BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan gambaran klinis yang khas

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. polisebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri

BAB I PENDAHULUAN. punggung bagian atas. Jerawat terjadi karena pori-pori kulit. terbuka dan tersumbat dengan minyak, sel-sel kulit mati, infeksi

BAB I PENDAHULUAN. pleomorfik, komedo, papul, pustul, dan nodul. (Zaenglein dkk, 2008).

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. atas. Akne biasanya timbul pada awal usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan bagi remaja dan dewasa muda merupakan salah satu faktor

The Correlation between Cosmetics Usage to Acne Vulgaris in Female Student in FKIK Muhammadiyah University of Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit kulit yang melibatkan unit pilosebasea ditandai. Indonesia, menurut catatan Kelompok Studi Dermatologi Kosmetika

BAB I PENDAHULUAN. Akne atau jerawat merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. dan papula yang erimatus, serta pada kasus yang berat dapat disertai pustul yang

Jerawat biasanya muncul di wajah, leher, bahu, dada, punggung dan bahu, dan maaf ada juga di daerah pantat.

BAB 1 PENDAHULUAN. Akne vulgaris (AV) atau jerawat merupakan suatu penyakit. keradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengandung kelenjar sebasea seperti: muka, dada dan punggung ( kelenjar/cm). 1,2 Acne

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Sebaran usia mahasiswi yang menggunakan kosmetik

BAB I PENDAHULUAN. jerawat atau akne (Yuindartanto, 2009). Akne vulgaris merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. kista. Tempat predileksinya antara lain pada daerah wajah, dada bagian atas, dan punggung.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. al, 2008). Tempat-tempat predileksi acne vulgaris adalah wajah, leher,

BAB 1 PENDAHULUAN. papul, pustul, nodul dan kista di area predileksinya yang biasanya pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. perhatian utama, khususnya pada remaja. Acne Vulgaris atau yang disebut

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan

BAB I PENDAHULUAN. Jerawat atau akne adalah mesalah kulit berupa infeksi dan peradangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. vulgaris, merupakan penyakit peradangan kronis dari unit pilosebasea akibat

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat. Perubahan dari bentuk tubuh kanak-kanak pada umumnya ke

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK PENGARUH PENGGUNAAN PIL KONTRASEPSI ORAL KOMBINASI PADA PENGOBATAN AKNE VULGARIS

R. A. Khalida Purwaningdyah 1, Nelva Karmila Jusuf 2. Profil Penderita Akne Vulgaris

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akne vulgaris adalah peradangan kronik dari folikel polisebasea yang

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari

TEAM BASED LEARNING MODUL. Diberikan pada Mahasiswa Semester V Fakultas Kedokteran Unhas DISUSUN OLEH :

ANALISIS IKLAN OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS PADA ENAM MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL 2009

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Hidup. kualitas hidup sebagai persepsi individu dari posisi individu dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Perawatan Kulit Wajah Manual Pada Kulit Berjerawat (Acne)

BAB II LANDASAN TEORI

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tampil cantik merupakan dambaan setiap orang terlebih lagi kaum wanita.

HUBUNGAN TIDUR LARUT MALAM TERHADAP TIMBULNYA AKNE VULGARIS PADA MAHASANTRI PUTRA PESANTREN INTERNATIONAL K.H MAS MANSUR UMS 2015

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN PENDERITA JERAWAT UNTUK MELAKUKAN HIGIENE KULIT DI POLI KULIT DAN KELAMIN RS SINT CAROLUS

BAB I PENDAHULUAN. dan masa dewasa, berlangsung antara usia 12 sampai 24 tahun (WHO,

Oleh : A N D Y

SKRIPSI DICKY WIJAYA SAPUTRA K Oleh :

BAB V PEMBAHASAN. 25 orang (39.1%) yang mengalami jerawat berat. Hasil observasi yang

