UNIVERSITAS INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
TUGAS POKOK DAN FUNGSI

UNIVERSITAS INDONESIA

STRUKTUR ORGANISASI, TUGAS, dan FUNGSI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA

LAKIP TAHUN BADAN POM i

UNIVERSITAS INDONESIA

Obat dan Makanan Terjamin Aman, Bermutu dan Bermanfaat

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI BIRO HUKUM DAN HUBUNGAN MASYARAKAT BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

UNIVERSITAS INDONESIA

KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG

UNIVERSITAS INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan

UNIVERSITAS INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2007 TENTANG

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PUSAT PENYIDIKAN OBAT DAN MAKANAN PERIODE 4-26 FEBRUARI 2013

PETA BISNIS PROSES. Registrasi Obat dan Produk Biologi, Pendaftaran Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan POM-02. Evaluasi Produk dan Administrasi

Daftar Rekapitulasi Bisnis Proses Badan Pengawas Obat dan Makanan

RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN POM TAHUN Target Program

PENGUKURAN KINERJA KEGIATAN BADAN POM TAHUN Uraian. permohonan. Pengawasan. pendaftaran Produk. pangan sebelum Berbahaya. dan Bahan.

UNIVERSITAS INDONESIA

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Kota Bandar Lampung

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2017, No beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedelapan atas Keputusan Presiden Nomor

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN. digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA

OPERASI PANGEA VIII TAHUN 2015 BERANTAS PEREDARAN ONLINE PRODUK OBAT ILEGAL. Roy Sparringa Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG

Lampiran-1 RINCIAN TAMBAHAN FORMASI CPNS PUSAT DARI PELAMAR UMUM BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TAHUN ANGGARAN 2014

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

UNIVERSITAS INDONESIA

PENERAPAN QMS ISO 9001:2015 BPOM

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2008 TENTANG

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. Berdirinya Badan Pengawas Obat dan Makanan di Indonesia yang

BAB II. KEADAAN UMUM INSTANSI

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

UNIVERSITAS INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum Balai Besar POM Pekanbaru. 1. Pengertian dan Latar Belakang Balai Besar Obat dan Makanan

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 84 TAHUN 2013 TENTANG

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan I

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG

-2- MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN.

SUSUNAN KEANGGOTAAN DAN URAIAN TUGAS TIM RB BPOM

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 026 TAHUN 2013

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN

UNIVERSITAS INDONESIA

UPAYA PERBAIKAN TATA KELOLA PERIZINAN OBAT

Sesuai dengan struktur organisasi, tugas tiap bidang sebagai berikut :

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANYUMAS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN POM. Organisasi Unit Pelaksana Teknis. Organisasi. Tata Kerja.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN

MODUL BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM)

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 63

WALIKOTA TASIKMALAYA,

UNIVERSITAS INDONESIA

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN BELITUNG

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN

MENTERI HUKUM DAN HAM R.I REPUBLIK INDONESIA

PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM MENINGKATKAN EFEKTIVITAS PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN

UNIVERSITAS INDONESIA

RPJMN dan RENSTRA BPOM

UNIVERSITAS INDONESIA

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

GAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNIVERSITAS INDONESIA

BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI SURABAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA,

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

Waspada Keracunan Akibat Produk Pangan Ilegal

KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Kepala Dinas mempunyai tugas :

Transkripsi:

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PUSAT INFORMASI OBAT DAN MAKANAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 2 24 SEPTEMBER 2013 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER RIYON FAJARPRAYOGI, S.Farm. 1206330053 ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PUSAT INFORMASI OBAT DAN MAKANAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 2 24 SEPTEMBER 2013 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker RIYON FAJARPRAYOGI, S.Farm. 1206330053 ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014 ii

iii

iv

v

KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (Badan POM RI) periode tanggal 2 s.d 24 September 2013. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini disusun sebagai salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh mahasiswa Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi yang melaksanakan PKPA di Badan POM. Penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, akan sulit bagi penulis dalam menyelesaikan penyusunan laporan ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih, kepada : 1. Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. 2. Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi. 3. Dra. Reri Indriani, Apt., M. Si., selaku Kepala Pusat Informasi Obat dan Makanan yang telah memberikan kesempatan dan pengarahan selama pelaksanaan PKPA. 4. Irhama Hayati, SSi., Apt., MTI selaku Kepala Bidang Informasi Obat, sekaligus sebagai Pembimbing PKPA yang telah memberikan pengarahan dan membantu kami selama penyusunan laporan ini. 5. Dr. Amarila Malik, Apt., M.Si., sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan selama PKPA dan penyusunan laporan. 6. Dra. Tri Asti Isnariani, Apt., M.Pharm selaku Kepala Bidang Informasi Keracunan, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 7. Dra. Rita Endang., Apt., M.Kes selaku Kepala Bidang Teknologi Informasi Badan Pengawas Obat dan Makanan RI.. 8. Seluruh dosen dan staf tata usaha Fakultas Farmasi UI atas ilmu dan bantuan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan di Program Profesi Apoteker vi

9. Bapak dan Ibu rekan kerja di Pusat Informasi Obat Dan Makanan Badan POM yang telah membantu pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Pusat Informasi Obat dan Makanan Badan POM. 10. Orang tua tercinta beserta adik-adik tersayang atas doa dan dukungannya. 11. Seluruh rekan-rekan peserta PKPA di Badan POM dari UI, UP, UHAMKA, ISTN, UNTAG dan STF Bandung. 12. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini, namun demikian harapan penulis semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis dapatkan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pengabdian penulis di masa mendatang dan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi para pembaca. Penulis 2014 vii

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB 1 PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan... 2 1.3 Manfaat... 2 BAB 2 TINJAUAN UMUM... 3 2.1 Sejarah Singkat dan Kedudukan Badan POM... 3 2.2 Tugas Pokok, Fungsi dan Kewenangan... 3 2.2.1 Tugas Pokok... 3 2.2.2 Fungsi... 4 2.2.3 Kewenangan... 4 2.3 Visi dan Misi... 4 2.3.1 Visi... 4 2.3.2 Misi... 5 2.4 Budaya Organisasi... 5 2.5 Prinsip Dasar Sistem Pengawasan Obat dan Makanan... 5 2.6 Kerangka Konsep Sistem Pengawasan Obat dan Makanan... 6 2.6.1 Sub-sistem pengawasan Produsen... 6 2.6.2 Sub-sistem pengawasan Konsumen... 6 2.6.3 Sub-sistem pengawasan pemerintah/badan POM... 7 2.7 Kebijakan dan Strategis... 7 2.7.1 Sasaran Strategis... 7 2.7.2 Arah Kebijakan dan Strategi... 7 2.7.3 Strategi... 10 2.7.4 Target Kinerja... 12 ii iii iv v vi viii x xi viii

2.8 Struktur Organisasi Badan POM... 13 2.9 Filosofi Logo Badan POM... 23 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS... 25 3.1 Kedudukan PIOM... 25 3.2 Tugas dan Fungsi PIOM... 25 3.3 Visi dan Misi... 25 3.4 Struktur Organisasi PIOM... 26 3.4.1 Bidang Informasi Obat... 26 3.4.2 Bidang Informasi Keracunan... 32 3.4.3 Bidang Teknologi Informasi... 36 BAB 4 PEMBAHASAN... 39 4.1 Bidang Informasi Obat... 39 4.2 Bidang Informasi Keracunan... 41 4.3 Bidang Teknologi Informasi... 43 BAB 5 Kesimpulan dan Saran... 46 5.1 Kesimpulan... 46 5.2 Saran... 46 DAFTAR PUSTAKA... 47 ix

DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Filosofi logo Badan POM RI.. 23 x

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur organisasi Badan POM RI... 48 Lampiran 2. Struktur organisasi PIOM... 49 Lampiran 3. Tampilan Sub web Informasi Obat... 50 Lampiran 4. Tampilan aplikasi IONI... 51 Lampiran 5. Prosedur Layanan PIONas dan SIKerNas... 52 Lampiran 6. Alur Layanan Pemustaka Perpustakaan Badan POM... 53 Lampiran 7. Tampilan website informasi keracunan... 54 Lampiran 8. Tampilan website Katalog Informasi Keracunan... 54 Lampiran 9. Formulir permintaan informasi Bidang Informasi Keracunan. 55 Lampiran 10. Formulir laporan kasus keracunan di masyarakat... 55 Lampiran 11. Diagram media layanan publik... 56 Lampiran 12. Diagram media informasi... 57 Lampiran 13. Tampilan Website Badan POM... 58 Lampiran 14. Tampilan subsite sistem notifikasi kosmetik online... 59 Lampiran 15. Tampilan subsite registrasi akun AeRO... 59 Lampiran 16. Tampilam Subsite Pra-registrasi obat copy baru (AeRO)... 60 Lampiran 17. Tampilan subsite e-registrasi obat tradisional... 60 Lampiran 18. Tampilan subsite e-registrasi produk pangan... 61 xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan-perubahan yang cepat dan signifikan pada produk-produk farmasi misalnya obat, makanan, minuman, kosmetika, obat tradisional, dan alat kesehatan yang menghasilkan produk-produk yang semakin beragam. Perkembangan ini tidak sejalan dengan peningkatan pengetahuan masyarakat dalam bidang obat, makanan, minuman, kosmetika, obat tradisional, dan alat kesehatan. Salah satu penyebabnya adalah karena banyaknya jenis obat yang diproduksi oleh industri farmasi setiap tahunnya dan diikuti dengan informasi produk yang objektifitasnya masih diragukan dan seringkali tidak rasional, hal ini menyulitkan para pengguna informasi dalam memilih ketepatan atau kebenaran informasi yang dapat dijadikan sebagai acuan. Oleh karena itu diperlukan suatu sistem pengawasan terhadap peredaran dan penggunaan produk-produk tersebut di masyarakat. Pemerintah berupaya memberikan perlindungan kepada masyarakat melalui pembentukan suatu lembaga yang mempunyai wewenang dalam pengawasan obat dan makanan di Indonesia, melalui Keputusan Presiden Nomor 103 tahun 2001, maka dibentuklah Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yakni Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) dan sekarang disebut sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) sebagaimana tercantum dalam pasal 25 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia, No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, yang bertugas melaksanakan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) yang efektif sehingga mampu mendeteksi, mencegah dan mengawasi produkproduk tersebut guna melindungi keamanan, keselamatan dan kesehatan. Badan POM juga memiliki Pusat Informasi Obat dan Makanan (PIOM) yang menghasilkan produk informasi yang dapat dijadikan acuan dalam mendapatkan informasi yang tepat dan menjadikan tempat peningkatan kompotensi bagi para apoteker dalam menjalankan pelayanan informasi obat. 1

2 Untuk melakukan kegiatan pengawasan obat dan makanan diperlukan apoteker yang professional serta terampil dibidangnya. Apoteker adalah salah satu profesi kesehatan yang memiliki peran penting dalam pengawasan obat dan makanan dalam mendukung tugas Badan POM. Oleh karena itu, seorang apoteker tidak cukup hanya belajar dari teori tetapi juga perlu mengetahui dan memahami secara langsung mengenai pengawasan obat dan makanan yang beredar di Indonesia yang sesungguhnya melalui Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA). Dengan demikian diharapkan mahasiswa mahasiswi calon apoteker mampu menerapkan ilmu yang telah dilaksanakannya setelah PKPA. Karena itu, Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi, Universitas Pancasila dan Institut Sains dan Teknologi Nasional bekerja sama dengan Badan POM untuk melakukan PKPA yang berlangsung mulai dari tanggal 02 September sampai dengan 24 September 2013 dalam rangka menghasilkan lulusan apoteker yang berkualitas. 1.2 Tujuan Pelaksanaan PKPA 1. Memahami dan menjelaskan mekanisme kerja sistem pengawasan obat dan makanan oleh Badan POM 2. Memahami dan menjelaskan ruang lingkup kerja Pusat Informasi Obat dan Makanan Badan POM 1.3 Manfaat Mengetahui peran dan fungsi apoteker pada unit kerja Pusat Informasi Obat dan Makanan Badan POM.

BAB 2 TINJAUAN UMUM BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN 1.1 Sejarah Singkat dan Kedudukan Badan POM Pada awalnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) bernaung dibawah Departemen Kesehatan RI sebagai Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan, dengan tugas pokok melaksanakan pengaturan dan pengawasan obat, makanan, kosmetika, obat tradisional, narkotika serta bahan berbahaya. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103 tahun 2001, Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Kementrian, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementrian (LPNK) yang bertanggung jawab kepada Presiden. Sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 03 Tahun 2013 tentang kedudukan, tugas, fungsi, kewenangan, susunan organisasi dan tata kerja Lembaga Pemerintahan Non Kementrian, Perubahan Ketujuh Atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tersebut, bahwa dalam melaksanakan tugasnya Badan POM dikoordinasikan oleh Menteri Kesehatan, khususnya dalam perumusan kebijakan yang berkaitan dengan instansi pemerintah lainnya serta penyelesaian permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan kebijakan dimaksud. Selanjutnya lingkup tugas dan fungsi lebih spesifik Badan POM tercakup dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 110 Tahun 2001 Tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non Kementrian. Badan Pengawas Obat dan Makanan mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di Bidang Pengawasan Obat dan Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2.2 Tugas Pokok, Fungsi dan Kewenangan 2.2.1 Tugas Pokok Melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3

4 2.2.2 Fungsi Dalam melaksanakan tugasnya, BPOM menyelenggarakan fungsi : a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan obat dan makanan. b. Pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan obat dan makanan. c. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas Badan POM. d. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan. e. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan,persandian, perlengkapan dan rumah tangga. 2.2.3 Kewenangan Dalam menyelenggarakan fungsinya, BPOM mempunyai kewenangan: a. Penilaian khasiat/kemanfaatan, keamanan, mutu, dan penandaaan serta analisis laboratorium dalam rangka pemberian izin edar; b. Pemeriksaan kelengkapan administrasi dan pemeriksaan. c. Pemeriksaan setempat dalam rangka pembinaan dan pengawasan. d. Pengambilan contoh dan pengujian laboratorium. e. Pemberian rekomendasi surat persetujuan impor dan surat persetujuan ekspor f. Pemberian peringatan dan penutupan sementara sarana produksi dan distribusi yang melakukan pelanggaran. g. Penilaian dan pemantauan promosi dan iklan. h. Pelaksanaan monitoring efek samping dan pemberian informasi. 2.3 Visi dan Misi 2.3.1 Visi Menjadi Institusi Pengawas Obat dan Makanan yang Inovatif, Kredibel dan Diakui Secara Internasional Untuk Melindungi Masyarakat.

