BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Matahari merupakan sumber energi terbesar di Bumi. Tanpa Matahari

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tari Fitriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi Matahari mengalami perubahan secara periodik dalam skala waktu

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Studi literatur ini dilakukan dengan menganalisis keterkaitan

DAMPAK AKTIVITAS MATAHARI TERHADAP CUACA ANTARIKSA

KAJIAN AWAL ABSORPSI IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA FMIN (FREKUENSI MINIMUM) DI TANJUNGSARI

BAB I PENDAHULUAN. Tidak hanya di Bumi, cuaca juga terjadi di Antariksa. Namun, cuaca di

ABSTRACT ABSTRAK 1 PENDAHULUAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. yang landas bumi maupun ruang angkasa dan membahayakan kehidupan dan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menerapkan metode deskripsi analitik dan menganalisis data

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yoana Nurul Asri, 2013

SEMBURAN RADIO MATAHARI DAN KETERKAITANNYA DENGAN FLARE MATAHARI DAN AKTIVITAS GEOMAGNET

CUACA ANTARIKSA. Clara Y. Yatini Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN RINGKASAN

STUDI PUSTAKA PERUBAHAN KERAPATAN ELEKTRON LAPISAN D IONOSFER MENGGUNAKAN PENGAMATAN AMPLITUDO SINYAL VLF

KESETARAAN KECEPATAN GELOMBANG KEJUT SEMBURAN RADIO MATAHARI TIPE II DAN LONTARAN MASSA KORONA

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//

KETERKAITAN AKTIVITAS MATAHARI DENGAN AKTIVITAS GEOMAGNET DI BIAK TAHUN

KAJIAN STUDI KASUS PERISTIWA PENINGKATAN ABSORPSI LAPISAN D PADA TANGGAL 7 MARET 2012 TERHADAP FREKUENSI KERJA JARINGAN KOMUNIKASI ALE

PENGUAPAN KROMOSFER YANG TERKAIT DENGAN FLARE TANGGAL 13 MEI 2013 (CHROMOSPHERIC EVAPORATION RELATED TO THE MAY 13, 2013 FLARE)

TELAAH MODEL NUMERIK MEKANISME TERJADINYA FLARE DI MATAHARI

ANALISIS ASOSIASI SEMBURAN RADIO MATAHARI TIPE III DENGAN FLARE SINAR-X DAN FREKUENSI MINIMUM IONOSFER

PENGARUH PERUBAHAN fmin TERHADAP BESARNYA FREKUENSI KERJA TERENDAH SIRKIT KOMUNIKASI RADIO HF

ANALISIS SEMBURAN RADIO MATAHARI TIPE II SEBAGAI PREKURSOR KEMUNGKINAN TERJADINYA BADAI MAGNET BUMI

MATAHARI SEBAGAI SUMBER CUACA ANTARIKSA

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini dilakukan indentifikasi terhadap lubang korona, angin

PENGUKURAN TEMPERATUR FLARE DI LAPISAN KROMOSFER BERDASARKAN INTENSITAS FLARE BERBASIS SOFTWARE IDL (INTERACTIVE DATA LANGUAGE) Abstrak

PENENTUAN INDEKS IONOSFER T REGIONAL (DETERMINATION OF REGIONAL IONOSPHERE INDEX T )

BADAI MATAHARI DAN PENGARUHNYA PADA IONOSFER DAN GEOMAGNET DI INDONESIA

ANALISA KEJADIAN LUBANG KORONA (CORONAL HOLE) TERHADAP NILAI KOMPONEN MEDAN MAGNET DI STASIUN PENGAMATAN MEDAN MAGNET BUMI BAUMATA KUPANG

KARAKTERISTIK LONTARAN MASSA KORONA (CME) YANG MENYEBABKAN BADAI GEOMAGNET

SEMBURAN RADIO MATAHARI SEBAGAI INDIKATOR CUACA ANTARIKSA

BAB I PENDAHULUAN. Kelancaran berkomunikasi radio sangat ditentukan oleh keadaan lapisan E

BAB III METODE PENELITIAN

Semburan Radio Tipe III Sebagai Indikator... (Suratno et al.)

