BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioregion

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat

TINJAUAN PUSTAKA. Danau. merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Situs Candi Muara Takus

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari /

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

PENGEMBANGAN KAWASAN DESA WISATA Oleh : Dr. Ir. Sriyadi., MP (8 Januari 2016)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya melalui industri pariwisata. Sebagai negara kepulauan,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya sebagai modal dasar pembangunan nasional dengan. Menurut Dangler (1930) dalam Hardiwinoto (2005), hutan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu

BAB I PENDAHULUAN. dan ekosistemnya ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya

1. PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna menjadikan Indonesia sebagai salah satu mega biodiversity. peningkatan perekonomian negara (Mula, 2012).

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penegakan hukum yang lemah, dan in-efisiensi pelaksanaan peraturan pemerintah

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Kelahirannya dilatarbelakangi oleh norma-norma agama, dan dilandasi adat

BAB I PENDAHULUAN. pegunungan yang indah, hal itu menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

KONSEP MODERN KAWASAN DILINDUNGI

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

BUPATI BANDUNG BARAT

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

BAB I PENDAHULUAN. dan seni budaya tradisionalnya, adanya desa desa tradisional, potensi

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan

Tengah berasal dari sebuah kota kecil yang banyak menyimpan peninggalan. situs-situs kepurbakalaan dalam bentuk bangunan-bangunan candi pada masa

BAB II GAMBARAN UMUM PARIWISATA

19 Oktober Ema Umilia

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

P E M E R I N T A H KABUPATEN KUTAI TIMUR

Hutan Mangrove Segara Anakan Wisata Bahari Penyelamat Bumi

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Hutan merupakan bagian penting dari negara Indonesia. Menurut angka

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. berkembang. Seperti halnya di Indonesia, sektor pariwisata diharapkan dapat

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

TINJAUAN PUSTAKA. Lanskap Hutan. Istilah lanskap secara umum dipahami sebagai bentang alam yang

PENJELASAN ATAS QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : 14 TAHUN 2002 TENTANG KEHUTANAN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

BAB 1 PENDAHULUAN. wisata alam tersebar di laut, pantai, hutan dan gunung, dimana dapat

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN. Dari Penelitian Strategi pengembangan daya tarik wisata kawasan barat Pulau

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

I. PENDAHULUAN. andalan untuk memperoleh pendapatan asli daerah adalah sektor pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah remaja di Indonesia memiliki potensi yang besar dalam. usia produktif sangat mempengaruhi keberhasilan pembangunan daerah,

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi dari tahun sebelumnya. Angka itu diatas pertumbuhan ekonomi nasional

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. wisatawan menuju daerah tujuan wisata. Terdapat dua fungsi dari atraksi

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan aslinya (Hairiah, 2003). Hutan menjadi sangat penting

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Mahluk hidup memiliki hak hidup yang perlu menghargai dan memandang

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Tegal merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap

III KERANGKA PEMIKIRAN

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

IV.C.5. Urusan Pilihan Kepariwisataan

1. Bab I Pendahuluan Latar belakang

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II URAIAN TEORITIS. yaitu : pari dan wisata. Pari artinya banyak, berkali-kali atau berkeliling.

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

Komponen Ekosistem Komponen ekosistem ada dua macam, yaitu abiotik dan biotik. hujan, temperatur, sinar matahari, dan penyediaan nutrisi.

SALINAN. Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN KAWASAN KARS DI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lampiran 4 Panduan scoring untuk mengetahui tingkat kepentingan

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Transkripsi:

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mapun pembahasan, penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Kawasan Dataran Tinggi Dieng adalah sebuah saujana yang terdiri atas tata guna lahan,tata kehidupan msayarakat, arsitektur kawasan dan bentukan-bentukan alami. 2. Saujana di Dataran Tinggi Dieng dapat dikatakan menjadi sebuah saujana yang dapat dikategorikan pusaka karena memiliki nilai ilmu sejarah yang tinggi; nilai pusaka seperti : keunikan masyarakat dan nilai religi; kekhasan kondisi geografis yang unik yaitu sebagai sebuah kawasan pegunungan aktif yang memiliki panorama yang sangat indah dan didominasi pertanian kentang yang mengelilingi lingkungan Dieng; serta memiliki sistem alamiah dan proses perubahan biogeofisik serta sosial budaya yang masih berlangsung yaitu peran kawasan Dieng sebagai kawasan lindung, baik dari segi ekologi seperti kawasan lindung bagi berbagai macam flora dan fauna maupun sebagai kawasan lindung bagi kawasan di sekitarnya. 3. Kemenerusan saujana Dataran Tinggi Dieng sebagai sebuah saujana yang berkategori pusaka terancam oleh kegiatan pertanian dan pariwisata. 246

Kegiatan pertanian dan pariwisata secara konstan menekan keberadaan pusaka saujana di Dataran Tinggi Dieng. Pada saat ini lahan situs purbakala percandian Dieng, percandian Hindu tertua di pulau Jawa banyak digunakan untuk lahan pertanian kentang dan sayur mayur lainnya. Hal inilah yang menjadi awal rusaknya lingkungan situs purbakala di Dieng. Telah terjadi eksploitasi berlebihan, baik di areal situs purbakala maupun di daerah hutan yang selama ini berfungsi sebagai daerah penyangga. Akibatnya, tingkat erosi tinggi di Dieng yang mengancam keberadaan situs arkeologi maupun keindahan panorama di Dataran Tinggi Dieng. 4. Kegiatan konservasi sebagai usaha penyelamatan kawasan pusaka saujana Dataran Tinggi Dieng oleh instansi-instansi terkait belum berjalan maksimal karena masyarakat belum dilibatkan secara penuh dalam perencanaan,pelaksanaan maupun evaluasi sebuah program. Padahal pembangunan partisipatoris harus dimulai dari orang yang mengetahui tentang sistem kehidupan masyarakat setempat, yaitu masyarakat di wilayah Dataran Tinggi Dieng itu sendiri. 6.2 Saran Penelitian ini mengusulkan beberapa saran yang berkaitan dengan kemenerusan pusaka saujana yang memeperhatikan kegiatan pariwisata dan kegiatan pertanian 1. Saran sebagai usaha kemenerusan pusaka saujana Dataran Tinggi Dieng 247

Pusaka saujana Dataran Tinggi Dieng memiliki nilai sejarah tinggi dan keberagaman budaya dan kesenian masyarakat. Dengan keberadaan peninggalan arkeologi yang beraneka ragam yang mencerminkan peradaban masa lampau dan keberagaman budaya yang terdapat di Dataran Tinggi Dieng adalah sebuah potensi pusaka saujana yang sangat menarik dan dapat dipelajari sebagai salah satu studi kasus yang dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk meneliti dan mempelajari potensi pusaka saujana di daerah lain di Indonesia. Dataran Tinggi Dieng bukan hanya kekayaan alam dan panorama yang indah, tetapi juga keberagaman kebudayaan masyarakat sekitar yang sangat menarik. Masyarakat Dataran Tinggi Dieng perlu diberi pengetahuan dan informasi-informasi yang memberikan mereka pengetahuan mengenai pentingnya kelestarian alam dan budaya sebagai potensi pusaka saujana yang kemudian berdampak pada kegiatan pariwisata dan pertanian yang lebih maju yang akan mendatangkan keuntungan pada masyarakat Dieng. Pelestarian pusaka saujana Dataran Tinggi Dieng merupakan usaha dari pelestarian wujud, yaitu elemen pembentuk pusaka saujana tata kehidupan masyarakat, arsitektur kawasan dan bentukan alamiah yang ada di Dataran Tinggi Dieng. Masyarakat dan pemerintah daerah perlu mengetahui bahwa beberapa point penting 248

tersebut adalah pokok dari pelestarian pusaka saujana di Dataran Tinggi Dieng. 2. Saran terhadap pegiat kegiatan pertanian dan pariwisata terhadap kemenerusan pusaka saujana di Dataran Tinggi Dieng Kegiatan pertanian Dalam kegiatan pariwisata perlu diperhatikan keseimbangan antara nilai lingkungan, nilai ekonomi dan nilai kepariwisataan dalam hal ini adalah kelestarian akan candi dan benda arkeologi lainnya serta keberagaman potensi alam di dieng. Hal yang perlu dilakukan adalah dengan pendekatan sosio-budaya pada masyarakat, sehingga program pelestarian pusaka saujana di Dataran Tinggi Dieng dapat dijalankan dengan baik. Kegiatan pariwisata Bagi pegiat pariwisata perlu menyeleksi kebudayaan apa saja yang dibawa oleh pengunjung pariwisata sehingga dalam jangka waktu yang lama tidak akan mempengaruhi nilai-nilai positif budaya masyarakat setempat. Pengaruh budaya luar yang negatif akan mengurangi dari nilai keunggulan pusaka saujana di Dataran Tinggi Dieng. 249

3. Upaya Pelestarian Pusaka Saujana Dataran Tinggi Dieng Upaya penerapan konsep pusaka saujana yang dimiliki Kawasan Dataran Tinggi Dieng perlu menggunakan pendekatan eko-ekonomi, artinya pada saat ekonomi menjadi arah pembangunan, maka kearifan lokal sosial-budaya masyarakat dan fungsi ekologi alam menjadi pengontrol dan penyeimbang stabilitas untuk menjaga poduktivitas lingkungan agar tetap lestari. Hal ini mengingatkan bahwa pertumbuhan ekonomi saja,misalnya dengan target PAD setinggi-tingginya, karena yang terjadi di Kabupaten Wonosobo adalah pemerintah daerah lebih berorientasi kepada insentiv dan tidak melibatkan peran serta masyarakat, sehingga masyarakat kurang melestarikan dan melindungi potensi pusaka saujana Dataran Tinggi Dieng, misalnya dengan penggunaan lahan dan eksploitasi lahan yang berlebihan akan menimbulkan masalah lain yaitu degradasi lingkungan. Karena itu harus disadari, pertumbuhan berkelanjutan tidak mungkin tetapi pembangunan ekonomi, misalnya melalui pariwisata budaya, dapat dicapai jika keseimbangan fungsi ekologi dipertahankan sesuai dengan karakter sosial-budaya masyarakat lokal yaitu cara mereka hidup, bekerja dan berkarya. Dengan perkataan lain, pemanfaatan budaya dan alam yang dijadikan sebagai sumberdaya atraksi pariwisata harus dilakukan dengan cara-cara yang eko-ekonomi dan memperhatikan kearifan lokal sosial-budaya masyarakat. Implikasinya, untuk mendukung konsep pusaka saujana Dataran Tinggi Dieng, maka kebijakan, strategi 250

dan taktik yang harus dijalankan pihak pemerintah daerah bersama masyarakat adalah mengelola amenitas yang diberikan alam dengan memperhatikan daya dukung lingkungan, sehingga pemanfaatannya sesuai dengan asas efisiensi hasil ekonomi yang memperhatikan ekologi sekaligus budaya masyarakat. Di samping itu tidak boleh dilupakan pula faktor edukasi karena pemahaman terhadap perlunya melestarikan fungsi ekologi bagi kepentingan ekonomi, dan juga keahlian mengelola bisnis dan mempertajam ketrampilan untuk menciptakan kreasi produk baru dasarnya adalah pengetahuan. Oleh karena itu sosial-budaya masyarakat dalam bentuk kekhasan adat, ritual dan spiritual kehidupan masyarakat akan lestari jika dapat menghasilkan nilai ekonomi dengan memanfaatkan sistem ekologi alam secara efisien dan efektif dilandasi pengetahuan yang cukup. Penggunaan sumberdaya yang bersifat kuantitas bertujuan pencapaian hasil jangka pendek perlu diubah menjadi fokus kualitas, ekologi, orientasi manusia sebagai tujuan akhir pembangunan, perspektif hasil jangka panjang yang menghargai potensi alam maupun budaya. 251