total di Skenario Gambar 4.10 Grafik SINR dengan Interferensi Co-Tier di Skenario Gambar 4.11 Grafik SINR dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario Gambar 4.12 Grafik SINR dengan Interferensi Total di Skenario Gambar 4.13 Grafik SINR dengan Interferensi Co-Tier di Skenario Gambar 4.14 Grafik SINR dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario Gambar 4.15 Grafik SINR dengan Interferensi Total di Skenario Gambar 4.16 Grafik SINR dengan Interferensi Co-Tier di Skenario Gambar 4.17 Grafik SINR dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario Gambar 4.18 Grafik SINR dengan Interferensi Total di Skenario Gambar 4.19 Grafik Perbandingan SINR dengan Interferensi Co-Tier di xix

21 Skenario Gambar 4.20 Grafik Perbandingan SINR dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario Gambar 4.21 Grafik Perbandingan SINR dengan Interferensi Total di Skenario Gambar 4.22 Grafik Perbandingan SINR dengan Interferensi Co-Tier di Skenario Gambar 4.23 Grafik Perbandingan SINR dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario Gambar 4.24 Grafik Perbandingan SINR dengan Interferensi Total di Skenario Gambar 4.25 Grafik Perbandingan SINR dengan Interferensi Co-Tier di Skenario Gambar 4.26 Grafik Perbandingan SINR dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario Gambar 4.27 Grafik Perbandingan SINR dengan Interferensi Total di Skenario Gambar 4.28 Grafik Throughput dengan Interferensi Co-Tier di Skenario Gambar 4.29 Grafik Throughput dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario Gambar 4.30 Grafik Throughput dengan Interferensi Total di Skenario Gambar 4.31 Grafik Throughput dengan Interferensi Co-Tier di Skenario Gambar 4.32 Grafik Throughput dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario Gambar 4.33 Grafik Throughput dengan Interferensi Total di Skenario Gambar 4.34 Grafik Throughput dengan Interferensi Co-Tier di Skenario xx

22 Gambar 4.35 Grafik Throughput dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario Gambar 4.36 Grafik Throughput dengan Interferensi Total di Skenario Gambar 4.37 Grafik Throughput dengan Interferensi Co-Tier di Skenario Gambar 4.38 Grafik Throughput dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario Gambar 4.39 Grafik Throughput dengan Interferensi Total di Skenario Gambar 4.40 Grafik Throughput dengan Interferensi Co-Tier di Skenario Gambar 4.41 Grafik Throughput dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario Gambar 4.42 Grafik Throughput dengan Interferensi Total di Skenario Gambar 4.43 Grafik Throughput dengan Interferensi Co-Tier di Skenario Gambar 4.44 Grafik Throughput dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario Gambar 4.45 Grafik Throughput dengan Interferensi Total di Skenario Gambar 4.46 Grafik Perbandingan Throughput dengan Interferensi Co-Tier di Skenario Gambar 4.47 Grafik Perbandingan Throughput dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario Gambar 4.48 Grafik Perbandingan Throughput dengan Interferensi Total di Skenario Gambar 4.49 Grafik Perbandingan Throughput dengan Interferensi Co-Tier di Skenario Gambar 4.50 Grafik Perbandingan Throughput dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario Gambar 4.51 Grafik Perbandingan Throughput dengan Interferensi Total di Skenario Gambar 4.52 Grafik Perbandingan Throughput dengan Interferensi Co-Tier xxi

23 di Skenario Gambar 4.53 Grafik Perbandingan Throughput dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario Gambar 4.54 Grafik Perbandingan Throughput dengan Interferensi Total di Skenario Gambar 4.55 Grafik BER dengan Interferensi Co-Tier di Skenario Gambar 4.56 Grafik BER dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario Gambar 4.57 Grafik BER dengan Interferensi Total di Skenario Gambar 4.58 Grafik BER dengan Interferensi Co-Tier di Skenario Gambar 4.59 Grafik BER dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario Gambar 4.60 Grafik BER dengan Interferensi Total di Skenario Gambar 4.61 Grafik BER dengan Interferensi Co-Tier di Skenario Gambar 4.62 Grafik BER dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario Gambar 4.63 Grafik BER dengan Interferensi Total di Skenario Gambar 4.64 Grafik BER dengan Interferensi Co-Tier di Skenario Gambar 4.65 Grafik BER dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario Gambar 4.66 Grafik BER dengan Interferensi Total di Skenario Gambar 4.67 Grafik BER dengan Interferensi Co-Tier di Skenario Gambar 4.68 Grafik BER dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario Gambar 4.69 Grafik BER dengan Interferensi Total di Skenario Gambar 4.70 Grafik BER dengan Interferensi Co-Tier di Skenario Gambar 4.71 Grafik BER dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario Gambar 4.72 Grafik BER dengan Interferensi Total di Skenario Gambar 4.73 Grafik Perbandingan BER dengan Interferensi Co-Tier xxii

24 di Skenario Gambar 4.74 Grafik Perbandingan BER dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario Gambar 4.75 Grafik Perbandingan BER dengan Interferensi Total di Skenario Gambar 4.76 Grafik Perbandingan BER dengan Interferensi Co-Tier di Skenario Gambar 4.77 Grafik Perbandingan BER dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario Gambar 4.78 Grafik Perbandingan BER dengan Interferensi Total di Skenario Gambar 4.79 Grafik Perbandingan BER dengan Interferensi Co-Tier di Skenario Gambar 4.80 Grafik Perbandingan BER dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario Gambar 4.81 Grafik Perbandingan BER dengan Interferensi Total di Skenario xxiii

25 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Perbandingan dari Beberapa Metode untuk Manajamen Interferensi Tabel 2.2 Nilai SINR Berdasarkan Tipe Trafik Berbeda Tabel 3.1 Parameter Simulasi Tabel 3.2 Kasus yang Terjadi pada Pemodelan 3 Macrocell dengan 1 Femtocell Tiap-Tiapnya Tabel 3.3 Skenario Simulasi Tabel 3.4 Skenario Simulasi Tabel 3.5 Skenario Simulasi Tabel 4.1 Perbandingan Nilai SINR pada Skenario Tabel 4.2 Perbandingan Nilai SINR pada Skenario Tabel 4.3 Perbandingan Nilai SINR pada Skenario Tabel 4.4 Perbandingan Nilai Throughput pada Skenario Tabel 4.5 Perbandingan Nilai Throughput pada Skenario Tabel 4.6 Perbandingan Nilai Throughput pada Skenario Tabel 4.7 Perbandingan Nilai BER pada Skenario Tabel 4.8 Perbandingan Nilai BER pada Skenario Tabel 4.9 Perbandingan Nilai BER pada Skenario

26 DAFTAR SINGKATAN 3GPP BER BPSK BTS CCDF CDF DSL enb EPC E-UTRAN FRR FUE HeNB HSPA ICIC IP ITU-RR LIPA LTE : The Third Generation Partnership Project : Bit Error Rate : Binary Phase Shift Keying : Base Transceiver Station : Complementary Cummulatif Distribustion Function : Cummulatif Distribustion Function : Digital Subscriber Line : evolved Node B : Evolved Packet Core : Evolved Universal Terrestrial Radio Access Network : Fractional Frequency Reuse : Femto User Equipment : Home enode B : High Speed Packet Access : Inter Cell Interference Coordination : Internet Protocol : International Telecommunication Union-Radio Regulations : Local IP Access : Long Term Evolution

27 MATLAB : Matrix Laboratory MME/S-GW : Mobility Management Entity/Serving Gateway MUE OFDMA PAPR : Macro User Equipment : Orthogonal Frequency Division Multiple Access : Peak to Average Power Ratio PC 1 : Power Control 1 PC 2 : Power Control 2 PC QAM QoS QPSK SC-FDMA SINR UE UMTS VoIP WCDMA : Power Control : Quadrature Amplitude Modulation : Quality of Service : Quadrature Phase Shift Keying : Single Carrier-Frequency Division Multiple Access : Signal to Interfence plus Noise Ratio : User Equipment : Universal Mobile Telecommunication System : Voice over Internet Protocol : Wideband Code Division Multiple Access xxvi

28 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia menempati urutan ke-empat di dunia sebagai pengguna terbanyak yang melakukan koneksi mobile dan urutan ke-tiga di Asia Pasifik sebagai pengguna terbanyak smartphones, dan juga diprediksi bahwa pengguna akan semakin meningkat sampai dengan tahun 2019 [1]. Semakin banyaknya pengguna seluler maka semakin besar kapasitas jaringan seluler yang harus disediakan. Hal ini membuat operator seluler harus terus meningkatkan kapasitas jaringan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Komunikasi seluler terus berkembang pesat untuk memudahkan para pengguna dalam bertukar atau mendapatkan informasi secara cepat di mana saja dan kapan saja. Dari semua pengguna seluler, lebih dari 70% pengguna melakukan panggilan telepon dan layanan data Internet di dalam ruangan [2], misalnya di dalam gedung perkantoran, di dalam sekolah dan gedung indoor lainnya. Salah satu isu yang menjadi perhatian pada saat ini adalah bagaimana meningkatkan cakupan area indoor dan menyediakan layanan data yang cepat dengan kualitas yang lebih baik bagi pengguna. Memperkecil ukuran sel dapat membantu meningkatkan kapasitas jaringan dan cakupan area layanan. Salah satu caranya adalah dengan melakukan penyebaran femtocell pada macrocell. Femtocell cocok digunakan pada area indoor karena

29 2 memiliki cakupan area yang lebih kecil sehingga dapat meningkatkan kualitas layanan agar Quality of Service (QoS) pada pelanggan menjadi terjamin [3]. Femtocell access point merupakan access point atau mini Base Transceiver Station (BTS) jaringan seluler yang menghubungkan perangkat mobile standar ke sebuah jaringan operator mobile menggunakan Digital Subscriber Line (DSL), koneksi kabel broadband, fiber optic atau teknologi jaringan wireless [4]. Femtocell access point juga dikenal dengan Home Enhanced NodeB (HeNB) yang merupakan perkembangan dari macro base sation atau Enhanced Node B (enb) sebagai mini BTS dengan menggunakan level daya yang rendah, cakupan area yang lebih kecil dan sangat tepat untuk meningkatkan coverage dan kapasitas jaringan, khususnya di dalam ruangan [5]. Di samping kelebihan yang disediakan oleh femtocell, terdapat masalah baru dari penggunaan femtocell yaitu timbulnya interferensi yang lebih kompleks dibanding dengan tanpa penyebaran femtocell. Interferensi terjadi karena penggunaan kanal komunikasi secara bersama antara user HeNB dan enb pada waktu yang sama. Interferensi dapat terjadi pada arah uplink maupun downlink. Oleh karena itu, manajemen interferensi pada femtocell merupakan tantangan yang muncul sebagai akibat dari implementasi HeNB pada daerah cakupan enb. Terdapat beberapa metode manajemen interferensi yang dapat digunakan untuk mengurangi interferensi salah satunya yaitu dengan metode power control. Power control merupakan metode yang digunakan untuk mengatur daya pancar baik pada user maupun base station (baik pada HeNB maupun enb) sehingga pengaruh daya interferensi dapat diminimalkan. Pada teknologi Long Term Evolution-Advanced (LTE-Advanced), The Third Generation Partnership Project (3GPP) menetapkan

30 3 teknik akses yang digunakan pada arah downlink menggunakan Orthogonal Frequency Division Multiple Access (OFDMA) sedangkan pada arah uplink menggunakan Single Carrier-Frequency Division Multiple Access (SC-FDMA). Skripsi ini akan membahas manajemen interferensi dengan metode power control di 4G LTE-Advanced yang akan berfokus pada transmisi uplink. 1.2 Tujuan Skripsi Adapun tujuan penelitian pada skripsi ini yaitu: 1. Melakukan skenario simulasi yang telah dibuat untuk manajemen interferensi femtocell pada 4G LTE-Advanced menggunakan metode power control pada arah uplink, 2. Menghitung dan menganalisis nilai Signal to Interfence plus Noise Ratio (SINR), throughput, dan Bit Error Rate (BER) pada sisi uplink menggunakan simulasi pada femtocell dengan dan tanpa metode power control. 1.3 Manfaat Skripsi Manfaat yang diharapkan dari skripsi ini adalah: 1. Mengetahui faktor apa saja yang menimbulkan interferensi pada femtocell sehingga kualitas sinyal pada pengguna menurun, 2. Meningkatkan kualitas sinyal dan coverage area bagi pengguna femtocell khususnya pada area indoor, 3. Mengurangi interferensi dengan mengatur transmisi daya pancar user dengan metode power control,

31 4 4. Menjamin QoS pada user di macrocell tetap baik dan tidak menurunkan QoS pada femtocell, 5. Sebagai saran atau rekomendasi untuk operator penyedia layanan seluler dalam hal meningkatkan kapasitas jaringan. 1.4 Rumusan Masalah Permasalahan yang dibahas pada penulisan skripsi adalah: 1. Pembuatan skenario simulasi untuk mengatur letak dan jumlah user di macrocell ataupun di femtocell untuk manajemen interferensi, 2. Bagaimana menentukan parameter simulasi pada jaringan macrocell dan femtocell, 3. Bagaimana cara mensimulasikan dan mendapatkan data yang diharapkan dari skenario simulasi yang telah dibuat menggunakan software MATLAB, 4. Menentukan acuan apa yang akan digunakan untuk menganalisis hasil perhitungan yang didapat dari hasil simulasi, 5. Bagaimana cara mengatur daya pancar user pada skenario simulasi yang telah dibuat untuk dapat diimplementasikan pada jaringan 4G LTE-Advanced. 1.5 Batasan Masalah Dalam penelitian ini dilakukan pembatasan terhadap masalah yang akan dibahas yaitu: 1. Skenario simulasi yang akan digunakan pada penelitian ini menggunakan skenario multicell dengan 3 macrocell (enb) dengan masing-masing memiliki 10 HeNB, 2. Skenario simulasi yang akan disimulasikan adalah jaringan berbasis SC- FDMA seperti yang digunakan pada arah uplink 4G LTE-Advanced,

32 5 3. User yang diamati melakukan transmisi uplink dan semua user berada di indoor (dalam ruangan). Jumlah user di macrocell adalah 30 user dan 4 user di tiap femtocell, 4. Analisa berdasarkan tipe interferensi co-tier dan cross-tier, 5. Metode manajemen interferensi yang digunakan adalah metode power control dengan mengamati parameter kinerja sistem yaitu nilai SINR, throughput dan BER, 6. Diasumsikan tidak terjadi handover antara macrocell dengan femtocell. 7. Jenis trafik yang akan disimulasikan adalah trafik suara (voice), 8. Diasumsikan femtocell dan macrocell memiliki frekuensi kerja yang sama (frekuensi reuse=1), 9. Simulasi yang akan dilakukan pada skenario simulasi menggunakan software MATLAB. 1.6 Sistematika Penulisan Sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini, disusun suatu sistematika penulisan dengan membaginya menjadi beberapa bab. Susunan sistematika tersebut adalah: BAB I. PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang latar belakang permasalahan, tujuan dilakukannya penelitian, manfaat yang didapat dan diberikan dari penelitian ini, batasan masalah yang akan dibahas dan sistematika penulisan. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang tinjauan dan telaah literatur dari beberapa hasil penelitian yang berhubungan dengan topik skripsi ini. Membahas tentang teori-teori dasar

33 6 mengenai konsep dasar seluler, LTE-Advanced, membahas secara ringkas mengenai Orthogonal Frequency Division Multiple Accesss (OFDMA) dan Single Carrier-Frequency Division Multiple Acces (SC-FDMA), interferensi pada femtocell, model propagasi yang digunakan, manajemen interferensi dengan metode power control, perhitungan daya dan SINR-nya. BAB III. METODE PENELITIAN Bab ini berisi langkah-langkah penelitian yang dilakukan di antaranya waktu dan tempat penelitian, alat dan bahan, tahap penelitian mulai dari studi literatur, pemodelan skenario simulasi sistem, parameter simulasi yang akan digunakan, tabel capaian penelitian dan diagram alir penelitian. BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi hasil simulasi yang dihasilkan dari software MATLAB dan membahas analisa perbandingan data-data hasil simulasi yang diperoleh sesuai dengan batasan masalah yang dibahas. BAB V. SIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini berisi tentang simpulan dari semua hasil simulasi dan analisa pembahasan dari skenario simulasi yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Bab ini juga memberikan saran-saran yang perlu dipertimbangkan dalam upaya pengembangan lebih lanjut.