DISTRIBUSI POSISI FLARE YANG MENYEBABKAN BADAI GEOMAGNET SELAMA SIKLUS MATAHARI KE 22 DAN 23

Varuliantor Dear Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, Pusat Sains Antariksa, LAPAN RINGKASAN

LEDAKAN MATAHARI PEMICU ANOMALI DINAMIKA ATMOSFER BUMI

ANCAMAN BADAI MATAHARI

BAB 1 PENDAHULUAN. Aktivitas Matahari merupakan faktor utama yang memicu perubahan cuaca

PENENTUAN POSISI LUBANG KORONA PENYEBAB BADAI MAGNET KUAT

RESPON IONOSFER TERHADAP GERHANA MATAHARI 26 JANUARI 2009 DARI PENGAMATAN IONOSONDA

HUBUNGAN GAMMA-RAY BURST DAN SUPERNOVA

SOAL UJIAN PRAKTEK ASTRONOMI OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2014 CALON PESERTA INTERNATIONAL EARTH SCIENCE OLYMPIAD (IESO) 2015

ANALISIS PENURUNAN INTENSITAS SINAR KOSMIK

Buldan Muslim Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, Pusat Sains Antariksa, Lapan ABSTRACT

Analisis Pengaruh Lapisan Ionosfer Terhadap Komunikasi Radio Hf

Antiremed Kelas 12 Fisika

Variasi Pola Komponen H Medan Geomagnet Stasiun Biak Saat Kejadian Solar Energetic Particle (SEP) Kuat Pada Siklus Matahari Ke-23

METODE PEMBACAAN DATA IONOSFER HASIL PENGAMATAN MENGGUNAKAN IONOSONDA FMCW

PERBANDINGAN ANTARA MODEL TEC REGIONAL INDONESIA NEAR-REAL TIME DAN MODEL TEC GIM (GLOBAL IONOSPHERIC MAP) BERDASARKAN VARIASI HARIAN (DIURNAL)

BAB I PENDAHULUAN. Matahari adalah sebuah objek yang dinamik, banyak aktivitas yang terjadi

YANG TERKAIT DENGAN LUBANG KORONA TANGGAL 22 AGUSTUS 2010

Analisis Terjadinya Flare Berdasarkan Pergeseran Sudut Rotasi Group Sunspot pada Bulan Januari Maret 2015 Melalui LAPAN Watukosek

ANALISIS AKURASI PEMETAAN FREKUENSI KRITIS LAPISAN IONOSFER REGIONAL MENGGUNAKAN METODE MULTIQUADRIC

Analisis Kejadian Corona Mass Ejection (CME) dan Solar Wind di Stasiun Geofisika Kampung Baru Kupang (KPG)

Wardaya College. Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer. Mata Pelajaran Fisika Tahun Ajaran 2017/2018. Departemen Fisika - Wardaya College

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

LAPISAN E IONOSFER INDONESIA

KALIBRASI MAGNETOMETER TIPE 1540 MENGGUNAKAN KALIBRATOR MAGNETOMETER

MANAJEMEN FREKUENSI DAN EVALUASI KANAL HF SEBAGAI LANGKAH ADAPTASI TERHADAP PERUBAHAN KONDISI LAPISAN IONOSFER

DISTRIBUSI KARAKTERISTIK SUDDEN STORM COMMENCEMENT STASIUN BIAK BERKAITAN DENGAN BADAI GEOMAGNET ( )

ANALISIS PERBANDINGAN DEVIASI ANTARA KOMPONEN H STASIUN BIAK SAAT BADAI GEOMAGNET

MODEL SPEKTRUM ENERGI FLUENS PROTON PADA SIKLUS MATAHARI KE-23

KARAKTERISTIK GAMMA-RAY BURST

VARIASI UNSUR BERAT BERDASARKAN PENGAMATAN SATELIT ACE/SIS PADA PERISTIWA PARTIKEL MATAHARI TAHUN 2006

KEMUNCULAN LAPISAN E SEBAGAI SUMBER GANGGUAN TERHADAP KOMUNIKASI RADIO HF

BAB III METODE PENELITIAN

IDENTIFIKASI LUAS DAERAH AKTIF DI MATAHARI PENYEBAB KEJADIAN BADAI GEOMAGNET

Jiyo Peneliti Fisika Magnetosferik dan Ionosferik, Pusat Sains Antariksa, Lapan ABSTRACT

Copyright all right reserved

PENERAPAN METODE POLARISASI SINYAL ULF DALAM PEMISAHAN PENGARUH AKTIVITAS MATAHARI DARI ANOMALI GEOMAGNET TERKAIT GEMPA BUMI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Analisis Terjadinya Flare Berdasarkan Pergeseran Sudut Rotasi Group Sunspot pada Bulan Januari Maret 2015 Melalui LAPAN Watukosek