BAB I PENDAHULUAN. sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara

BAB I PENDAHULUAN. Rambut merupakan mahkota bagi setiap orang. Masalah kulit kepala sering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN ANTARA JERAWAT (AKNE VULGARIS) DENGAN CITRA DIRI PADA REMAJA

e-journal Keperawatan (e-kp) Volume 5 No 1, Februari 2017

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Akne vulgaris adalah salah satu penyakit kulit. yang selalu menjadi masalah bagi remaja dan dewasa muda

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA AKNE VULGARIS PADA AWAL PUBERTAS REMAJA PUTRI DI SMP NEGERI 4 LAPPARIAJA KABUPATEN BONE KARTIKA

BAB 1 PENDAHULUAN. contohnya wajah dan leher (Wolff et al., 2008). Lesi melasma ditandai oleh

EVALUASI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA TERHADAP TINDAKAN SWAMEDIKASI ACNE VULGARIS

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitik, yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. muda sampai coklat tua mengenai area yang terpajan sinar. pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung, dan dagu. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. individu tentang penampilan fisiknya. Burns (1993) mendefinisikan self-image

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Akne vulgaris adalah suatu penyakit yang. dialami oleh hampir semua remaja dan orang dewasa

BAB 1 PENDAHULUAN. dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit (Tranggono

DEFINISI Ketombe (juga disebut sindap dan kelemumur; dengan nama ilmiah Pityriasis capitis) adalah pengelupasan kulit mati berlebihan di kulit

BAB 1 PENDAHULUAN. kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. Self Medication menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Akne vulgaris (jerawat) merupakan penyakit. peradangan kronis pada unit pilosebaseus yang sering

BAB I PENDAHULUAN. suksesnya sistem kesehatan adalah pelaksanaan pelayanan kefarmasian (Hermawati, kepada pasien yang membutuhkan (Menkes RI, 2014).

THE CORRELATION OF COSMETIC USAGE TO ACNE VULGARIS CASE IN FEMALE STUDENT IN MEDICAL FACULTY OF LAMPUNG UNIVERSITY. Abstract

BAB 1 PENDAHULUAN. Health Organization (WHO) menentukan usia remaja antara tahun.

SWAMEDIKASI PADA PENGUNJUNG APOTEK DI APOTEK MARGI SEHAT TULUNG KECAMATAN TULUNG KABUPATEN KLATEN

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba

BAB I PENDAHULUAN. cacing (appendiks). Infeksi ini bisa terjadi nanah (pus) (Arisandi,2008).

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal. Kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan Republik

BAB I PENDAHULUAN. adalah datangnya menopause. Menopause merupakan keadaan biologis yang

BAB I PENDAHULUAN. (Uta, 2003). Jerawat terjadi ketika pori-pori kulit dipenuhi oleh minyak, sel kulit

BAB I PENDAHULUAN. penyebarannya sangat cepat. Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia

BAB I PENDAHULUAN. praktek dermatologi (Simonart, 2012). Akne vulgaris adalah penyakit inflamasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di apotek Mega Farma Kota Gorontalo pada tanggal

BAB 1 PENDAHULUAN. dijumpai, memiliki karakteristik kemerahan dan skuama, terjadi di. daerah yang kaya akan kelenjar sebasea, seperti di wajah, kulit

BAB 1 PENDAHULUAN. bawah usia tiga puluh tahun, kanker payudara sangat jarang muncul.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Akne vulgaris atau lebih dikenal dengan jerawat, adalah penyakit self-limited yang menyerang unit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengobatan sendiri (swamedikasi) merupakan bagian dari upaya

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang membuat hidup seseorang menjadi sejahtera dan ekonomis. Masyarakat harus berperan aktif dalam mengupayakan kesehatan sendiri agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Upaya masyarakat untuk mengobati diri sendiri dikenal dengan istilah swamedikasi. Swamedikasi adalah perilaku pengobatan penyakit ringan yang dilakukan sendiri. Swamedikasi dapat dilakukan terhadap penyakit ringan dengan menggunakan obat bebas, obat bebas terbatas dan obat wajib apotek (Atmoko & Kurniawati, 2009). Penyakit ringan yang sering dialami masyarakat, seperti diare, batuk, pusing, demam, jerawat, dan lain-lain (Depkes, 2006). Salah satu penyakit kulit yang mendapat perhatian bagi para remaja dan dewasa muda adalah jerawat atau dalam bahasa medisnya acne vulgaris (Yuindartanto, 2009). Penyakit ini tidak fatal, tetapi cukup merisaukan karena berhubungan dengan menurunnya kepercayaan diri akibat berkurangnya keindahan wajah penderita (Efendi, 2003). Banyak pasien merasa depresi, perubahan perilaku sosial, kecemasan, kemarahan dibandingkan kondisi normal tanpa masalah jerawat (James, 2005). Banyak ditemukan pasien jerawat yang kondisinya memburuk setelah melakukan pengobatan sendiri (Khalid dan Iqbal, 2010). Pengetahuan kesehatan terhadap masyarakat dapat ditingkatkan dengan cara memberikan edukasi kesehatan terhadap masyarakat melalui penyuluhan. Penyuluhan merupakan salah satu upaya pendekatan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan sehingga menghasilkan perubahan perilaku yang lebih baik, salah satunya dengan menggunakan media cetak (leaflet). Leaflet adalah media penyuluhan yang berfungsi untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan terhadap masyarakat. Leaflet dipilih sebagai media karena mudah disimpan, ekonomis, dan bisa berfungsi sebagai pengingat bagi sasaran. 1

2 Keberhasilan penyuluhan dapat dilihat dari peningkatan pengetahuan (Pulungan, 2008) Kurangnya pengetahuan pasien terhadap terapi yang dilakukan dapat meningkatkan ketidakpatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat (Perwitasari, 2010). Di Indonesia, catatan kelompok studi dermatologi kosmetika Indonesia, menunjukkan terdapat 60 % penderita jerawat pada tahun 2006 dan 80 % pada tahun 2007. Menurut penelitian Andy (2009) tingkat pengetahuan siswa SMA Santo Thomas Medan tentang jerawat didapatkan hasil bahwa 2,2 % dikategorikan baik, 10,8% dikategorikan cukup, 46,2 % dikategorikan kurang, 40,9% dikategorikan buruk. Dalam penelitian sebelumnya, yang dilakukan oleh Supada (2013) tentang jerawat dengan menggunakan metode leaflet, nilai terendah responden pada metode leaflet sebelum mendapat edukasi adalah 40,00 dan setelah mendapatkan edukasi nilai terendah responden menjadi 75,00. Nilai tertinggi responden sebelum mendapat edukasi adalah 85,00 dan setelah mendapat edukasi meningkat menjadi 100. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan nilai pengetahuan setelah mendapat edukasi berupa pemberian leaflet, dengan nilai rata-rata pre-test 71,56 + 10,45 meningkat setelah mendapatkan edukasi dengan nilai rata-rata post-test 92,08 + 6,28. Penelitian dilakukakan dalam dua sekolah yang berbeda, siswa SMA Negeri 2 Sragen dan siswa SMK Farmasi Nasional Surakarta. Di SMA Negeri 2 Sragen adalah sekolah umum yang menerima pendidikan secara umum dan formal, sedangkan SMK Farmasi Nasional Surakarta sekolah yang berbasis sekolah kejuruan kesehatan. Berdasarkan studi pendahuluan di SMA Negeri 2 Sragen dan SMK Farmasi Nasional Surakarta 7 dari 10 siswa yang saya temui memiliki masalah dengan jerawat. Dengan adanya masalah tersebut maka dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap remaja SMA Negeri 2 Sragen dan SMK Farmasi Nasional Surakarta terhadap jerawat.

3 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahanya sebagai berikut : 1. Bagaimanakah perbedaan pengetahuan siswa SMA Negeri 2 Sragen dan SMK Farmasi Nasional Surakarta tentang penatalaksanaan swamedikasi jerawat sebelum dan sesudah mendapat edukasi 2. Bagaimanakah pengaruh pemberian leaflet dalam meningkatkan pengetahuan tentang penatalaksanaan swamedikasi jerawat pada siswa SMA Negeri 2 Sragen dan SMK Farmasi Nasional Surakarta C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui perbedaan pengetahuan siswa SMA negeri 2 Sragen dan SMK Farmasi Nasional Surakarta tentang penatalaksanaan swamedikasi jerawat sebelum dan sesudah mendapat edukasi. 2. Mengetahui pengaruh pemberian leaflet dalam meningkatkan pengetahuan siswa SMA Negeri 2 Sragen dan SMK Farmasi Nasional Surakarta D. Tinjauan Pustaka 1. Swamedikasi Swamedikasi adalah perilaku seseorang dalam mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat obatan yang dibeli bebas di apotek atau toko atas inspirasi sendiri tanpa resep dokter (Atmoko & Kurniawati, 2009). Dalam penatalaksanaanya swamedikasi, masyarakat memerlukan pedoman yang terpadu agar tidak terjadi kesalahan. Swamedikasi menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan keterjangkauan pengobatan (Depkes, 2006). Dalam melakukan swamedikasi, terdapat hubungan antar tingkat pengetahuan, jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, serta tingkat pendapatan dengan perilaku dalam melakukan swamedikasi. Dalam swamedikasi, yang paling berpengaruh dalam melakukan swamedikasi adalah tingkat pendidikan. Keuntungan pengobatan sendiri adalah efektif untuk menghilangkan keluhan 80%

4 sakit bersifat self-limiting, biaya murah, dan menghemat waktu. Untuk melaksanakan swamedikasi penggunaan obat harus sesuai dengan aturan dan keadaan serta kondisi penderita. Obat yang dipilih harus tepat dan benar cara pemakaiannya, seperti aturan pakai, cara pemberian, efek samping, aturan dosis, serta interaksi obat dan makanan. Jika diagnosis tepat dan penggunaan obat benar, maka penggunaan obat yang rasional akan memberikan manfaat, yaitu dengan efek samping yang minimal, efektif dan beban biaya pengobatan berkurang (Kristina et al., 2008) 2. Jerawat a. Uraian Tentang Jerawat Jerawat atau Acne vulgaris adalah penyakit peradangan kronik folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papula, pustula, dan kista pada daerah daerah predileksi, seperti muka, bahu, bagian atas dari ekstremitas superior, dada, dan punggung (Harahap, 2000). Pustula adalah vesikel yang berisi nanah, sedangkan papula adalah penonjolan padat yang terdapat pada permukaan kulit, ukurannya < 1 cm, dan nodula sama seperti papula hanya ukurannya lebih besar (Siregar, 2005). b. Epidemologi Jerawat Jerawat paling sering terjadi pada remaja, dan mempengaruhi sekitar 85 % remaja. Jerawat dapat meningkat pada anak-anak dari usia muda sampai dewasa, jerawat lebih sering pada anak laki-laki remaja dan dewasa awal (Harahap, 2000). Biasanya, jerawat mulai timbul pada masa pubertas, dan hampir semua orang pernah mengalami masalah jerawat. Umumnya insiden jerawat terjadi pada usia 14-17 tahun untuk wanita dan pada laki-laki pada usia 16-17 tahun (Wasitaatmadja, 2009). Pada waktu pubertas terdapat kenaikan dari hormon androgen yang beredar dalam darah yang dapat menyebabkan hiperplasia dan hipertrofi dari glandula sebasea. Meskipun demikian, jerawat dapat pula terjadi pada usia lebih muda atau lebih tua dari usia tersebut. Namun kadang-kadang pada wanita jerawat dapat menetap hingga usia 30-an bahkan bisa lebih (Djuanda, 2007). Meskipun pada pria acne vulgaris lebih cepat berkurang, namun pada penelitian terdahulu diketahui bahwa gejala berat justru terjadi pada pria.

5 Diketahui pula bahwa ras oriental (Jepang, Cina, Korea) lebih jarang menderita acne vulgaris dibanding dengan ras kaukasia (Eropa, Amerika), dan lebih sering terjadi nodulo kistik pada kulit putih daripada kulit hitam (Wasitaatmadja, 1999) c. Etiologi Jerawat Faktor penyebab jerawat belum diketahui pasti, tetapi ada beberapa faktor yang mempengaruhi seperti produksi sebum yang berlebihan, hiperkeratinisasi saluran pilosebasea, infeksi propionibacterium acnes, dan inflamasi (Fulton, 2009). Faktor lain seperti usia, bangsa atau ras, makanan, kebersihan, faktor keturunan, infeksi hormonal, kosmetik, kejiwaan dan kelelahan, cuaca atau iklim yang secara tidak langsung dapat memacu timbulnya jerawat (Siregar, 2005). d. Patogenesis Jerawat Ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya jerawat : 1) Kenaikan ekskresi pada jerawat 2) Adanya Keratinisasi Sebum 3) Bakteri 4) Peradangan (inflamasi) (Harahap, 2000) Patogenesis jerawat yaitu androgen merangsang peningkatan produksi sebum, folikel rambut terutama yang mengandung kelenjar sebasea besar (pada wajah, leher, dada dan punggung) menjadi tersumbat karena hiperkeratosis, hal ini menimbulkan komedo tertutup, didalam folikokel bakteri anaerob obligat (propionibacterium acnes) mengadakan proliferasi, organisme ini bereaksi pada sebum, mengeluarkan zat-zat kimia yang menyebabkan peradangan, zat-zat kimia tersebut ke dermis disekitarnya, tubuh memberikan respon peradangan akut yang intensif, akirnya terbentuk papula, pustula, atau nodula. (Brown et al, 2006) e. Pengobatan Jerawat 1) Non Farmakologi Mencegah jerawat dapat dilakukan dengan cara terapi non farmakologi. Terapi non farmakologi dapat dilakukan pasien untuk mencegah serta mengurangi frekuensi dan gejala jerawat yaitu dengan cara perawatan kulit, pemakaian

6 kosmetika yang sesuai kondisi kulit, menjaga emosi, diet makanan dan tidak memijit, menyentuh serta menggosok jerawat, karena hal itu dapat memperparah kondisi jerawat (Harahap, 2000). 2) Farmakologi Pengobatan jerawat dapat dilakukan dengan cara memberikan obat topikal, obat sistemik, bedah kulit, atau kombinasi dari cara tersebut. Banyak sekali obat obat yang dipilih, salah satunya dengan obat topikal. Tujuan dari pengobatan topikal yaitu mencegah pembentukan komedo, menekan peradangan dan mempercepat penyembuhan lesi (Djuanda, 2007). Berdasarkan cara kerjanya obat jerawat dapat dibedakan dalam berbagai jenis. Obat bebas untuk jerawat terdapat dalam bentuk sediaan topikal atau obat luar berupa krim, salep, lotion, sabun dan gel. Bila terjadi alergi, penggunaan obat jerawat dihentikan (Depkes, 2007). Tabel 1. Pengobatan Topikal Jerawat Zat berkhasiat Nama dagang Aturan pakai Efek samping Asam Salisilat Acne Derm N Dioleskan pada kulit yang Iritasi kulit Acne Derm S berjerawat Resorsinol Clearsil berwarna Dioleskan pada kulit yang Iritasi, alergi Clearsil Putih berjerawat Benzoil Peroksida Benzolac Pimplex Dioleskan pada muka yang berjerawat Iritasi kulit f. Pencegahan jerawat (Depkes, 2007) Mencegah jerawat harus hati-hati serta perlu mengetahui cara yang baik dan benar agar tidak menimbulkan bekas di kulit, seperti bercak bercak hitam atau berlubang lubang atau bopeng (Wirakusumah, 2010). Pencegahan jerawat sangatlah banyak, seperti diet rendah lemak dan karbohidrat, melakukan perawatan kulit untuk membersihkan permukaan kulit dari kotoran penyebab dari jerawat. Menghindari faktor pemicu juga dapat mencegah jerawat seperti, menghindari stres, menjaga emosi, hidup teratur, cukup istrahat, menghindari polusi debu dan penggunaan kosmetik secukupnya (Djuanda, 2007). 3. Edukasi Edukasi adalah suatu proses perubahan prilaku secara terencana pada diri individu, kelompok, atau masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat. Tujuan dari pemberian edukasi yaitu agar masyarakat,

7 kelompok atau individu tahu dan mengerti akan kesehatan yang lebih baik. Edukasi merupakan suatu usaha yang efektif untuk mempengarui psikologis sasaran hingga masyarakat berperilaku sesuai dengan nilai-nilai kesehatan. Edukasi dapat memberikan ketrampilan dan kemampuan kepada masyarakat agar lebih mandiri di bidang kesehatan, termasuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka (Notoatmodjo, 2003) Media cetak yaitu media yang mengutamakan pesan-pesan visual yang terdiri dari gambaran sejumlah kata, gambar atau foto dalam tata warna. Leaflet adalah bentuk penyampaian informasi atau pesan pesan kesehatan melalui lembaran yang dilipat, isi informasi dapat berbentuk kalimat maupun gambar, atau kombinasi. Leaflet termasuk media cetak yang mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya antara lain tahan lama, mencakup banyak orang, biaya tidak tinggi, tidak perlu listrik, dapat dibawa kemana-mana, mempermudah pemahaman, dan meningkatkan gairah belajar. Sedangkan kelemahannya tidak dapat menstimulir efek suara dan efek gerak dan mudah terlipat (Notoatmodjo, 2005) Menurut Mubarak dan Chayantin (2009) tujuan pendidikan kesehatan adalah merubah sikap dan perilaku individu, kelompok, dan masyarakat menuju hal-hal yang positif melalui proses belajar. Perubahan perilaku meliputi pengetahuan, sikap, dan ketrampilan melalui proses pendidikan kesehatan. Perilaku yang sehat dapat berupa emosi yang positif, pengetahuan yang baik, pikiran yang sehat, selanjutnya perilaku tersebut wujudkan secara nyata oleh tiap individu dalam keluarga, dan masyarakat. 4. Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan dapat berpengaruh terhadap suatu efek tindakan manusia. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah dapat menerima informasi sehingga semakin

8 banyak pula tingkat pengetahuannya, begitu sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan dan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperolehnya (Notoatmodjo, 2003). E. Landasan Teori Edukasi dapat menambah pengetahuan dan kemampuan seseorang dalam pembangunan kesehatan. Tujuan edukasi adalah agar masyarakat, suatu kelompok atau individu mendapatkan pengetahuan kesehatan yang lebih baik. Adanya edukasi dapat merubah perilaku dari sasaran edukasi (Notoatmodjo, 2003). Perubahan perilaku mencangkup tiga ranah perilaku, yaitu pengetahuan, sikap, dan ketrampilan dalam proses pendidikan kesehatan. Salah satu cara pemberian edukasi yaitu dengan cara penyuluhan. Penyuluhan merupakan suatu kegiatan yang sudah dilakukan, bertujuan untuk merubah perilaku masyarakat. Sebagaimana diketahui penyuluhan adalah upaya memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan atau individu, kelompok, dan masyarakat mencangkup peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku. Banyak cara untuk melakukan penyuluhan, salah satunya dengan media cetak seperti leaflet. Leaflet adalah bentuk penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan melalui lembaran yang dilipat, isi informasi dapat berbentuk kalimat maupun gambar, atau kombinasi (Notoatmodjo, 2005). F. Hipotesis Edukasi dapat meningkatkan pengetahuan tentang penatalaksanaan swamedikasi jerawat pada Siswa SMA Negeri 2 Sragen dan SMK Farmasi Nasional Surakarta. Hipotesis nol (Ho) : Tidak ada perbedaan antara nilai pre-test dan post-test atau tidak ada perbedaan pengetahuan siswa tentang penatalaksanaan swamedikasi jerawat sebelum dan sesudah mendapat edukasi. Hipotesis alternatif (Ha) : ada perbedaan antara nilai pre-test dan post-test atau ada perbedaan pengetahuan siswa tentang penatalaksanaan swamedikasi jerawat sebelum dan sesudah mendapatkan edukasi.