34 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka pada Penelitian yang Berkaitan Skripsi ini mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya pada literatur, di mana penelitian-penelitian tersebut sama-sama membahas mengenai manajemen interferensi pada femtocell namun menggunakan metode dan batasan masalah yang berbeda. Penulis pada [6] melakukan sebuah penelitian dengan judul Desain dan Analisa Kinerja Femtocell LTE-Advanced Menggunakan Metode Inter Cell Interference Coordination (ICIC). Metode ini bertujuan untuk menguji efektifitas pada sistem LTE-Advanced menggunakan HeNB tanpa metode ICIC dan mengetahui bagaimana pengaruhnya apabila menggunakan metode ICIC. ICIC merupakan salah satu metode manajemen interferensi dengan mengkoordinasikan antara enb dan HeNB untuk menyediakan kanal dengan interferensi yang rendah kepada pengguna atau user yang terinterferensi oleh HeNB. Dari hasil simulasi, sistem yang menggunakan metode ICIC memiliki kinerja lebih baik dibandingkan dengan sistem yang tidak menggunakan metode ICIC. Pada sistem dengan metode ICIC, nilai SINR di atas threshold naik hingga 42.76% dibanding dengan sistem tanpa menggunakan metode ICIC. Untuk nilai throughput, pada sistem dengan metode ICIC user yang memiliki throughput di atas threshold mencapai 76.03% sedangkan pada sistem tanpa metode ICIC hanya 33.27%.

35 8 Penulis pada [7] melakukan sebuah penelitian dengan judul Analisis Kinerja Metode Power Control untuk Manajemen Interferensi Sistem Komunikasi Uplink LTE-Advanced dengan Femtocell. Penelitian tersebut bertujuan untuk membandingkan kinerja sistem dengan dan tanpa metode power control. Pemodelan sistem pada penelitian tersebut menggunakan satu sel heksagonal dengan satu enb dengan menyebarkan 25 HeNB secara acak dan terletak pada tepi sel heksagonal tersebut. Dari hasil simulasi, sistem dengan metode power control mengalami peningkatan nilai SINR. Diperoleh nilai SINR pada enb di atas 30 db di mana sebelumnya hanya 25 db. Sedangkan nilai SINR pada HeNB bernilai di atas 60 db yang sebelumnya hanya 30 db. Penulis pada [8] melakukan sebuah penelitian dengan judul Interference Management in Femtocell Networks Using Power Control. Penelitan tersebut menggunakan algoritma power control berbasis Wideband Code Division Multiple Access (WCDMA) pada jaringan 3G dan mensimulasikannya menggunakan MATLAB untuk mendemonstrasikan distribusi acak pengguna dari cell phone di dalam gedung dan memeriksa interferensi co-tier (di antara dua atau lebih base station) saat uplink dan downlink. Simulasi dilakukan untuk mengatur daya pancar user saat transmisi arah uplink dan daya pancar HeNB saat transmisi arah downlink sehingga daya yang diterima memenuhi nilai tertentu sesuai dengan kebutuhan Quality of Service (QoS). Penelitian tersebut berhasil dilakukan dengan mengontrol interferensi di level co-tier dengan didapatkan nilai daya yang diterima pada femtocell user maupun HeNB naik hingga 50% dibandingkan tanpa menggunakan metode power control.

36 9 Penulis pada [9] melakukan sebuah penelitian dengan judul Uplink Capacity and Interference Avoidance for Two Tier femtocell Network. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan sebuah analisis kapasitas uplink dan strategi pengurangan interferensi untuk spektrum yang digunakan bersama pada two-tier CDMA. Analisa kapasitas menyediakan sebuah karakterisitik yang akurat dari uplink outage probability, perhitungan pada power control, path loss dan efek shadowing. Penulis pada [10] melakukan sebuah penelitian dengan judul Interference Management in OFDMA Femtocell Networks: Issues and Approaches. Pada artikel tersebut, penulis menjelaskan mengenai cara meningkatkan kapasitas jaringan yaitu salah satunya dengan penyebaran femtocell. Interferensi yang dapat terjadi pada femtocell adalah interferensi co-tier dan cross-tier. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengurangi interfererensi. Penulis pada [10] menjelaskan mengenai penelitian-penelitian sebelumnya yang menggunakan berbagai metode manajemen interferensi. Metode manajemen interferensi yang dapat digunakan yaitu metode manajemen Femto-aware spectrum, metode clustering of femtocells, metode beam subset selection strategy, metode collaborative frequency scheduling, metode power control, metode cognitive dan metode frequency reuse. Pada artikel tersebut penulis mendapatkan hasil perbandingan dari masing-masing metode yang berbeda. Berikut ini adalah tabel perbandingannya.

37 10 Tabel 2.1 Perbandingan dari Beberapa Metode untuk Manajemen Interferensi [10] No. Metode Mode Transmisi 1 Femto-aware spectrum management 2 Clustering of femtocell 3 Beam subset selection selection strategy 4 Collaborative frequency schedulling 5 Power control Kerjasama antara HeNB dan enb Mode Akses Tingkat Komplek -sitas uplink diperlukan closed cukup tinggi downlink diperlukan closed cukup tinggi downlink uplink dan downlink downlink tidak diperlukan tidak diperlukan tidak diperlukan Tingkat Efisiensi rendah cukup tinggi closed tinggi cukup tinggi closed closed dan open 6 Cognitive downlink diperlukan closed dan open 7 Fractional Frequency Reuse (FRR) downlink tidak diperlukan closed, open dan hybrid cukup tinggi cukup tinggi cukup tinggi tinggi tinggi cukup tinggi Tipe Interferensi cross-tier co-tier dan crosstier cross-tier cross-tier dan intercarrier interferences cross-tier cross-tier rendah tinggi co-tier cross-tier Tabel 2.1 membandingkan tingkat efisiensi dan kompleksitas dari masing-masing metode. Berdasarkan Tabel 2.1, metode manajemen interferensi yang memiliki tingkat efisiensi yang tinggi yaitu metode collaborative frequency scheduling, metode power control, dan metode frequency reuse. Kajian pustaka yang telah disebutkan di atas masing-masing membahas mengenai manajemen interferensi pada jaringan femtocell baik pada jaringan 3G maupun 4G. Skripsi ini akan menggunakan metode power control untuk manajemen interferensi pada femtocell khususnya pada proses uplink berbasis jaringan 4G LTE-Advanced. Power control pada uplink merupakan metode yang digunakan untuk mengatur daya pancar user yang akan diamati. Skenario simulasi yang

38 11 digunakan adalah dengan menggunakan tiga buah macrocell heksagonal dengan masing-masing di dalamnya terdapat 10 buah femtocell. 2.2 Konsep Seluler Sistem seluler (cellular) merupakan salah satu sistem komunikasi yang digunakan untuk memberikan layanan jasa telekomunikasi bagi pelanggan bergerak. Sistem seluler ini membagi daerah yang akan dilayani menjadi daerah yang kecil-kecil disebut dengan sel (cell). Dengan adanya sistem seluler ini maka pengguna dapat melakukan layanan komunikasi data, voice dan video dengan bergerak secara bebas di dalam area layanan tanpa terjadi pemutusan hubungan dan dapat berkomunikasi secara wireless. Pada sistem seluler dilakukan penggambaran sel heksagonal untuk menggambarkan cakupan area secara geografis. Bentuk sel pada sistem seluler dapat dimisalkan seperti pada gambar berikut ini. a. Model b. Ideal c. Nyata Gambar 2.1 (a) Bentuk Model Sel yang Sering Digunakan, (b) Bentuk Sel Ideal, (c) Bentuk Sel Secara Nyata atau Real Pada sistem seluler, sel heksagonal seperti pada Gambar 2.1 (a) digunakan untuk memodelkan sel karena cakupan area dapat digambarkan secara rapi serta mencakup keseluruhan area. Sel heksagonal dipilih sebagai model karena dapat

39 12 menutupi wilayah tanpa celah dan juga tidak terjadi tumpang tindih dengan sel yang ada di sebelahnya. Luas pada sel heksagonal dapat dihitung dengan memperhatikan Gambar 2.2 berikut ini. R R Gambar 2.2 Sel Heksagonal [11] Seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2, luas sel yang akan dihitung adalah sel yang berada di tengah dengan terdapat 6 sel yang ada di sekitanya. Luas sel heksagonal dapat dihitung dengan persamaan 2.1 berikut: L = (6 1 2 R) R (2.1a) L = 3 2 R2 3 (2.1b) L 2,6 R 2 dalam satuan luas keterangan: L= Luas sel heksagonal (satuan luas), R = Jari-jari sel (satuan panjang). Terdapat empat jenis sel berdasarkan jari-jari sel, yaitu: 1. Macrocell, merupakan sel dengan cakupan area yang memiliki jari-jari lebih dari 1 kilometer,

40 13 2. Microcell, sel yang lebih kecil dari macrocell. Apabila macrocell sudah tidak mampu lagi mencakupi area layanannya karena penduduk yang semakin padat maka microcell cocok digunakan untuk mencakupi area yang tidak terjangkau. Microcell dapat diletakkan di atas gedung atau bangunan yang tinggi, 3. Picocell, merupakan sel yang lebih kecil dari microcell. Picocell dapat ditempatkan di dalam ruangan atau gedung, 4. Femtocell, merupakan sel yang lebih kecil dari picocell. Femtocell access point juga dikenal sebagai Base Transceiver Station (BTS) mini yang diletakkan di dalam ruangan dengan cakupan yang kecil sehingga akan meningkatkan kapasitas jaringan di dalam ruangan tersebut. Dikarenakan cakupan area pada femtocell ini kecil, maka pengguna yang dapat mengakses pada femtocell ini dibatasi hanya sampai dengan empat pengguna [12]. Berikut ini adalah gambar mengenai pemodelan sel dari macrocell hingga picocell. Gambar 2.3 Perbandingan Ukuran Sel [4] Gambar 2.3 menunjukkan perbandingan ukuran masing-masing sel. Dapat dilihat bahwa macrocell merupakan sel yang memiliki cakupan area yang luas, kemudian sel yang lebih kecil dari macrocell yaitu micocell. Picocell lebih kecil dari microcell dan femtocell memiliki cakupan area yang lebih kecil dari picocell.

41 Interferensi dan Kapasitas Sistem Seluler Pada radio seluler, interferensi merupakan faktor yang mempengaruhi unjuk kerja sistem. Interferensi merupakan hambatan dalam upaya untuk penambahan jumlah kapasitas. Sumber interferensi dapat dari pengguna satu dengan lainnya dalam satu sel, proses komunikasi yang berlangsung bersamaan dengan sel yang berdekatan atau base stations yang beroperasi dengan menggunakan frekuensi yang sama. Pada sistem seluler terdapat dua macam interferensi yang dapat terjadi yaitu interferensi ko-kanal (co-channel interference) dan interferensi kanal yang berdekatan (adjacent channel interference) [13] Interferensi Ko-Kanal Sel-sel dengan kanal yang sama (co-channel) merupakan sel-sel yang menggunakan pengulangan frekuensi (frequency reuse) yaitu dengan frekuensi yang sama. Penggunaan frequency reuse dapat menimbulkan interferensi yang cukup besar, terlebih jika digunakan pada sel-sel yang berdekatan. Interferensi yang terjadi di antara sinyal pada sel-sel ini disebut dengan interferensi ko-kanal. Perbandingan antara jarak dengan jari-jari sel (Q) disebut sebagai ratio penggunaan ulang ko-kanal (co-channel reuse ratio), dapat dituliskan dalam bentuk persamaan: Q = D R = 3N (2.2) di mana: Q = reuse ratio, D = jarak dari user yang diamati ke pusat sel ko-kanal terdekat, N = cluster size atau reuse factor,

42 15 R = jari-jari sel (dalam satuan panjang). Gambar 2.4 Ilustrasi dari Interferensi Ko-Kanal [13] Gambar 2.4 merupakan ilustrasi dari sel-sel ko-kanal pada satu tingkat dengan ukuran kelompok sel (cluster) N=7. Mobile user yang ditandai dengan huruf x merupakan user yang memperoleh interferensi ko-kanal paling banyak dari kokanal di sebelahnya. Apabila ingin memperoleh kapasitas yang besar maka ukuran kelompok sel (N) harus diperkecil sehingga nilai perbandingan D/R akan semakin kecil. Daya rata-rata yang diterima (P r ) pada jarak d dari antena pengirim dapat dihitung dengan persamaan: P r = P o d d 0 n (2.3) P r (dbm) = P o (dbm) 10n log d d 0 (2.4) di mana P o adalah daya yang diterima pada jarak d 0 dari antena pengirim. Nilai n merupakan eksponen rugi-rugi lintasan. Besarnya nilai n ini bergantung pada jenis lokasinya, untuk daerah perkotaan berkisar antara 3 sampai 4 [13]. Nilai

43 16 perbandingan daya dengan interferensi (S/I) dapat dihitung dengan persamaan berikut: S I = R n io i=1 (D i ) n (2.5) S (watt) adalah daya sinyal yang dikendaki, I (watt) adalah daya sinyal interferensi yang disebabkan oleh sel-sel ko-kanal, R adalah jari-jari sel, D adalah jarak terdekat antara dua sel ko-kanal, dan i o merupakan jumlah sel ko-kanal yang menyebabkan terjadinya interferensi Interferensi Kanal yang Berdekatan Interferensi tipe ini disebabkan oleh sinyal-sinyal pada frekuensi yang berdekatan. Interferensi ini dapat terjadi ketika terdapat dua pengguna yang menggunakan kanal yang berdekatan. Interferensi kanal ini dapat diminimalkan dengan melakukan penapisan (filtering) dan pembagian kanal yang tepat. Dengan cara mengatur kanal pada tiap sel sehingga kanal-kanal yang berdekatan frekuensinya tidak berada pada sel yang berdekatan. 2.4 Peningkatan Kapasitas Sistem Seluler Semakin tinggi permintaan layanan seluler maka jumlah kapasitas juga harus lebih ditingkatkan untuk mendukung jumlah pemakai yang juga terus meningkat. Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk meningatkan kapasitas jaringan dalam sistem seluler antara lain [13]:

44 Pemecahan Sel (Cell Splitting) Teknik pemecahan sel dilakukan dengan membagi suatu sel yang besar ke dalam sel-sel yang berukuran lebih kecil. Sehingga sel-sel lebih kecil ini akan dilayani oleh satu base sation. Teknik pemecahan sel ini dapat meningkatkan kapasitas dari sistem seluler Pembagian Sektor (Sectoring) Teknik sectoring merupakan teknik yang dapat digunakan untuk mengurangi interferensi ko-kanal. Teknik ini menggunakan antena directional untuk mengontrol interferensi dan penggunaan ulang kanal frekuensi, sehingga interferensi ko-kanal dapat diminimalkan dengan bergantung pada jumlah dari pembagian sektor yang digunakan. Sebuah sel pada umumnya dibagi sel ke dalam tiga sel sektor (120 0 ) atau enam sel sektor (60 0 ) Pendekatan Zona Cakupan (Coverage Zona Approaches) Teknik ini digunakan untuk memperluas kapasitas dari sistem seluler dengan memperluas zona cakupan yang dikenal dengan microcell zone. Teknik microcell zone adalah konsep dengan membagi cakupan area dan mengandalkan pada penempatan antena base station untuk memperbaiki kapasitas sehingga interferensi ko-kanal dapat diminimalkan. 2.5 Long Term Evolution-Advanced ( LTE-Advanced) The Third Generation Partnership Project (3GPP) yang merupakan kolaborasi antara kelompok-kelompok asosiasi pengembang standar telekomunikasi