BAB III METODE PENELITIAN

PENENTUAN INDEKS AKTIV1TAS MATAHARI EKSTRIM HARIAN

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

ANALISIS KEJADIAN SPREAD F IONOSFER PADA GEMPA SOLOK 6 MARET 2007

FISIKA MODERN UNIT. Radiasi Benda Hitam. Hamburan Compton & Efek Fotolistrik. Kumpulan Soal Latihan UN

Analisis Distribusi Temperatur Atmosfer Matahari saat Gerhana Matahari Total 9 Maret 2016 di Palu, Sulawesi Tengah

ANALISIS PERGERAKAN BINTIK MATAHARI Dl DAERAH AKTIF NOAA 0375

FREKUENSI KOMUNIKASI RADIO HF DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PELURUHAN GAMMA ( ) dengan memancarkan foton (gelombang elektromagnetik) yang dikenal dengan sinar gamma ( ).

KETERKAITAN AKTIVITAS MATAHARI DENGAN VARIABILITAS IONOSFER DAN DAMPAKNYA PADA KOMUNIKASI RADIO DAN NAVIGASI BERBASIS SATELIT DI INDONESIA.

SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL SMP SELEKSI TINGKAT KABUPATEN/KOTA TAHUN 2007

PEMANFAATAN PREDIKSI FREKUENSI KOMUNIKASI RADIO HF UNTUK MANAJEMEN FREKUENSI

POTENSI PEMANFAATAN SISTEM APRS UNTUK SARANA PENYEBARAN INFORMASI KONDISI CUACA ANTARIKSA

ANALISIS KOMPATIBILITAS INDEKS IONOSFER REGIONAL [COMPATIBILITY ANALYSIS OF REGIONAL IONOSPHERIC INDEX]

LIPUTAN AWAN TOTAL DI KAWASAN SEKITAR KHATULISTIWA SELAMA FASE AKTIF DAN TENANG MATAHARI SIKLUS 21 & 22 DAN KORELASINYA DENGAN INTENSITAS SINAR KOSMIK

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07)

Oleh : Chatief Kunjaya. KK Astronomi, ITB

Materi Pendalaman 03 GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK =================================================

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini, data harian yang diambil merupakan data sekunder

CHAPTER I RADIASI BENDA HITAM

MODEL VARIASI HARIAN KOMPONEN H JANGKA PENDEK BERDASARKAN DAMPAK GANGGUAN REGULER

BAB I PENDAHULUAN. Subhan Permana Sidiq,2014 FAKTOR DOMINAN YANG BERPENGARUH PADA JUMLAH BENDA JATUH ANTARIKSA BUATAN SEJAK

Transkripsi:

26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode dan Desain Penelitian 3.1.1 Metode penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus mempergunakan data semburan radio Matahari tipe II yang berkaitan dengan CME dan flare untuk diujinya secara temporal. Setelah terbukti bahwa ketiga peristiwa tersebut berkaitan secara temporal, selanjutnya melakukan pengujian secara kinematis. Untuk memudahkan analisis, dipilih data untuk nilai-nilai ekstrem pada setiap komponennya. Pada data semburan radio Matahari tipe II, dipilih data semburan radio Matahari tipe II yang sinyalnya tampak jelas. Parameter yang diperoleh dari data semburan radio Matahari tipe II adalah waktu awal kemunculan dan waktu akhir semburan radio, serta frekuensi awal dan frekuensi akhir sinyal semburan radio Matahari tipe II (MHz). Parameter yang diperoleh dari data CME adalah waktu kejadian (UT), ketinggian awal CME (Rs), posisi (deg), kecepatan linear CME (km/detik), percepatan (m/detik 2 ), massa (gram) dan energi kinetik (erg). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah waktu kejadian (UT), kecepatan linear CME (km/detik) dan ketinggian awal CME.

27 Sedangkan parameter yang diperoleh dari data flare meliputi waktu awal kemunculan flare (UT), waktu puncak flare (UT), waktu berakhirnya flare (UT), lokasi daerah aktif di Matahari, kelas flare dan intensitas sinar-x yang dipancarkan (W/m 2 ). Untuk pertimbangan perbandingan energi yang dilepaskan, data flare yang digunakan adalah data flare untuk semua kelas flare yang berkaitan dengan kejadian semburan radio Matahari tipe II. Selanjutnya semua informasi semburan radio Matahari tipe II, CME dan flare tersebut dipadukan untuk mengetahui keterkaitan antara semburan radio Matahari tipe II, CME dan flare pada tahun 2009-2010. 3.1.2 Desain penelitian Penelitian ini dilakukan di Stasiun Pengamat Dirgantara (SPD), LAPAN Tanjungsari, Sumedang, sedangkan pengolahan data dilakukan penulis di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Bandung. Desain penelitian dapat diuraikan di dalam diagram alur penelitian seperti pada gambar 3.1.

