BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying 1. Pengertian perilaku bullying Randall (2002) berpendapat bahwa Bullying dapat didefinisikan sebagai tindakan atau perilaku agresif yang disengaja untuk menyebabkan ketidaknyamanan fisik maupun psikologis terhadap orang lain. Olweus (Krahe 2005) berpendapat bullying merupakan suatu perilaku intimidasi yang dilakukan secara berulang-ulang dari waktu ke waktu dengan melibatkan kekuatan dan kekuasaan untuk menekan korbannya sehingga korban tidak memiliki kemampuan untuk melawan dari tindakan negatif yang diterimanya dan juga tidak mampu mempertahankan diri. Abdullah (2013) menyebutkan bahwa bullying merupakan aktifitas sadar dan disengaja yang bermaksud untuk melukai, menanamkan ketakutan melalui ancaman agresi lebih lanjut dan menciptakan teror dan secara berulang-ulang. Coloroso (dalam Adilla, 2009) bullying merupakan aktifitas sadar, disengaja, dan bertujuan untuk melukai, menanamkan ketakutan melalui ancaman agresi lebih lanjut, dan menciptakan teror yang didasari oleh ketidakseimbangan kekuatan, niat untuk mencederai, ancaman agresi lebih lanjut, teror, yang dapat terjadi jika penindasan meningkat tanpa henti. Muhammad (2009) bahwa bullying adalah perilaku agresif dan menekan, baik dalam bentuk tindakan fisik secara langsung atau menyerang melalui katakata. pelakunya tidak hanya senior, tetapi juga guru, orang tua dan orang- 10
11 orang di lingkungan sekitar. Menurut Tisna (dalam Yunika, Alizamar,dan Sukmawati, 2013) bullying merupakan perilaku agresif dan negatif seseorang atau sekelompok orang secara berulang kali yang menyalahkan ketidakseimbangan kekuatan dengan tujuan untuk menyakiti targetnya. Berdasarkan pemaparan bullying diatas, peneliti memutuskan menggunakan pengertian bullying yang dikemukakan oleh Olweus (Krahe,2005) berpendapat bullying merupakan perilaku negatif yang dilakukan pelaku secara sadar dan mengakibatkan seseorang dalam keadaan tidak nyaman dan terjadi secara berulang. 2. Aspek-aspek Perilaku Bullying Abdullah (2013) membagi aspek-aspek bullying meliputi : a. Verbal Perkataan yang dilakukan dan dapat dibisikan dihadapan orang dewasa serta teman sebaya tanpa terdeteksi, dapat diteriakan di tempat umum, terdengar oleh orang banyak dan biasanya diabaikan karena dianggap sebagai dialog tidak simpatik antar teman sebaya. b. Fisik Merupakan jenis yang paling tampak dan dapat diidentifikasi. Bisa dalam bentuk memukul, mencekik, menendang, merusak. c. Relasional Merupakan salah satu aspek yang sulit diketahui dari luar. Biasanya dalam bentuk pengabaian, pengecualian, penghindarann,
12 penyingkiran. Bullying ini dapat digunakan untuk mengasingkan atau menolak teman serta secara sengaja untuk merusak persahabatan. Olweus (solberg & Olweus, 2003) membagi aspek aspek bullying meliputi : a. Physical Jenis kegiatan yang tampak seperti memukul, menendang, mendorong, atau melakukan hal-hal yang bertujuan untuk menyakiti. b. Verbal Mengatakan sesuatu yang berarti untuk menyakiti hati orang lain, membuat lelucon atau menceritakan kebohongan yang dapat merugikan orang lain. c. Indirect Kegiatan yang bersifat penolakan dalam sebuah kelompok pertemanan atau meninggalkannya dari berbagai hal secara disengaja. Berdasarkan pemaparan aspek-aspek bullying di atas, peneliti menyimpulkan aspek-aspek bullying yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah aspek yang dikemukakan oleh Olweus (Solberg & Olweus, 2003) yaitu aspek physical, verbal, dan Indirect.