45 18 mengenalkan salah satu proyek yang telah dibuat yaitu LTE. Teknolog LTE ini dikenal sebagai teknologi komunikasi seluler generasi ke-empat (4G) yang bertujuan untuk memperbaiki teknologi komunikasi seluler generasi sebelumnya yaitu Universal Mobile Telecommunication System (UMTS) (3G) dan High Speed Packet Access (HSPA) (3.5G). Berdasarkan teori, teknologi LTE menawarkan kecepatan transfer data mencapai 50 Mbps untuk sisi uplink dan dapat mencapai 100 Mbps pada sisi downlink. Setelah LTE dirilis, 3GPP terus melakukan pengembangan pada LTE ini sehingga 3GPP mengeluarkan release 10 yaitu LTE- Advanced. LTE-Advanced merupakan pengembangan lanjutan dari teknologi LTE yang memungkinkan jaringan memiliki capaian coverage area yang lebih besar, lebih stabil, lebih cepat dari sebelumnya. 3GPP TS release 10 mengenalkan arsitektur dasar jaringan LTE-Advanced seperti pada gambar berikut ini. }EPC Gambar 2.5 Arsitektur Dasar LTE-Advanced [14] Gambar 2.5 menjelaskan arsitektur dasar dari LTE-Advanced yang terdiri dari dua bagian, Evolved Universal Terrestrial Radio Access Network (E-UTRAN) dan Evolved Packet Core (EPC). E-UTRAN sebagai radio access network sedangkan

46 19 EPC merupakan core network pada LTE yang akan melakukan komunikasi dan konektivitas berbasis jaringan Internet Protocol (IP). Pada arsitektur LTE, enb akan terhubung dengan E-UTRAN NodeB (enb) lainnya melalui interface X2. enb juga akan terhubung dengan EPC melalui interface S1. enb akan terhubung ke Mobility Management Entity/Serving Gateway (MME/S-GW) yang merupakan core network. Interface S1 akan membentuk konektivitas antara MMES/S-GWs dan enbs. Berdasarkan Gambar 2.5 dapat dikatakan bahwa arsitektur LTE ini lebih sederhana dibandingkan dengan arsitektur pada teknologi generasi sebelumnya. Teknologi LTE-Advanced berbasis pada packet switch, sehingga arsitektur jaringan LTE dirancang dengan tujuan mendukung trafik packet switch dengan mobilitas tinggi, Quality of Service (QOS), dan latency yang kecil Persyaratan Penyelenggara Jaringan LTE Teknologi 4G memiliki standar-standar yang ditetapkan oleh 3GPP pada release 8. Standar tersebut adalah sebagai berikut [15]: 1. Laju data downlink bisa mencapai 100 Mbps saat pengguna bergerak dengan cepat dan 1 Gbps saat bergerak pelan atau diam. Sementara itu untuk uplink laju data dapat mencapai 50 Mbps, 2. Waktu tunda (delay) sistem berkurang hingga 10 ms, 3. Efisiensi spektrum meningkat dua hingga empat kali lipat dari teknologi 3,5 G HSPA Release-6, 4. Migrasi sistem yang hemat biaya dari HSPA Relese-6 ke LTE, 5. Meningkatkan layanan broadcast,

47 20 6. Menggunakan penyambungan packet switch sehingga memungkinkan sistem untuk mengadopsi IP secara menyeluruh, 7. Bandwith yang fleksibel, mulai dari 1,4 MHz, 3 MHz, 5 MHz, 10 MHz, 15 MHz, hingga 20 MHz, 8. Bekerja di berbagai spektrum frekuensi baik berpasangan (paired) maupun tidak berpasangan (unpaired), 9. Dapat bekerja sama (inter-working) dengan sistem 3GPP maupun sistem non- 3GPP yang sudah ada. 2.6 Teknologi pada LTE-Advanced Pada jaringan LTE-Advanced teknik akses jamak atau teknik multiple acces yang digunakan berbeda saat proses uplink dan downlik. Multiple access adalah teknik yang memungkinkan suatu base station untuk dapat diakses oleh beberapa node yang saling berjauhan, contohnya subscriber station, dengan tidak saling mengganggu. Pada jaringan LTE, transmisi pada arah downlink menggunakan teknik Orthogonal Frequency Division Multiple Acces (OFDMA), sedangkan pada arah uplink menggunakan teknik Single Carrier Frequency Division Multiple Access (SC-FDMA) Orthogonal Frequency Division Multiple Acces (OFDMA) OFDMA adalah teknik multiple access yang berbasis pada skema transmisi Orthogonal Frequency Division Multiple (OFDM) yang digunakan pada arah downlink. OFDM merupakan teknik transmisi yang menggunakan beberapa buah frekuensi (multicarrier) yang saling tegak lurus (orthogonal). OFDMA pada LTE digunakan ketika transmisi arah downlink, yaitu ketika komunikasi dari arah enb

48 21 ke user. OFDMA memiliki nilai Peak to Average Power Ratio (PAPR) yang lebih besar dibandingkan dengan SC-FDMA, disebabkan akan kebutuhan daya dan berkaitan dengan jumlah subcarriers yang digunakan [15]. Alokasi subcarrier pada OFDMA dapat dilihat pada gambar berikut. User 1 User 2 User 3 User 4 Frequency Gambar 2.6 Alokasi Subcarriers di OFDMA Gambar 2.6 mengasumsikan alokasi subcarrier pada OFDMA dengan menggunakan beberapa buah frekuensi yang berbeda saling tegak lurus (orthogonal). Teknik OFDMA memungkinkan subcarrier menggunakan frekuensi yang berbeda dan dalam waktu bersamaan seperti ketika saat downlink di mana base station akan mentransmisikan data ke berbagai user. Base station akan membutuhkan daya yang lebih besar saat transmisi pada arah downlink, karena pada arah ini base station melakukan transmisi data ke berbagai user dalam waktu yang bersamaan Single Carrier-Frequency Division Multiple Acces (SC-FDMA) Pada LTE, teknik ini digunakan ketika transmisi pada arah uplink, yaitu ketika transmisi dari arah user ke enb. Teknik SC-FDMA memiliki prinsip dasar yang sama dengan OFDMA dengan tetap mempertahankan orthogonalitas antar

49 22 subcarrier. Pada SC-FDMA, transmisi single carrier berarti memodulasikan informasi melalui satu carrier [16]. Jika pada OFDMA masing-masing user dibedakan berdasarkan frekuensi subcarrier-nya, pada SC-FDMA tiap user dialokasikan pada subcarrier dengan frekuensi yang sama. Teknologi SC-FDMA digunakan pada sisi uplink pada LTE dikarenakan memiliki nilai Peak-to-Average Power Ratio (PAPR) yang lebih rendah dibandingkan dengan OFDMA. Alokasi subcarriers pada SC-FDMA dapat dilihat pada gambar berikut. User 1 User 2 User 3 User 4 Frequency Gambar 2.7 Alokasi Subcarriers di SC-FDMA Gambar 2.7 mengasumsikan alokasi subcarrier pada SC-FDMA, di mana users berbeda dapat melakukan akses dengan menggunakan frekuensi yang sama namun dalam waktu yang berbeda. SC-FDMA memiliki durasi waktu yang lebih singkat dengan lebar subcarrier yang lebih besar dibandingkan dengan OFDMA sehingga apabila terkena noise maka variasi daya yang terjadi antara carrier-nya tidak terlalu besar. Ketika transmisi uplink, user akan mentransmisikan data ke base station dengan transmisi sinyal secara keseluruhan pada sinyal single carrier.

50 Femtocell Femtocell access point merupakan access point jaringan seluler yang menghubungkan perangkat mobile standar ke sebuah jaringan operator mobile dengan menggunakan Digital Subscriber Line (DSL), koneksi kabel broadband, fiber optic atau teknologi jaringan wireless [4]. Femtocell acces point juga dikenal dengan Home Enhanced NodeB (HeNB) yang merupakan perkembangan dari macro base sation (enb) sebagai mini Base Transceiver Station (BTS), menggunakan level daya yang rendah, cakupan area yang lebih kecil, sangat tepat untuk meningkatkan coverage dan kapasitas jaringan khususnya di dalam ruangan [5] Arsitektur LTE-A dengan Femtocell Salah satu solusi untuk meningkatkan kapasitas jaringan adalah dengan memperkecil ukuran sel. Dengan melakukan penyebaran femtocell diharapkan kualitas jaringan dari pengguna akan lebih baik khususnya pada indoor. Pada jaringan LTE-Advanced, seluruh HeNB akan terhubung dengan gateway dan terkoneksi pada EPC sebagai core network. Gambar berikut ini menjelaskan mengenai arsitektur HeNB pada LTE-Advanced. Gambar 2.8 Arsitektur HeNB pada LTE-Advanced [14]

51 24 LTE-Advanced mendukung penyebaran HeNB di dalam jaringan LTE-Advanced. Gambar 2.8 menunjukkan arsitektur HeNB pada LTE-Advanced berdasarkan 3GPP TS release 10. Pada gambar tersebut, enb akan terhubung dengan enb lainnya. Begitu juga dengan HeNB akan terhubung dengan HeNB lainnya melalui interface X2. HeNB akan terkoneksi ke core network (MME/S-GW) melalui HeNB Gateway (HeNB GW) yang dibangun oleh interface S1. LTE- Advanced dapat menyebarkan HeNB GW untuk memperbolehkan interface S1 antara HeNB dan core network. Interface S1 pada Gambar 2.8 menjelaskan mengenai hubungan sebagai berikut: 1. Antara HeNB Gateway dan core network, 2. Antara HeNB dan HeNB gateway, 3. Antara HeNB dan core network, 4. Antara enb dan core network. Pada arsitektur di Gambar 2.8, dapat dilihat bahwa HeNB dapat terhubung langsung ke core network tanpa melalui HeNB GW. Hal ini dimungkinkan terjadi hanya jika HeNB mendukung fungsi Local IP Access (LIPA), penjelasan lebih lengkap mengenai LIPA ini terdapat pada 3GPP TS [17] Kelebihan dan Kekurangan Femtocell Berikut ini adalah kelebihan atau manfaat dari femtocell. 1. Mengkosumsi daya yang rendah, 2. Kualitas sinyal dan kapasitas jaringan yang meningkat dalam area cakupan femtocell, proses instalasi yang tidak rumit, 3. Meningkatkan konektivitas, availabilitas, mobilitas, perfomansi layanan.

52 25 Di samping itu femtocell juga memiliki kekurangan atau kerugian yaitu: 1. Cakupan area dan pengguna yang dibatasi, 2. Pengguna yang tidak dapat mengakses dan berada di sekitar femtocell akan menimbulkan interferensi karena bandwidth dan frekuensi yang digunakan sama dengan macrocell. 2.8 Interferensi pada Femtocell Penggunaan femtocell dipastikan akan menimbulkan permasalahan dalam hal interferensi. Interferensi terjadi karena penggunaan kanal komunikasi secara bersama antara user HeNB dan enb pada waktu yang sama (atau sebaliknya). Interferensi dapat terjadi pada arah uplink maupun downlink Co-Tier Interference Interferensi pada tipe co-tier ini terjadi di antara elemen-elemen jaringan yang memiliki tier atau tingkatan yang sama dalam suatu jaringan (network). Interferensi ini dapat juga dikatakan sebagai sinyal yang tidak diinginkan dan diterima pada sebuah femtocell yang dikirimkan dari femtocell lainnya. Hal ini akan menyebabkan penurunan kualitas dari proses komunikasi yang berlangsung. Interferensi Co-tier OFDMA [4] pada umumnya terjadi di antara femtocell yang bersebelahan misalnya di antara rumah dan apartement ataupun berada dalam satu gedung yang sama. Tipe interferensi ini dapat terjadi saat proses komunikasi uplink maupun downlink. Pada kasus uplink, HeNB dan enb adalah sebagai victim (terinterferensi) yang disebabkan oleh user yang berada pada sel tetangga. Pada kasus komunikasi downlink, HeNB dan enb adalah aggressor

53 26 (penginterferensi) atau sumber dari interferensi dan users (femto user dan macro user) sebagai korban yang terinterferensi. Ilustrasi interferensi co-tier dapat dilihat pada Gambar 2.9 berikut ini. Gambar 2.9 Interferensi Co-Tier Saat Transmisi Uplink Gambar 2.9 menunjukkan skenario simulasi multicell untuk interferensi co-tier yang terjadi saat semua user transmisi arah uplink. Femto User Equipment (FUE 1 ) melakukan transmisi ke HeNB 1 dan Macro User Equipment (MUE 1 ) melakukan transmisi ke enb 1. Pada waktu yang bersamaan FUE 2, FUE 3, MUE 2 dan MUE 3, melakukan transmisi uplink ke HeNB 2, HeNB 3, enb 2, dan enb 3. Sehingga HeNB 1 akan menerima sinyal intereferensi secara co-tier dari FUE 2 dan FUE 3, sedangkan enb 1 akan mengalami interferensi co-tier dari MUE 2 dan MUE Cross-Tier Interference Interferensi pada tipe cross-tier ini terjadi di antara elemen-elemen jaringan yang memiliki tier atau tingkatan yang berbeda dalam suatu jaringan (network), contohnya interferensi antara femtocell dan macrocell. Interferensi cross tier dapat

54 27 terjadi jika aggressor (penginterferensi) dan victim (terinterferensi) berada pada tier yang berbeda dalam suatu jaringan. Walaupun pada tier yang berbeda, interferensi dapat terjadi dikarenakan kedua femtocell dan macrocell menggunakan bandwidth dan frekuensi yang sama. Ketika HeNB terletak jauh dari MUE, maka interferensi yang disebabkan oleh MUE ke HeNB akan berkurang. Sedangkan apabila HeNB terlalu dekat dengan MUE, maka daya interferensi dari MUE ke HeNB akan meningkat. Pada situasi ini kualitas dari sinyal HeNB akan kuat hanya ketika femtocell user sangat dekat dengan cakupan HeNB [4]. Gambar 2.10 Interferensi Cross-Tier Saat Transmisi Uplink Gambar 2.10 menunjukkan skenario simulasi multicell untuk interferensi crosstier yang terjadi saat semua user transmisi arah uplink. FUE 1 melakukan transmisi ke HeNB 1 dan MUE 1 melakukan transmisi ke enb 1. Pada waktu yang bersamaan FUE 2, FUE 3, MUE 2 dan MUE 3, melakukan transmisi uplink ke HeNB 2, HeNB 3, enb 2, dan enb 3. Sehingga HeNB 1 akan mendapatkan intereferensi cross-tier dari MUE 1, MUE 2 dan MUE 3, sedangkan enb 1 akan mendapatkan interferensi crosstier dari FUE 1, FUE 2 dan FUE 3.

55 Model Propagasi Path Loss Sinyal yang dikirim dari transmitter akan sampai di receiver karena adanya proses propagasi atau perambatan pada media transmisi. Propagasi pada sistem seluler lebih kompleks daripada propagasi pada ruang hampa (free space). Hal ini dikarenakan sistem seluler umumnya beroperasi pada area yang banyak penduduk dan gedung bertingkat. Sinyal yang ditransmisikan dari receiver ke transmitter akan mengalami beberapa fenomena seperti pemantulan (reflection), difraksi (diffraction) atau penghamburan (scattering). Kuat sinyal yang diterima pada receiver dapat dihitung dengan memperhatikan model propagasi yang digunakan. Besarnya daya terima pada antena receiver akan berbeda dengan besarnya daya terima yang ditransmisikan oleh transmitter. Hal ini bisa diakibatkan oleh penguatan (gain) ataupun rugi-rugi (losses). Perbedaan antara daya yang diterima dengan daya yang ditransmikan disebut dengan loss atau path loss. Ilustrasi mengenai path loss dapat dijelaskan pada gambar berikut ini. Gambar 2.11 Ilustrasi Path Loss Ketika Proses Transmisi Gambar 2.11 menjelaskan mengenai path loss yang terjadi saat proses pengiriman daya dari transmitter ke receiver yang terpisah oleh jarak d.