28

29 Semburan Radio Matahari tipe II CME Flare Waktu kemunculan semburan radio Selisih frekuensi Pergeseran frekuensi Laju penurunan frekuensi Frekuensi Ketinggian awal Ketinggian awal CME Selisih ketinggian semburan radio tipe II dengan CME Keterkaitan semburan radio Matahari tipe II dengan CME Kecepatan shock-cme Waktu kemunculan CME Selisih waktu kemunculan semburan radio Matahari tipe II dengan CME N Energi kinetik shock CME ekivalen Waktu kemunculan flare Keterkaitan shock- CME dengan flare Klasifikasi Energi Kelas Flare Intensitas sinar-x dari Flare Keterkaitan semburan radio Matahari tipe II, CME dan flare Gambar 3.1. Diagram Alur Penelitian

30 3.2 Peralatan Lapangan yang Digunakan Data semburan radio Matahari tipe II diperoleh dari hasil pengamatan pada tahun 2009-2010. Peralatan yang digunakan untuk pengamatan semburan radio Matahari tipe II adalah spektrograf radio seperti (gambar 3.2). LAPAN Bandung menggunakan spektrograf model SN4000 yang beroperasi pada rentang frekuensi 57-1800 MHz (pita B, C dan D). Untuk data CME diperoleh dengan cara mengunduh dari situs (http://cdaw.gsfc.nasa.gov/cme_list/index.html) dan data flare diperoleh dengan cara mengunduh dari situs (http://www.ngdc.noaa.gov/stp/solar/ftpsolarflares.html). Gambar 3.2. Peralatan monitoring aktivitas Matahari spektrograf radio (kiri) dan Spektrograf radio18 MHz-1800MHz (kanan) (Sumber: Stasiun Pengamat Dirgantara Tanjungsari - LAPAN) 3.3 Tahapan Penelitian 3.3.1 Persiapan Objek dalam penelitian ini adalah semburan radio Matahari tipe II, CME, dan flare. Tahapan awal dari penelitian ini yaitu dengan melakukan studi literatur objek yang diteliti.

31 3.3.2 Pengambilan data Tabel 3.1. Pengambilan Data Data Semburan Radio Matahari Tipe II CME Flare Sumber Data 1 Hasil pengamatan Matahari di stasiun pengamat dirgantara (SPD) Tanjungsari Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa (LAPAN) 1. Culgoora Observatory Australia http://www.ips.gov.au 1. Hasil pengamatan dengan instrumen Large Angle Spectrometric Coronagraph (LASCO) yang dipasang pada satelit Solar and Heliospheric Observatory (SOHO) dan tersedia pada SOHO LASCO CME katalog (http://cdaw.gsfc.nasa.gov/cme_list/index.html) 1. National Geophysical Data Center (NGDC) untuk kejadian yang berkaitan dengan semburan radio tipe II dan CME. (http://www.ngdc.noaa.gov/stp/solar/ftpsolarflares.html) 3.3.3 Pengolahan data Pengolahan data dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: a. Pengolahan data semburan radio Matahari tipe II Parameter yang diperoleh dari data semburan radio Matahari tipe II adalah waktu awal kemunculan dan waktu akhir semburan radio (UT), serta frekuensi awal dan akhir sinyal semburan radio Matahari tipe II (MHz). Dari data frekuensi dapat diperoleh informasi mengenai ketinggian awal semburan radio Matahari tipe II dalam satuan jejari Matahari (R s ), dengan menggunakan persamaan (Newkirk:1961):.. (3.1) H rb : Ketinggian semburan radio Matahari tipe II N merupakan kerapatan elektron di korona