13 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Bullying Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku bullying menurut Hoover (Simbolon, 2012) terbagi menjadi dua, yaitu : 1. Faktor internal a. Karakteristik kepribadian Karakteristik kepribadian seseorang akan memiliki pengaruh yang besar terhadap seluruh kegiatan yang dilakukan. Jika seseorang memiliki karakteristik kepribadian yang baik maka hal tersebut akan mempengaruhi perilakunya dan akan berperilaku secara baik, sebaliknya jika seseorang memiliki karakteristik kepribadian yang kurang baik maka perilaku sehari-hari akan mengarah ke perilaku yang kurang baik. b. Kekerasan yang dialami sebagai pengalaman masa lalu Pengalaman masa lalu adalah salah satu pembelajaran yang berarti, dengan kekerasan yang terjadi di masa lalu maka seseorang cenderung akan melakukan hal serupa kepada orang lain di masa mendatang. c. Sikap keluarga yang memanjakan anak sehingga tidak membentuk kepribadian yang matang Kepribadian yang matang adalah salah satu hal yang harus dimiliki seseorang untuk meminimalisir terjadinya perilaku bullying, dengan pemanjaan yang berlebihan dari keluarga dan selalu mendapat apa yang diinginkan maka seorang anak tidak akan terbentuk kepribadiannya secara baik dan matang.
14 2. Faktor eksternal a. Lingkungan Lingkungan adalah salah satu hal yang cepat dalam mempengaruhi tindakan dan perilaku seseorang. Dengan lingkungan yang baik maka seseorang seringkali akan mengikuti berbuat baik, sedangkan orang yang berada dalam lingkungan yang kurang baik maka orang tersebut akan terpengaruh untuk berbuat tidak baik pula. b. Budaya Budaya sebuah keluarga, lingkungan, atau kelompok yang ditanamkan kepada seseorang tuntukan akan melekat dan akan mempengaruhi perilaku orang yang termasuk dalam anggota keluarga, lingkungan, atau kelompok tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku bullying menurut Smokowski dan Kopaz (Hidayati, 2012) adalah : 1. Mempertahankan dominasi, dominasi seseorang atau kelompok dalam sebuah lingkungan akan memiliki keuntungan tersendiri, oleh karena itu seseorang atau kelompok tersebut akan melakukan apa saja untuk mempertahan dominasi yang sudah diciptakan. 2. Kurang memiliki rasa empati, empati adalah kemnampuan untuk merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, dengan kurangnya rasa empati maka pelaku tidak akan merasa canggung untuk melakukan perbuatan yang menjurus pada perbuatan yang tidak baik.
15 Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi munculnya perilaku bullying adalah karakteristik kepribadian pelaku, kekerasan yang dialami sebagai pengalaman masa lalu, kepribadian yang kurang matang, lingkungan, mempertahankan dominasi serta perilaku bullying terjadi karena pelaku kurang memiliki rasa empati kepada orang lain. B. Kecerdasan Emosi a. Pengertian Kecerdasan Emosi Penelitian yang dilakukan Salovey (Saptoto 2010) mengungkapkan bahwa istilah kecerdasan emosi digunakan untuk menggambarkan sejumlah keterampilan yang berhubungan dengan keakuratan penilaian tentang emosi diri sendiri dan orang lain, serta kemampuan mengelola perasaan untuk memotivasi, merencanakan, dan meraih tujuan di dalam kehidupan. Sedangkan menurut Goleman (2009), kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi, menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial. Cooper dan Sawaf (2002) mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai kemampuan merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi, dan pengaruh yang manusiawi. Salovey, Brackett, Mayer (2004) kecerdasan emosional merupakan inti dari bakat atau kemampuan untuk berpikir dengan emosi. Setyowati, Hartati dan Sawitri (2010) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan
16 individu dalam mengenali, memahami perasaan dirinya dan orang lain, mengendalikan perasaannya sendiri, menjalin hubungan serta memotivasi diri sendiri untuk menjadi lebih baik. Berdasarkan pemaparan kecerdasan emosi diatas, peneliti memutuskan menggunakan pengertian kecerdasan emosi yang di kemukakan oleh Goleman (2009), kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi, menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial. b. Aspek-aspek Kecerdasan Emosi Goleman (2009) menyatakan bahwa kecerdasan emosional mencakup beberapa aspek, diantaranya : a. Kesadaran diri Kesadaran diri merupaka kemampuan untuk mengenali perasaan ketika perasaan itu terjadi, memiliki kepekaan yang tinggi tentang apa yang dirasakan dan menggunakannya dalam pengambilan keputusan. Kemudian memiliki tolak ukur yang realistis dengan kemampuan diri dan memiliki kepercayaan diri yang kuat. b. Pengaturan diri Dapat menangani emosi diri sendiri dengan sebaik mungkin sehingga berdampak positif kepada pelaksanaan tugas; mampu mendengarkan kata hati dan dapat terhindar dari tekanan emosi.
17 c. Memotivasi diri sendiri Menggunakan hasrat diri yang paling dalam untuk menggerakan dan menuntun diri sendiri menuju sasaran, membantu untuk mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif, bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi. d. Empati Merasakan yang dirasakan oleh orang lain dan juga dapat memahami perspektif dari orang lain sehingga dapat menumbuhkan hubungan saling percaya terhadap satu sama lain. e. Membina Hubungan Membina hubungan merupakan kemampuan untuk menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan sosialnya, cermat membaca situasi dan jaringan sosial, mampu berinteraksi dengan baik, dan mempergunakan kemampuan ini untuk mempengaruhi, memimpin bermusyawarah, bekerja sama, menyelesaikan masalah dan bekerja dalam tim. Berbeda hal nya dengan Shapiro (2001) yang berpendapat bahwa aspekaspek kecerdasan emosi adalah sebagai berikut : a. Keterampiran yang berhubungan dengan perilaku moral Individu memiliki keterampilan dalam mengolah perilakunya agar tetap baik dalam setiap kondisi serta dapat menjaga nilai-nilai moralitas yang ada dalam sebuah lingkungan.
18 b. Cara berfikir Individu memiliki cara berfikir yang efektif serta kreatif dalam situasi apapun c. Memecahkan masalah Individu dapat mencari jalan keluar yang paling baik dalam setiap masalah yang dihadapi. d. Interaksosial Bagaimana cara individu berinteraksi dan menjalin hubungan yang baik dengan orang lain e. Keberhasilan akademik dan pekerjaan Individu mampu membuat dirinya menjadi berhasil dalam dibadang akademik maupun dalam bidang pekerjaan yang dihadapi saat itu f. Emosi Individu dapat merasakan, mengatur, menyelaraskan emosi yang ada dan dapat mengeluarkannya agar menjadi suatu hal yang positif Berdasarkan pemaparan aspek-aspek kecerdasan emosi diatas, peneliti menyimpulkan aspek-aspek kecerdasan emosi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah aspek yang dikemukakan oleh Goleman (2009) yaitu kesadaran diri, pengaturan diri, memotivasi diri sendiri, empati dan membina hubungan dengan orang lain.
19 C. Hubungan Kecerdasan Emosi Dengan Perilaku Bullying Sebagai mahkluk sosial, penting bagi masyarakat untuk dapat berinteraksi dengan baik dengan orang lain. Agar dapat berinteraksi dan diterima oleh orang lain maka individu diharapkan dapat mengerti dan mengetahui perasaan serta mengenali lawan interasksi. Dengan mengetahui perasaan orang lain maka membuat individu tersebut mampu berbagi rasa serta menerima sudut pandang orang lain, dan individu yang dapat melakukan hal tersebut dapat dikatakan sudah memiliki kecerdasan emosi yang baik. (Saptoto,2010). Akintayo menambahkan bahwa individu yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi akan dapat mengendalikan diri dan dapat menangani kesulitan dengan cara yang adaptif (Habel dan Prihastuti, 2013). Salovey (Jensen, Khon, Rilea, Hannon & Howells, 2007) percaya bahwa pengaturan dan juga kecerdasan emosi mungkin yang paling penting bagi interaksi sosial karena langsung mempengaruhi ekspresi emosinal dan perilaku. Dapat diambil contoh yaitu ketidakmampuan untuk mengendalikan luapan kemarahan dan emosi negatif dapat mempengaruhi hubungan seseorang, seperti halnya ketidakmampuan individu untuk mengatur diri mereka agar tidak melakukan bullying kepada teman yang dirasa lebih rendah dari dari individu tersebut akan membuat hubungan pertemanan di antara mereka menjadi tidak baik. Aspek-aspek kecerdasan emosi dirasa peneliti memiliki keterkaitan dengan kecenderungan perilaku bullying. Adapun aspek-aspek kecerdasan emosi (Goleman 2009) yang berhubungan atau terkait dengan kecenderungan terjadinya perilaku bullying antara lain yaitu Kesadaran diri merupakan kemampuan untuk
20 mengenali perasaan ketika perasaan itu terjadi, memiliki kepekaan yang tinggi tentang apa yang dirasakan dan menggunakannya dalam pengambilan keputusan. Kemudian memiliki tolak ukur yang realistis dengan kemampuan diri dan memiliki kepercayaan diri yang kuat. Misalkan individu kurang sadar apa yang ada dan kondisi pada diri individu tersebut, maka kemungkinan indvidu dapat menjadi mudah tersinggung dan marah sehingga hal ini akan memunculkan memacu kecenderungan seseorang untuk bertindak bullying. Dengan kesadaran diri yang baik, mampu mengetahui apa kelebihan dan keurangan yang dimiliki, mampu mengevaluasi diri dan merancangkan tujuan-tujuan yang realistis bagi dirinya, individu tidak akan mudah tersinggung ketika mendapatkan kritik atau emosi negatif dari orang lain. Sehingga hal ini dapat meminimalisir terjadinya perilaku bullying. Aspek selanjutnya adalah Pengaturan diri yaitu seseorang yang dapat menangani emosi diri sendiri dengan sebaik mungkin sehingga berdampak positif kepada pelaksanaan tugas; mampu mendengarkan kata hati dan dapat terhindar dari tekanan emosi. Salah satu penyebab terjadinya bullying adalah kerakteristik kepribadian dari individu (Hoover dalam simbolon, 2012). Dengan keras atau kurang baiknya karakter kepribadian seseorang maka hal yang ditakutkan adalah orang tersebut akan melakukan tindakan yang kurang baik terhadap orang lain salah satunya adalah cenderung melakukan tindakan bullying. Perilaku tersebut dapat tidak terjadi apabila individu mampu mengatur dirinya untuk tidak melakukan hal yang tidak baik walaupun individu tersebut memiliki karakter kepribadian yang keras. Goleman (2009) menambahkan kecerdasan emosional
21 adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi, menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya melalui keterampilan kesadaran diri. Jika dikaitkan dengan teori tersebut maka dapat terlihat bahwa kecenderungan perilaku bullying akan berkurang dengan adanya kecerdasan emosi dalam diri individu karena individu dapat mengatur kehidupan emosinya dan menyelaraskan emosi dalam diri walaupun dengan karatkter kepribadian yang kuat. Goleman menambahkan bahwa seseorang yang memiliki pengaturan diri yang baik adalah salah satu aspek yang menunjukan bahwa orang tersebut memiliki tingkat kecerdasan emosioanal yang tinggi. Memotivasi diri sendiri adalah aspek seseorang yang menggunakan hasrat diri yang paling dalam untuk menggerakan dan menuntun diri sendiri menuju sasaran, membantu untuk mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif, bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi. Salah satu faktor terjadinya perilaku bullying adalah kekerasan yang dialami sebagai pengalaman masa lalu. Pengalaman masa lalu adalah salah satu pembelajaran yang berarti, dengan kekerasan yang terjadi di masa lalu maka seseorang cenderung akan melakukan hal serupa kepada orang lain di masa mendatang. Hal tersebut umumnya terjadi pada junior yang telah merasakan kekerasan fisik atau pun verbal termasuk bullying oleh senior mereka, Namun jika individu mampu memotivasi diri sendiri agar keluar dari frustasi dan membantu mengambil inisiatif keputusan efektif maka ada kecenderungan individu tidak melakukan bullying kepada sesama atau junior mereka suatu saat nanti.
22 Empati adalah merasakan yang dirasakan oleh orang lain dan juga dapat memahami perspektif dari orang lain sehingga dapat menumbuhkan hubungan saling percaya terhadap satu sama lain. Faktor lain penyebab terjadinya bullying adalah kurangnya rasa empati pelaku terhadap orang lain. Pelaku melakukan bullying karena pelaku menadapatkan kepuasan dan tidak akan merasa canggung untuk melakukan perbuatan yang menjurus pada perbuatan yang tidak baik (Simbolon, 2012). Ketidakcanggungan pelaku bisa jadi dikarenakan kurang memikirkan bagaimana perasaan korban yang telah di bully. Berbeda halnya jika seseorang memiliki tingkan kepekaan kepada perasaan orang lain atau biasa disebut empati. Orang yang berempati akan merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, mampu memahami perspektif dan menyelaraskan diri dengan bermacam macam orang, sehingga berfikir dan merasakan apa yang dirasakan oleh korban serta akibat apa yang ditimbulkan, maka ada kecenderungan perilaku bullying tersebut tidak terjadi. Saptoto (2010) menjelaskan seseorang yang mampu mengetahui keadaan perasaan orang lain dan membuat individu tersebut mampu berbagi rasa serta menerima sudut pandang orang lain atau yang bisa disebut dengan perilaku berempati merupakan ciri dari individu dengan kecerdasan emosional yang baik. Membina hubungan merupakan kemampuan untuk menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan sosialnya, cermat membaca situasi dan jaringan sosial, mampu berinteraksi dengan baik, dan mempergunakan kemampuan ini untuk mempengaruhi, memimpin bermusyawarah, bekerja sama, menyelesaikan masalah dan bekerja dalam tim. Lingkungan adalah salah satu faktor terjadinya
23 perilaku bullying, Lingkungan juga salah satu hal yang cepat dalam mempengaruhi tindakan dan perilaku seseorang. Dengan lingkungan yang baik maka seseorang seringkali akan mengikuti berbuat baik, sedangkan orang yang berada dalam lingkungan yang kurang baik maka orang tersebut akan terpengaruh untuk berbuat tidak baik pula termasuk dalam hal bullying. Namun dapat berbeda hal nya jika individu memiliki kemampuan membina hubungan yang baik. Misalkan, Pada saat individu merasa kelompok atau lingkungan yang didiaminya cenderung melakukan perilaku bullying maka individu dapat menggunakan kemampuan membina hubungannya muntuk mempengaruhi agar kecenderungan melakukan perilaku bullying tersebut dapat berkurang. Dari uraian di atas terlihat bahwa seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan emosi yang baik atau cukup tinggi yang didalamnya terdapat aspek seperti kesadaran diri, pengaturan diri, memotivasi diri, empati dan membina hubungan dengan orang lain maka akan memiliki kecenderungan untuk melakukan perilaku bullying semakin kecil, sebaliknya seseorang yang tidak memiliki kecerdasa emosi yang cukup baik maka kecenderungan untuk melakukan perilaku bullying semakin besar. Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan tingginya kecerdasan emosi yang dimiliki oleh seseorang maka kecenderungan melakukan bullying semakin kecil. Pada penelitian ini, peneliti ingin melihat fenomena bullying yang ada di kalangan Sekolah Menengah Atas. Jadi peneliti akan melihat bagaimana hubungan kecerdasan emosi pada siswa terhadap perilaku bullying yang terjadi di sekolah.
24 D. Hipotesis Ada hubungan negatif antara kecerdasan emosi dengan kecenderungan perilaku bullying pada siswa SMA. Semakin tinggi kecerdasan emosi maka kecenderungan melakukan perilaku bullying pada siswa SMA semakin rendah, sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosi maka semakin tinggi kecenderungan melakukan perilaku bullying pada siswa SMA.