56 Model Propagasi untuk Macrocell Daerah Urban Model path loss untuk macrocell di daerah urban dapat dituliskan dalam persamaan berikut ini [18]: PL UE-eNB (db) = 15,3+37,6 log 10 (d) (2.6) PL UE-eNB (db) = 15,3+37,6 log 10 (d)+ L ow (2.7) di mana: PL UE-eNB L ow d = Path Loss dari UE ke enb (dalam satuan desibel), = penetrasi loss yang besarnya 10 db, = jarak antara antena pengirim dan penerima (meter). Persamaan 2.6 digunakan untuk kasus user berada di outdoor (luar ruangan). Sedangkan persamaan 2.7 digunakan untuk kasus user berada di indoor (dalam ruangan). Simulasi pada skripsi ini diasumsikan semua user baik macrouser dan femtouser berada di indoor Model Propagasi untuk Femtocell Daerah Urban Model path loss pada sel yang berukuran kecil seperti femtocell untuk area urban dituliskan dalam persamaan berikut ini [19]: PL (db) = log 10 (d/1000), (2.8) di mana d adalah jarak antara user dan HeNB dalam meter. Persamaan 2.8 digunakan untuk menghitung nilai path loss di femtocell antara user ke HeNB pada skenario simulasi.

57 Metode Power Control Penggunaan HeNB dapat meningkatkan kualitas sinyal femto user di indoor. Namun tidak dapat dihindari akan terjadinya interferensi baik itu co-tier dan cross-tier. Interferensi yang terjadi pada femtocell tidak bisa dihilangkan namun bisa dikurangi atau diminimalisir. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengurangi interferensi seperti yang sudah dijelaskan pada kajian pustaka. Skripsi ini akan menggunakan metode manajemen interferensi dengan metode power control. Power control pada sisi uplink merupakan metode yang digunakan untuk mengatur daya pancar user transmisi sehingga efek interferensi pada sisi HeNB dan enb berkurang dan nilai SINR akan memenuhi nilai tertentu sesuai dengan kebutuhan Quality of Service (QoS). SINR pada transmisi uplink merupakan rasio perbandingan antara sinyal yang diterima oleh base station (HeNB dan enb) terhadap jumlah interferensi dan noise yang terjadi. Nilai SINR dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut [20]: SINR total = Pr x,y m i=1 I i + n j =1 I j + Noise (2.9) SINR total = Pr x,y I co _tier _total +I cross _tier _total + Noise (2.10) di mana: SINR total Pr x,y : Signal to Interferences and Noise Ratio total, : Daya yang diterima oleh base station y dari User Equipment (UE) x (satuan daya), I co-tier_total I cross tier_total : Interferensi co-tier total yang terjadi (satuan daya), : Interferensi cross tier total yang terjadi (satuan daya). Total interferensi co-tier dan cross tier dihitung melalui persamaan:

58 31 m I co-tier = i=1. I i (2.11) n I cross-tier = j =1. I j. (2.12) di mana: I i = Interferensi co-tier ke-i, I j = Interferensi cross-tier ke-j, m = jumlah interferensi co-tier yang terjadi (i=1,2,3...m), n = jumlah interferensi cross-tier yang terjadi (j=1,2,3...n), Daya yang diterima (Pr) pada base station dari UE dapat dihitung melalui persamaan: Pr x,y = Pt x,y Kr x,y -αx,y Sd x,y Fd x,y (2.13) di mana: Pr x,y Pt x,y K r x,y Sd x,y = daya yang diterima oleh base station y dari user x (satuan daya), = daya yang di transmisikan oleh user x ke base station y (satuan daya), = konstanta untuk parameter karakteristik path loss, = jarak user x ke base station y (dalam satuan jarak), = shadowing, yaitu redaman yang disebabkan karena adanya penghalang pada lintasan propagasi dari user x ke base station y, misalnya seperti dinding, Fd x,y = Fading, yaitu redaman lintasan antara user x dan base station y yang disebabkan oleh lintasan jamak dengan perbedaan fasa. Nilai K pada persamaan 2.13 merupakan nilai konstanta pada path loss dan nilai α >2 (untuk daerah padat penduduk umumnya α bernilai 3 atau 4) [13] dengan r adalah jarak antara UE ke enb atau HeNB.

59 32 Untuk tipe trafik tertentu, SINR harus memenuhi target agar QoS dapat terpenuhi. Tabel di bawah ini memberikan nilai SINR untuk beberapa tipe trafik. Tabel 2.2 Nilai SINR Berdasarkan Beberapa Tipe Trafik Berbeda No. Service Class SINR (db) 1 Voice over Internet Protocol (VoIP) 0 2 Audio 0 3 Video 24 4 Hyper Text Transfer (HTTP) 1 5 File Transfer Protocol (FTP) 11 Tabel 2.2 [21] menunjukkan nilai SINR yang harus dipenuhi untuk masingmasing tipe trafik berbeda agar QoS dapat terpenuhi. Nilai SINR tersebut mengasumsikan penggunaan teknik modulasi Binary Phase Shift Keying (BPSK), Quadrature Phase Shift Keying (QPSK), 16-Quadrature Amplitude Modulation (16-QAM), dan 64-Quadrature Amplitude Modulation (64-QAM). Berdasarkan Tabel 2.2, QoS pada VoIP dan audio akan terjamin apabila nilai SINR adalah 0 db, sedangkan untuk trafik HTTP nilai SINR yang harus dipenuhi sebesar 1 db. Pada tipe trafik video dan FTP nilai SINR yang harus dipenuhi sebesar 24 db dan 11 db. Perbedaan teknik modulasi yang digunakan menyebabkan nilai SINR yang harus dipenuhi pada masing-masing tipe trafik akan berbeda.

60 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian skripsi ini dilaksanakan pada: Waktu : April 2016 Desember 2016 Tempat : Laboratorium Teknik Telekomunikasi Jurusan Teknik Elektro Universitas Lampung 3.2 Alat dan Bahan Adapun peralatan dan bahan-bahan yang digunakan pada penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Satu buah personal computer, 2. Sistem Operasi Windows, 3. Software MATLAB. 3.3 Metode Penelitian Untuk mencapai tujuan dari pengerjaan skripsi, metode penelitian yang digunakan adalah pemodelan dan simulasi. Pada penyelesaiannya, ada beberapa tahapan kerja yang dilakukan yaitu:

61 Studi Literatur Dalam studi literatur dilakukan pencarian informasi baik dari buku, jurnal, sumber dari Internet maupun penelitian-penelitian yang telah dilaksanakan sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini, di antaranya adalah: a. Konsep seluler, b. LTE-Advanced, c. OFDMA dan SC-FDMA, d. Interferensi pada femtocell, e. Metode-metode manajemen interferensi, f. Metode power control, g. Model propagasi path loss, h. Perhitungan nilai interferensi, SINR, throughput dan Bit Error Rate (BER) Pemodelan Sistem Setelah mengkaji studi literatur, maka tahap penelitian berikutnya adalah membuat pemodelan sistem jaringan seluler LTE-Advanced. Sistem yang akan dimodelkan berupa skenario simulasi multicell dengan adanya femtocell. Skripsi ini bertujuan untuk meminimalkan efek interferensi yang terjadi ketika user pada femtocell melakukan transmisi arah uplink. Pemodelan sistem terdiri dari tiga sel heksagonal dengan masing-masing satu enb dan di tiap sel heksagonal akan disebar HeNB secara acak. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pemodelan sistem ini dijelaskan sebagai berikut.

62 Pemodelan Cell Layout Pemodelan cell layout menggunakan tiga sel heksagonal yang saling bersebelahan dengan radius (jari-jari) sel sejauh 500 meter. Setiap sel heksagonal terdapat satu enb yang diletakkan di tengah-tengah, jadi pada cell-layout ini terdapat tiga base station yang diletakkan sesuai dengan posisinya. Pemodelan cell layout dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut ini. Gambar 3.1 Cell Layout pada Skenario Simulasi Bentuk sel yang umum digunakan untuk pemodelan sistem seluler adalah sel heksagonal, namun bentuk sel yang ideal digunakan adalah sel lingkaran. Sel lingkaran dibangun melalui fungsi getcircle yang telah dibuat di MATLAB Penentuan Lokasi Base Station Posisi base station (enb) yang berada di titik tengah sel heksagonal akan ditentukan pada program melalui titik koordinat x dan koordinat y berdasarkan

63 36 cell layout. Gambar 3.2 berikut ini akan menjelaskan mengenai penentuan lokasi base station: = enb Gambar 3.2 Penentuan Lokasi enb Posisi enb 1, enb 2 dan enb 3 di MATLAB dapat dibangun dengan menghitung titik koordinat x dan y melalui perhitungan. Titik koordinat x dan y untuk enb 1 dapat dihitung melalui persamaan berikut: enb_x 1 =X 1 enb_y 1 =Y 1 Titik koordinat x dan y untuk enb 2 dapat dihitung melalui persamaan berikut: enb_x 2 =X 2 enb_y 2 =Y 2 Titik koordinat x dan y untuk enb 3 dapat dihitung melalui persamaan berikut: enb_x 3 =X 3 enb_y 3 =Y 3

64 37 di mana: R = jari-jari macrocell, X 1 = koordinat x di enb 1 yang nilainya 0, Y 1 = koordinat y di enb 1 yang nilainya 0, X 2 = koordinat x di enb 2 yang nilainya R+(R/2) = 750, Y 2 = koordinat y di enb 2 yang nilainya ( 3/2)R = 433,012, X 3 = koordinat x di Enb 3 yang nilainya R+(R/2) = 750, Y 3 = koordinat y di enb 3 yang nilainya ( 3/2)R = -433, Distribusi User dan Penentuan Lokasi HeNB Posisi user dan HeNB akan dibangkitkan secara acak pada cell layout dengan menggunakan fungsi randi di MATLAB. Fungsi randi sendiri akan membangkitkan nilai integer pseudorandom yang terdistribusi secara seragam (uniform). Gambar 3.3 Model Distribusi User

65 38 Gambar 3.3 menunjukkan bahwa koordinat x dan koordinat y perlu diketahui untuk proses pembangkitan user ataupun HeNB. Koordinat x dan koordinat y akan diperoleh melalui fungsi randi (integer acak secara uniform) di MATLAB. Berbeda dengan penentuan lokasi enb pada langkah sebelumnya, pada penentuan posisi user dan HeNB ini dilakukan secara acak sehingga jarak akan berubah-ubah setiap pengulangan simulasi (looping) berikutnya. Adapun persamaan matematis yang digunakan pada program MATLAB yaitu: r= randi([0 R],1,1) t= randi([0 sudut],1,1) X= r.*cos((t).*pi/180)+x k Y= r.*sin((t).*pi/180)+y k Program tersebut menjelaskan bahwa titik koordinat r dibangkitkan secara acak berupa nilai integer yang bernilai 0 sampai R, di mana R adalah jari-jari macrocell. Nilai sudut t dibangkitkan secara acak berupa nilai integer antara 0 0 sampai nilai parameter sudut, di mana nilai sudut di-set bernilai Titik koordinat X dari user dihitung dari hasil perkalian antara r dengan kosinus sudut t ditambah dengan titik koordinat X k, di mana X k adalah titik koordinat enb yang melayani user tersebut di sumbu x. Titik koordinat Y dari user dihitung dari hasil perkalian antara r dengan sinus sudut t ditambah dengan titik koordinat Y k, di mana Y k adalah titik koordinat enb yang melayani user tersebut di sumbu y. Sehingga akan diperoleh koordinat user berada pada titik koordinat X dan koordinat Y yang tidak keluar dari cakupan sel. Posisi user pada sel (enb atau HeNB) akan dibangkitkan dengan fungsi plot berdasarkan jumlah user yang

66 39 telah ditetapkan pada parameter simulasi. Hasil dari distribusi user pada macrocell dan femtocell ditunjukkan pada gambar berikut ini. : Femtocell di sel 1 : Femtocell di sel 2 : MUE 1 : Femtocell di sel 3 : MUE 2 : MUE3 Gambar 3.4 Distribusi User dan Femtocell Simulasi Sistem Sistem yang telah dimodelkan akan disimulasikan untuk mendapatkan hasil data yang diinginkan. Langkah awal untuk melakukan simulasi adalah dengan membuat model skenario simulasi. Model skenario simulasi yang akan dibuat menggunakan parameter simulasi dan model propagasi yang akan dijelaskan berikut ini Paramater Simulasi Adapun parameter yang digunakan pada simulasi tanpa dan dengan power control ditunjukkan pada Tabel 3.1 berikut ini.

67 40 Tabel 3.1 Parameter Simulasi No. Parameter simulasi pada macrocell Nilai dan femtocell 1 Jumlah macrocell dan enb 3 buah 2 Jumlah femtocell pada setiap macrocell 10 buah 3 Jumlah user pada setiap macrocell 30 user 4 Bandwidth 20 MHz 5 Jumlah user pada setiap femtocell [4] 4 user 6 Jari-jari macrocell [19] 500 meter 7 Jari-jari femtocell [4] 10 meter 8 Daya pancar maksimun HeNB [19] 20 dbm 9 Daya pancar maksimum enb [22] 46 dbm 10 Daya pancar maksimum User Equipment (UE) [22] 23 dbm 11 Daya pancar minimum User Equipment (UE) [22] -40 dbm 12 Rugi-rugi penetrasi area indoor [18] 10 db 13 White Noise Power Density [22] -174 dbm/hz Model Propagasi Model propagasi yang digunakan pada skenario simulasi ini menggunakan Persamaan 3.1 untuk model path loss pada kasus UE ke enb, sedangkan untuk model path loss pada kasus UE ke HeNB menggunakan Persamaan 3.2. Model path loss yang digunakan sebagai parameter simulasi dituliskan dalam persamaan berikut. PL UE-eNB (db) = log 10 (d)+l ow (3.1) PL UE-HeNB (db) = log 10 (d/1000) (3.2) di mana: PL UE-eNB = Path Loss dari UE ke enb (dalam satuan desibel), PL UE-HeNB = Path Loss dari UE ke HeNB (dalam satuan desibel), d L ow = jarak antara UE ke enb atau HeNB (dalam satuan meter), = penetrasi loss yang besarnya 10 db.

68 41 Perhitungan untuk mendapatkan nilai jarak (R) dihitung dengan persamaan berikut: Jarak (meter) = (BS x user x ) 2 + (BS y user y ) 2 (3.3) Di mana BS x dan BS y adalah titik koordinat x dan y dari base station (enb atau HeNB) yang akan dihitung jaraknya, dan user x dan user y adalah titik koordinat x dan y dari user (MUE atau FUE). Setelah diperoleh jarak (R) dari tiap user ke base station dan nilai path loss (PL), maka tahap selanjutnya adalah perhitungan daya terima (Pr). Pada skenario simulasi yang dibuat, users (macro user dan femto user) yang diamati sedang melakukan transmisi uplink ke base station, sehingga daya terima yang akan dihitung berada pada posisi enb dan HeNB. Perhitungan daya terima (Pr) dapat dihitung melalui persamaan: Pr (db)= Ptue (db) PL (db) (3.4) Nilai daya transmit atau daya pancar maksimum dari user (Ptue) pada jaringan 4G LTE-Advanced adalah 23 dbm sedangkan untuk daya pancar minimum yaitu -40 dbm. Nilai tersebut digunakan sebagai asumsi parameter simulasi Pembangkitan Noise Pada sistem komunikasi seluler, setiap proses pentransmisian data dari transmitter akan terdapat noise yang mengikuti data tersebut hingga sampai di receiver. Data yang dikirimkan tersebut berupa sinyal yang ditransmisikan melalui kanal nirkabel melewati udara melalui gelombang elektromagenetik. Setiap sinyal yang ditransmisikan melalui kanal maka akan ditambahkan dengan noise. Noise yang

69 42 dihasilkan saat simulasi dapat bernilai acak (random) ataupun bernilai tetap (deterministic). Nilai noise yang digunakan pada simulasi ini diasumsikan bernilai tetap dengan melakukan perhitungan thermal noise di receiver. Persamaan umum untuk menghitung thermal noise (N) dituliskan pada persamaan berikut ini [11]: N = ktb (3.5) di mana: k = konstanta Boltzman (1.38x10-23 W/Kelvin-Hz), T = suhu (dalam satuan Kelvin), B = bandwidth (Hz). Kerapatan spectral noise (N 0 ), merupakan rasio atau perbandingan antara thermal noise (N) dan bandwidth (B), yang dituliskan pada persamaan berikut: N 0 = N/B = kt (3.6) Sehingga dengan mempertimbangkan nilai kerapatan spectral noise (N 0 ), maka thermal noise (N) dapat dihitung melalui persamaan berikut: N= BN 0 (3.7) Nilai N 0 diasumsikan bernilai tetap yaitu -174 dbm/hz. Nilai tersebut merupakan parameter untuk white noise power density. Noise ini bernilai sama untuk seluruh frekuensi dalam spektralnya sebagai cahaya putih, hal inilah yang menyebabkan noise ini disebut dengan white noise. White noise memiliki kerapatan daya yang nilainya konstan [23].

70 Perhitungan Kinerja Sistem Parameter kinerja sistem yang dihitung selain nilai SINR adalah nilai throughput dan Bit Error Rate (BER). SINR menyatakan rasio (perbandingan) antara sinyal yang diterima oleh base station (HeNB dan enb) terhadap jumlah interferensi dan noise yang terjadi saat transmisi uplink. SINR dapat dihitung melalui persamaan 2.9 yang sebelumnya sudah dijelaskan pada subbab Throughput dan BER dapat dihitung berdasarkan hasil dari nilai SINR. Nilai throughput dihitung menggunakan perhitungan kapasitas Shannon yang dituliskan dalam persamaan berikut [24]: C = B log 2 (1+SINR) (3.8) di mana: C = Throughput (bps), B = Bandwidth (MHz). BER sering dinyatakan sebagai fungsi dari normalisasi rasio energi sinyal per bit (E b ) terhadap noise power density (N 0 ) yang sering dilambangkan dengan E b /N 0. Nilai BER akan bergantung pada tipe modulasi yang digunakan. Tipe modulasi yang digunakan di skenario simulasi pada skripsi ini diasumsikan adalah tipe modulasi 16-QAM. Persamaan berikut ini digunakan untuk menghitung nilai E b /N 0 dan BER [24]. E b /N 0 = SINR 10 log 10 (log 2 (M)) (3.9) BER = 4( M 1) Q 3 Mlog 2 (M) Eb No log 2(M) (M 1) (3.10)

71 44 BER = 3 4 Q 4 Eb No 5 (3.11) di mana: E b /N 0 = perbandingan antara energi per bit (E b ) terhadap noise (N 0 ) (db) SINR = perbandingan antara sinyal yang diterima oleh base station (HeNB dan enb) terhadap jumlah interferensi ditambah dengan noise (db) M = Jumlah array pada tipe modulasi 16-QAM yaitu 16, BER = Bit Error Rate yaitu fungsi dari rasio energi sinyal per bit (E b ) terhadap noise (N 0 ), Q = Q function (fungsi Q). Q function dari suatu variabel yang terdistribusi normal dapat dituliskan sebagai berikut: Q(x) = 1 2π x exp( t 2 /2) dt (3.12) Metode Power Control Manajemen interferensi yang digunakan adalah dengan metode power control. Metode ini akan diterapkan pada users yang diamati, sehingga besar kecilnya daya pancar dapat diatur penggunaannya. Sistem yang dimodelkan ini akan menerapkan metode power control ketika nilai SINR yang diperoleh belum mencapai atau melebihi target yang telah ditentukan. Diasumsikan sistem melakukan feedback saat proses looping pada simulasi. Ketika nilai SINR belum mencapai target pada waktu simulasi pertama (t 1 ), maka akan terjalin feedback pada sisi enb. Pada waktu simulasi berikutnya (t 2 -t n ) sistem akan menerapkan metode power control.

72 45 Apabila nilai SINR yang didapat lebih kecil dari yang dibutuhkan (SINR<target), maka daya pancar (Pt UE,BSk ) akan dinaikkan. SINR UEk UL = Pt PL UE k BS UE k BS m i=1 I i + n j =1 I j + Noise (3.13) Apabila nilai SINR yang didapat lebih besar dari yang dibutuhkan (SINR>target), maka daya pancar (Pt UE,BSk ) akan diturunkan. UL SINR UEk = Pt UE k BS PL UE k BS m i=1 I i + n j =1 I j + Noise (3.14) di mana: UL SINR BSk = SINR saat transmisi uplink dari UE k ke Base Station (BS), Pt UEk BS = Daya pancar dari UE k ke BS (satuan daya), PL UEk BS = Path loss dari UE k ke BS (satuan daya), m i=1. I i = I co-tier, interferensi co-tier yang terjadi (satuan daya), n j =1. I j Noise = I cross-tier, interferensi cross-tier yang terjadi (satuan daya), = Noise yang terjadi (satuan daya). Sistem akan mengatur apakah harus menaikkan daya pancar user atau menurunkan daya dengan memperhatikan besarnya batasan daya pancar maksimum dan batasan daya pancar minimum. Penerapan metode power control ini diharapkan dapat mengurangi interferensi sehingga nilai SINR mencapai target. SINR target pada simulasi ini ditentukan sebesar 0 db yang bersesuaian dengan kebutuhan nilai SINR untuk trafik VoIP dan audio. Metode power control yang digunakan pada simulasi ini terdiri dari dua cara yaitu:

73 Metode Power Control 1 Metode ini akan melakukan penguatan daya (PC) sebesar satu db atau kali pada daya pancar user (Pt UE.BS ) apabila nilai SINR belum mencapai SINR target. Apabila nilai SINR sudah memenuhi SINR target maka daya pancar user akan dilemahkan satu db. Secara matematis metode power control 1 dapat dituliskan melalui persamaan berikut: Apabila nilai SINR kurang dari SINR target (SINR (n) < SINR target ), maka: Pt UE.BS(n+1) = Pt UE.BS(n) + PC (3.15) Apabila nilai SINR lebih dari SINR target (SINR (n) > SINR target ), maka: di mana: Pt UE.BS(n+1) = Pt UE.BS(n) PC (3.16) n SINR (n) SINR target Pt UE.BS(n+1) Pt UE.BS(n) PC =waktu sesaat pada simulasi, = Nilai SINR yang diperoleh pada waktu sesaat di simulasi ke-n, =Nilai SINR target yaitu 0 db, =Daya pancar UE ke BS pada waktu sesaat di simulasi ke-(n+1), =Daya pancar UE ke BS pada waktu sesaat di simulasi ke-n, =Penguatan daya (1 db) Metode Power Control 2 Daya pancar user (Pt UE.BS ) akan diatur menggunakan metode power control 2 agar memenuhi SINR target tertentu. Secara matematis metode power control 2 dapat dituliskan melalui persamaan berikut: Apabila nilai SINR kurang dari SINR target (SINR (n) <SINR target ), maka: Pt UE.BS(n+1) = Pt UE.BS(n) + (SINR target - SINR (n) ) (3.17)

74 47 Apabila nilai SINR lebih dari SINR target (SINR (n) < SINR target ), maka: di mana: Pt UE.BS(n+1) = Pt UE.BS(n) - (SINR (n) SINR target ) (3.18) n SINR (n) SINR target Pt UE.BS(n+1) Pt UE.BS(n) =waktu sesaat pada simulasi, =Nilai SINR yang diperoleh pada waktu sesaat pada simulasi ke-n, =Nilai SINR target yaitu 0 db, =Daya pancar UE ke BS pada waktu sesaat pada simulasi ke-(n+1), =Daya pancar UE ke BS pada waktu sesaat pada simulasi ke-n Pemodelan Skenario Simulasi Pada model skenario simulasi, diasumsikan bahwa bandwidth yang digunakan pada macrocell dan femtocell adalah sama (Co-channel reuse). Diasumsikan juga semua jaringan macrocell dan femtocell memiliki frekuensi reuse=1, yang artinya sel-sel yang berdampingan bekerja di frekuensi yang sama sehingga mengakibatkan timbulnya interferensi. Apabila diasumsikan terdapat tiga buah macrocell dengan satu femtocell masing-masing di dalamnya, maka kasus yang terjadi dengan kondisi yang disebutkan di atas ditunjukkan pada Tabel 3.2 berikut ini. Tabel 3.2 Kasus yang Terjadi pada Pemodelan 3 Macrocell dengan 1 Femtocell Tiap-tiapnya No. Macrocell Femtocell Uplink Uplink Uplink Uplink Uplink Uplink 2 Uplink Uplink Uplink Uplink Uplink Downlink 3 Uplink Uplink Uplink Uplink Downlink Uplink 4 Uplink Uplink Uplink Uplink Downlink Downlink 5 Uplink Uplink Downlink Uplink Uplink Uplink 6 Uplink Uplink Downlink Uplink Uplink Downlink

75 48 Tabel 3.2 Kasus yang Terjadi pada Pemodelan 3 Macrocell dengan 1 Femtocell Tiap-tiapnya (lanjutan) No. Macrocell Femtocell Uplink Uplink Downlink Uplink Downlink Uplink 8 Uplink Uplink Downlink Uplink Downlink Downlink 9 Uplink Downlink Uplink Uplink Uplink Uplink 10 Uplink Downlink Uplink Uplink Uplink Downlink 11 Uplink Downlink Uplink Uplink Downlink Uplink 12 Uplink Downlink Uplink Uplink Downlink Downlink 13 Uplink Downlink Downlink Uplink Uplink Uplink 14 Uplink Downlink Downlink Uplink Uplink Downlink 15 Uplink Downlink Downlink Uplink Downlink Uplink 16 Uplink Downlink Downlink Uplink Downlink Downlink 17 Downlink Uplink Uplink Uplink Uplink Uplink 18 Downlink Uplink Uplink Uplink Uplink Downlink 19 Downlink Uplink Uplink Uplink Downlink Uplink 20 Downlink Uplink Uplink Uplink Downlink Downlink 21 Downlink Uplink Downlink Uplink Uplink Uplink 22 Downlink Uplink Downlink Uplink Uplink Downlink 23 Downlink Uplink Downlink Uplink Downlink Uplink 24 Downlink Uplink Downlink Uplink Downlink Downlink 25 Downlink Downlink Uplink Uplink Uplink Uplink 26 Downlink Downlink Uplink Uplink Uplink Downlink 27 Downlink Downlink Uplink Uplink Downlink Uplink 28 Downlink Downlink Uplink Uplink Downlink Downlink 29 Downlink Downlink Downlink Uplink Uplink Uplink 30 Downlink Downlink Downlink Uplink Uplink Downlink 31 Downlink Downlink Downlink Uplink Downlink Uplink 32 Downlink Downlink Downlink Uplink Downlink Downlink Diperoleh 32 kasus yang mungkin terjadi jika menggunakan tiga macrocell yang masing-masing di dalamnya terdapat satu femtocell, di mana pada tiap sel hanya terdapat satu user. Berikut ini adalah penjelasan salah satu kasus dari 32 kasus yang terdapat pada Tabel 3.3, yaitu ketika semua user di macrocell dan femtocell uplink. Contoh kasus yang terjadi ditunjukkan pada Gambar 3.5 berikut ini.

76 49 Gambar 3.5 Skenario Simulasi Ketika Semua User Transmisi Uplink Gambar 3.5 merupakan salah contoh skenario simulasi dari Tabel 3.2, di mana user yang diamati yaitu FUE 1 dan MUE 1 yang sedang melakukan transmisi uplink ke HeNB 1 dan enb 1. Pada waktu yang bersamaan users yang berada di sel tetangga juga melakukan transmisi uplink ke base station masing-masing. Pada kasus ini diasumsikan semua sel menggunakan bandwidth (co-channel reuse) dan frekuensi kerja yang sama (reuse=1). Pada kondisi tersebut, maka HeNB 1 dan enb 1 statusnya adalah sebagai korban yang terinterferensi, sedangkan FUE 2, FUE 3, MUE 2, dan MUE 3 adalah sebagai penginterferensi. Interferensi yang diamati adalah interferensi co-tier dan interferensi cross-tier. Parameter kinerja yang diamati berdasarkan kondisi pada Gambar 3.5 adalah nilai SINR yang dihitung pada HeNB 1 dan enb 1. Interferensi total co-tier dan cross-tier yang diterima oleh HeNB 1 yaitu: I HeNB1_co_tier = I 1 + I 2 (3.19)

77 50 I HeNB1_cross_tier = I 5 +I 6 + I 7 (3.20) Interferensi total co-tier dan cross-tier yang diterima oleh enb 1 yaitu: I enb1_co_tier = I 3 + I 4 (3.21) I enb1_cross_tier = I 8 +I 9 + I 10 (3.22) Seperti yang sudah dijelaskan pada subbab 2.10, nilai SINR total dapat dihitung melalui persamaan 3.23 berikut: SINR total = P RX _BS I co tier total +I cross tier total + Noise (3.23) Sehingga nilai SINR total pada HeNB 1 dan enb 1 dapat dihitung melalui persamaan berikut: SINR HeNB1 = Pr HeNB 1 I HeNB 1_co _tier. +I HeNB 1_cross _tier. + Noise (3.24) SINR enb1 = Pr enb 1 I enb 1_co _tier. +I enb 1_cross _tier. + Noise (3.25) Nilai Noise dihitung berdasarkan persamaan 3.7 yaitu N= BN 0. Hasil perhitungan SINR yang didapat dari simulasi akan direpresentasikan dalam bentuk grafik Cummulative Distribution Function (CDF) yang menggambarkan perfomansi nilai SINR tanpa dan dengan metode power control. Persamaan CDF dari SINR secara matematis dapat dituliskan dalam bentuk persamaan berikut: F SINR (x) = P (SINR x) (3.26) di mana: F SINR (x) = CDF dari nilai SINR sama dengan x, x = parameter nilai x pada nilai tertentu,

78 51 P(SINR x) = Probabilitas nilai SINR kurang dari atau sama dengan x. Jumlah skenario simulasi yang dipertimbangkan pada simulasi adalah tiga buah skenario simulasi. Setiap skenario simulasi akan mengamati FUE 1 yang melakukan transmisi uplink ke HeNB 1 dan MUE 1 yang melakukan transmisi uplink ke enb 1. HeNB 1 dan enb 1 yang diamati akan mendapatkan interferensi dari co-tier dan cross-tier. Kedua metode power control yang berbeda akan diterapkan pada ketiga skenario simulasi tersebut. Tiga skenario simulasi yang dipertimbangkan dalam simulasi akan dijelaskan berikut ini Skenario Interferensi 1 Pada skenario simulasi pertama ini terdapat tiga buah macrocell yang saling bersebelahan, di mana masing-masing macrocell terdapat 10 femtocell di dalamnya. Jumlah user pada masing-masing macrocell (MUE) adalah 30 user, sedangkan setiap femtocell terdapat satu HeNB dan empat user (FUE). Jari-jari macrocell adalah 500 meter dan jari-jari femtocell adalah 10 meter. Berikut ini adalah tabel skenario simulasi 1. Tabel 3.3 Skenario Simulasi 1 No. Korban (Terinterefernsi) Penginterferensi Tipe Nama Jumlah Transmisi Nama Jumlah Transmisi Interferensi FUE 1 9 Uplink Co-tier FUE 2 10 Uplink Co-tier 1 HeNB 1 1 Uplink FUE 3 10 Uplink Co-tier MUE 1 1 Uplink Cross-tier MUE 2 1 Uplink Cross-tier MUE 3 1 Uplink Cross-tier FUE 1 10 Uplink Cross-tier FUE 2 10 Uplink Cross-tier 2 enb 1 1 Uplink FUE 3 10 Uplink Cross-tier MUE 2 1 Uplink Co-tier MUE 3 1 Uplink Co-tier

79 52 Tabel 3.3 menunjukkan skenario interferferensi yang terjadi pada skenario simulasi 1. Jumlah interferensi total (co-tier dan cross-tier) yang diterima oleh HeNB 1 dan enb 1 sebanyak 32 interferensi. Berikut ini adalah model skenario simulasi 1 yang ditunjukkan pada Gambar 3.6. Gambar 3.6 Model Skenario Simulasi 1 Gambar 3.6 menunjukkan skenario simulasi 1 ketika semua user baik user di macrocell dan femtocell melakukan transmisi uplink. User yang diamati adalah FUE 1 sedang melakukan transmisi uplink ke HeNB 1 yang berwarna biru dan MUE 1 yang sedang melakukan transmisi uplink ke enb 1. Pada macrocell 2 dan macrocell 3, masing-masing sel terdapat 10 HeNB 2 dan 10 HeNB 3. Setiap HeNB melayani 4 femtocell user. FUE 2 adalah femtocell user di macrocell 2, dan FUE 3 adalah femtocell user di macrocell 3. Parameter kinerja sistem yang akan diamati adalah nilai SINR yang dihitung pada sisi HeNB 1 dan enb 1 yang berada pada macrocell 1. Mengacu pada persamaan 2.16 di subbab 2.10, maka nilai SINR HENB1 dan SINR enb1 berdasarkan skenario simulasi pada Gambar 3.6 dapat dituliskan dalam bentuk persamaan berikut:

80 53 SINR HeNB1 _total = 29 co_tier=1 I co_tier + Pr_ HeNB1 3 cross_tier=1 I cross_tier+ Noise (3.27) SINR enb1 _total = 2 co_tier=1 I co_tier + Pr_ enb1 30 cross_tier=1 I cross_tier+ Noise (3.28) Skenario Interferensi 2 Pada skenario kedua ini, user yang diamati adalah FUE 1 yang sedang melakukan transmisi uplink ke HeNB 1 dan MUE 1 melakukan transmisi uplink ke enb 1. Model skenario simulasi 2 ditunjukkan pada Gambar 3.7 berikut ini. Gambar 3.7 Model Skenario Simulasi 2 Gambar 3.7 menunjukkan skenario simulasi 2 dengan user yang diamati adalah FUE 1 yang sedang melakukan transmisi uplink ke HeNB 1 yang berwarna biru dan MUE 1 yang sedang melakukan transmisi uplink ke enb 1. Pada waktu yang bersamaan secara berurutan HeNB 2, HeNB 3, enb 2 dan enb 3, melakukan transmisi donwlink ke FUE 2, FUE 3, MUE 2, dan MUE 3. Parameter kinerja sistem yang akan diamati adalah nilai SINR yang dihitung pada sisi HeNB 1 dan enb 1 yang berada pada macrocell 1. Perhitungan nilai SINR pada skenario simulasi 2 ini

81 54 menggunakan persamaan yang sama pada skenario simulasi 1 yaitu persamaan 3.27 untuk SINR HeNB1 _total. dan persamaan 3.28 untuk SINR enb1 _total, yang berbeda adalah transmisi untuk penginterferensinya pada arah downlink. Tabel skenario interferensi pada skenario simulasi 2 adalah sebagai berikut. Tabel 3.4 Skenario Simulasi 2 No. Korban (Terinterefernsi) Penginterferensi Tipe Nama Jumlah Transmisi Nama Jumlah Transmisi Interferensi FUE 1 9 Uplink Co-tier HeNB 2 10 Downlink Co-tier 1 HeNB 1 1 Uplink HeNB 3 10 Downlink Co-tier MUE 1 1 Uplink Cross-tier enb 2 1 Downlink Cross-tier enb 3 1 Downlink Cross-tier FUE 1 10 Uplink Cross-tier HeNB 2 10 Downlink Cross-tier 2 enb 1 1 Uplink HeNB 3 10 Downlink Cross-tier enb 2 1 Downlink Co-tier enb 3 1 Downlink Co-tier Tabel 3.4 menunjukkan skenario interferensi yang terjadi pada skenario simulasi 2. Jumlah interferensi total (co-tier dan cross-tier) yang diterima oleh HeNB 1 dan enb 1 sebanyak 32 interferensi Skenario Interferensi 3 Pada skenario simulasi ketiga ini, user yang diamati adalah FUE 1 yang sedang melakukan transmisi uplink ke HeNB 1 dan MUE 1 yang sedang melakukan transmisi uplink ke enb 1. Pada waktu yang bersamaan secara berurutan HeNB 2 dan HeNB 3 melakukan transmisi downlink ke FUE 2 dan FUE 3. MUE 2 dan MUE 3, melakukan transmisi uplink ke enb 2 dan enb 3. Model untuk skenario simulasi 3 dapat dilihat pada Gambar 3.8 berikut ini.

82 55 Gambar 3.8 Model Skenario Simulasi 3 Gambar 3.8 menunjukkan skenario simulasi 3 dengan user yang diamati adalah FUE 1 dan MUE 1 yang sedang melakukan transmisi uplink. Interferensi yang diamati adalah interferensi co-tier dan interferensi cross-tier ketika MUE 2 dan MUE 3 melakukan transmisi uplink, sedangkan HeNB 2 dan HeNB 3 melakukan transmisi downlink. Tabel skenario interferensi pada skenario simulasi 3 adalah sebagai berikut. Tabel 3.5 Skenario Simulasi 3 No. Korban (Terinterefernsi) Penginterferensi Tipe Nama Jumlah Transmisi Nama Jumlah Transmisi Interferensi FUE 1 9 Uplink Co-tier HeNB 2 10 Downlink Co-tier 1 HeNB 1 1 Uplink HeNB 3 10 Downlink Co-tier MUE 1 1 Uplink Cross-tier MUE 2 1 Uplink Cross-tier MUE 3 1 Uplink Cross-tier FUE 1 10 Uplink Cross-tier HeNB 2 10 Downlink Cross-tier 2 enb 1 1 Uplink HeNB 3 10 Downlink Cross-tier MUE 2 1 Uplink Co-tier MUE 3 1 Uplink Co-tier

83 56 Perhitungan nilai SINR pada skenario simulasi 3 ini menggunakan persamaan yang sama pada skenario simulasi 1 yaitu persamaan 3.27 untuk SINR HENB1 dan persamaan 3.28 untuk SINR enb1, yang berbeda adalah arah transmisi untuk penginterferensinya. 3.4 Diagram Alir Penelitian Diagram alir pada penelitian ini terdiri dari diagram alir proses penelitian dan diagram alir program simulasi Diagram Alir Proses Penelitian Berikut ini adalah diagram alir proses penelitian dalam pengerjaan skripsi. Gambar 3.9 Diagram Alir Penelitian

84 Diagram Alir (Flow Chart) Program Simulasi Untuk memudahkan pembuatan program simulasi, terlebih dahulu dibuat flow chart. Flow chart program simulasi ini terdiri dari flow chart untuk simulasi tanpa power control, metode power control 1 dan metode power control 2. Ketiga flow chart program simulasi tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini Flow Chart Program Simulasi Tanpa Metode Power Control Gambar berikut ini adalah flow chart untuk program simulasi tanpa metode power control. Gambar 3.10 Flow Chart Tanpa Metode Power Control

85 Flow Chart Program Simulasi dengan Metode Power Control 1 Gambar berikut ini adalah flow chart untuk program simulasi dengan metode power control 1. Gambar 3.11 Flow Chart Metode Power Control 1

86 Flow Chart Program Simulasi dengan Metode Power Control 2 Gambar berikut ini adalah flow chart untuk program simulasi dengan metode power control 2. Gambar 3.12 Flow Chart Metode Power Control 2

MANAJEMEN INTERFERENSI PADA TRANSMISI DOWNLINK JARINGAN SELULER TWO-TIER BERBASIS 4G LTE-ADVANCED DENGAN MENGGUNAKAN METODE POWER CONTROL

MANAJEMEN INTERFERENSI PADA TRANSMISI DOWNLINK JARINGAN SELULER TWO-TIER BERBASIS 4G LTE-ADVANCED DENGAN MENGGUNAKAN METODE POWER CONTROL MANAJEMEN INTERFERENSI PADA TRANSMISI DOWNLINK JARINGAN SELULER TWO-TIER BERBASIS 4G LTE-ADVANCED DENGAN MENGGUNAKAN METODE POWER CONTROL (Skripsi) Oleh DIKA FAUZIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka Pada Penelitian Terkait Tugas akhir ini mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, dimana beberapa penelitian tersebut membahas manajemen

Lebih terperinci

Desain dan Analisa Kinerja Femtocell LTE- Advanced Menggunakan Metode Inter Cell Interference Coordination

Desain dan Analisa Kinerja Femtocell LTE- Advanced Menggunakan Metode Inter Cell Interference Coordination JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) A-282 Desain dan Analisa Kinerja Femtocell LTE- Advanced Menggunakan Metode Inter Cell Interference Coordination Aji Hidayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi telekomunikasi yang semakin pesat dan kebutuhan akses data melahirkan salah satu jenis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi telekomunikasi yang semakin pesat dan kebutuhan akses data melahirkan salah satu jenis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi telekomunikasi yang semakin pesat dan kebutuhan akses data melahirkan salah satu jenis teknologi telekomunikasi yang mutakhir saat ini yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, standar 3GPP-LTE hadir dikarenakan tingginya kebutuhan jaringan seluler dimanapun dan kapanpun. Terbukti, sejak 2010, peningkatan mobile data meningkat

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi telekomunikasi perangkat seluler berkembang dari tahun ke tahun. Teknologi ini menggeser kebiasaan orang mengakses Internet di komputer desktop ke perangkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terutama di bidang sistem komunikasi nirkabel (wireless). Sistem wireless

I. PENDAHULUAN. terutama di bidang sistem komunikasi nirkabel (wireless). Sistem wireless I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teknologi telekomunikasi saat ini berkembang dengan sangat cepat terutama di bidang sistem komunikasi nirkabel (wireless). Sistem wireless memiliki kemampuan untuk

Lebih terperinci

Radio Resource Management dalam Multihop Cellular Network dengan menerapkan Resource Reuse Partition menuju teknologi LTE Advanced

Radio Resource Management dalam Multihop Cellular Network dengan menerapkan Resource Reuse Partition menuju teknologi LTE Advanced JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: 2301-9271 A-31 Radio Resource Management dalam Multihop Cellular Network dengan menerapkan Resource Reuse Partition menuju teknologi LTE Advanced Theresia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akhir yang berjudul Discrete Fourier Transform-Spread Orthogonal Frequency Division

BAB I PENDAHULUAN. Akhir yang berjudul Discrete Fourier Transform-Spread Orthogonal Frequency Division BAB I PENDAHULUAN Bab satu ini membahas tujuan, latar belakang masalah, dan sistematika penulisan Tugas Akhir yang berjudul Discrete Fourier Transform-Spread Orthogonal Frequency Division Multiplexing

Lebih terperinci

1.2 Tujuan dan Manfaat Tujuan tugas akhir ini adalah: 1. Melakukan upgrading jaringan 2G/3G menuju jaringan Long Term Evolution (LTE) dengan terlebih

1.2 Tujuan dan Manfaat Tujuan tugas akhir ini adalah: 1. Melakukan upgrading jaringan 2G/3G menuju jaringan Long Term Evolution (LTE) dengan terlebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia telekomunikasi saat ini sangatlah pesat, kebutuhkan jaringan handal yang mampu mengirim data berkecepatan tinggi dan mendukung fitur layanan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat Indonesia akan informasi dan komunikasi terus

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat Indonesia akan informasi dan komunikasi terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat Indonesia akan informasi dan komunikasi terus berkembang pesat dari waktu ke waktu. Hal ini menyebabkan pihak penyedia jasa layanan telekomunikasi

Lebih terperinci

Analisis Kinerja Metode Power Control untuk Manajemen Interferensi Sistem Komunikasi Uplink LTE-Advanced dengan Femtocell

Analisis Kinerja Metode Power Control untuk Manajemen Interferensi Sistem Komunikasi Uplink LTE-Advanced dengan Femtocell JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No., (013) ISSN: 337-3539 (301-971 Print) A-355 Analisis Kinerja Metode Power Control untuk Manajemen Interferensi Sistem Komunikasi Uplink LTE-Advanced dengan Femtocell Safirina

Lebih terperinci

BAB II JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE)

BAB II JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) BAB II JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) Pada bab dua ini akan dibahas mengenai evolusi jaringan komunikasi bergerak seluler, jaringan Long Term Evolution (LTE). Lalu penjelasan mengenai dasar Orthogonal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi komunikasi seluler tidak lagi terbatas pada layanan suara dan pesan singkat (SMS). Teknologi seluler terus berkembang pesat dari tahun ke tahun. Layanan akses

Lebih terperinci

MANAJEMEN INTERFERENSI DENGAN MENGGUNAKAN POWER CONTROL UNTUK KOMUNIKASI DEVICE-TO-DEVICE (D2D) DALAM JARINGAN KOMUNIKASI SELULER.

MANAJEMEN INTERFERENSI DENGAN MENGGUNAKAN POWER CONTROL UNTUK KOMUNIKASI DEVICE-TO-DEVICE (D2D) DALAM JARINGAN KOMUNIKASI SELULER. MANAJEMEN INTERFERENSI DENGAN MENGGUNAKAN POWER CONTROL UNTUK KOMUNIKASI DEVICE-TO-DEVICE (D2D) DALAM JARINGAN KOMUNIKASI SELULER (Skripsi) Oleh ANDRI ABADI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

Lebih terperinci

SIMULASI DAN ANALISIS MANAJEMEN INTERFERENSI PADA LTE FEMTOCELL BERBASIS SOFT FREQUENCY REUSE

SIMULASI DAN ANALISIS MANAJEMEN INTERFERENSI PADA LTE FEMTOCELL BERBASIS SOFT FREQUENCY REUSE SIMULASI DAN ANALISIS MANAJEMEN INTERFERENSI PADA LTE FEMTOCELL BERBASIS SOFT FREQUENCY REUSE Pitkahismi Wimadatu 1), Uke Kurniawan Usman 2), Linda Meylani 3) 1),2),3 ) Teknik Telekomunikasi, Telkom University

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin tingginya pertumbuhan pengguna telepon seluler/smartphone dewasa ini menyebabkan pertumbuhan pengguna layanan data menjadi semakin tinggi, pertumbuhan

Lebih terperinci

Agus Setiadi BAB II DASAR TEORI

Agus Setiadi BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Teknologi 3G 3G adalah singkatan dari istilah dalam bahasa Inggris: third-generation technology. Istilah ini umumnya digunakan mengacu kepada perkembangan teknologi telepon nirkabel

Lebih terperinci

PENGANTAR SISTEM KOMUNIKASI SELULER

PENGANTAR SISTEM KOMUNIKASI SELULER PENGANTAR SISTEM KOMUNIKASI SELULER DASAR TEKNIK TELEKOMUNIKASI YUYUN SITI ROHMAH, ST,.MT //04 OUTLINES A. Pendahuluan B. Frequency Reuse C. Handoff D. Channel Assignment Strategies //04 A. Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Layanan 3G komersial telah diluncurkan sejak tahun 2001 dengan menggunakan teknologi WCDMA. Kecepatan data maksimum yang dapat dicapai sebesar 2 Mbps. Walaupun demikian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perkembangan teknologi komunikasi seluler generasi ke 2 (2G) berbasis Time Division Multiple Access (TDMA) seperti Global System For Mobile Communication (GSM), generasi

Lebih terperinci

Studi Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Pada Spektrum 1800 MHz Area Kota Bandung Menggunakan Teknik FDD, Studi Kasus PT.

Studi Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Pada Spektrum 1800 MHz Area Kota Bandung Menggunakan Teknik FDD, Studi Kasus PT. Studi Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Pada Spektrum 1800 MHz Area Kota Bandung Menggunakan Teknik FDD, Studi Kasus PT. Telkomsel Yonathan Alfa Halomoan (0822065) Jurusan Teknik Elektro,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. telekomunikasi berkisar 300 KHz 30 GHz. Alokasi rentang frekuensi ini disebut

I. PENDAHULUAN. telekomunikasi berkisar 300 KHz 30 GHz. Alokasi rentang frekuensi ini disebut 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Frekuensi merupakan sumber daya yang disediakan oleh alam dan penggunaannya terbatas. Rentang frekuensi yang digunakan dalam dunia telekomunikasi berkisar 300 KHz 30

Lebih terperinci

ANALISIS DAN IMPLEMENTASI ALGORITMA ROUND ROBIN DAN BEST CQI PADA PENJADWALAN DOWNLINK LTE

ANALISIS DAN IMPLEMENTASI ALGORITMA ROUND ROBIN DAN BEST CQI PADA PENJADWALAN DOWNLINK LTE Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) Tugas Akhir - 2013 ANALISIS DAN IMPLEMENTASI ALGORITMA ROUND ROBIN DAN BEST CQI PADA PENJADWALAN DOWNLINK LTE Dimas Pandu Koesumawardhana¹, Maman Abdurrohman.², Arif Sasongko

Lebih terperinci

ANDRIAN SULISTYONO LONG TERM EVOLUTION (LTE) MENUJU 4G. Penerbit Telekomunikasikoe

ANDRIAN SULISTYONO LONG TERM EVOLUTION (LTE) MENUJU 4G. Penerbit Telekomunikasikoe ANDRIAN SULISTYONO LONG TERM EVOLUTION (LTE) MENUJU 4G Penerbit Telekomunikasikoe LONG TERM EVOLUTION (LTE) MENUJU 4G Oleh: Andrian Sulistyono Copyright 2012 by Andrian Sulistyono Penerbit Telekomunikasikoe

Lebih terperinci

BAB 1 I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak pertama kali diperkenalkan hingga tiga puluh tahun perkembangannya, teknologi seluler telah melakukan banyak perubahan besar. Sejarah mencatat perkembangan

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR. Diajukan Guna Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir Pada Program Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh:

LAPORAN TUGAS AKHIR. Diajukan Guna Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir Pada Program Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh: LAPORAN TUGAS AKHIR PENGALOKASIAN PHYSICAL RESOURCE BLOCK (PRB) PADA TEKNOLOGI OFDM BERBASIS FRACTIONAL FREQUENCY REUSE (FFR) UNTUK MENCEGAH INTERFERENSI INTER-FEMTOCELL PADA JARINGAN LTE DI GEDUNG BERTINGKAT

Lebih terperinci

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3)

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3) Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3) Yuyun Siti Rohmah, ST.,MT Dadan Nur Ramadan,S.Pd,MT Trinopiani Damayanti,ST.,MT Suci Aulia,ST.,MT KONSEP DASAR SISTEM SELULER 2 OUTLINES LATAR BELAKANG KONFIGURASI SEL

Lebih terperinci

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3)

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3) Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3) Yuyun Siti Rohmah, ST.,MT Dadan Nur Ramadan,S.Pd,MT Trinopiani Damayanti,ST.,MT Suci Aulia,ST.,MT KONSEP DASAR SISTEM SELULER OUTLINES LATAR BELAKANG KONFIGURASI SEL PARAMETER

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini merupakan zaman dimana teknologi informasi dan komunikasi mengalami perkembangan yang sangat cepat diiringi dengan jumlah pengguna smartphone yang

Lebih terperinci

Teknologi Seluler. Pertemuan XIV

Teknologi Seluler. Pertemuan XIV Teknologi Seluler Pertemuan XIV Latar Belakang Teknologi jaringan seluler berevolusi dari analog menjadi sistem digital, dari sirkuit switching menjadi packet switching. Evolusi teknologi seluler terbagi

Lebih terperinci

Handbook Edisi Bahasa Indonesia

Handbook Edisi Bahasa Indonesia 4G Handbook Edisi Bahasa Indonesia Industry Outlook Overview Data on 2G & 3G Frequency Spectrum on 4G 4G OFDMA & SC-FDMA 4G LTE SAE Heterogeneus Network 4G LTE Planning with Atoll 4G LTE Drivetest Collaborator

Lebih terperinci

Evaluasi Kinerja Penerapan Koordinasi Interferensi pada Sistem Komunikasi LTE- Advanced dengan Relay

Evaluasi Kinerja Penerapan Koordinasi Interferensi pada Sistem Komunikasi LTE- Advanced dengan Relay JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 Evaluasi Kinerja Penerapan Koordinasi Interferensi pada Sistem Komunikasi LTE- Advanced dengan Relay Rosita Elvina, Gamantyo Hendrantoro, dan Devy Kuswidiastuti.

Lebih terperinci

Evaluasi Kinerja Penerapan Koordinasi Interferensi pada Sistem Komunikasi LTE- Advanced dengan Relay

Evaluasi Kinerja Penerapan Koordinasi Interferensi pada Sistem Komunikasi LTE- Advanced dengan Relay JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) A-246 Evaluasi Kinerja Penerapan Koordinasi Interferensi pada Sistem Komunikasi LTE- Advanced dengan Relay Rosita Elvina, Gamantyo

Lebih terperinci

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel BAB II PEMODELAN PROPAGASI 2.1 Umum Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel ke sel yang lain. Secara umum terdapat 3 komponen propagasi yang menggambarkan kondisi dari

Lebih terperinci

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011 TUGAS AKHIR EVALUASI KINERJA MIMO-OFDM DENGAN MODULASI ADAPTIF PADA LONG TERM EVOLUTION DALAM ARAH DOWNLINK Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendididikan sarjana (S-1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada zaman globalisasi saat ini salah satu faktor terbesar yang mempengaruhi tingkat kehidupan masyarakat adalah perkembangan teknologi. Berpedoman pada tingkat

Lebih terperinci

3.6.3 X2 Handover Network Simulator Modul Jaringan LTE Pada Network Simulator BAB IV RANCANGAN PENELITIAN

3.6.3 X2 Handover Network Simulator Modul Jaringan LTE Pada Network Simulator BAB IV RANCANGAN PENELITIAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xii INTISARI... xiii ABSTRACT... xiv BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Power control pada sistem CDMA adalah mekanisme yang dilakukan untuk mengatur daya pancar mobile station (MS) pada kanal uplink, maupun daya pancar base station

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menuntut agar teknologi komunikasi terus berkembang. Dari seluruh

BAB I PENDAHULUAN. menuntut agar teknologi komunikasi terus berkembang. Dari seluruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat untuk berkomunikasi senantiasa meningkat, baik wicara, pesan, dan terlebih komunikasi data. Mobilitas masyarakat yang tinggi menuntut agar teknologi

Lebih terperinci

ANALISIS MANAJEMEN INTERFERENSI JARINGAN UPLINK 4G-LTE DENGAN METODE INNERLOOP POWER CONTROL DI PT TELKOMSEL

ANALISIS MANAJEMEN INTERFERENSI JARINGAN UPLINK 4G-LTE DENGAN METODE INNERLOOP POWER CONTROL DI PT TELKOMSEL ANALISIS MANAJEMEN INTERFERENSI JARINGAN UPLINK 4G-LTE DENGAN METODE INNERLOOP POWER CONTROL DI PT TELKOMSEL Indah Ayu Lestari 1*, Ali Nurdin 1, Asriyadi 1 1 Program Studi Teknik Telekomunikasi, Jurusan

Lebih terperinci

Pengenalan Teknologi 4G

Pengenalan Teknologi 4G Pengenalan Teknologi 4G Trend teknologi komunikasi masa depan adalah teknologi baru yang benar-benar mengadopsi tren yang sedang berkembang, dimana komputer dapat berfungsi sebagai alat telekomunikasi

Lebih terperinci

HALAMAN PERNYATAAN. : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

HALAMAN PERNYATAAN. : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta HALAMAN PERNYATAAN Yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Danang Yaqinuddin Haq NIM : 20130120051 Program Studi : Teknik Elektro Fakultas Universitas : Teknik : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menyatakan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.2. Arsitektur Jaringan LTE a. User Equipment (UE) merupakan terminal di sisi penerima

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.2. Arsitektur Jaringan LTE a. User Equipment (UE) merupakan terminal di sisi penerima BAB II TEORI DASAR 2.1. Konsep Dasar Femtocell Arsitektur jaringan LTE berdasarkan [5] terdiri dari User Equipment (UE), Evolved UMTS Terestrial Radio Network (E-UTRAN) dan Evolved Packet Core (EPC). Gambar

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Penggunaan Physical Cell Identity (PCI) Pada Perancangan Jaringan 4G LTE

Analisis Pengaruh Penggunaan Physical Cell Identity (PCI) Pada Perancangan Jaringan 4G LTE JURNAL INFOTEL Informatika - Telekomunikasi - Elektronika Website Jurnal : http://ejournal.st3telkom.ac.id/index.php/infotel ISSN : 2085-3688; e-issn : 2460-0997 Analisis Pengaruh Penggunaan Physical Cell

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Konsep global information village [2]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Konsep global information village [2] 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan komunikasi suara, data, dan multimedia melalui Internet dan perangkat-perangkat bergerak semakin bertambah pesat [1-2]. Penelitian dan pengembangan teknologi

Lebih terperinci

DAFTAR ISTILAH. sistem seluler. Bit Error Rate (BER) : peluang besarnnya bit salah yang mungkin terjadi selama proses pengiriman data

DAFTAR ISTILAH. sistem seluler. Bit Error Rate (BER) : peluang besarnnya bit salah yang mungkin terjadi selama proses pengiriman data DAFTAR ISTILAH ACK (acknowledgement ) : Indikasi bahwa sebuah data yang terkirim telah diterima dengan baik Adaptive Modulation and Coding (AMC) Access Grant Channel (AGCH) arrival rate for SMS message

Lebih terperinci

DAFTAR SINGKATAN. xiv

DAFTAR SINGKATAN. xiv DAFTAR SINGKATAN 3GPP BHSA BTS DAS DL DSL EUTRAN EPC enodeb FAP FDD HSDPA HSUPA IBC LTE MAC MAPL Mbps MIMO MME PCRF PGW QPSK QAM RSL RPS SGW SINR SIR SPV TDD UE Third Generation Partnership Project Busy

Lebih terperinci

sebagian syarat Nama NIM : Industri Industri Disusun Oleh:

sebagian syarat Nama NIM : Industri Industri Disusun Oleh: TUGAS AKHIR ANALISA KINERJA BEBERAPAA VARIAN TCP PADA JARINGAN UMTS Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh: Nama : Batara Jonggi Simanjuntak

Lebih terperinci

Teknik Multiple Akses FDMA, TDMA, CDMA

Teknik Multiple Akses FDMA, TDMA, CDMA Teknik Multiple Akses FDMA, TDMA, CDMA OVERVIEW Dalam sistem komunikasi wireless, efisiensi pemakaian lebar bidang frekuensi diusahakan diantaranya melalui teknik multiple akses, agar dalam alokasi frekuensi

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Public Switched Telephone Network (PSTN). Untuk menambah kapasitas daerah

BAB II TEORI DASAR. Public Switched Telephone Network (PSTN). Untuk menambah kapasitas daerah BAB II TEORI DASAR 2.1 Umum Sistem komunikasi seluler merupakan salah satu jenis komunikasi bergerak, yaitu suatu komunikasi antara dua terminal dengan salah satu atau kedua terminal berpindah tempat.

Lebih terperinci

Diajukan guna melengkapi sebagian syarat Dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh :

Diajukan guna melengkapi sebagian syarat Dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh : TUGAS AKHIR MENGATASI ADJACENT CHANNEL INTERFERENCE 3G/WCDMA PADA KANAL 11 & 12 MILIK OPERATOR AXIS DENGAN MENGUNAKAN BAND PASS FILTER STUDI KASUS SITE PURI KEMBANGAN Diajukan guna melengkapi sebagian

Lebih terperinci

ANALISA IMPLEMENTASI GREEN COMMUNICATIONS PADA JARINGAN LTE UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI ENERGI JARINGAN

ANALISA IMPLEMENTASI GREEN COMMUNICATIONS PADA JARINGAN LTE UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI ENERGI JARINGAN Bidang Studi Telekomunikasi Multimedia, Jurusan Teknik Elektro FTI ITS ANALISA IMPLEMENTASI GREEN COMMUNICATIONS PADA JARINGAN LTE UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI ENERGI JARINGAN Oleh : Selva Melvarida Simanjuntak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan pada sistem komunikasi nirkabel dan bergerak sangatlah kompleks

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan pada sistem komunikasi nirkabel dan bergerak sangatlah kompleks BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan pada sistem komunikasi nirkabel dan bergerak sangatlah kompleks seperti noise, fading, dan interferensi. Permasalahan tersebut merupakan gangguan yang

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA Laporan Kerja Praktek Instalasi Pico Repeater Comba SP 2110 Sebagai Solusi Perbaikan Cakupan Sinyal Indoor PT. Picotel Nusantara Diajukan untuk memenuhi persyaratan Penyelesaian Kerja Praktek (S1) Disusun

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. Long Term Evolution (LTE) menjadi fokus utama pengembangan dalam bidang

1 BAB I PENDAHULUAN. Long Term Evolution (LTE) menjadi fokus utama pengembangan dalam bidang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Long Term Evolution (LTE) menjadi fokus utama pengembangan dalam bidang telekomunikasi pada masa kini. Dengan banyak pengembangan dari generasi-generasi sistem jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi selular semakin berkembang, diawali dengan munculnya teknologi 1G (AMPS), 2G yang dikenal dengan GSM, dan 3G yang mulai berkembang di Indonesia

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Model Propagasi dan Perubahan Tilt Antena Terhadap Coverage Area Sistem Long Term Evolution Menggunakan Software Atoll

Analisis Pengaruh Model Propagasi dan Perubahan Tilt Antena Terhadap Coverage Area Sistem Long Term Evolution Menggunakan Software Atoll Analisis Pengaruh Model Propagasi dan Perubahan Tilt Antena Terhadap Coverage Area Sistem Long Term Evolution Menggunakan Software Atoll Putra, T.G.A.S. 1, Sudiarta, P.K. 2, Diafari, I.G.A.K. 3 1,2,3 Jurusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini membahas literatur yang mendukung penelitian di antaranya adalah Long

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini membahas literatur yang mendukung penelitian di antaranya adalah Long 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas literatur yang mendukung penelitian di antaranya adalah Long Term Evolution (LTE), Cognitive Radio (CR), Oppurturnistic Spectrum Access (OSA) dan Hidden Markov

Lebih terperinci

Multiple Access. Downlink. Handoff. Uplink. Mobile Station Distributed transceivers Cells Different Frequencies or Codes

Multiple Access. Downlink. Handoff. Uplink. Mobile Station Distributed transceivers Cells Different Frequencies or Codes Multiple Access Downlink Uplink Handoff Mobile Station Distributed transceivers Cells Different Frequencies or Codes Base Station Fixed transceiver Frequency TDMA: Time Division Multiple Access CMDA: Code

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi telekomunikasi berkembang dengan sangat pesat yang disebabkan oleh kebutuhan pelanggan akan layanan komunikasi dan informasi yang meningkat dari waktu ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Alokasi frekuensi 2300 MHz di Indonesia [4]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Alokasi frekuensi 2300 MHz di Indonesia [4] BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya yang terbatas. Diperlukan penataan alokasi yang baik untuk mengoptimalkan penggunaannya. Sementara itu, kebutuhan akan

Lebih terperinci

I. Pembahasan. reuse. Inti dari konsep selular adalah konsep frekuensi reuse.

I. Pembahasan. reuse. Inti dari konsep selular adalah konsep frekuensi reuse. I. Pembahasan 1. Frequency Reuse Frequency Reuse adalah penggunaan ulang sebuah frekuensi pada suatu sel, dimana frekuensi tersebut sebelumnya sudah digunakan pada satu atau beberapa sel lainnya. Jarak

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISA KEY PERFORMANCE INDICATOR (KPI) 3RD CARRIER CELL PADA JARINGAN 3G

TUGAS AKHIR ANALISA KEY PERFORMANCE INDICATOR (KPI) 3RD CARRIER CELL PADA JARINGAN 3G TUGAS AKHIR ANALISA KEY PERFORMANCE INDICATOR (KPI) 3RD CARRIER CELL PADA JARINGAN 3G Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun oleh : Nama : Dyan Tri

Lebih terperinci

PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) 1800 MHz DI WILAYAH MAGELANG MENGGUNAKAN BTS EXISTING OPERATOR XYZ

PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) 1800 MHz DI WILAYAH MAGELANG MENGGUNAKAN BTS EXISTING OPERATOR XYZ G.5 PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) 1800 MHz DI WILAYAH MAGELANG MENGGUNAKAN BTS EXISTING OPERATOR XYZ Via Lutfita Faradina Hermawan *, Alfin Hikmaturrohman, Achmad Rizal Danisya Program

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini jumlah pelanggan seluler dan trafik pengggunaan data seluler meningkat secara eksponensial terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Literatur Para penulis di [1] menjelaskan bahwa algoritma self-organization network dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja jaringan secara keseluruhan dan mengurangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Telekomunikasi data mobile saat ini sangat diminati oleh masyarakat karena mereka dapat dengan mudah mengakses data dimana saja dan kapan saja. Untuk mengimbangi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan metode akses kanal

BAB I PENDAHULUAN. Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan metode akses kanal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan metode akses kanal yang digunakan oleh berbagai macam teknologi komunikasi seluler. Salah satu fasilitas dalam komunikasi

Lebih terperinci

TEKNIK PERANCANGAN JARINGAN AKSES SELULER

TEKNIK PERANCANGAN JARINGAN AKSES SELULER TEKNIK PERANCANGAN JARINGAN AKSES SELULER 6:59 DTGG Konsep Dasar Sistem Seluler by : Dwi Andi Nurmantris DEFINISI Sistem komunikasi yang digunakan untuk memberikan layanan jasa telekomunikasi bagi pelanggan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH MODEL PROPAGASI DAN PERUBAHAN TILT ANTENA TERHADAP COVERAGE AREA SISTEM LONG TERM EVOLUTION MENGGUNAKAN SOFTWARE ATOLL

ANALISIS PENGARUH MODEL PROPAGASI DAN PERUBAHAN TILT ANTENA TERHADAP COVERAGE AREA SISTEM LONG TERM EVOLUTION MENGGUNAKAN SOFTWARE ATOLL SKRIPSI ANALISIS PENGARUH MODEL PROPAGASI DAN PERUBAHAN TILT ANTENA TERHADAP COVERAGE AREA SISTEM LONG TERM EVOLUTION MENGGUNAKAN SOFTWARE ATOLL Tjokorda Gede Agung Surya Putra JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS

Lebih terperinci

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING Widya Teknika Vol.19 No. 1 Maret 2011 ISSN 1411 0660 : 34 39 PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING Dedi Usman Effendy 1) Abstrak Dalam

Lebih terperinci

Manajemen Interferensi Femtocell pada LTE- Advanced dengan Menggunakan Metode Autonomous Component Carrier Selection (ACCS)

Manajemen Interferensi Femtocell pada LTE- Advanced dengan Menggunakan Metode Autonomous Component Carrier Selection (ACCS) JURNAL TEKNIK ITS Vol. (Sept, 0) ISSN: 0- A- Manajemen Interferensi Femtocell pada LTE- Advanced dengan Menggunakan Metode Autonomous Component Carrier Selection (ACCS) Gatra Erga Yudhanto, Gamantyo Hendrantoro,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Penggunaan Spektrum Frekuensi [1]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Penggunaan Spektrum Frekuensi [1] BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, sistem komunikasi nirkabel (wireless) sedang berkembang sangat pesat dalam dunia telekomunikasi. Hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah user (pengguna

Lebih terperinci

KONSEP DASAR SELULER. (DTG3G3) PRODI D3 TT Yuyun Siti Rohmah,ST.,MT

KONSEP DASAR SELULER. (DTG3G3) PRODI D3 TT Yuyun Siti Rohmah,ST.,MT KONSEP DASAR SELULER TEKNIK TRANSMISI SELULER (DTG3G3) PRODI D3 TT Yuyun Siti Rohmah,ST.,MT A. Pendahuluan Yang mendasari perkembangan Keterbatasan spektrum frekuensi Efisiensi penggunaan spektrum frekuensi

Lebih terperinci

PERHITUNGAN BIT ERROR RATE PADA SISTEM MC-CDMA MENGGUNAKAN GABUNGAN METODE MONTE CARLO DAN MOMENT GENERATING FUNCTION.

PERHITUNGAN BIT ERROR RATE PADA SISTEM MC-CDMA MENGGUNAKAN GABUNGAN METODE MONTE CARLO DAN MOMENT GENERATING FUNCTION. PERHITUNGAN BIT ERROR RATE PADA SISTEM MC-CDMA MENGGUNAKAN GABUNGAN METODE MONTE CARLO DAN MOMENT GENERATING FUNCTION Disusun Oleh: Nama : Christ F.D. Saragih Nrp : 0422057 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas

Lebih terperinci

Wireless Communication Systems Modul 9 Manajemen Interferensi Seluler Faculty of Electrical Engineering Bandung 2015

Wireless Communication Systems Modul 9 Manajemen Interferensi Seluler Faculty of Electrical Engineering Bandung 2015 Wireless Communication Systems Modul 9 Manajemen Interferensi Seluler Faculty of Electrical Engineering Bandung 2015 Pengaruh Interferensi Interferensi antar sel merupakan masalah serius yang harus diminimalisasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini perkembangan teknologi telekomunikasi sangat pesat, serta permintaan user terhadap layanan telekomunikasi mengalami peningkatan. Hal ini didukung dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin berkembangnya sistem komunikasi bergerak seluler, yang terwujud seiring dengan munculnya berbagai metode akses jamak (FDMA, TDMA, serta CDMA dan turunan-turunannya)

Lebih terperinci

ANALISIS PERANCANGAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) DI WILAYAH KOTA BANDA ACEH DENGAN FRACTIONAL FREQUENCY REUSE SEBAGAI MANAJEMEN INTERFERENSI

ANALISIS PERANCANGAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) DI WILAYAH KOTA BANDA ACEH DENGAN FRACTIONAL FREQUENCY REUSE SEBAGAI MANAJEMEN INTERFERENSI ANALISIS PERANCANGAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) DI WILAYAH KOTA BANDA ACEH DENGAN FRACTIONAL FREQUENCY REUSE SEBAGAI MANAJEMEN INTERFERENSI DESIGN ANALYSIS OF LONG TERM EVOLUTION (LTE) NETWORK

Lebih terperinci

PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE)1800 Mhz DI WILAYAH MAGELANG MENGGUNAKAN BTS EXISTING OPERATOR XYZ

PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE)1800 Mhz DI WILAYAH MAGELANG MENGGUNAKAN BTS EXISTING OPERATOR XYZ A.1 Kode Bidang: A/B/C/D/E/F/G/H PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE)1800 Mhz DI WILAYAH MAGELANG MENGGUNAKAN BTS EXISTING OPERATOR XYZ Via Lutfita Faradina Hermawan 1,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi telekomunikasi dan informasi saat ini sangat pesat, khususnya teknologi wireless (nirkabel). Seiring dengan meningkatnya kebutuhan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada sistem CDMA pengendalian daya baik pada Mobile Station (MS) maupun Base Station (BS) harus dilakukan dengan baik mengingat semua user pada CDMA mengggunakan

Lebih terperinci

Gambar 1 1 Alokasi Penataan Ulang Frekuensi 1800 MHz[1]

Gambar 1 1 Alokasi Penataan Ulang Frekuensi 1800 MHz[1] BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan user akan informasi gambar, dan video saat ini telah berkembang pesat dalam industri telekomunikasi begitu juga perkembangan jumlah pelanggan sebuah operator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bab II Landasan teori

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bab II Landasan teori 1 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Layanan komunikasi dimasa mendatang akan semakin pesat dan membutuhkan data rate yang semakin tinggi. Setiap kenaikan laju data informasi, bandwith yang dibutuhkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Teknik Elektro, Jurusan Teknik Elektro, Universitas Lampung. Tabel 3.1. Jadwal kegiatan Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Teknik Elektro, Jurusan Teknik Elektro, Universitas Lampung. Tabel 3.1. Jadwal kegiatan Penelitian III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan September 2012 s.d Oktober 2013, bertempat di Laboratorium Teknik Telekomunikasi, Laboratorium Terpadu Teknik Elektro, Jurusan

Lebih terperinci

ANALISIS DROP CALL PADA JARINGAN 3G PADA BEBERAPA BASE STATION DI KOTA MEDAN

ANALISIS DROP CALL PADA JARINGAN 3G PADA BEBERAPA BASE STATION DI KOTA MEDAN ANALISIS DROP CALL PADA JARINGAN 3G PADA BEBERAPA BASE STATION DI KOTA MEDAN Donny Panggabean (1), Naemah Mubarakah (2) Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkembangan teknologi yang semakin pesat di berbagai belahan dunia, membuat semua orang ingin berkomunikasi tanpa terbatasi adanya jarak dan kecepatan. Saat ini manusia

Lebih terperinci

Perkembangan Teknolgi Wireless: Teknologi AMPS Teknologi GSM Teknologi CDMA Teknologi GPRS Teknologi EDGE Teknologi 3G, 3.5G Teknologi HSDPA, HSUPA

Perkembangan Teknolgi Wireless: Teknologi AMPS Teknologi GSM Teknologi CDMA Teknologi GPRS Teknologi EDGE Teknologi 3G, 3.5G Teknologi HSDPA, HSUPA Perkembangan Teknolgi Wireless: Teknologi AMPS Teknologi GSM Teknologi CDMA Teknologi GPRS Teknologi EDGE Teknologi 3G, 3.5G Teknologi HSDPA, HSUPA TEKNOLOGI AMPS Analog mobile phone system(amps) dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Semakin meningkatnya kebutuhan akan flexibilitas komunikasi pada jaringan menuntut teknologi untuk mengembangkan komunikasi yang lebih flexible, dapat bergerak

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA PACKET SCHEDULING MAX THROUGHPUT DAN PROPORTIONAL FAIR PADA JARINGAN LTE ARAH DOWNLINK DENGAN SKENARIO MULTICELL

ANALISIS KINERJA PACKET SCHEDULING MAX THROUGHPUT DAN PROPORTIONAL FAIR PADA JARINGAN LTE ARAH DOWNLINK DENGAN SKENARIO MULTICELL ANALISIS KINERJA PACKET SCHEDULING MAX THROUGHPUT DAN PROPORTIONAL FAIR PADA JARINGAN LTE ARAH DOWNLINK DENGAN SKENARIO MULTICELL PERFORMANCE ANALYSIS OF PACKET SCHEDULING ALGORITHMS MAX THROUGHPUT AND

Lebih terperinci

PERENCANAAN KEBUTUHAN NODE B PADA SISTEM UNIVERSAL MOBILE TELECOMMUNICATION SYSTEM (UMTS) DI WILAYAH UBUD

PERENCANAAN KEBUTUHAN NODE B PADA SISTEM UNIVERSAL MOBILE TELECOMMUNICATION SYSTEM (UMTS) DI WILAYAH UBUD PERENCANAAN KEBUTUHAN NODE B PADA SISTEM UNIVERSAL MOBILE TELECOMMUNICATION SYSTEM (UMTS) DI WILAYAH UBUD Agastya, A.A.N.I. 1, Sudiarta, P.K 2, Diafari, I.G.A.K. 3 1,2,3 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas

Lebih terperinci

BAB II JARINGAN GSM. telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European

BAB II JARINGAN GSM. telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European BAB II JARINGAN GSM 2.1 Sejarah Teknologi GSM GSM muncul pada pertengahan 1991 dan akhirnya dijadikan standar telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European Telecomunication Standard Institute).

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HASIL SIMULASI

BAB IV ANALISA HASIL SIMULASI BAB IV ANALISA HASIL SIMULASI Pada bagian analisis dari tugas akhir ini akan menampilkan dan menjelaskan hasil simulasi untuk menunjukan perbaikan performansi jaringan FAP dengan teknik alokasi physical

Lebih terperinci

Powered By TeUinSuska2009.Wordpress.com. Upload By - Vj Afive -

Powered By  TeUinSuska2009.Wordpress.com. Upload By - Vj Afive - Powered By http:/ TeUinSuska2009.Wordpress.com Upload By - Vj Afive - Jarlokar Adalah jaringan transmisi yang menghubungkan perangkat terminal pelanggan dengan sentral lokal dengan menggunakan media radio

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENYELESAIKAN PERSOALAN PENGALOKASIAN RESOURCE BLOCK PADA SISTEM LTE ARAH DOWNLINK

EVALUASI PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENYELESAIKAN PERSOALAN PENGALOKASIAN RESOURCE BLOCK PADA SISTEM LTE ARAH DOWNLINK EVALUASI PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENYELESAIKAN PERSOALAN PENGALOKASIAN RESOURCE BLOCK PADA SISTEM LTE ARAH DOWNLINK Josia Ezra1), Arfianto Fahmi2), Linda Meylani3) 1), 2), 3) School of Electrical

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI LEVEL DAYA TERIMA MENGGUNAKAN MODEL WALFISCH-IKEGAMI PADA TEKNOLOGI LONG TERM EVOLUTION (LTE) FREKUENSI 1800 MHz

ANALISIS NILAI LEVEL DAYA TERIMA MENGGUNAKAN MODEL WALFISCH-IKEGAMI PADA TEKNOLOGI LONG TERM EVOLUTION (LTE) FREKUENSI 1800 MHz ANALISIS NILAI LEVEL DAYA TERIMA MENGGUNAKAN MODEL WALFISCH-IKEGAMI PADA TEKNOLOGI LONG TERM EVOLUTION (LTE) FREKUENSI 1800 MHz Achmad Reza Irianto 1, M. Fauzan Edy Purnomo. S.T., M.T. 2 Endah Budi Purnomowati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan transmisi data berkecepatan tinggi dan mobilitas user yang sangat tinggi semakin meningkat. Transmisi data berkecepatan tinggi menyebabkan banyak efek multipath

Lebih terperinci

UNJUK KERJA NOISE RISE BASED CALL ADMISSION CONTROL (NB-CAC) PADA SISTEM WCDMA. Devi Oktaviana

UNJUK KERJA NOISE RISE BASED CALL ADMISSION CONTROL (NB-CAC) PADA SISTEM WCDMA. Devi Oktaviana UNJUK KERJA NOISE RISE BASED CALL ADMISSION CONTROL (NB-CAC) PADA SISTEM WCDMA Devi Oktaviana - 226649 Bidang Studi Telekomunikasi Multimedia Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA ALGORITMA SUBOPTIMAL HANDOVER PADA SISTEM KOMUNIKASI WIRELESS

ANALISIS KINERJA ALGORITMA SUBOPTIMAL HANDOVER PADA SISTEM KOMUNIKASI WIRELESS ANALISIS KINERJA ALGORITMA SUBOPTIMAL HANDOVER PADA SISTEM KOMUNIKASI WIRELESS Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro

Lebih terperinci