5 2.3.2 Misi 1. Melakukan pengawasan pre-market dan post-market berstandar internasional. 2. Menerapkan sistem manajemen mutu secara konsisten. 3. Mengoptimalkan kemitraan dengan pemangku kepentingan di berbagai lini. 4. Memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan. 5. Membangun organisasi pembelajar (learning organization). 2.4 Budaya Organisasi Untuk membangun organisasi yang efektif dan efisien, budaya organisasi Badan POM dikembangkan dengan nilai-nilai dasar sebagai berikut: a. Professionalisme (Profesional) Menegakkan profesionalisme dengan integritas, objektivitas, ketekunan dan komitmen yang tinggi. b. Credibility (Kredibel) Dapat dipercaya dan diakui oleh masyarakat luas, nasional dan internasional. c. Speed (Cepat Tanggap) Antisipatif dan responsif dalam mengatasi masalah. d. Team work (Kerjasama Tim) Mengutamakan keterbukaan, saling percaya dan komunikasi yang baik. e. Innovativ (Inovatif) Mampu melakukan pembaruan sesuai ilmu pengetahuan dan teknologi terkini. 2.5 Prinsip Dasar Sistem Pengawas Obat dan Makanan Prinsip dasar yang dimiliki oleh sistem pengawas obat dan makanan adalah: a. Tindakan pengamanan cepat, tepat, akurat dan profesional. b. Tindakan dilakukan berdasarkan atas tingkat resiko dan berbasis buktibukti ilmiah.

6 c. Lingkup pengawasan bersifat menyeluruh, mencakup seluruh siklus proses. d. Berskala nasional/lintas propinsi, dengan jaringan kerja internasional. e. Otoritas yang menunjang penegakan supremasi hukum. f. Memiliki jaringan laboratorium nasional yang kohesif dan kuat yang berkolaborasi dengan jaringan global. g. Memiliki jaringan sistem informasi keamanan dan mutu produk. 2.6 Kerangka Konsep Sistem Pengawasan Obat dan Makanan Pengawasan obat dan makanan memiliki aspek permasalahan berdimensi luas dan kompleks. Oleh karena itu diperlukan sistem pengawasan yang komprehensif, semenjak awal proses suatu produk hingga produk tersebut beredar ditengah masyarakat. Untuk menekan sekecil mungkin resiko yang bisa terjadi, dilakukan SisPOM tiga lapis yaitu : 2.6.1 Sub-sistem pengawasan Produsen Sistem pengawasan internal oleh produsen melalui pelaksanaan cara-cara produksi yang baik atau good manufacturing practices agar setiap bentuk penyimpangan dari standar mutu dapat dideteksi sejak awal. Secara hukum produsen bertanggung jawab atas mutu dan keamanan produk yang dihasilkannya. Apabila terjadi penyimpangan dan pelanggaran terhadap standar yang telah ditetapkan maka produsen dikenakan sangsi, baik administrative maupun projustisia. 2.6.2 Sub-sistem pengawasan Konsumen Sistem pengawasan oleh masyarakat konsumen sendiri melalui peningkatan kesadaran dan peningkatan pengetahuan mengenai kualitas produk yang digunakannya dan cara-cara penggunaan produk yang rasional. Pengawasan oleh masyarakat sendiri sangat penting dilakukan karena pada akhirnya masyarakatlah yang mengambil keputusan untuk membeli dan menggunakan suatu produk. Konsumen dengan kesadaran dan tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap mutu dan kegunaan suatu produk, di satu sisi dapat membentengi dirinya sendiri terhadap penggunaan produk-produk yang tidak memenuhi syarat dan tidak

7 dibutuhkan sedang pada sisi lain akan mendorong produsen untuk ekstra hati-hati dalam menjaga kualitasnya. 2.6.3 Sub-sistem pengawasan Pemerintah/Badan POM Sistem pengawasan oleh pemerintah melalui pengaturan dan standardisasi; penilaian keamanan, khasiat dan mutu produk sebelum diijinkan beredar di Indonesia; inspeksi, pengambilan sampel dan pengujian laboratorium produk yang beredar serta peringatan kepada publik yang didukung penegakan hukum. Untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat konsumen terhadap mutu, khasiat dan keamanan produk maka pemerintah juga melaksanakan kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi. 2.7 Kebijakan dan Strategis 2.7.1 Sasaran Strategis Sasaran strategis selama lima tahun (2010-2014) adalah sebagai berikut : a. Pengawasan obat dan makanan terlaksana secara efektif untuk melindungi konsumen di dalam dan di luar negeri dengan sistem yang tergolong terbaik di ASEAN. b. Terwujudnya laboratorium pengawasan obat dan makanan yang modern dengan jaringan kerja di seluruh indonesia dengan kompetensi dan kapabilitas terunggul di ASEAN. c. Meningkatnya kompetensi, kapabilitas dan jumlah modal insani yang unggul dalam melaksanakan pengawasan obat dan makanan. d. Diterapkannya sistem manajemen mutu di semua unit kerja Badan POM. 2.7.2 Arah Kebijakan dan Strategi 2.7.2.1 Arah Kebijakan dan Strategi Nasional Arah kebijakan dan strategi nasional bidang kesehatan yang menjadi acuan pembangunan bidang Pengawasan Obat dan Makanan. a. Fokus pertama : Peningkatan Kesehatan Ibu, Bayi, Balita dan Keluarga Berencana Peningkatan kesehatan ibu, bayi, balita dan Keluarga Berencana, melalui upaya yang menjamin produk Obat dan Makanan yang memenuhi persyaratan keamanan dan mutu, yang digunakan dalam

8 upaya peningkatan cakupan peserta KB aktif, pemberian makanan pemulihan bagi ibu hamil Kekurangan Energi Kronis (KEK) dan pencapaian cakupan imunisasi yang tinggi, merata dan berkualitas pada bayi, anak sekolah dan Wanita Usia Subur (WUS). b. Fokus kedua : Perbaikan Status Gizi Masyarakat Perbaikan status gizi masyarakat, melalui pengujian laboratorium terhadap sampel-sampel produk yang digunakan untuk upaya asupan zat gizi makro, dll, untuk memenuhi angka kecukupan gizi, surveilans pangan dan gizi, pemberian makanan pendamping ASI, fortifikasi, pemberian makanan pemulihan balita gizi kurang dan penanggulangan gizi darurat. c. Fokus ketiga : Pengendalian Penyakit Menular serta Penyakit Tidak Menular, diikuti Penyehatan Lingkungan Pengendalian penyakit menular serta penyakit tidak menular, diikuti penyehatan lingkungan, melalui upaya pengawasan yang diarahkan untuk menurunkan proporsi Obat dan Makanan bermasalah di pasar, sebagai salah satu faktor resiko timbulnya penyakit. d. Fokus keempat : Peningkatan Ketersediaan, Keterjangkauan, Pemerataan, Mutu dan Penggunaan Obat serta Pengawasan Obat dan Makanan Peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, mutu dan penggunaan obat, serta pengawasan Obat dan Makanan, yang dilaksanakan melalui pelaksanaan kegiatan-kegiatan pengawasan produksi produk terapetik dan PKRT, pengawasan produk dan bahan berbahaya, pengawasan obat dan makanan di 31 Balai Besar/Balai POM, pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian keamanan, manfaat dan mutu obat dan makanan serta pembinaan laboratorium POM, standardisasi produk terapetik dan PKRT, penyelidikan dan penyidikan terhadap pelanggaran di bidang obat dan makanan, inspeksi dan sertifikasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen, inspeksi dan sertifikasi makanan, standardisasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen, standardisasi

9 makanan, surveilan dan penyuluhan keamanan makanan, pengawasan distribusi produk terapetik dan PKRT, pengawasan narkotika, psikotropika, prekursor dan zat adiktif, penilaian produk terapetik dan produk biologi, penilaian obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen, penilaian makanan, riset keamanan, khasiat, mutu obat dan makanan, Pengembangan Obat Asli Indonesia. 2.7.2.2 Arah Kebijakan Strategi Badan POM a. Memperkuat Sistem Regulatori Pengawasan Obat dan Makanan Sistem Pengawas Obat dan Makanan diperkuat dengan mekanisme operasional dan infrastruktur yang andal dengan kapabilitas berkelas dunia (world class) dan menggunakan teknologi informasi yang modern Regulatori dan seluruh fungsi pengawasan, dilakukan revitalisasi yang diterapkan secara terintegrasi dan menyeluruh (comprehensive). b. Mewujudkan Laboratorium Badan POM yang Handal Kapabilitas laboratorium Badan POM ditingkatkan terunggul di ASEAN dengan jaringan kerja (networking) nasional dan internasional. Cakupan dan parameter pengujian laboratorium, serta kompetensi personil laboratorium Pengawasan Obat dan Makanan ditingkatkan dengan menerapkan Good Laboratory Practices secara konsistem serta mengembangkan sistem rujukan laboratorium nasional. c. Meningkatkan Kapasitas Manajemen Badan POM Institusi Badan POM dikembangkan sebagai knowledge and learning organization yang kredibel, inovatif dan unggul. Pengembangan institusi berfokus terutama pada penguatan kompetensi, profesionalitas dan kapabilitas modal insani. Untuk itu dilakukan pendidikan dan pelatihan yang terstruktur dan berkelanjutan (continous training and education) yang dilaksanakan di dalam dan di luar negeri serta dengan membangun Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan POM. Implementasi Sistem Pengawasan Obat dan Makanan serta layanan publik oleh Badan POM dimantapkan dengan

10 meningkatkan kapasitas menejemen dengan mutu penyelenggaraan kepemerintahan yang efektif dan efisien. Untuk itu dilakukan penerapan standar Reformasi Birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik secara menyeluruh dan konsisten. d. Memantapkan Jejaring Lintas Sektor dan Memberdayakan Masyarakat untuk Berperan Aktif dalam Pengawasan Obat dan Makanan Pengawasan Obat dan Makanan lebih diperkuat dengan memantapkan jejaring kerjasama lintas sektor terkait di dalam negeri dan kerjasama bilateral maupun multilateral dengan berbagai institusi di luar negeri. Melalui Komunikasi, Informasi dan Edukasi dilakukan pemberdayaan kepada masyarakat luas agar mampu mencegah dan melindungi diri sendiri dari penggunaan Obat dan Makanan yang beresiko terhadap kesehatan. 2.7.3 Strategi Arah kebijakan Badan POM dilakukan melalui tujuh (7) strategi, yaitu: 2.7.3.1 Strategi Pertama Peningkatan intensitas pengawsan pre market Obat dan Makanan,untuk menjamin, khasiat/manfaat dan mutu produk, diselenggarakan melalui fokus prioritas : a. Penapisan penilaian produk Obat dan Makanan sebelum beredar sebagai antisipasi globalisasi, termasuk ACFTA. b. Peningkatan pelayanan publik terkait pendaftaran produk Obat dan Makanan melalui online registration. c. Pengawasan pengembangan vaksin baru produksi dalam negeri, untuk mempercepat pencapaian target Millenium Development Goals (MDG s). d. Peningkatan technical regulatory advice untuk pengembangan jamu, herbal standar dan fitofarmaka. e. Pengawasan pengembangan teknologi pangan (PPRG, iradiasi), untuk perlindungan konsumen dan ketersediaan pangan. f. Peningkatan pemenuhan GMP industri Obat dan Makanan dalam negeri dalam rangka meningkatkan daya saing.

11 2.7.3.2 Strategi Kedua Penguatan sistem, sarana, dan prasarana laboratorium Obat dan Makanan, diselenggarakan melalui fokus prioritas: a. Pemantapan penerapan Quatity Management Sistem dan persyaratan Good Laboratory Prictices (GLP) terkini. b. Peningkatan sarana dan prasarana laboratorium di pusat dan daerah, sesuai dengan kemajuan IPTEK. c. Pemenuhan peralatan laboratorium sesuai standar GLP terkini. d. Peningkatan kompetensi SDM Laboratorium. 2.7.3.3 Strategi Ketiga Peningkatan pengawasan post market Obat dan Makanan, diselenggarakan melalui fokus prioritas : a. Pemantapan sampling dan pengujian Obat dan Makanan, berdasarkan risk based approaches. b. Intensifikasi pemberantasan produk ilegal, termasuk produk palsu. c. Perluasan cakupan pengawasan pangan jajanan anak sekolah (PJAS), melalui operasionalisasi Mobil Laboratorium. d. Pengawasan sarana post market sesuai dengan GMP dan GDP. e. Perkuatan pengawasan Post market kosmetik melalui audit kepatuhan dan evaluasi keamanan kosmetika. 2.7.3.4 Strategi Keempat Pemantapan regulasi dan standar di bidang pengawasan Obat dan Makanan, diselenggarakan melalui fokus prioritas: a. Penyelarasan regulasi terkait dengan perubahan lingkungan strategis di bidang pengawasan Obat dan Makanan. b. Peningkatan penerapan standar Obat dan Makanan yang terharmonisasi. 2.7.3.5 Strategi Kelima Pemantapan peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di bidang tindak pidana Obat dan Makanan, diselenggarakan melalui fokus prioritas : a. Peningkatan kualitas dan kuantitas PPNS. b. Peningkatan pelaksanaan penyidikan Obat dan Makanan.

12 c. Peningkatan koordinasi dengan sektor terkait dalam rangkaian CJS untuk sustainable law enforcement tindak pidana Obat dan Makanan. 2.7.3.6 Strategi Keenam Perkuatan Institusi, diselenggarakan melalui fokus prioritas: a. Implementasi Reformasi Birokrasi Badan POM termasuk peningkatan pelayanan publik. b. Perkuatan sistem pengelolaan data serta teknologi informasi dan komunikasi (TIK) termasuk strategi media komunikasi. c. Perkuatan human capital management Badan POM. d. Restrukturisasi Organisasi untuk menjawab tantangan perubahan lingkungan strategis. e. Peningkatan dan penguatan peran dan fungsi Balai POM, Integrated Bottom Up Planning dan Quality Sistem Evaluation. f. Perkuatan legislasi di bidang pengawasan Obat dan Makanan. 2.7.3.7 Strategi Ketujuh Meningkatkan Kerjasama Lintas Sektor dalam Rangka Pembagian Peran Badan POM dengan Lintas Sektor terkait, yang diselenggarakan melalui fokus prioritas : a. Pemantapan koordinasi pengawas Obat dan Makanan. b. Pemantapan Sistem Kerjasama Operasional Pengawas Obat dan Makanan. c. Peningkatan operasi terpadu pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Makanan d. Perkuatan jejaring komunikasi e. Pemantapan koordinasi pengembangan jamu brand Indonesia, pengeintegrasian dengan pelayanan kesehatan. f. Pemberdayaan masyarakat melalui Komunikasi, Informasi, dan Edukasi. 2.7.4 Target Kinerja Target kinerja dari Badan POM, yaitu: a. Terkendalinya penyaluran produk terapetik dan NAPZA

13 b. Terkendalinya mutu, keamanan dan khasiat/kemanfaatan produk obat dan makanan termasuk klim pada label dan iklan di peredaran; c. Tercegahnya risiko penggunaan bahan kimia berbahaya sebagai akibat pengelolaan yang tidak memenuhi syarat; d. Penurunan kasus pencemaran pangan; e. Peningkatan kapasitas organisasi yang didukung dengan kompetensi dan keterampilan personil yang memadai; f. Terwujudnya komunikasi yang efektif dan saling menghargai antar sesama dan pihak terkait. 2.8 Struktur Organisasi Badan POM Organisasi dan tata kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan diatur dalam Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 02001/SK/KBPOM. Penyesuaian organisasi dan tata kerja BPOM dilakukan berdasarkan Keputusan Kepala BPOM Nomor HK.00.05.21.4231 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Keputusan Kepala BPOM Nomor: 02001/SK/KBPOM tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan. Penyesuaian juga terjadi dengan terbitnya Keputusan Kepala BPOM Nomor HK.00.05.21.4232 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 05018/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi sebagaimana tersebut di atas, dilakukan oleh unit-unit Badan Pengawas Obat dan Makanan di pusat, maupun oleh Balai Besar/Balai POM yang ada di seluruh Indonesia. Struktur Organisasi BPOM dapat dilihat pada Lampiran 1. Sesuai dengan struktur yang ada, secara garis besar unit-unit kerja BPOM dapat dikelompokkan sebagai berikut; Sekretariat, Deputi Bidang Pengawasan Teknis (I, II, dan III) dan unit penunjang teknis (pusat-pusat) yang melaksanakan tugas sebagai berikut : 2.8.1 Kepala Badan POM Organisasi Badan POM dipimpin oleh seorang kepala yang bertugas: 1. Memimpin Badan POM sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.

14 2. Menyiapkan kebijakan nasional dan kebijakan umum sesuai dengan tugas Badan POM. 3. Menetapkan kebijakan teknis pelaksanaan tugas Badan POM yang menjadi tanggung jawabnya. 4. Membina dan melaksanakan keria sama dengan instansi dan organisasi lain. 2.8.2 Sekretariat Utama Sekretariat utama mempunyai tugas mengkoordinasikan perencanaan, pembinaan, pengendalian terhadap program, administrasi, dan sumber daya di lingkungan BPOM. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Sekretariat Utama menyelenggarakan fungsi : a. Pengkoordinasian, sinkronisasi dan integrasi perencanaan, penganggaran, penyusunan laporan, pengembangan pegawai termasuk pendidikan dan pelatihan, serta perumusan kebijakan teknis di lingkungan BPOM. b. Pengkoordinasian, sinkronisasi dan integrasi penyusunan peraturan perundang - undangan, kerjasama luar negeri, hubungan antar lembaga, kemasyarakatan dan bantuan hukum yang berkaitan dengan tugas BPOM. c. Pembinaaan dan pelayanan administrasi ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, perlengkapan dan rumah tangga. d. Pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan pusat-pusat dan unit-unit pelaksana teknis di lingkungan BPOM. e. Pengkoordinasian administrasi pelaksanaan tugas deputi di lingkungan BPOM. f. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh kepala, sesuai dengan bidang tugasnya. 2.8.3 Inspektorat Inspektorat dipimpin oleh Inspektur yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan POM. Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari Inspektorat dibina oleh Sekretariat Utama. Inspektorat mempunyai tugas melaksanakan pengawasan fungsional di lingkungan

15 Badan POM. Dalam melaksanakan tugasnya, Inspektorat menyelenggarakan fungsi sebagai berikut: a. Penyiapan perumusan kebijakan, rencana dan program pengawasan fungsional. b. Pelaksanaan pengawasan fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. c. Pengusutan mengenai kebenaran laporan atau pengaduan tentang hambatan, penyimpangan atau penyalahgunaan dalam pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh unsur atau unit di lingkungan Badan POM. d. Pelaksanaan urusan tata usaha Inspektorat. Inspektorat terdiri dari Kelompok Jabatan Fungsional dan Sub bagian Tata Usaha. 2.8.4 Deputi I (Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif). Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif. Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif terdiri dari lima Direktorat, yaitu : 1. Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi 2. Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT 3. Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT 4. Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT 5. Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut di atas, Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif menyelenggarakan fungsi : a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan umum di bidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif. b. Penyusunan rencana pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif.

16 c. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian obat dan produk biologi. d. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga. e. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang pengawasan produksi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga. f. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang pengawasan distribusi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga. g. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang pengawasan narkotika, psikotropika dan zat adiktif. h. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif. i. Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan produk terapetik dan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif. j. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai bidang tugasnya. 2.8.3 Deputi II (Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetika dan Produk Komplemen). Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. Deputi Bidang Pengawasan Obat tradisional, Kosmetika dan Produk komplemen terdiri dari empat Direktorat, yaitu :

17 1. Direktorat Penilaian Obat Ttradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik. 2. Direktorat Standarisasi Obat Tradisional, Kosmetika dan Produk Komplemen. 3. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen. 4. Direktorat Obat Asli Indonesia. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut diatas, Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen menyelenggarakan fungsi : a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan umum di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplimen. b. Penyusunan rencana pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplimen. c. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang penilaian obat tradisional, suplemen makanan dan kosmetik. d. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang pengaturan dan standardisasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplimen. e. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang inspeksi dan sertifikasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplimen. f. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang obat asli Indonesia. g. Pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplimen. h. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplimen.

18 i. Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplimen. j. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai bidang tugasnya. 2.8.4 Deputi III (Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya) Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut di atas Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya menyelenggarakan fungsi : a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan kebijakan umum di bidang pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya. b. Penyusunan rencana pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya. c. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang penilaian keamanan pangan. d. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang standardisasi keamanan pangan. e. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang inspeksi dan sertifikasi produk pangan. f. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang surveilan dan penyuluhan keamanan pangan. g. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang pengawasan produk dan bahan berbahaya. h. Pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya.

19 i. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya. j. Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya. k. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala sesuai bidang tugas. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya terdiri dari : 1. Direktorat Penilaian Keamanan Pangan Direktorat Penilaian Keamanan Pangan mempunyai tugas penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang penilaian keamanan pangan. 2. Direktorat Standardisasi Produk Pangan Direktorat Standardisasi Produk Pangan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengaturan dan standarisasi produk pangan. 3. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan mempunyai tugas penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang inspeksi dan sertifikasi pangan 4. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan Direktorat surveilan dan penyuluhan keamanan pangan mempunyai tugas penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang surveilan dan penyuluhan keamanan pangan. 5. Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya mempunyai tugas pokok Penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengawasan produk dan bahan berbahaya.

20 2.8.5 Unit Pelaksana Teknis BPOM di Daerah Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan BPOM terdiri atas 19 (sembilan belas) Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan dan 12 (dua belas) Balai Pengawas Obat dan Makanan. Unit Pelaksana Teknis di lingkungan BPOM mempunyai tugas melaksanakan kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, keamanan pangan dan bahan berbahaya. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Unit Pelaksana Teknis menyelenggarakan fungsi : a. Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan. b. Pelaksanaan pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplimen, pangan, dan bahan berbahaya. c. Pelaksanaan pengujian laboratorium dan penilaian mutu produk secara mikrobiologi. d. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi. e. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus pelanggaran hukum. f. Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi. g. Pelaksanaan kegiatan pelayanan informasi konsumen. h. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan. i. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan. j. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai dengan bidang tugasnya. Balai Besar POM terdiri dari : a. Balai Besar POM Tipe A meliputi 12 BBPOM yaitu Banda Aceh, Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Makasar, Manado, Jayapura. b. Balai Besar POM Tipe B meliputi 7 BBPOM yaitu Padang, Pekanbaru, Bandar Lampung, Mataram, Pontianak, Banjarmasin, Samarinda. Balai POM terdiri dari :

21 a. Balai POM Tipe A meliputi 7 BPOM yaitu Jambi, Bengkulu, Kupang, Palangkaraya, Kendari, Palu, Ambon. b. Balai POM Tipe B meliputi 5 BPOM yaitu Batam, Pangkal Pinang, Serang, Gorontalo dan Manokowari 2.8.6 Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN) Mempunyai tugas melaksanakan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, alat kesehatan, obat tradisional, kosmetik, produk komplimen, pangan dan bahan berbahaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta melaksanakan pembinaan mutu Laboratorium Pengawasan Obat dan Makanan. Dalam melaksanakan tugas, PPOMN menyelenggarakan fungsi : a. Penyusunan rencana dan program pengujian obat dan makanan. b. Pelaksanaan pengujian laboratorium, dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, alat kesehatan, alat tradisional, kosmetik, produk komplimen, pangan dan bahan berbahaya. c. Pembinaan mutu laboratorium PPOMN. d. Pelaksanaan sistem rujukan laboratorium pengawasan obat dan makanan. e. Penyediaan baku pembanding dan pengembangan metoda analisa pengujian. f. Pelatihan tenaga ahli di bidang pengujian obat dan makanan. g. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan. h. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional. 2.8.7 Pusat Penyidikan Obat dan Makanan (PPOM) Pusat Penyidikan Obat dan Makanan mempunyai tugas melaksanakan kegiatan penyelidikan dan penyidikan terhadap perbuatan melawan hukum di bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif, obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen dan makanan serta produk sejenis lainnya. Dalam melaksanakan tugasnya Pusat Penyidikan Obat dan Makanan menyelenggarakan fungsi :

22 a. Penyusunan rencana dan program penyelidikan dan penyidikan obat dan makanan. b. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan obat dan makanan. c. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan obat dan makanan. 2.8.8 Pusat Riset Obat dan Makanan (PROM) Pusat Riset Obat dan Makanan mempunyai tugas melaksanakan kegiatan di bidang riset toksikologi, keamanan pangan dan produk terapetik. Dalam melaksanakan tugasnya Pusat Riset mempunyai fungsi : a. Penyusunan rencana dan program riset obat dan makanan. b. Pelaksanaan riset obat dan makanan. c. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan riset obat dan makanan. 2.8.9 Pusat Informasi Obat dan Makanan (PIOM) Pusat Informasi Obat dan Makanan mempunyai tugas melaksanakan kegiatan di bidang pelayanan informasi obat, informasi keamanan pangan, informasi keracunan dan teknologi informasi. Dalam melaksanakan tugas Pusat Informasi Obat dan Makanan mempunyai fungsi : a. Penyusunan rencana dan program pelayanan informasi obat dan makanan. b. Pelaksanaan pelayanan informasi obat. c. Pelaksanaan pelayanan informasi keracunan. d. Pelaksanaan pelayanan keamanan pangan. e. Pelaksanaan kegiatan di bidang teknologi informasi. f. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pelayanan informasi obat dan makanan. g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan.

23 2.9 Filosofi logo Badan POM Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Logo Filosofi Unsur pertama dalam logo BPOM adalah tameng yang melambangkan perlindungan terhadap masyarakat dari penggunaan obat dan makanan yang tidak memenuhi persyaratan mutu. Selain sebagai tameng unsur tersebut dapat juga dilihat sebagai tanda checklist yang merepresentasikan trust atau rasa kepercayaan. Pengambilan makna filosofis mata elang sebagai unsur kedua adalah karena elang memiliki pandangan yang tajam sesuai dengan fungsi BPOM yang bertanggung jawab melindungi masyarakat dengan mengawasi penggunaan obat dan makanan di Indonesia. Garis yang bergerak dari tipis menjadi semakin tebal melambangkan langkah ke depan yaitu DitJen POM yang berubah menjadi BPOM. Selain itu dapat juga dilihat sebagai representasi keadaan BPOM sebagai badan yang memberikan perlindungan (dilambangkan dengan garis hijau) terhadap masyarakat (garis biru

24 tebal) dari pengusaha obat dan makanan (garis biru tipis). Tampak logo secara keseluruhan memadukan unsur-unsur tersebut dalam satu kesatuan yang padu dan serasi sehingga peletakan tulisan BPOM RI secara tipografis menjadi lebih bebas. Sedangkan pemilihan warna biru pekat (dark blue) menggambarkan perlindungan dan warna hijau (green) menggambarkan scientific base.

BAB 3 TINJAUAN KHUSUS PUSAT INFORMASI OBAT DAN MAKANAN 3.1 Kedudukan Pusat Informasi Obat Dan Makanan Pusat Informasi Obat dan Makanan (PIOM) adalah unsur pelaksana tugas Badan POM yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan POM. Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari secara administrasi berkoordinasi dan dibina oleh Sekretariat Utama Badan POM. PIOM dipimpin oleh seorang Kepala. 3.2 Tugas dan Fungsi PIOM Pusat Informasi Obat dan Makanan (PIOM) mempunyai tugas melaksanakan kegiatan informasi obat, informasi keracunan dan teknologi informasi. Dalam melaksanakan tugasnya, PIOM menyelenggarakan fungsi: 1. Penyusunan rencana dan program kegiatan pelayanan Informasi Obat dan Makanan 2. Pelaksanaan pelayanan Informasi Obat 3. Pelaksanaan pelayanan Informasi Keracunan 4. Pelaksanaan kegiatan di Bidang Teknologi Informasi 5. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pelayanan informasi obat dan makanan 6. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan Pusat Informasi Obat dan Makanan. 3.3 Visi dan Misi Visi dari PIOM adalah menjadi unit pendukung Sistem Pengawasan Obat dan Makanan yang handal melalui pemanfaatan Teknologi Informasi serta menjadi rujukan nasional dalam Pelayanan Informasi Obat, Makanan dan Keracunan. Misi dari PIOM yaitu: 1. Mendukung pengawasan pre-market dan post-market berstandar internasional melalui sistem informasi manajemen yang handal 25

26 2. Menerapkan Sistem Manajemen Mutu secara konsisten dalam lingkup pelayanan informasi obat, makanan, informasi keracunan dan teknologi informasi 3. Mengoptimalkan kemitraan dengan pemangku kepentingan di berbagai lini dalam lingkup pelayanan informasi obat dan makanan,informasi keracunana dan teknologi informasi 4. Memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari Obat dan Makanan yang berisiko terhadap kesehatan melalui pelayanan informasi Obat dan Makanan, serta informasi keracunan 5. Membangun Pusat Informasi Obat dan Makanan sebagai organisasi pembelajar (Learnimg Organization) 3.4 Struktur Organisasi Pusat Informasi Obat dan Makanan terdiri dari Bidang Informasi Obat, Bidang Informasi Keracunan, Bidang Teknologi Informasi dan Sub bagian Tata Usaha. Bagan lengkap struktur organisasi PIOM dapat di lihat pada Lampiran 2. 3.4.1 Bidang Informasi Obat Bidang Informasi Obat merupakan unit kerja di bawah PIOM Badan POM yang menyediakan informasi yang dapat di akses oleh kalangan internal Badan POM dan masyarakat luas. Pada bulan Juni 2005 telah diluncurkan Pusat Informasi Obat Nasional (PIO Nas). PIO Nas adalah unit layanan public yang dikelola PIOM untuk mendukung terwujudnya visi dan misi PIOM PIO Nas merupakan rujukan dalam layanan informasi dan konsultasi obat dalam segala aspek penggunaannya. PIO Nas menyediakan akses informasi terstandar (approved label) dari semua obat yang beredar di Indonesia yang telah disetujui oleh Badan POM sebagai NRA (National Regulatory Authority) atas rekomendasi Komite Nasional Penilai Obat Jadi yang terdiri dari para pakar di Bidang nya dengan pendekatan ilmiah dan independensi

27 yang tinggi. PIO Nas juga merupakn akses terhadap approved label dari NRA Negara-negara di dunia yang memiliki sistem evaluasi yang dikenal baik. Bidang Informasi Obat menaungi Perpustakaan Badan POM. Perpustakaan ini berfungsi memberikan pelayanan kepustakaan di bidang kesehatan pada khususnya dan juga bidang lain pada umumnya. Pelayanan ini ditujukan terutama untuk seluruh pegawai Badan POM dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Perpustakaan merupakan sarana penunjang untuk kegiatan penelitian dan pengembangan bidang kesehatan, menyediakan akses ke sumber-sumber informasi dari seluruh dunia, selain itu juga sebagai tempat belajar dan mengembangkan ilmu secara mandiri, sumber informasi yang menghimpun berbagai bentuk literatur baik yang cetak maupun dalam bentuk softcopy. a. Tugas dan Fungsi Bidang Informasi Obat mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana dan program serta evaluasi pelayanan informasi obat. Dalam melaksanakan tugasnya, Bidang Informasi Obat menyelenggarakan fungsi yaitu: 1. Penyusunan rencana dan program pelayanan Informasi Obat 2. Pelaksanaan pelayanan Informasi Obat 3. Pelaksanaan pengolahan data obat 4. Evaluasi dan penyusunan laporan pelayanan Informasi Obat. b. Stuktur Organisasi Bidang Informasi Obat terdiri dari: 1) Sub Bidang Layanan Informasi Obat Sub Bidang Layanan Informasi Obat mempunyai tugas melakukan pelayanan informasi dan konsultasi obat dan bahan baku obat terkait penerapan dan penggunaannya. 2) Sub Bidang Pengolahan Data Obat Sub Bidang Pengolahan Data Obat mempunyai tugas melakukan pengolahan data layanan informasi obat dan mengelola perpustakaan Badan POM.

28 c. Kegiatan di Bidang Informasi Obat 1. Pelayanan Informasi Obat Bidang Informasi Obat memberikan layanan informasi dan konsultasi obat melalui Pusat Informasi Obat Nasional (PIO Nas) untuk meningkatkan kesadaran dan peningkatan pengetahuan mengenai kualitas produk yang digunakannya dan cara-cara penggunaan produk yang rasional. Pemberian informasi dan konsultasi obat oleh PIO Nas ditujukan kepada masyarakat, konsumen, maupun stakeholder lainnya terutama tenaga profesi kesehatan baik dokter, perawat, dan lain-lainnya. PIO Nas Melakukan analisa atau justifikasi ilmah terhadap sumber informasi yang tersedia sehingga dihasilkan informasi dan pelaksanaan konsultasi yang tepat sesuai kebutuhan setiap individu. Kegiatan layanan Informasi PIO Nas melibatkan lintas unit terkait di lingkungan Badan POM yaitu: Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi; Direktorat Standarisasi dan Pengaturan PT dan PKRT, serta Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT. Adanya evaluasi secara berkala yang melibatkan lintas unit terkait untuk menjaga mutu operasionalisasi layanan informasi dan konsultasi obat melalui PIO Nas. Kegiatan layanan Informasi PIO Nas ini merupakan kegiatan yang dapat memberikan pelayanan konsultasi yang objektif, lengkap, dan terkini sehingga masyarakat ataupun peminta informasi lainnya dapat menggunakan informasi secara baik khususnya dalam penggunaan obat secara efektif, aman dan rasional. Pada tahun 2012 layanan informasi PIONas, telah melayani 463 layanan informasi dengan uraian jumlah berdasarkan komodoti adalah Obat Tradisional 252 (35,85%), Kosmetika 193 (27,45%), Obat 155 (22,05%), Pangan 87 (12,38%), Alat Kesehatan 12 (1,71%), dan Penyakit 4 (0,57%). Berdasarkan target pencapaian layanan dimana pertanyaan dijawab sama atau kurang dari 3 hari, persentase pencapaian layanan adalah 80,78%. Hal yang menyebabkan belum optimalnya layanan PIONas diantaranya di karenakan oleh prioritas kegiatan lain yang harus dikerjakan oleh petugas PIONas, pemindahan ruangan petugas PIONas sehingga telepon hotline PIONas belum

29 tersambung dan menjadikan jauhnya ruangan dari sumber literature (perpustakaan). 2. Pengelolaan InfoPOM Buletin InfoPOM merupakan salah satu brand image Badan POM yang memuat informasi terkini mengenai kegiatan tugas pokok dan fungsi Badan POM, kinerja Badan POM (termasuk Balai Besar/ Balai POM), artikel ilmiah terkini tentang obat, pangan, obat tradisional, suplemen makanan dan kosmetika serta informasi terkini mengenai kebijakan pengawasan obat dan makana dari Badan POM (public warning, press release, dll). Untuk penyusunan buletin yang terbit secara berkala ini di bentuk tim yang anggotanya terdiri dari wakil dari unit kerja di Pusat. Dalam tahun 2012, InfoPOM diterbiatkan enam kali yang mencakup 33 publikasi berupa artikel, public warning maupun keterangan pers Kepala Badan POM serta Forum PIONas dan SIKerNas pada setiap edisi.. 3. Layanan Informasi Obat Melalui Pembuatan Leaflet Informasi Obat Sosialisasi layanan informasi obat dilakukan dengan cara pembuatan leaflet dan penyebarluaskannya melalui forum pameran atau seminat ilmiah dimana Badan POM merupakan salah satu peserta atau penyelenggaranya. Beberapa judul leaflet yang pernah diterbitkan misalnya: - Gunakan obat dengan tepat - Gunakan suplemen makanan anda dengan tepat - Pemutih kulit - Pusat Informasi Obat dan Makanan - National Drug Information Center - Penggunaan obat selama kehamilan - Perpustakaan Badan POM - Obat Untukku - Interaksi Obat dan Makanan - Mengobati maag dan gangguan lambung.

30 4. Pengelolaan Perpustakaan dan Subsitenya Layanan informasi obat yang berkualitas harus di dukung dengan adanya sumber informasi atau referensi yang memadai. Dalam hal ini, keberadaan perpustakaan Badan POM sangat diperlukan untuk mendukung layanan informasi obat serta berbagai fumgsi lain pada Badan POM. Perpustakaan Badan POM dikekola oleh Bidang Informasi Obat. Perpustakaan Badan POM berperan sebagai sumber informasi untuk mendukung seluruh jajaran Badan POM dalam melaksanakan tugas terkait pengawasan Obat dan Makanan. Selain itu, Perpustakaan Badan POM dapat menjadi tempat dimana masyarakat umum dapat mengakses berbagai informasi mengenai Badan POM dan hasil pengawasannya. Mulai tahun 2012 ini Perpustakaan Badan POM berlangganan jurnal dalam bentuk elektronik sehingga bisa dimanfaatkan oleh seluruh Unit Teknis di Badan POM. Hingga saat ini, kegiatan pengelolaan perpustakaan dan subsitenya adalah sebagai berikut: 1. Verifikasi data pustaka Verifikasi data pustaka bertujuan untuk mendapatkan hasil yang tepat dan sesuai standar internasional dalam memberikan tajuk subjek serta nomor klasifikasi buku/nomor punggung buku. Sehingga membantu pemustaka dalam menemukan bahan pustaka yang diinginkan. Sedangkan jumlah bahan pustaka yang telah diverifikasi untuk tahun 2012 yaitu: a. Buku : 183 b. Jurnal : 7 c. CD : 10 2. Pengadaan Buku dan Jurnal Pengadaan buku tahun 2012 antara lain: a. Pharmacotherapy: A Patophysiologic Approach 8 th edition b. Handbook of Pharmaceutical Excipients c. Cosmetic Dermatology d. British Pharmacopoeia e. ISO Indonesia Vol 46, 2011-2012 f. Martindale, the complete drug reference 37 th ed

31 g. Herbal Principles in Cosmetics h. Pesticide Biotransformation and Disposition i. Statistics, 4 th edition j. Good Governance dan Good Corporate Governance k. Dll Pengadaan Jurnal tahun 2012 antara lain: a. Anti Cancer Agents in Medicinal Chemistry b. Recent Patent on DNA and Gene Sequences c. Recent Patent on Anti-Cancer Drug Discovery d. Current Drug Safety e. Current Clinical Pharmacology f. Current Pharmaceutical Analysis g. Nanoscience & Technology Asia 3. Layanan Pemustaka Layanan perpustakaan Badan POM menggunakan sistem terbuka, dimana pemustaka dapat langsung mencari informasi/bahan pustaka yang mereka butuhkan bisa secara datang langsung, maupun secara Online Public Access Catalog. 5. Survey Baseline Data I (SBD I) Kegiatan Survey Baseline Data ini dapat menjadi dasar pengukuran kinerja pengawasan obat dan makanan; bahan dalam menetapkan perencanaan dan target kinerja pengawasan obat dan makanan pada masa mendatang; dan pembanding sekaligus pendukung hasil pengawasan rutin Badan POM. Selain itu dari data yang ada dapat diketahui peta masalah terkait mutu, khasiat dan keamanan produk obat dan makanan yang beredar dan sebagai bahan masukan dalam menetapkan kebijakan pengawasan obat dan makanan nasional berdasarkan kondisi daerah. Sampel diambil di sembilan provinsi yang pemilihannya berdasarkan zona sehingga dapat mewakili seluruh Indonesia. Besarnya sampel, waktu yang sangat terbatas dan kendala-kendala dilapangan lain yang tidak terduga menyebabkan dibutuhkan SDM PIOM untuk lebih berkonsentrasi pada kegiatan ini walaupun sudah dilakukan oleh pihak ketiga. Untuk memastikan hasil yang

32 valid PIOM juga melibatkan perwakilan unit teknis yang memiliki tupoksi dalam hal pengawasan obat dan makanan, tenaga ahli dari perguruan tinggi dan lintas sektor seperti BPS, LitBangKes, BPKP, LKPP dan BappeNas. Pada tahun 2012 sudah didapatkan hasil dari kegiatan SBD I ini yaitu kajian analisa hasil sampling dan pengujian produk obat dan makanan dalam rangka pengawasan Obat dan Makanan. Dan diharapkan hasil yang didapat pada tahun 2012 ini akan menjadi bahan kajian lebih mendalam pada tahun 2013. 3.4.2 Bidang Informasi Keracunan Kemajuan teknologi telah membawa perubahan yang cepat dan signifikan terhadap permasalahan bahan-bahan kimia berbahaya. Kompleksnya masalah ini makin menuntut perhatian yang serius bagi setiap negara di seluruh dunia. Jumlah dan jenis bahan berbahaya tersebut terus meningkat seiring dengan munculnya senyawa baru hasil dari sintesa. Data WHO tahun 1997 menyebutkan bahwa ± 2000 bahan kimia baru masuk ke pasar tiap tahunnya. Di satu sisi, produk bahan kimia memberikan manfaat yang baik untuk kesehatan masyarakat di dunia tetapi di sisi lain bahan tersebut dapat menimbulkan ancaman baik terhadap kesehatan dan keselamatan manusia maupun terhadap lingkungan. Oleh karena itu pada tahun 1980 tiga Badan Besar di PBB (WHO, ILO, UNEP) membuat suatu program yaitu IPCS International Program on Chemical Safety (IPCS). Pada tahun 1986, IPCS merekomendasikan agar setiap Negara memiliki satu Poison Information Centre (PIC) sebagai salah satu realisasi dari health for all by the year 2000, dimana tercantum pernyataan bahwa setiap manusia mempunyai hak untuk mendapatkan informasi yang relevan mengenai pencegahan dan penanganan keracunan. Pada tahun 1995, di Indonesia telah dibentuk Sentra Informasi Keracunan (SIKer) yang berada dibawah Direktorat Jenderal POM. Sejak tahun 2000 setelah Badan POM menjadi LPND, SIKer berada di bawah struktur PIOM sebagai Bidang Informasi Keracunan. SIKer di Badan POM disebut SIKer Nasional dan pada tahun 2004 telah dibentuk SIKer di 30 Balai Besar/Balai POM yang dilaksanakan oleh bidang/seksi LIK (Layanan Informasi Konsumen).

33 Sentra Informasi Keracunan (SIKer) atau Bidang Informasi Keracunan adalah suatu unit yang khusus menyediakan informasi terkait dengan keracunan bagi masyarakat yang membutuhkannya. Tujuan SIKer adalah terhindarnya masyarakat dari bahaya akibat bahan/produk yang dapat menimbulkan keracunan sekaligus menurunkan angka kematian/kesakitan akibat keracunan. a. Tugas dan Fungsi Bidang Informasi Keracunan mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana dan program kerja serta evaluasi pelayanan informasi keracunan. Bidang Informasi Keracunan melaksanakan fungsi sebagai berikut: Penyusunan rencana dan program pelayanan informasi keracunan. Pelaksanaan pelayanan informasi keracunan, Pelaksanaan Toksikovigilans Evaluasi dan penyusunan laporan pelayanan informasi keracunan. Melihat fungsi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Bidang Informasi Keracunan fungsi utamanya adalah menjadi rujukan informasi yang terkait dengan keracunan dalam rangka mendukung pengawasan Obat dan Makanan melalui: - Pelayanan permintaan informasi terkait dengan keracunan baik dari internal Badan POM maupun masyarakat luas serta berperan aktif dalam pemberian informasi kepada masyarakat untuk mencegah kejadian keracunan - Penyediaan informasi/data yang terkait dengan keracunan mulai dari bahan sampai kepada tatalaksana penanganan keracunan seperti potensi bahaya bahan kimia rumah tangga, potensi bahaya penggunaan kosmetik yang tidak memenuhi syarat, informasi pertolongan pertama pada korban keracunan, antidotum, laboratorium untuk pengujian bahan atau sampel penyebab keracunan. - Kegiatan toksikovigilans dalam rangka pencegahan keracunan b. Struktur Organisasi Bidang informasi keracunan terdiri dari : 1. Sub Bidang Layanan Informasi Keracunan

34 Sub Bidang Layanan Informasi Keracunan mempunyai tugas melakukan pelayanan informasi keracunan. 2. Sub Bidang Toksikovigilans Mempunyai tugas melakukan kegiatan toksovigilans. Toksovigilans merupakan kegiatan yang terdiri dari observasi aktif atau identifikasi atau investigasi, evaluasi rsiko toksik dan fenomena yang terjadi di masyarakat dengan tujuan mengurangi maupun meniadakan resiko toksik tersebut. c. Kegiatan 1. Partisipasi Pada Seminar, Konferensi, Workshop, Training dan Kegiatan Sejenis Dalam rangka meningkatkan kapasitas sumber daya manusia Bidang Informasi Keracunan serta untuk menunjang pelaksanaan tugas dan fungsinya dalam melakukan Layanan Informasi Keracunan, maka petugas Sentra Informasi Keracunan Nasional (SIKerNas) perlu diikutsertakan dalam pelatihan, seminar, workshop, serta kegiatan sejenis terutama yang terkait dengan toksikologi, farmakologi, keamanan pangan, keterampilan menulis artikel, dan manajemen pelayanan prima, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk mengikuti pelatihan, seminar, workshop dengan tema yang lain. 2. Pengelolaan Layanan Informasi Keracunan Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Bidang Informasi Keracunan melakukan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) terkait dengan keracunan kepada masyarakat serta stakeholder. Salah satunya adalah pemberian Layanan Informasi Keracunan kepada masyarakat dimana masyarakat dapat langsung meminta Informasi terkait dengan keracunan yang dapat diakses melalui berbagai media komunikasi, yaitu: a. Pelayanan lnformasi dan konsultasi terkait keracunan langsung ke ruang konsultasi di Jl. Percetakan Negara No.23 Jakarta Pusat 10560 Gedung C Badan Pengawas Obat dan Makanan.

35 b. Pelayanan Informasi melalui telepon (021-4259945) dan Fax (021-42889117). c. Pelayanan Informasi melalui SMS 24 jam, 081310826879. d. Pelayanan informasi melalui E-mail : pusatiomker@cbn.net.id, dan website : www.pom.go.id Program lain yang cukup efektif dengan melakukan KIE terkait dengan keracunan adalah melalui kegiatan penyuluhan, seminar ilmiah dan pameran kepada tamu-tamu yang berkunjung ke Badan POM (kunjungan mahasiswa/kunjungan instansi lain, dan sebagainya). 3. Penyusunan Produk Informasi Terkait dengan Keracunan Kegiatan KIE juga dapat melalui penyusunan produk informasi terkait keracunan, berupa artikel, leaflet, poster, buku pedoman, CD, monografi bahan beresiko keracunan (Katalog Informasi Keracunan) dan pengelolaan subsite informasi keracunan. 4. Kegiatan Toksikovigilans melalui Pemetaan Kasus Keracunan di Rumah Sakit Dalam rangka upaya meminimalkan angka keracunan di Indonesia, maka diperlukan data yang akurat tentang gambaran keracunan yang terjadi. Hal ini sangat penting untuk menentukan suatu langkah yang cepat, tepat dan mutakhir yang harus dilakukan untuk mendukung sasaran tersebut di atas. Bidang Informasi Keracunan telah melaksanakan kegiatan Pemetaan Kasus Keracunan di Rumah Sakit sebagai salah satu bentuk pelaksanaan toksovigilans. Toksovigilans merupakan kegiatan terdiri dari observasi aktif/identifikasi/investigasi serta evaluasi resiko toksik dan fenomena yang terjadi di masyarakat bertujuan mengurangi atau meniadakan resiko toksik tersebut. Tujuan utama kegiatan toksikovigilans ini adalah pencegahan keracunan.

36 Untuk mengoptimalkan kegiatan toksovigilans tersebut maka diperlukan data kasus keracunan yang akurat terutama yang terjadi di masyarakat sehingga dari data tersebut dapat ditentukan suatu kegiatan yang tepat dalam rangka menurunkan atau mencegah angka keracunan yang terjadi di suatu daerah tertentu. Data kasus keracunan tersebut diperoleh dari rumah sakit yang ada di Indonesia. 3.4.3 Bidang Teknologi Informasi Perkembangan teknologi begitu pesat dan tuntutan harapan publik yang tinggi terhadap layanan public menuntut semua institusi pemerintah untuk menjalankan e-government. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi farmasi menyebabkan ledakan Informasi obat dan makanan yang diterima masyarakat cenderung promotif, subjektif dan bias. Oleh karena itu, diperlukan pelayanan informasi obat dan makanan yang memberikan informasi yang objektif, tidak bias dan mutakhir untuk mengimbanginya, sehingga masyarakat dapat memilih dan menggunakan suatu produk dengan tepat. Untuk itu, pemerintah harus tanggap akan kebutuhan masyarakat dengan layanan informasi obat dan makanan yang dengan hal ini, yang berwenang adalah Badan POM khususnya Bidang Teknologi Informasi yang berada dalam struktur organisasi Pusat Informasi Obat dan Makanan sebagi penunjang dan pendukung kegiatan layanan informasi tersebut dan terutama untuk mendukung pelaksanaan e-governmet di Badan POM. a. Kedudukan, Tungas dan Fungsi Bidang Teknologi Informasi merupakan salah satu Bidang yang berada dibawah stuktur organisasi Pusat Informasi Obat dan Makanan Badan POM yang memfasilitasi sistem komputerisasi baik perangkat keras, database serta aplikasi-aplikasi sehingga mempermudah pelaksanaan tugas dan fungsi Badan POM. Bidan Teknologi Informasi mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana dan program serta evaluasi kegiatan teknologi informasi. Dalam

37 melaksanakan tugasnya, Bidang Teknologi Informasi menyelenggrakan fungsi: 1. Penyususan rencana dan program kegiatan teknologi informasi 2. Pelaksanaan penyusunan dan pembakuan sistem perangkat keras dan perangkat lunak di lingkungan Badan POM 3. Pelaksanaan penyusunan dan pembakuan program aplikasi dan sistem data di lingkungan Badan POM. 4. Evaluasi dan penyusunan laporan kegiatan teknologi informasi. b. Misi Misi Bidang Teknologi mengikuti misi pada Pusat Informasi Obat dan Makanan (PIOM). Dimana salah satu dari misi Pusat Informasi Obat dan Makanan adalah meningkatkan sistem informasi manajemen yang menunjang organisasi. Dengan misi tersebut diharapkan dapat mencapai visi PIOM yaitu menjadi rujukan nasional dalam pelayanan informasi obat, makanan dan penanggulangan keracunan. c. Struktur Organisasi Struktur organisasi Bidang Teknologi Informasi, terdiri dari: 1) Sub Bidang sistem perangkat keras dan perangkat lunak Sub Bidang sistem perangkat keras dan perangkat lunak mempunyai tugas melakukan penyusunan dan pembakuan sistem perangkat keras dan perangkat lunak di lingkungan Badan POM. 2) Sub Bidang aplikasi Sub Bidang aplikasi mempunyai tugas melakukan penyusunan dan pembakuan program aplikasi dan sistem data di lingkungan Badan POM. d. Kegiatan di Bidang Teknologi Informasi Untuk mewujudkan sasaran strategis berfungsinya sistem informasi yang terintegrasi secara online dan up-to-date dalam pengawasan Obat dan Makanan, Bidang Teknologi Informasi PIOM melakukan penyempurnaan indikator untuk beberapa kegiatan menjadi Persentase layanan publik elektronik secara on line. Layanan yang dilakukan oleh bidang TI meliputi - Layanan Teknologi Informasi untuk Badan POM dan Balai Besar/Balai POM.

38 - Layanan pelaporan internal Badan POM melalui aplikasi SIE. - Layanan untuk unit kerja pengaduan konsumen melalui aplikasi SPIM. - Laporan informasi keracunan melalui aplikasi SPIMKer. - Layanan publik yang juga di manfaatkan bagi petugas Badan POM dalam distribusi informasi NIE dan public warning melaui aplikasi website. - Layanan akses internet dan intranet. - Layanan e-mail coorporate (personal@pom.go.id). - Layanan pemeriksaan rutin perangkat komputer dan jaringan. - Layanan penanganan sistem keamanan komputer dari jaringan. - Layanan pengelolaan website Badan POM. - Perkuatan Jaringan Lokal Area Network (LAN).

BAB 4 PEMBAHASAN Pusat Informasi Obat dan Makanan, sesuai dengan keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 02001/SK/KBPOM tahun 2001 sebagaimana telah diubah menjadi Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.21.4231 tahun 2004 tentang Perubahan Atas Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 02001/SK/KBPOM tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan, mempunyai tugas melaksanakan kegiatan di Bidang Pelayanan Informasi Obat, Informasi Keracunan dan Teknologi informasi. PIOM diperlukan untuk mewujudkan visi dari BPOM yaitu menjadi Institusi Pengawas Obat dan Makanan yang Inovatif, Kredibel dan Diakui Secara Internasional Untuk Melindungi Masyarakat, melalui penyebarluasan informasi terkait obat dan makanan. PIOM menghasilkan produk informasi yang dapat dijadikan acuan dan meningkatkan kompetensi bagi tenaga kesehatan, terutama apoteker, dalam menjalankan disiplin ilmunya. Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Badan POM dilaksanakan pada tanggal 2 September 24 September 2013. Untuk pelaksanaan kegiatan di PIOM sendiri dilaksanakan tanggal 6 September 20 September. 4.1 Bidang Informasi Obat Informasi menjadi sebuah kebutuhan yang sangat penting bagi setiap manusia, kebutuhan akan informasi akan meningkat seiring majunya pemikiran suatu masyarakat dan perkembangan zaman. Namun, tidak semua informasi yang diperoleh bisa dijadikan landasan atau dasar dalam melaksanakan dan mengembangkan sesuatu, perlu dilakukan usaha menyaring dan mengevaluasi informasi yang diperoleh. Informasi tentang obat dan makanan menjadi concern seluruh lapisan masyarakat, sehingga Badan POM melalui Pusat Informasi Obat dan Makanan harus dapat memfasilitasi kebutuhan masyarakat tersebut. PIOM melalui Bidang Informasi Obat bertugas dalam melaksanakan penyusunan rencana dan progran 39

40 serta evaluasi pelayanan infomasi obat, juga melaksanakan fungsi perlindungan dan pemberdayaan konsumen melalui kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE). Bidang Informasi Obat terdiri dari 2 sub bidang yaitu sub bidang layanan informasi obat dan sub bidang pengolahan data. Bidang Informasi Obat memiliki 3 bisnis yang dijalankan yaitu layanan informasi, layanan perpustakaan dan penerbitan produk informasi. Layanan informasi obat dan makanan memiliki produk layanan yang disebut dengan Pusat Informasi Obat Nasional (PIONas). Seperti telah dijelaskan dalam BAB III, bahwa kegiatan PIOnas bertujuan untuk memberikan pelayanan konsultasi yang objektif, lengkap, dan terkini sehingga masyarakat ataupun peminta informasi dapat menggunakan informasi secara baik khususnya dalam penggunaan obat secara efektif, aman dan rasional. PIONas memiliki motto Informasi Obat Cermat, Konsumen Selamat, artinya bahwa pemberian informasi terkait obat dan makanan yang ditanyakan oleh konsumen harus melalui serangkaian prosedur (lampiran 5) sehingga informasi tersebut menjadi valid, jika sudah valid tentunya pasien/konsumen akan mendapat informasi baru tentang apa yang harus dilakukan terkait penggunaan obat dan makanan tersebut. Berdasarkan prosedur layanan PIONas (lampiran 5), konsumen bisa mengajukan pertanyaan atau memohon informasi baik obat dan makanan melalui tatap muka langsung dengan petugas layanan, via email, SMS, Fax dan telepon. Kemudian oleh petugas layanan akan mengklasifikasikan jenis pertanyaan berdasarkan kelengkapan informasi dari penanya. Penjelasan atas jawaban pertanyaan diberikan maksimal 3 hari kerja (lengkap informasi) atau 5-7 hari kerja dengan pemberitahuan sebelumnya dari mulai pertanyaan diberikan. Kegiatan yang kami lakukan selama PKPA di Bidang Informasi Obat ( 10 12 September 2013) terkait PIONas adalah ikut melakukan penelusuran informasi untuk menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan oleh konsumen. Pencarian informasi dan literatur dilakukan melalui internet dan layanan perpustakaan yang menyediakan berbagai macam literatur.

41 Layanan yang kedua adalah layanan perpustakaan, seperti juga telah disampaikan dalam BAB III bahwa perpustakaan Badan POM berperan sebagai sumber informasi untuk mendukung seluruh jajaran Badan POM dalam melaksanakan tugas terkait pengawasan Obat dan Makanan. Selain itu, Perpustakaan Badan POM dapat menjadi tempat dimana masyarakat umum dapat mengakses berbagai informasi mengenai Badan POM dan hasil pengawasannya. Dimana mulai tahun 2012, Perpustakaan Badan POM berlangganan jurnal dalam bentuk elektronik sehingga bisa dimanfaatkan oleh seluruh Unit Teknis di Badan POM. Layanan perpustakaan di Perpustakaan Badan POM diadakan untuk mendukung mencapai tujuan Bidang Informasi Obat yaitu, penelusuran informasi yang luas dan valid melalui penyediaan berbagai macam buku-buku dan literatur, dan adanya katalogisasi koleksi perpustakaan baik secara manual maupun berupa online catalog/online public access catalogue (Katalog Online/Online Public Access Catalogue (OPAC). Informasi koleksi yang dimaksud adalah berbagai jenis koleksi literatur yang dikumpulkan, baik buku-buku teks maupun buku-buku referensi serta berbagai laporan BPOM yang terkait dengan obat dan makanan. Selama pelaksanaan PKPA, kami juga menggunakan layanan perpustakaan Badan POM untuk melakukan pencarian literatur. Alur layanan pemustaka Perpustakaan Badan POM dapat dilihat pada lampiran 6 Kegiatan Bidang Informasi Obat yang ketiga adalah penerbitan produk informasi. Penerbitan informasi yang dimaksud adalah diantaranya pembuatan dan penerbitan artikel, buku kompendia, leaflet dan brosur. Salah satu produk yang menjadi brand image Badan POM adalah InfoPOM. Penerbitan InfoPOM dilaksanakan 2 bulan sekali (buletin). Pada tahun 2013 telah diterbitkan 2 buletin InfoPOM Volume 14 yaitu edisi No. 1 bulan Januari Februari dan edisi No. 2 bulan Maret April. 4.2 Bidang Informasi Keracunan Bidang informasi keracunan sebagai salah satu bagian dari Pusat Informasi Obat dan Makanan, menjadi salah satu bidang yang memegang peranan penting sebagai Pusat Informasi Keracunan Nasional (National Poison Information

42 Center). Bidang Informasi Keracunan lebih dikenal dengan SIKer Nas (Sentra Informasi Keracunan Nasional). Fungsi utamanya adalah menjadi rujukan informasi yang terkait dengan keracunan dalam rangka mendukung pengawasan obat dan makanan. Dengan adanya SIKer Nas, diharapkan masyarakat dapat memperoleh informasi terkait dengan keracunan dengan lebih mudah dan cepat sehingga dapat mencegah terjadinya keracunan (menurunkan angka kejadian keracunan dan kematian akibat keracunan). Program yang dijalankan melalui KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) Bidang Informasi Keracunan terbagi dalam dua sub bidang yaitu layanan informasi keracunan dan toksikovigilans. Sub Bidang Layanan Informasi Keracunan bertugas memberikan layanan informasi dan konsultasi terkait dengan keracunan. Sedangkan Sub Bidang Toksikovigilans bertugas melakukan kegiatan yang terkait dengan toksikovigilans, seperti mengumpulkan data kasus/insiden yang berhubungan dengan keracunan di Indonesia yang kemudian diolah menjadi informasi yang bermanfaat tentang gambaran kasus keracunan yang terjadi di Indonesia. Bidang toksikovigilans menggunakan aplikasi yang disebut SPIMKer ( Sistem Pelayanan Informasi Masyarakat Keracunan) untuk mengolah data kasus/insiden keracunan tersebut. Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker di bidang Informasi keracunan, dilaksanakan tanggal 13,16, 17 Sepetember 2013. Selama tiga hari tersebut mahasiswa diberikan pembekalan terkait dengan tugas dan fungsi Bidang Infromasi Keracunan. Tugas yang diberikan berupa pembuatan monografi informasi keracunan untuk dimasukkan kedalam Katalog Informasi Keracunan. Monografi ini berisi tentang informasi obat dan bahan kimia beresiko keracunan, identifikasi bahaya jika terkena paparan bahan tersebut, informasi pertolongan pertama dan cara penanggulangan jika terjadi keracunan. Tugas monografi yang diberikan contohnya Dekstrometorfan, metanol, dan metilendiamin metamfetamin (MDMA). Dalam penyusunan monografi, sumber yang digunakan adalah jurnal-jurnal ilmiah yang didapatkan dari website yang valid dan teraktual serta dari buku teks yang menjelaskan informasi terkait keracunan. Beberapa sumber tersebut diantaranya berasal dari Kent Olson Poisoning & Drug Overdose, Martindale

43 36 th ed, USP 32, Inchem IPCS (International Programme on Chemical Safety), IARC (International Agency for Research on Cancer), CDC NIOSH (US National Institute for Occupational Safety and Health), OSHA (US- Occupational Safety & Health Administration), EPA (US - Environmental Program Agency), ToxinZ (New Zaeland), material safety data sheet (MSDS) dari bahan yang dikeluarkan oleh produsen dll. Mahasiswa juga diberikan pelatihan mengenai aplikasi SPIMKer yang digunakan oleh sub bidang toksikovigilans. Pelatihan berupa melakukan proses input data kasus keracunan ke dalam aplikasi. Data keracunan yang diperoleh berasal dari 50 rumah sakit yang ada di Indonesia dan berdasarkan laporan tahun 2012 data keracunan yang tertinggi adalah akibat obat dan NAPZA. Kendala yang dihadapi petugas bidang toksikovigilan dalam memetakan kasus keracunan adalah akibat pencatatan/dokumentasi adanya kasus keracunan di RS yang belum baik, sehingga beberapa informasi atau data yang diperoleh tidak lengkap atau kurang representatif. 4.3 Bidang Teknologi Informasi Bidang teknologi informasi sebagai salah satu bidang di pusat Informasi Obat dan Makanan memiliki tugas melaksanakan penyusunan rencana dan program serta evaluasi kegiatan teknologi informasi. Bidang Teknologi Informasi dibagi menjadi 2 sub bidang, yaitu sub bidang aplikasi dan sub bidang Perangkat Keras dan Perangkat Lunak (PKPL). Sub bidang aplikasi memiliki tugas secara umum melakukan penyusunan dan pembakuan program aplikasi dan sistem data di lingkungan Badan POM. Aplikasi yang difasilitasi oleh teknologi informatika (TI) dibagi menjadi 2 macam yaitu, internal dan eksternal (publik). Aplikasi internal terdiri dari : a. SIPT (Sistem Informasi Pelaporan Terpadu) Aplikasi SIPT merupakan salah satu media komunikasi antara Balai dan Pusat. Dimana aplikasi ini digunakan untuk mengirimkan data hasil dari inspeksi yang dilakukan oleh Balai Besar/Balai POM ke Badan POM.

44 Badan POM yang memutuskan hasil inspeksi tersebut apakah Memenuhi Syarat (MS) atau Tidak Memenuhi Syarat (TMS). Aplikasi ini merupakan media komunikasi untuk Pelaporan antara Balai dan Pusat. Aplikasi ini diharapkan dapat mendukung kinerja Badan POM dalam pengawasan post market. Aplikasi eksternal (public) terdiri dari : Aplikasi eksternal ini dikembangkan untuk menunjang fungsi Badan POM sebagai goverment agency (GA) yang menjalankan fungsi layanan publik. Beberapa aplikasi itu diantaranya: - E-Registration & E-Notifikasi Kosmetik Pengembangan e-registrasi dilakukan untuk memudahkan pengguna terutama produsen untuk mendaftarkan produk yang akan diedarkan. Hingga tahun 20113 ini, badan POM telah menerima prose e-registrasi untuk produk obat copy, pangan low risk, suplemen dan obat tradisional. Sementara itu untuk kosmetik juga dikembangkan proses E-Notifikasi Kosmetik. Notifikasi dilakukan sebelum kosmetik itu beredar. Masa berlaku notifikasi dalam jangka waktu 3 tahun, setelah jangka waktu berakhir notifikasi pemohon harus memperbaharui notifikasinya. Dengan adanya e-notifikasi diharapkan bisa mempermudah pendaftar untuk mendapatkan nomor notifikasi produk yang akan diedarkan. - E-BPOM Aplikasi ini digunakan untuk proses importasi, dimana para importir dapat mendaftarkan produk bahan obat atau makanan yang di impor dari luar negeri, online melalui e-bpom, yang kemudian memperoleh Surat Keterangan Impor (SKI) dari Badan POM. Dengan SKI ini, importir akan mudah dalam melakukan proses importasi melewati bea cukai. Sebelum login, importir harus melakukan registrasi terlebih dahulu. Apabila pendaftaran telah selesai dan masuk ke e-bpom, importir harus memasukkan data data informasi dan persyaratan persyaratan terkait produk ke e-bpom, untuk di verifikasi keaslian data tersebut. Jika data sesuai, Badan POM dapat mengeluarkan Surat Keterangan Import (SKI).

45 SKI langsung di kirim ke Departemen Bea dan Cukai melalui Indonesia National Single Windows (INSW). - Web Site Badan POM Selain ketiga aplikasi diatas Bidang Teknologi Informasi juga mengembangkan website dari Badan POM melalui pom.go.id. Pengembangan website ini bertujuan mempermudah pengguna dalam mencari informasi tentang Badan POM secara online, juga memudahkan dalam mencari dan menggunakan link aplikasi aplikasi diatas. Sub Bidang Perangkat Keras Dan Perangkat Lunak (PKPL) mempunyai tugas melakukan maintenance terhadap sistem perangkat keras dan perangkat lunak di seluruh lingkungan badan POM. Kegiatannya berupa dokumentasi dan pengelolaan perangkat teknologi informasi yang ada di BPOM serta menangani keluhan dari users, membangun jalur koneksi internet- VPN, melakukan pengadaan dan pemeliharaan hardware dan software serta jaringan dan koneksi internet dll. Dalam memantau dan menangani adanya keluhan dari user (pengguna), sub bidang PKPL menggunakan aplikasi SPTI (Sistem Pemeliharaan Teknologi Informasi). Selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di bidang teknologi informasi, mahasiswa diberikan materi dan pelatihan mengenai INSW e-bpom, penggunaan SIPT (Sistem Informasi Pelaporan Terpadu), dan mendapatkan tugas untuk input data keluhan users dan solusinya menggunakan aplikasi SPTI (Sistem Pemeliharaan Teknologi Informasi). Selama pelaksanaan tugas, kendala yang dihadapi adalah formulir keluhan data masih dalam bentuk manual (tulisan tangan), sehingga ada beberapa yang sulit dibaca, kemudian akses untuk menjalankan aplikasi ternyata terdapat perubahan perubahan.

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan a. Badan Pengawas Obat dan Makanan memiliki peran yang sangat penting dalam melindungi masyarakat melalui pengawasan terhadap peredaran produk obat, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen dan pangan olahan. b. Dukungan dari sumber daya manusia yang kompeten salah satunya adalah apoteker, turut meningkatkan baiknya kinerja dari Badan POM. c. Pusat Informasi Obat dan Makanan sebagai salah satu bagian dari Badan POM memilik peranan dalam memberi informasi yang valid, akurat dan terbaru kepada masyarakat tentang seluruh kinerja Badan POM, informasi obat dan makanan, informasi dan kasus/insiden keracunan. d. Peran, fungsi, posisi dan tanggung jawab apoteker di Badan POM terutama di unit kerja PIOM dapat disimpulkan sebagai pemberi pelayanan baik dalam informasi obat, informasi keracunan maupun teknologi informasi. 5.2 Saran a. Belum optimalnya kinerja dari mahasiswa PKPA karena keterbatasan waktu pelaksanaan sehingga materi yang diberikan masih terasa sedikit, sehingga perlu dilakukan evaluasi terhadap lama pelaksanaan PKPA. b. Mahasiswa PKPA perlu dilibatkan dalam kegiatan yang berhubungan dengan unit kerja secara keseluruhan, sehingga mahasiswa mendapat gambaran kerja dari unit tersebut pada kondisi yang sebenar-benarnya 46

DAFTAR PUSTAKA Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 02001/SK/KBPOM Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor HK.00.05.21.1732 Tahun 2008 Tentang Grand Strategi Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor HK.00.0521.4231 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Keputusan Kepala Badan POM Nomor 02001/SK/KBPOM Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. Pusat Informasi Obat dan Makanan, Laporan Tahunan PIOM, Tahun 2012. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Badan Pengawas Obat dan Makanan, http://www.pom.go.id. Diakses September 2013. Badan Pengawas Obat dan Makanan, http://ik.pom.go.id. Diakses September 2013. Badan Pengawas Obat dan Makanan, http://aero.pom.go.id. Diakses September 2013. Badan Pengawas Obat dan Makanan, http://asrot.pom.go.id. Diakses September 2013. Badan Pengawas Obat dan Makanan, http://e-reg.pom.go.id. Diakses September 2013. Badan Pengawas Obat dan Makanan, http://e-bpom.pom.go.id. Diakses September 2013. 47

48 Lampiran 1. Struktur organisasi Badan POM RI KEPALA BADAN INSPEKTORAT SEKRETARIAT UTAMA 1. Biro Perencanaan dan Keuangan 2. Biro Kerjasama Luar Negeri 3. Biro Hukum dan Humas 4. Biro Umum Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional Pusat Penyidikan Obat Makanan Pusat Riset Obat dan Makanan Pusat Informasi Obat dan Makanan DEPUTI I Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA 1. Direkterot Penilaian Obat dan Produk Biologi 2. Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT 3. Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT 4. Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT 5. Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan zat Adiktif. DEPUTI II Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen 1. Direkterot Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik. 2. Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, kosmetik dan Produk Komplemen 3. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetika dan Produk Komplemen 4. Direktorat Obat Asli Indonesia DEPUTI III Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya 1. Direktorat Penilaian Keamanan Pangan 2. Direktorat Standardisasi Produk Pangan 3. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Produk Pangan 4. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan 5. Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya Unit Pelaksanaan Teknis BPOM

49 Lampiran 2: Struktur Organisasi Pusat Informasi Obat Dan Makanan

50 Lampiran 3 : Subweb Informasi Obat

51 Lampiran 4: Aplikasi IONI

52 Lampiran 5: Prosedur Layanan PIONas dan SIKerNas Penanya memberika pertanyaan/permintaan informasi bisa melalui Tatap Muka, Telepon, Email, SMS, Faks, Surat dengan menyebutkan identitas diri dan informasi lengkap terkait pertanyaan. Petugas Layanan memberikan respon awal. Petugas Layanan menggali latar belakang penanya dan pertanyaan dan/atau meminta informasi tambahan. Petugas Layanan melakukan penelusuran literatur secara sistematis dengan syarat literatur bersifat valid, obyektif, dan terkini Petugas layanan memformulasikan jawaban sesuai kajian literatur dan disesuaikan dengan informasi-informasi dan penanya Petugas Layanan menyampaikan jawaban kepada penanya dan menerima feedback Apabila penanya tidak puas terhadap layanan dapat menyampaikan pengaduan/kririk/saran/masukan melalui prosedur layanan pengaduan Jika ada feedback/ pertanyaan lanjutan dari penanya, maka petugas layanan mencatatnya. Petugas melakukan proses memformulasikan jawaban dan menyampaikannya jawaban kepada penanya sebagai suatu layananpermintaan baru melalui siklus prosedur yang sama Petugas Layanan mengisi aplikasi layanan informasi obat sebagai pencatatan kegiatan layanan Petugas Layanan memformulasikan pertanyaan dan jawaban menjadi katalog layanan untuk dapat menjadi rujukan kembali.

53 Lampiran 6 : Alur Layanan Pemustaka Perpustakaan Badan POM Pengunjung Mengisi Buku Tamu Menyimpan Barang Di Loker Online Public Access Pencarian Di Rak Khusus untuk Pegawai Badan POM Kembali 1 Minggu/Diperpanjang g Berikan ke petugas untuk Dicatat Pinjam Membaca Dikembalikan Ke Rak oleh Petugas Tinggalkan Di Meja Baca 53

54 Lampiran 7. Tampilan website informasi keracunan (ik.pom.go.id) Lampiran 8. Tampilan website katalog informasi keracunan

55 Lampiran 9. Tampilan formulir permintaan informasi bidang informasi keracunan Lampiran 10. Tampilan formulir laporan kasus keracunan di masyarakat

56 Lampiran 11. Diagram media layanan publik e- recruitment e- notifikasi Media Layanan Publik e - bpom e - registration e- procurement

57 Lampiran 12. Diagram media informasi Produk Teregistrasi Berita Aktual Subsite Informasi Obat (IO) IONI Peraturan Public Warning

58 Lampiran 13: Tampilan website Badan POM (pom.go.id) 58

59 Lampiran 14. Tampilan subsite sistem notifikasi kosmetik online Lampiran 15. Tampilan subsite registrasi akun AeRo

60 Lampiran 16. Tampilan subsite Pra-registrasi Obat Copy Baru (aero.pom.go.id) Lampiran 17. Tampilan subsite e-registrasi obat tradisional

61 Lampiran 18. Tampilan subsite e-registrasi produk pangan (e-reg.pom.go.id/)

UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS KHUSUS LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PUSAT INFORMASI OBAT DAN MAKANAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 2 24 SEPTEMBER 2013 PERAN BIDANG INFORMASI KERACUNAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN SEBAGAI POISON INFORMATION CENTER DI INDONESIA RIYON FAJARPRAYOGI, S.Farm. 1206330053 ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014

UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS KHUSUS LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PUSAT INFORMASI OBAT DAN MAKANAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 2 24 SEPTEMBER 2013 PERAN BIDANG INFORMASI KERACUNAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN SEBAGAI POISON INFORMATION CENTER DI INDONESIA Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker RIYON FAJARPRAYOGI, S.Farm. 1206330053 ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014 ii

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR LAMPIRAN... iv BAB 1 PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan... 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 2.1 Pusat Informasi Keracunan... 3 2.2 Kriteria Pusat Infomasi Keracunan yang Ideak... 3 2.3 Poison Information Center di Indonesia... 7 2.4 Peran Pusat Informasi Keracunan Nasional... 8 BAB 3 PEMBAHASAN... 10 BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN... 12 4.1 Kesimpulan... 12 4.2 Saran... 12 DAFTAR ACUAN... 13 iii

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Grafik Kasus Keracunan Nasional Tahun 2011 Berdasarkan Kelompok Penyebab... 14 Lampiran 2. Grafik Insiden Keracunan Nasional Tahun 2011 Berdasarkan Kelompok Penyebab... 14 Lampiran 3 Produk Informasi yang dihasilkan... 15 Lampiran 4. Program Sosialisasi... 19 iv

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman diikuti dengan kemajuan teknologi dan informasi, menuntut setiap orang untuk terus bergerak mengembangkan diri agar tidak tergerus oleh bergulirnya teknologi dan informasi. Kemajuan teknologi di bidang farmasi dan pangan, menyebabkan perkembangan produk produk farmasi dan pangan. Produk yang dihasilkan selalu dituntut mutu, keamanan dan khasiat/kemanfaatannya. Namun, motif ekonomi menyebabkan masalah mutu, keamanan dan khasiat/kemanfaatannya terkadang menjadi diabaikan. Banyak produk produk yang diedarkan mengandung bahan berbahaya yang berpotensi menimbulkan masalah kesehatan bagi orang yang mengkonsumsinya, contohnya adalah masalah keracunan. Tingginya kasus/insiden keracunan didunia, patut menjadi perhatian berbagai pihak. Oleh karena itu pada tahun 1980 dicanangkan suatu program yang diberi nama IPCS (International Program on Chemical Safety) oleh WHO, ILO, UNEP. Pada tahun 1986, IPCS merekomendasikan agar setiap Negara memiliki satu Poison Information Centre (PIC) sebagai salah satu realisasi dari health for all by the year 2000, dimana tercantum pernyataan bahwa setiap manusia mempunyai hak untuk mendapatkan informasi yang relevan mengenai pencegahan dan penanganan keracunan. Poison Information Center atau Poison Control Center adalah sebuah unit yang memberikan informasi dan manajemen keracunan serta informasi tentang diagnosis, pentatalaksanaan, usaha pencegahan dan manajemen bahaya keracunan. Tujuan utama dari PIC adalah untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat keracunan dan meningkatkan kesehatan pasien berkaitan dengan kualitas hidupnya. Pelayanan informasi keracunan juga dapat mengurangi biaya yang harus dikeluarkan pasien pada kasus keracunan karena tidak perlu mendatangi fasilitas kesehatan dan rumah sakit. Bidang Informasi Keracunan Pusat InformasiObat dan Makanan Badan POM, mengelola Sentra Informasi Keracunan Nasional. Sentra Informasi 1

2 Keracunan Nasional (SikerNas) sebagai satu-satunya Pusat Informasi Keracunan Nasional, melakukan pengelolaan kasus/kejadian keracunan yang ada di Indonesia. Pada pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Pusat Informasi Obat dan Makanan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, penulis menyusun tugas khusus mengenai kinerja dan pelaksanaan kegiatan Bidang Informasi Keracunan Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagai Poison Information Center. Tugas khusus ini disusun selama pelaksanaan PKPA di Badan Pengawas Obat Makanan Periode 2 24 September 2013. 1.2 Tujuan Penyusunan tugas khusus ini bertujuan untuk: a. Mengetahui tugas, fungsi dan kegiatan Pusat Informasi Keracunan. b. Meengetahui peranan Poison Information Center yang ada di Indonesia.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pusat Informasi Keracunan Pusat informasi Keracunan adalah unit khusus yang menyediakan informasi mengenai keracunan, yang secara prinsip untuk seluruh masyarakat. Fungsi utamanya adalah penyediaan informasi toksikologi dan pemberian saran, manajemen kasus keracunan, penyediaan jasa analisis laboratorium, kegiatan toxicovigilance, penelitian, dan pendidikan dan pelatihan dalam pencegahan dan pengobatan keracunan. Sebagai bagian dari perannya dalam toxicovigilance, pusat informasi keracunan menyarankan dan secara aktif terlibat dalam pengembangan, implementasi, dan evaluasi langkah-langkah untuk pencegahan keracunan. Tujuan utama dari PIC adalah untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat keracunan dan meningkatkan kesehatan pasien berkaitan dengan kualitas hidupnya. Pelayanan informasi keracunan juga dapat mengurangi biaya yang harus dikeluarkan pasien pada kasus keracunan karena tidak perlu mendatangi fasilitas kesehatan dan rumah sakit. Pusat Informasi Keracunan harus berkoordinasi dengan badan-badan yang bertanggung jawab lainnya dalam mengembangkan rencana kontingensi dan untuk menangani adanya kejadian luar biasa (KLB) keracunan, ikut memantau keracunan akibat efek samping obat, dan penanganan masalah penyalahgunaan zat. Dalam memenuhi peran dan fungsinya, masing-masing badan perlu bekerja sama tidak hanya dengan organisasi serupa, tetapi juga dengan lembaga-lembaga lain yang terkait dengan pencegahan dan penanganan keracunan. 2.2 Kriteria Pusat Informasi Keracunan yang Ideal Sebuah National Poison Center yang ideal, melakukan manajemen kasus keracunan, memiliki kelengkapan informasi, staf multidisiplin yang kompeten dan memiliki kemampuan yang baik dalam pencarian informasi, komunikasi dan melakukan riset terkait tingginya kasus keracunan serta melakukan analisis data, sebagai tambahan memiliki laboratorium analisis toksikologi. Selain hal diatas National Poison Center yang ideal juga melakukan pelatihan-pelatihan kepada tenaga profesioanl kesehatan dalam penanganan kasus keracunan. 3

4 2.2.1 Organisasi Pusat Informasi Keracunan Mayoritas Pusat Informasi keracunan terletak di rumah sakit dan tersambung ke layanan kesehatan publik di negara pada tingkat nasional atau regional. Keseluruhan pusat informasi keracunan baik lokal, nasional maupun regional harus saling berkoordinasi untuk mengmebangkan database keracunan di suatu wilayah atau negara. Selain itu pusat informasi keracunan juga diharapkan memiliki laboratorium analisis untuk pemeriksaan/ analisis racun sebagai pelengkap pelayanan kepada pasien. Dukungan finansial juga penting untuk mengoperasikan PIC secara efektif. Pemerintah harus berkomitmen menawarkan dukungan keuangan dan untuk Pusat Informasi keracunan, seperti yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat. Pusat ini juga dapat tetap independen dan otonom dengan menghasilkan pendapatan sendiri. a. Staf Beberapa negara maju yang telah menjalankan pusat informasi keracunan secara terintegrasi biasanya dikelola oleh seorang dokter (Direktur medis), seorang apoteker (Direktur teknis), administrator, ahli keracunan dengan jumlah yang memadai dan sekretaris. Spesialis informasi keracunan bisa seorang apoteker/perawat/dokter. Spesialis informasi racun harus seorang tenaga kesehatan yang dapat berinteraksi dengan dokter sambil menyediakan layanan konsultatif dan menginterpretasikan informasi dasar Toksikologi. Pendidikan seorang apoteker, dan latar belakang pengetahuannya tentang produk obat, farmakokinetik, farmakologi, interaksi obat, reaksi merugikan obat, penggunaan obat terapeutik dan pengalaman klinis, menempatkan profesi apoteker dalam posisi unik untuk berkontribusi dalam layanan informasi keracunan. Integrasi ilmu pengetahuan dengan keterampilan pengambilan informasi, evaluasi informasi obat, sejarah pengobatan pasien dan keterampilan komunikasi telah menjadi aset yang kuat untuk apoteker untuk tampil sebagai spesialis informasi keracunan. Tanggung jawab dari Direktur medis dan teknis adalah untuk mempromosikan riset, mengumpulkan dana dan melakukan pengembangan layanan informasi lebih lanjut. Para ahli informasi racun harus dilatih dengan baik untuk melaksanakan fungsi dasar dari pusat. Tanggung jawab spesialis informasi racun meliputi;

5 penyediaan informasi racun, penyusunan protokol standar, menjaga catatan akurat semua pertanyaan, berpartisipasi dalam pendidikan berkelanjutan, memperbarui dan memelihara sumber informasi dan untuk melaksanakan kegiatan penelitian. Idealnya pusat informasi keracunan adalah layanan darurat dan harus buka 24 jam sehari, 7 hari seminggu dan 365 hari setahun. Oleh karena itu 8-10 spesialis informasi racun dan setidaknya 2-3 ahli toksikologi medis diperlukan.. 2.2.2 Lokasi Pusat informasi racun dapat beroperasi secara efektif dengan berbagai jenis struktur organisasi seperti badan pemerintah, rumah sakit, sekolah kedokteran, toksikologi atau lembaga kesehatan masyarakat. Namun, lebih baik jika pusat informasi keracunan berhubungan erat dengan unit klinis yang merawat pasien keracunan dan dengan analisis laboratorium. Apapun lokasi yang dipilih, harus menjadi tujuan dari fasilitas untuk beroperasi 24 jam sehari sepanjang tahun. 2.2.3 Fasilitas dan Sumber Daya Informasi Pusat Informasi Keracunan harus memiliki fasilitas untuk penyimpanan, pengambilan dan penyebaran informasi pada semua jenis racun. Informasi ini sebagian besar berasal dari database komputer atau buku khusus dan jurnal (fasilitas perpustakaan yang memadai). Saluran telepon yang didedikasikan (sebaiknya bebas pulsa) harus tersedia untuk menerima dan menjawab panggilan telepon dari tenaga medis dan masyarakat umum. Nomor telepon ini harus dikenal luas. Fasilitas untuk e-mail, fax dan juga harus berada di tempat. Penyusunan database informasi racun dan keracunan bisa bersumber dari database internasional seperti Kent Olson Poisoning & Drug Overdose, Inchem IPCS (International Programme on Chemical Safety), IARC (International Agency for Research on Cancer), CDC NIOSH (US National Institute for Occupational Safety and Health), OSHA (US- Occupational Safety & Health Administration), EPA (US - Environmental Program Agency), ToxinZ (New Zaeland), dan lain-lain. Penyediaan laboratorium analisis toksikologi juga penting dalam menunjang kinerja pusat informasi keracunan. Dimana laboratorium juga harus memiliki staf yang memadai dan peralatan untuk melaksanakan analisis yang penting dalam kasus-kasus keracunan di kawasan ini.

6 2.2.3 Pelayanan Informasi Tanggungjawab penuh spesialis informasi racun dalam menangani permintaan informasi racun dan keracunan. Untuk menangani permintaan tersebut, spesialis informasi racun harus memiliki keterampilan yang baik dalam berkomunikasi dengan jelas dan ringkas untuk dapat menyajikan informasi yang ada. Hal ini diperlukan untuk membangun dan memelihara hubungan kerja yang efektif dengan masyarakat umum yang meminta informasi (baik dalam keadaan darurat dan situasi lainnya) serta organisasi toksikologi yang lain. Ahli informasi keracunan harus memiliki keterampilan bereaksi dengan tenang dan efektif dalam situasi darurat dan stres. Mampu mengidentifikasi orang yang berpotensi serius dan memerlukan penanganan medis segera, atau orang orang yang resiko toksiknya minimal sehingga dapat sangat membantu dalam memanajemen resiko keracunan secara efektif. Dimana, pasien dapat terbantu dengan informasi yang diberikan, tanpa perlu ke dokter atau rumah sakit Jika terdapat pertanyaan rumit yang informasi tidak tersedia atau penanya tidak puas dengan informasi yang diberikan, maka spesialis informasi racun harus kosultasi baik dengan manajer / direktur atau konsultan toksin klinis dan meminta saran dari seorang ahli. 2.2.4 Program Jaminan Kualitas Program jaminan kualitas sangat penting untuk PIC. Program jaminan kualitas formal yang harus dikembangkan dan dilaksanakan secara terus menerus di PIC untuk layanan yang disediakan. Tujuan pelaksanaan program jaminan kualitas adalah untuk meningkatkan kualitas layanan yang diberikan dan dengan demikian meningkatkan hasil kesehatan pasien. Program jaminan kualitas harus mencakup indikator kinerja dan metode evaluasi untuk memantau kualitas, kelayakan, ketepatan waktu rekomendasi manajemen atau perawatan, dan efektivitas layanan. Selain itu, program jaminan kualitas juga membantu dalam mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah pasien, yang bertujuan meningkatkan perawatan pasien secara tepat waktu. Badan Pimpinan PIC harus mengadakan Rapat secara berkala untuk membahas dan mengambil keputusan pada tindakan korektif dan strategi peningkatan kualitas mengenai kerumitan kasus, keluhan untuk PIC, statistik

7 kasus keracunan di rumah sakit, tinjauan protokol manajemen, kegiatan pendidikan dan pencegahan kasus racun. Sebagai bagian dari program peningkatan kualitas, pendapat pakar dari konsultan toksin klinis dapat dijadikan panduan dalam peningkatan kualitas program yang dijalankan. 2.3 Poison Information Center di Indonesia Di Indonesia, pendirian sebuah National Poison Center sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 1995 yang dinamakan Sentra Informasi Keracunan, dibawah institusi Dirjen POM saat itu. Sejak tahun 2000, SIKer berada di bawah struktur Pusat Informasi Obat dan Makanan (PIOM), Badan Pengawas Obat dan Makanan yang selanjutnyadisebut sebagai Bidang Informasi Keracunan. Pada tahun 2004 Bidang Informasi Keracunan/SIKer mengembangkan layanan informasi keracunan di 26 Balai Besar/Balai POM tepatnya di Bidang/Seksi Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen. Pada tahun 2010 dilakukan penambahan Balai POM yang baru di 4 provinsi baru di Indonesia (Gorontalo, Pangkal Pinang, Batam dan Serang). SIKer di Badan POM dikenal sebagai SIKer Nasional dan SIKer di Balai Besar/Balai POM dikenal sebagai SIKer Daerah. Bidang Informasi Keracunan/ SIKer adalah suatu unit kerja yang secara aktif mencari dan mengumpulkan data/informasi keracunan dan menyiapkan serta menyajikannya secara teliti, cermat, dan benar sebagai informasi yang di berikan ke masyarakat luas, profesional kesehatan, serta instansi pemerintah/swasta yang membutuhkan. Sentra Informasi Keracunan (SIKer) adalah suatu unit yang khusus menyediakan informasi keracunan bagi masyarakat yang membutuhkannya. Fungsi utamanya adalah menjadi rujukan informasi yang terkait dengan keracunan dalam rangka mendukung pengawasan Obat dan Makanan melalui : 1. Pelayanan permintaan informasi terkait dengan keracunan baik dari internal Badan POM maupun masyarakat luas serta berperan aktif dalam pemberian informasi kepada masyarakat untuk mencegah kejadian keracunan 2. Penyediaan informasi/data yang terkait dengan keracunan mulai dari bahan sampai kepada tatalaksana penanganan keracunan seperti potensi bahaya bahan kimia rumah tangga, potensi bahaya penggunaan kemasan

8 pangan, potensi bahaya penggunaan kosmetik yang tidak memenuhi syarat, informasi pertolongan pada korban keracunan, informasi antidotum, informasi laboratorium untuk pengujian bahan atau sampel penyebab keracunan dll 3. Kegiatan toksikovigilans dalam rangka pencegahan keracunan SIKerNas memiliki motto Dengan Informasi Yang Tepat Kita Cegah Kejadian Keracunan. Berdasarkan motto tersebut peran SIKerNas sebagai layanan informasi keracunan dalam rangka pencegahan adanya kejadian/kasus keracunan atau pemberian pertolongan pertama terhadap kejadian keracunan, belum benar-benar menjadi National Poison Center yang sekaligus melakukan riset tentang tingginya kasus/insiden keracunan di Indonesia, serta menjadi acuan penanganan kejadian keracunan. Dipicu oleh hal tersebut, dibentuklah sub bidang toksikovigilan yang mempunyai peran dalam melakukan research dengan observasi secara aktif, mengidentifikasi, melakukan investigasi dan evaluasi kasus/insiden keracunan yang terjadi, sebagai upaya mengurangi atau meniadakan resiko keracunan dan pencegahan terjadinya kasus keracunan yang berulang. Sebagai langkah awal pelaksanaan toksikovigilan, bidang Informasi keracunan melakukan pemetaan terhadap kasus keracunan yang terjadi di Rumah Sakit, 50 rumah sakit dilibatkan dalam hal ini. 2.4 Peran Pusat Informasi Keracunan Nasional Secara jelas, pusat informasi keracunan memiliki peran yang sangat besar yaitu: 2.4.1 Information Provider Informasi tentang manajemen dan penanganan keracunan, meskipun tersedia tetapi tidak mudah diperoleh secara tepat waktu, sehingga terkadang menyulitkan pengelolaan pasien keracunan. Disini adalah peran Pusat Informasi keracunan untuk mengatasi masalah ini dengan melakukan manajemen terhadap database pusat racun dan memberikan informasi tentang keracunan yang mudah diaksesoleh orang banyak. Jaringan ini memiliki pusat dengan spesialis berpengalaman dalam berbagai aspek farmakologi dan toksikologi yang akan

9 menjadi panduan yang memungkinkan baik dokter untuk lebih baik mengelola pasien mereka, dan juga masyarakat umum. 2.4.2 Toksikovigilans Selain berperan secara proaktif dalam pengelolaan pasien keracunan, Pusat Infromasi Racun juga berperan sangat penting dalam memantau tren terbaru dalam kasus/kejadian keracunan. Aspek toxicovigilance akan meningkatkan kesadaran terhadap adanya kasus/kejadian keracunan, sehingga deteksi dini dan pengobatan keracunan dapat dilaksanakan. Tujuan pelaksanaan toksikovigilans adalah untuk meningkatkan deteksi dini wabah keracunan sebagai langkah pencegahan keracunan. Ini akan membantu meminimalkan paparan bahan berbahaya ke masyarakat. 2.4.3 Kegiatan Komunikasi, Informasi dan Edukasi Dalam melaksanakan tugas dan fungsiny, Pusat Informasi Racun melakukan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) terkait dengan keracunan kepada masyarakat serta stakeholder. Salah satu produk informasi yang cukup efektif dengan melakukan KIE terkait dengan keracunan adalah melalui kegiatan penyuluhan, seminar ilmiah dan kepada masyarakat yang langsung meminta baik melalui email, telepon maupun SMS. Target kegiatan KIE terkait keracunan adalah masyarakat umum yang memerlukan informasi terkait keracunan, baik mengenai bahan atau produk yang beresiko menimbulkan keracunan, cara pencegahan keracunan, penatalaksanaan keracunan, dan pertolongan pertama pada keracunan. 2.4.4 Meningkatkan cost effectiveness akibat kasus keracunan Pemberian informasi yang tepat dan cepat dapat membantu pasien yang tingkat resiko akibat keracunannya minimal sehingga pasien tidak perlu ke dokter atau rumash sakit. Hal ini dapat meminimalkan biaya yang dikeluarkan oleh pasien yang mengalami kasus keracunan.

BAB 3 PEMBAHASAN Sebagai satu-satunya Pusat Informasi Keracunan di Indonesia, SIKerNas menjadi bagian yang sangat penting bagi masyarakat di Indonesia, karena memberikan layanan terkait keracunan untuk masyarakat seluruh indonesia. Kegiatan SIKer selain dalam pemberian layanan informasi, juga melakukan penyebaran informasi dalam rangka upaya pencegahan keracunan dan sosialisasi SIKer sehingga lebih dikenal oleh masyarakat. Kegiatan ini dilakukan melalui Talk Show di Radio dan TV, penyuluhan langsung kepada ibu rumah tangga, tim penggerak PKK, ibu ibu Majelis ta lim, anak-anak sekolah, karyawan industri rumah tangga, dan tokoh masyarakat, pameran atau presentasi dalam seminar, workshop atau kegiatan lainnya yang serupa,. Meskipun demikian, kegiatan SIKerNas dirasa kurang optimal dimata masyarakat, walaupun sudah maksimal yang dilaksanakan. Selaian usaha sosialisasi diatas, SIKer Nasional berkoordinasi dengan SIKer Daerah sebagai baris depan pusat informasi keracunan perlu melakukan kejasama dengan berbagai pihak untuk menunjang kerja pusat informasi keracunan di daerah. Kerjasama dapat dilakukan dengan rumah sakit, dinas kesehatan dan institusi perguruan tinggi. Dalam membangun jejaring (network) ini perlu adanya kesadaran dari masing masing pihak. Badan POM sebagai satu satunya yang mengelola Pusat Informasi Keracunan, secara tidak langsung berkewajiban melakukan pembinaan kepada pihak lain yang tentunya memiliki SDM dan fasilitas yang memadai untuk menjadi pusat informasi keracunan, sambil terus membenahi diri. Kerjasama dengan pihak rumah sakit sudah dilakukan dengan program toksikovigilans yang melakukan pemetaan kasus/insiden keracunan. Data yang diperoleh dari 50 Rumah sakit seluruh Indonesia belum representatif karena belum mencakup keseluruhan lokasi di indonesia (sebagian besar masih di Jakarta). Namun, hal ini sebuah sebagai terobosan besar dalam upaya memperoleh gambaran tentang data keracunan di Indonesia. Sehingga dapat ditentukan strategi yang tepat dalam meminimalkan kasus/insiden keracunan. Namun selain melakukan pemetaan data, SIKer dapat mendorong pihak rumas sakit untuk menjadi pusat antidot nasional, 10

11 dimana dengan adanya hal ini, memudahkan distribusi antidot untuk penanganan kasus keracunan. Kerjasama dengan perguruan tinggi yang memiliki beberapa rumpun ilmu kesehatan yang biasanya dilengkapi dengan laboratorium analisis, dan bekerjasama secara multidisiplin (dokter, farmasi, perawat, ahli toksikologi dll) penting dilakukan. Hal ini akan meningkatkan jumlah riset dan memudahkan pendataan kasus/insiden keracunan tanpa Badan POM terlibat langsung. Riset sendiri penting dilakukan, dalam menetapkan strategi pencegahan dan penanganan kejadian/kasus keracunan. Riset yang dilakukan dapat berupa kajian tentang penyebab tingginya kejadian luar biasa keracunan di suatu daerah, usaha penanganan yang bisa dilakukan dan keadaan lain yang kaitannya dengan kasus/kejadian keracunan dimana penyebabnya sulit ditemukan Kerjasama dengan rumah sakit dan perguruan tinggi dipelbagai daerah menyebabkan Badan POM menjadi pencetus bagi tumbuhnya pusat informasi keracunan local yang saling terintegrasi, semakin banyaknya PIC lokal tentu perlindungan kepada masyarakat terkait bahaya dan keracunan dapat lebih dapat baik hasilnya.

12 BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Pusat Informasi Keracunan memiliki tugas dalam memberikan informasi terkait keracunan, pencegahah sejak dini kasus/kejadian keracunan, penanganan/ pemberian pertolongan pertama terhadap korban kasus/ kejadian keracunan. Pusat Infromasi Keracunan juga melakukan pengolahan data toksikovigilan untuk pemetaan kasus keracunan sebagai strategi pencegahan terulangnya atau penyebaran kasus/kejadian keracunan tersebut. Sentra Informasi Keracunan Nasional (SikerNas) yang dikelola Bidang Informasi Keracunan Badan POM memiliki peran yang sangat vital dalam pengembangan pelayanan atas informasi, penanganan kasus/kejadian keracunan di Indonesia. 4.2 Saran Bidang Informasi Keracunan Badan Pengawas Obat dan Makanan, melalui Sistem Informasi Keracunan, harus terus mengembangkan perannya sebagai satusatunya Pusat Infromasi dan Data Keracunan di Indonesia. Peran selain sebagai pemberi layanan informasi, juga dapat menjadi acuan dalam penanganan kasus keracunan di Indonesia, penanganan dalam hal ini bukan hanya sekedar pertolongan pertama. Kerjasama dengan RS, dan perguruan tinggi di berbagai daerah, dapat meningkatkan peran Pusat informasi Keracunan tersebut.

13 DAFTAR ACUAN Shobha et al. 2011. Poison Information Center-An Overview ot its Significace, Organization and Functioning. Indian Journal of Pharmacy Practice Vol. 4. Hal 14 19. Jou-Fang. 2010. The Challenge of Poison Control Centers in Asia Pacific. Journal of Occupational Safety and Health Vol. 18. Hal 244-255. Alvin et al.2011. 2010 Annual Report of the American Association of Poison Control Centers NPDS:28th Annual Report. Clinical toxicology 49. Hal 91-941 BPOM RI. 2012. Laporan Tahunan Pusat Informasi Obat dan Makanan Badan POM RI tahun 2012. Jakarta.

14 Lampiran 1. Grafik Kasus Keracunan Nasional Tahun 2011 berdasarkan Kelompok Penyebab Lampiran 2. Grafik Insiden Keracunan NASIONAL Yang Terjadi di Tahun 2011 berdasarkan Kelompok Penyebab

15 Lampiran 3. Produk Informasi yang dihasilkan Jika terjadi keracunan Obat dan Makanan Jangan Panik segera dapatkan informasi dengan menghubungi Telp. 021-4259945 (08.00-16.30 wib) HP. 0813 10826879 (di luar jam kerja) Leaflet Artikel Note : Jika anda memerlukan dapat menghubungi Sentra Informasi Keracunan Nasional Badan POM

16 Lampiran 3. Produk Informasi yang dihasilkan (lanjutan) a. Katalog Informasi Keracunan Katalog Informasi Keracunan merupakan salah satu sumber informasi untuk layanan informasi keracunan, berisi informasi tentang berbagai macam bahan berisiko keracunan yang sebagian besar tentang bahanbahan kimia untuk penggunaan dalam industri seperti produk kosmetik, kimia rumah tangga dll. Informasi yang tersedia mencakup spesifikasi bahan dan bahaya potensial, risiko terpapar, gejala-gejala keracunan, upaya pengamanan dan petunjuk penanggulangannya b. Buku Pedoman Pertolongan Keracunan untuk Puskesmas Buku Pedoman ini ditujukan sebagai buku pegangan bagi petugas kesehatan di Puskemas dalam menangani kasus-kasus keracunan akut yang mencakup 75 jenis pedoman pertolongan pada keracunan yang meliputi keracunan bahan kimia, pestisida, kontaminan pada makanan dan racun alam.

17 Lampiran 3. Produk Informasi yang dihasilkan (lanjutan) c. Buku Pedoman Penatalaksanaan Keracunan untuk Rumah Sakit Buku Pedoman penatalaksanaan keracunan ini ditujukan sebagai buku pegangan bagi dokter yang bertugas di instalasi gawat darurat di rumah sakit khususnya tipe C dan D yang menangani kasus-kasus keracunan akut. Mencakup 50 jenis pedoman penatalaksanaan keracunan yang meliputi obat, bahan kimia industri dan rumah tangga, pestisida dan racun alam. d. Kompendia Informasi Keracunan untuk Toko Kimia Kompendia Informasi Keracunan ini mencakup antara lain sifat kimia dan fisika, penggunaannya, bahaya terhadap kesehatan, pertolongan pertama jika terjadi keracunan, cara penyimpanan yang benar dan penanganan jika terjadi tumpahan. Kompendia ini terdiri dari Buku I dan II yang mencakup 100 jenis bahan kimia yang umumnya ditemukan di toko kimia dan datanya diperoleh dari hasil survei Sentra Informasi Keracunan Nasional.

18 e. Buku Penyuluhan/Penyebaran Informasi untuk Petugas SIKer Buku ini ditujukan untuk buku pegangan petugas SIKer baik nasional maupun daerah, yang ditujukan untuk menunjang penyebarluasan informasi yang terkait dengan keracunan kepada masyarakat sehingga dapat menjadi cerdas dan mawas diri terhadap produk/bahan yang berisiko menimbulkan keracunan. Buku ini terdiri dari 5 jenis topik/judul yaitu pencegahan keracunans ecara umum, keracunan akibat kontaminasi pangan, keracunan akibat penggunaan pestisida yang tidak tepat, keracunan akibat racun alam dan keracunan akibat penggunaan produk kimia rumah tangga yang tidak tepat.

19 Lampiran 4. Program Sosialisasi