32..(3.2) Kerapatan elektron di korona berbeda untuk keadaan Matahari tenang dan Matahari aktif. Newkirk (1961) menetapkan nilai N 0 = 4,2 x 10 4 untuk kondisi Matahari tenang. Pada kondisi aktif, kerapatan plasma korona ini meningkat dengan faktor hampir 2 kali lipat. Caroubalos et al (2004), mengemukakan konstanta N 0 sebesar 8,3 x 10 4 untuk kondisi Matahari aktif. Selain itu juga dari data frekuensi awal dan frekuensi akhir dapat diperoleh data mengenai selisih frekuensi dan selanjutnya dibandingkan dengan selisih waktu awal dan akhir semburan radio sehingga diperoleh informasi mengenai pergeseran frekuensi atau laju penurunan frekuensi tiap menit (MHz/menit). b. Pengolahan data CME Data awal yang diperoleh berupa waktu kejadian (UT), ketinggian awal CME (Rs), posisi (deg), kecepatan linear CME (km/detik), percepatan (m/detik 2 ), massa (gram) dan energi kinetik (erg). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah waktu kejadian CME (UT), ketinggian awal CME (Rs) dan kecepatan linear CME (km/detik). Dengan membandingkan ketinggian awal CME dan ketinggian awal semburan radio Matahari tipe II serta waktu kemunculan CME dengan waktu kemunculan semburan radio Matahari tipe II maka diperoleh selisih ketinggian dan selisih waktu keduanya. Setelah diketahui perbandingan antara selisih ketinggian semburan radio Matahari tipe II dengan CME dan selisih waktu kemunculan antara semburan radio Matahari tipe II dengan CME, maka diperoleh kecepatan shock-cme (km/detik). Jika diketahui kecepatan shock-cme selanjutnya akan diketahui

33 energi kinetik ekivalen shock-cme yang diturunkan dari kecepatan shock- CME dengan kerapatan elektron untuk ketinggian awal gelombang kejut. c. Pengolahan data flare Data awal flare diperoleh waktu awal kemunculan flare, waktu maksimum, waktu berakhirnya flare, posisi daerah aktif di Matahari, Intensitas sinar-x yang dipancarkan dan klasifikasinya (kelas flare). Data yang digunakan adalah waktu kemunculan flare, intensitas sinar-x yang dipancarkan (W/m 2 ) dan klasifikasi flare. Klasifikasi flare ini didasarkan pada banyaknya fluks gelombang elektromagnet yang sampai ke Bumi. Tingkat fluks ini akan sebanding dengan kekuatan flare dan akan sebanding dengan tingkat energi yang dipancarkan oleh flare. 3.4 Analisis dan Interpretasi 3.4.1 Analisis keterkaitan semburan radio matahari dan CME secara temporal Untuk mengetahui hubungan antara semburan radio Matahari tipe II dan CME secara temporal dilakukan dengan cara membuat rajah posisi (ketinggian) sumber semburan radio Matahari tipe II dalam satuan jejari Matahari (R/Rs) terhadap waktu (UT) yang digabungkan dengan data posisi gerakan CME dari deteksi LASCO. Jika dari hasil rajah data tersebut menunjukan adanya kesinambungan antara semburan radio Matahari tipe II dengan CME, hal ini dapat berarti bahwa semburan radio Matahari benar-benar berkaitan dengan CME secara temporal. Setelah diketahui adanya keterkaitan secara temporal antara semburan

34 radio Matahari tipe II dengan CME selanjutnya dilakukan analisis kinematis terhadap data peristiwa tersebut. 3.4.2 Analisis keterkaitan semburan radio matahari tipe II dengan CME Untuk mengetahui keterkaitan semburan radio Matahari tipe II dengan CME dibandingkan kecepatan shock-cme dengan laju penurunan frekuensi semburan radio Matahari tipe II agar dapat dilihat kesesuaiannya. Jika terdapat kesesuaian antara kedua kecepatan ini, berarti kecepatan shock-cme kemungkinan besar merupakan proses fisis yang direpresentasikan oleh sinyal semburan radio tipe II. 3.4.3 Analisis keterkaitan CME dengan flare Untuk melakukan analisis keterkaitan antara CME dengan flare, digunakan pendekatan perbandingan energi, yaitu dengan membandingkan energi kinetik ekivalen shock-cme dan klasifikasi kelas flare untuk dapat melihat kesesuaiannya. Hal ini dikarenakan klasifikasi flare didasarkan pada banyaknya fluks gelombang elektromagnet. Tingkat fluks ini akan sebanding dengan kekuatan flare dan sebanding juga dengan tingkat energi yang dipancarkan oleh flare. 3.4.4 Analisis keterkaitan semburan radio matahari tipe II, CME dan flare Analisis ini dilakukan dengan memadukan hasil analisis dari keterkaitan antara semburan radio Matahari tipe II dengan CME dan keterkaitan antara CME dengan flare untuk mengetahui keterkaitan antara semburan radio Matahari tipe II, CME, dan flare dengan menggunakan pendekatan kinematis antara tahun 2009

35 2010. Keterpaduan analisis semuanya ini untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat.