BAB I PENGANTAR. Prarancangan Pabrik Biodiesel Berbahan Baku Tanaman Non-Pangan Biji Kemiri Sunan dengan Kapasitas 100.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Prarancangan Pabrik Biodiesel dari Biji Tembakau dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENGANTAR. Prarancangan Pabrik Biodiesel Berbahan Baku Minyak Kemiri Sunan dengan Kapasitas ton/tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi Bahan Bakar Diesel Tahunan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. produksi biodiesel karena minyak ini masih mengandung trigliserida. Data

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Oleh : PABRIK BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI (METODE FOOLPROOF)

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

METANOLISIS MINYAK KOPRA (COPRA OIL) PADA PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KONTINYU MENGGUNAKAN TRICKLE BED REACTOR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

BAB 2 DASAR TEORI. Universitas Indonesia. Pemodelan dan..., Yosi Aditya Sembada, FT UI

Tugas Perancangan Pabrik Kimia Prarancangan Pabrik Amil Asetat dari Amil Alkohol dan Asam Asetat Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan harga BBM membawa pengaruh besar bagi perekonomian bangsa. digunakan semua orang baik langsung maupun tidak langsung dan

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave)

BAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

: Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT.

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN

4 Pembahasan Degumming

BAB I PENDAHULUAN. Minyak bumi merupakan bahan bakar fosil yang bersifat tidak dapat

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI DALAM KOLOM PACKED BED. Oleh : Yanatra NRP.

PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENELITIAN PENGARUH ALIRAN LAMINER DAN TURBULEN TERHADAP PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MENGGUNAKAN REAKTOR OSILATOR. Oleh:

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini dunia sedang menghadapi kenyataan bahwa persediaan minyak. bumi sebagai salah satu tulang punggung produksi energi semakin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi

Prarancangan Pabrik Margarin dari Palm Oil Minyak Sawit dengan Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum mengenal bahan bakar fosil, manusia sudah menggunakan biomassa

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Dibagi menjadi: biofuel (5%), panas bumi (5%), biomasa nuklir, tenaga air dan tenaga angin (5%), batu bara cair (2%)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBUATAN BIODIESEL TANPA KATALIS DENGAN AIR DAN METHANOL SUBKRITIS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB II PUSTAKA PENDUKUNG. Ketersediaan energi fosil yang semakin langka menyebabkan prioritas

II. DESKRIPSI PROSES

lebih ramah lingkungan, dapat diperbarui (renewable), dapat terurai

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi bahan bakar minyak tahun 2005 (juta liter) (Wahyudi, 2006)

PENGARUH KONSENTRASI NaOH DAN Na 2 CO 3 PADA SINTESIS KATALIS CaOMgO DARI SERBUK KAPUR DAN AKTIVITASNYA PADA TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN

KINETIKA REAKSI DAN OPTIMASI PEMBENTUKAN BIODIESEL DARI CRUDE FISH OIL PENELITIAN

LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL PENGEMBANGAN REAKSI ESTERIFIKASI ASAM OLEAT DAN METANOL DENGAN METODE REAKTIF DISTILASI

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH ABU KULIT BUAH KELAPA SEBAGAI KATALIS DALAM PEMBUATAN METIL ESTER DENGAN BAHAN BAKU MINYAK SAWIT MENTAH (CRUDE PALM OIL)

Soal Open Ended OSN PERTAMINA 2015 Bidang Kimia. Algae Merupakan Bahan Bakar Terbarukan

I. PENDAHULUAN. Bahan bakar minyak adalah sumber energi dengan konsumsi terbesar di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

MODIFIKASI PROSES IN SITU ESTERIFIKASI UNTUK PRODUKSI BIODIESEL DARI DEDAK PADI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGGUNAAN CANGKANG BEKICOT SEBAGAI KATALIS UNTUK REAKSI TRANSESTERIFIKASI REFINED PALM OIL

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1 Prarancangan Pabrik Dietil Eter dari Etanol dengan Proses Dehidrasi Kapasitas Ton/Tahun Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah

LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL (TAHUN KE II)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

A. Sifat Fisik Kimia Produk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Esterifikasi Asam Lemak Bebas Dari Minyak Goreng Bekas

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan konsumsi minyak goreng meningkat. Selain itu konsumen

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PRODUKSI BIOFUEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN KATALIS PADAT CaO/γ-Al 2 O 3 dan CoMo/γ-Al 2 O 3

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Prarancangan Pabrik Metil Salisilat dari Asam Salisilat dan Metanol dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENGANTAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Prarancangan Pabrik Gliserol dari Epiklorohidrin dan NaOH Kapasitas Ton/Tahun Pendahuluan

c. Kenaikan suhu akan meningkatkan konversi reaksi. Untuk reaksi transesterifikasi dengan RD. Untuk percobaan dengan bahan baku minyak sawit yang

Pembuatan Gliserol Karbonat Dari Gliserol (Hasil Samping Industri Biodiesel) dengan Variasi Rasio Reaktan dan Waktu Reaksi

BAB I PENDAHULUAN. Prarancangan Pabrik Dimetil Eter Proses Dehidrasi Metanol dengan Katalis Alumina Kapasitas Ton Per Tahun.

Transkripsi:

BAB I PENGANTAR Latar Belakang Bahan bakar minyak yang berasal dari fosil masih menjadi pilihan utama untuk pemenuhan kebutuhan bahan bakar kendaraan bermotor di Indonesia. Beberapa alasan untuk hal tersebut adalah mengenai kemudahan, dan familiaritasnya. Sayangnya, hal ini tidak didukung oleh ketersediaan cadangan bahan bakar fosil yang memadai. Menurut kepala SKK Migas, cadangan minyak yang Indonesia miliki saat ini hanya akan bertahan sampai tahun 2025 tanpa ditemukan sumur minyak baru. Itu berarti pilihan yang ada selanjutnya adalah melakukan eksplorasi sumber miyak baru atau impor minyak mentah. Akan tetapi dengan harga minyak mentah yang terus melonjak di pasar internasional, penggunaan bahan bakar terbarukan untuk menggantikan bahan bakar minyak perlu untuk mulai dipertimbangkan dengan lebih serius. Kondisi ini mendorong berbagai pihak meningkatkan penggunaan energi terbarukan dan ramah lingkungan. Biodiesel merupakan salah satu energi terbarukan yang banyak dikembangkan. Biodiesel adalah campuran multikomponen mono-alkil ester berantai panjang yang tersusun dari asam asam lemak turunan dari minyak nabati dan lemak hewan (Herbinet et al., 2007). Biodiesel memberikan solusi dalam bentuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Selain itu, biodiesel memiliki banyak kelebihan, diantaranya ramah lingkungan karena tidak menghasilkan emisi sulfur, mengurangi pemanasan global, bisa meningkatkan kinerja mesin tanpa merubah mesin, meningkatkan nilai ekonomi dari produksi minyak nabati dan lemak hewani, dapat dihancurkan oleh mikroorganisme, dan tidak beracun (Fan, X. dan Burton J., 2009). Permasalahan energi nasional jangka panjang menyangkut hal yang berkaitan dengan security of supply dan keberlanjutan penyediaan energi, sehingga dapat mendukung pembangunan dan kebutuhan seluruh rakyat Indonesia dalam jangka panjang. Penyediaan energi jangka panjang mempertimbangkan berbagai aspek lain, seperti lingkungan, ekonomi, dan aspek sosial kemanusiaan. Penerapan teknologi yang maju memerlukan edukasi dan informasi yang cukup agar dapat diterima Danu Purwanugraha 10/301213/TK/36869 1

sebagai bagian budaya masyarakat yang belum pernah berinteraksi dengan berbagai teknologi baru EBT (Energi Baru dan Terbarukan) maupun dampak pemanfaatannya pada sosial kemanusiaan (BPPT, 2010). Biodiesel penting digunakan sebagai bahan bakar ramah lingkungan untuk transportasi dan energi, keduanya diperoleh selaras dengan hal-hal seperti isu ramah lingkungan, daur ulang dan aspek ekonomi. Salah satu bahan baku potensial untuk dijadikaan bahan baku biodiesel adalah tanaman kemiri sunan yang tidak berkompetisi dengan sektor ketahanan pangan. Dengan didirikannya pabrik biodiesel berbahan baku tanaman non-pangan ini diharapkan dapat menunjang ketersediaan energi nasional dan menjadi pelopor penciptaan energi yang ramah lingkungan. Tinjauan Pustaka Bahan Baku Tanaman Kemiri Sunan (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) merupakan tanaman non-pangan yang dapat menghasilkan biji dengan kandungan minyaknya dapat mencapai 50% sehingga potensial untuk dijadikan sebagai sumber bahan baku biodiesel. Tanaman Kemiri Sunan merupakan tanaman konservasi yang bisa dikembangkan di lahan kritis dan bisa menghasilkan minyak nabati sebanyak 115 liter/pohon/tahun atau 18000 liter/ha/tahun ( Herman et al., 2009). Produktivitas pohon Kemiri Sunan berdasarkan umur pohon disajikan dalam tabel 1. Tabel 1. Produksi Biodiesel Kemiri Sunan Per Hektar Danu Purwanugraha 10/301213/TK/36869 2

Analisis fisiko-kimia yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti maupun perseorangan yang tertarik dengan kemiri sunan menyebutkan bahwa kandungan minyak yang terdapat dalam kernel mencapai 50-60 %, dengan komposisi asam lemak seperti tercantum dalam tabel 2. Tabel 2. Komposisi Asam Lemak Kemiri Sunan Jenis Asam Lemak Komposisi (%) Asam Stearat 9 Asam Palmitat 10 Asam Oleat 12 Asam Linoleat 19 Asam Α-Oleostearic 50 (Sudrajat, 1983) Kandungan asam α-oleostearic yang mencapai 50 % inilah yang menyebabkan biji kemiri sunan sangat beracun, sehingga tidak dapat dikonsumsi. Karakteristik minyak yang diekstrak dari kernelnya memiliki berat jenis (25 C) 0,89; bilangan iod 160; bilangan asam 1,7; bilangan penyabunan 192-200; titik leleh2-4 C; dan titik beku - 6,5 C. Selain minyak kemiri sunan, bahan utama dalam proses pembuatan biodiesel ini adalah methanol. Methanol adalah senyawa alkohol dengan satu atom karbon dan satu gugus hidroksil. Methanol biasa digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel karena relatif lebih murah jika dibandingkan dengan ethanol. Danu Purwanugraha 10/301213/TK/36869 3

Penentuan Kapasitas Perancangan Penentuan kapasitas perancangan pabrik biodiesel dari kemiri sunan ini dilakukan dengan meninjau berbagai macam aspek, yaitu sebagai berikut : 1. Ketersediaan Bahan Baku Staf Khusus Presiden Bidang Pangan dan Energi tahun 2012 menginformasikan data sebaran pohon kemiri sunan di Indonesia yang tercantum dalam tabel 2 berikut : Tabel 3. Persebaran Kemiri Sunan di Indonesia No Kota Populasi Pohon Kemiri Sunan (pohon) 1 Jakarta 3.500 2 Bekasi 30.000 3 Kuningan 10.000 4 Majalengka 10.000 5 Jati Gede 10.000 6 Bandung 3.000 7 Ngawi 40.000 8 Lamongan 13.000 9 Nusa Penida Bali 15.000 10 Lombok 14.500 Jumlah 149.000 Populasi pohon di daerah Jawa Barat sebanyak 63.000 pohon. Apabila 50% pohon kemiri sunan produktif maka tersedia bahan baku kemiri sunan yang bisa menghasilkan minyak kemiri sunan sebanyak 3,450 juta/tahun. Data tersebut menunjukan bahwa ketersediaan bahan baku bisa menjamin kelangsungan operasional pabrik. 2. Kebutuhan Biodiesel Kebutuhan biodiesel Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan penggunaan energi Danu Purwanugraha 10/301213/TK/36869 4

terbarukan yang ramah lingkungan. Perkembangan penggunaan biodiesel di Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4. Neraca Biodiesel Indonesia Tahun Kapasitas (kl) Produksi (kl) Export (kl) Domestik 2006 214.943 40.000 35.000 5.000 2007 1.719.195 60.000 39.000 21.000 2008 3.137.931 110.000 75.000 35.000 2009 3.528.092 350.000 200.000 150.000 2010 3.936.138 455.000 235.000 220.000 2011 3.936.138 1.450.000 1.092.000 385.000 2012 4.280.000 2.110.000 1.440.000 670.000 2013 4.280.000 2.200.000 1.300.000 800.000 Kebutuhan biodiesel di Indonesia mencapai 385 juta liter pada tahun 2011 dan meningkat menjadi 670 juta liter pada tahun 2012. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan batas pencampuran dari 5% pada 2011 menjadi 7,5% pada 2012. Data ESDM menunjukkan bahwa konsumsi biodiesel untuk transportasi Januari-17 Juni 2013 hampir mencapai 350 juta liter. Pada tahun 2015 diperkirakan penggunaan biodiesel mencapai 8,8 juta kiloliter sehingga Indonesia kekurangan biodiesel sekitar 6,6 juta kiloliter. Pada tahun 2014-2015 PT Pertamina akan mengadakan lelang pengadaan biodiesel, maka terbuka peluang untuk dapat memasok kebutuhan domestik. Dengan peningkatan penggunaan biodiesel maka akan mengurangi impor solar, sehingga defisit perdagangan indonesia akan menurun secara signifikan. Danu Purwanugraha 10/301213/TK/36869 5

3. Sekala komersil pabrik yang menguntungkan Dalam menentukan kapasitas pabrik, perlu dipilih skala komersil produksi pabrik yang menguntungkan. Berikut ini adalah daftar perusahaan biodiesel yang beroperasi di Indonesia beserta kapasitas produksinya : Tabel 5. Data Pabrik Biodiesel di Indonesia beserta Kapasitas Produksinya. Nama Perusahaan PT. Pelita Agung Agri Industries PT. Petro Andalan Nusantara PT. Cemerlang Energi Perkasa PT. Indo Biofuels Energy PT. Eternal Buana Chemichal Industri PT. Damai Sejahtera Sentosa PT. Pasadena Biofuel Mandiri PT. Multi Kimia Inti Pelangi PT. Primanusa Palma Energi PT. Eterindo Nusa Graha PT. Anugerah Inti Gemanusa PT. Bioenergy Pratama Jaya PT. Oil Tangking PT. Wilmar Bioenergy Indonesia PT. Musim Mas PT. Cilandra PT. Sintong Abadi PT. Energi Alternatif PT. Darmex Biofuels Kapasitas 400.000 MT/tahun 150.000 kl/tahun 400.000 MT/tahun 60.000 Kl/tahun 40.000 MT/tahun 120.000 MT/tahun 10.240 Kl/tahun 14.000 Kl/tahun 24.000 Kl/tahun 40.000 MT/tahun 40.000 MT/tahun 66.000 MT/tahun 504.000 MT/tahun 1.050.000 MT/tahun 420.000 MT/tahun 250.000 MT/tahun 35.000 Kl/tahun 7.000 MT/tahun 150.000 MT/tahun Berdasarkan pertimbangan tersebut, dimana biodiesel mempunyai potensi pasar yang jelas dan luas dengan ketersediaan bahan baku yang cukup, maka Danu Purwanugraha 10/301213/TK/36869 6

kapasitas produksi pabrik biodiesel berbahan baku kemiri sunan ini dipilih 100.0000 ton/tahun. Pemilihan kapasitas sebesar 100.0000 ton/tahun ini dimaksudkan bahwa pabrik ini berada di skala menengah tetapi masih bisa bersaing dengan pabrik lain dan bahan baku yang ada membuat pabrik ini aman dari segi operasionalnya. Pabrik ini diharapkan bisa memberikan kontribusi yang nyata dalam pemenuhan kebutuhan energi nasional dan meningkatkan perekonomian nasional. Penentuan Lokasi Pabrik Lokasi pabrik merupakan salah satu hal yang krusial terhadap lancarnya kegiatan industri. Agar pemilihan lokasi pabrik tepat secara teknis dan ekonomis maka lokasi harus memenuhi beberapa pertimbangan. Pabrik biodiesel direncanakan akan didirikan di Kawasan Industri Mitra, Karawang, Jawa barat dengan pertimbangan : 1. Dekat dengan bahan baku Bahan baku yang digunakan pada pabrik ini adalah biji kemiri sunan. Berdasarkan data Staf Khusus Presiden Bidang Pangan dan Energi tahun 2012, Jawa Barat adalah provinsi dengan populasi pohon kemiri sunan yang tertinggi di Indonesia, populasinya mencapai 60 ribu pohon. Selain itu pemerintah daerah di Jawa Barat sedang mengembangkan tanaman kemiri Sunan dengan melakukan penanaman bibit di Kabupaten Garut dan Majalengka. Selain Kemiri Sunan, bahan baku lain yang dibutuhkan, yaitu methanol didapat dari PT Kaltim Methanol Industri. 2. Kemudahan transportasi Karawang memiliki sarana dan prasarana transportasi yang memadai sehingga memudahkan distribusi bahan, baik bahan baku ataupun produk. Selain itu, Karawang berjarak 60 km dari pelabuhan yang memudahkan dalam pendistribusian bahan baku dari pelabuhan. Danu Purwanugraha 10/301213/TK/36869 7

3. Utilitas dan bahan bakar Karawang berada di kawasan industri sehingga kebutuhan utilitas dengan mudah bisa terpenuhi karena faslitas telah lengkap tersedia, terutama untuk utilitas listrik. Sedangkan suplai bahan bakar gas diperoleh dari PT. PGN. Tbk 4. Kesediaan tenaga kerja Tenaga kerja baik tenaga kerja biasa ataupun tenaga kerja ahli tersedia dalam jumlah yang cukup, karena pabrik terletak di pulau Jawa dimana banyak terdapat Universitas yang siap menyuplai tenaga kerja ahli. 5. Iklim dan gempa Karawang merupakan daerah yang aman, karena tidak termasuk daerah yang rawan bencana, baik itu bencana banjir atau gempa bumi. 6. Regulasi dan perijinan Posisi Karawang yang terletak dalam kawasan industri, memberikan kemudahan dalam mendapatkan segala macam perijinan dari pemerintah setempat. Adanya dorongan dari pemerintah daerah dalam pengembangan industri juga diharapkan dapat memberikan keuntungan tersendiri bagi pabrik ini. Berikut ini adalah Peta Lokasi Kawasan Industri Mitra, Karawang, Jawa Barat : Gambar 1. Peta Lokasi Pendirian Pabrik Biodiesel Berbahan Baku Kemiri Sunan. Danu Purwanugraha 10/301213/TK/36869 8

Pemilihan Proses Proses pembuatan biodiesel dari minyak nabati atau lemak yang paling layak dilakukan menurut Thanh et al adalah sebagai berikut : 1. Mechanical Stirring Method Transesterifikasi antara trigliserida dan alkohol dengan bantuan katalis biasanya dilakukan dalam reactor batch. Langkah pertama, reaktan dipanaskan sampai suhu yang diinginkan, lalu dicampur sempurna dengan pengaduk mekanik. Reaksi transesterifikasi ini menhasilkan Fatty Acid Methyl Ester (FAME) yang merupakan biodiesel. Hasil biodiesel yang diperoleh tergantung dari berbagai macam parameter, seperti jumlah katalis, suhu reaksi, rasio alcohol dan minyak, kecepatan pengadukan dan lain-lain. Dalam praktiknya, produksi biodiesel banyak yang menggunakan Continous Stirred Tank Reactor (CSTR) untuk mencapai kapasitas produksi yang besar serta untuk mendapatkan ukuran reactor yang lebih kecil. Metode produksi biodiesel dengan menggunakan pengadukan mekanik ini adalah metode yang paling banyak digunakan dan cocok untuk katalis homogeny ataupun heterogen. 1.1 Homogeneous Base-Catalyst Transesterification Reaksi transesterifikasi dengan katalis basa seperti senyawa hidoksida dan metoksida memberikan hasil yang bagus ketika minyak yang digunakan berkualitas tinggi (FFA < 1 wt.% and moisture < 0.5 wt.%). Reaksi dijalankan pada suhu 60 65 C dan tekanan atmosferis dengan jumlah alcohol yang berlebih, biasanya methanol. Rasio molar alcohol terhadap minyak yang paling sering digunakan adalah 6:1 atau lebih. Jika digunakan NaOH atau KOH dibutuhkan beberapa jam untuk menyelesaikan reaksi. Basa alkoksi seperti alkaline alkoxides adalah katalis yang paling reaktif karena bisa menghasilkan FAME lebih dari 98% dengan waktu reaksi yang lebih singkat, yaitu 30 menit. Selain itu, katalis metoksida tidak seperti katalis hidroksida yang pemurniannya sulit. Basa hidroksida lebih murah daripada basa alkoksi, tetapi kurang reaktif. Kelemahan utama dari katalis basa adalah tidak bisa digunakan secara langsung pada minyak atau lemak yang mengandung banyak FFA (>1 wt.%). Apabila FFA dinetralisasi oleh basa membentuk sabun dan air maka aktivitas katalis akan menurun. Pembentukan sabun ini menghambat proses pemisahan gliserol dari campuran dan pemurnian FAME dengan air. Penghilangan katalis yang tersabunkan sangat sulit dan memberikan biaya tambahan yang besar dalam produksi biodiesel. Biodiesel yang diperoleh dimurnikan dengan cara pencucian dengan air atau distilasi pada suhu tinggi dan tekanan yang lebih rendah. Danu Purwanugraha 10/301213/TK/36869 9

Pada minyak nabati atau lemak dengan kandungan FFA yang rendah, transesterifikasi dengan katalis basa lebih cepat daripada transesterifikasi dengan katalis asam sehingga secara umum lebih banyak digunakan secara komersial dalam skala industry. 1.2 Homogeneous Acid-Catalyst Transesterification Pada umumnya kandungan terbesar minyak nabati dan minyak hewani adalah trigliserida dan sisanya dalam bentuk asam lemak bebas (Free Fatty Acid/FFA). Oleh karena itu, reaksi yang dominan adalah reaksi transesterifikasi. Sedangkan reaksi esterifikasi dibutuhkan untuk minyak nabati yang memiliki kadar FFA tinggi (>1%). Jika kadar FFA terlalu tinggi maka dapat menyebabkan pembentukan sabun yang bisa membentuk emulsi sehingga akan mengganggu proses transesterifikasi. Adanya sabun pada reaksi transesterifikasi akan menghambat pembentukan produk (metil ester) sehingga hasil yang didapat tidak menunjukkan kenaikan yang signifikan. Sabun pada hasil transesterifikasi akan meningkatkan viskositas dari biodiesel dan mengganggu pemisahan gliserol. Selain itu, dengan adanya sabun maka ada sebagian biodiesel yang terbawa oleh fase air (gliserol) Bahan baku yang mengandung FFA tinggi seperti limbah minyak goreng, Jatropha curcas, rubber, tobacco oils biasanya lebih sering digunakan katalis asam yang berupa asam kuat seperti asam sulfat, asam klorida atau asam fosfat daripada katalis basa karena reaksi yang terjadi tidak menghasilkan sabun. Walaupun katalis asam sangat sensitif terhadap kandungan air dari bahan baku. Dilaporkan bahwa jumlah air yang sedikit (0.1 wt.%) dalam campuran reaksi sangat berpengaruh terhadap jumlah FAME yang dihasilkan oleh transesterifikasi minyak dengan methanol. Jika konsentrasi air 5 wt% maka reaksi akan seluruhnya terhambat. Canakci dan Gerpen melakukan esterifikasi dan transesterifikasi secara simultan dengan katalis asam dimana hasil FAME yang diperoleh lebih dari 90% dengan kandungan air di bawah 0.5 wt% dan kondisi reaksi pada suhu 60 0 C, rasio molar methanol dengan minyak adlah 6:1, asam sulfat sebanyak 3 wt% dan waktu reaksi 96 jam. Kekurangan dari katalis asam adalah dibutuhkan suhu yang lebih tinggi dan reaksi yang lebih lama dan bisa menyebabkan korosi pada peralatan. Selain itu, untuk meningkatkan konversi dari trigliserida dibutuhkan jumlah methanol berlebih yang besar, sehingga harus digunakan rasio molar methanol dengan minyak lebih dari 12:1. Oleh karena itu, untuk mengurangi waktu reaksi, proses dengan katalis asam diadopsi sebagai pretreatment step ketika dibutuhkan untuk mengkonversi FFA menjadi ester. Secara umum, transesterifikasi dengan katalis asam dilakukan pada kondisi rasio molar yang tinggi antara methanol dengan minyak yaitu 12:1, suhu tinggi 80 100 C dan asam kuat seperti asam sulfat. Danu Purwanugraha 10/301213/TK/36869 10

Patil et al melakukan produksi biodiesel dari minyak Jatropha curcas dengan dua langkah dan memberikan hasil maksimum 95% dengan kondisi reaksi : pertama esterifikasi asam, rasio molar methanol dengan minyak 6:1, asam sulfat 0.5 wt%, suhu reaksi 40 ± 5 C dan dilanjutkan transesterifikasi basa, rasio molar methanol dengan minyak 9:1, KOH 2 wt% dan suhu reaksi 60 0 C. 1.3 Heterogeneous Solid-Catalyst Transesterification Kelemahan transesterifikasi basa homogen adalah konsumsi energy yang besar, biaya pemisahan katalis dari campuran reaksi dan pemurnian biodiesel mahal. Oleh karena itu, untuk menurunkan biaya proses pemurnian digunakan katalis padat seperti metal oxides, zeolites, hydrotalcites, dan γ-alumina karena katalis ini mudah dipisahkan dari campuran reaksi dan dapat digunakan kembali. Kebanyakan katalis ini adalah basa atau basa oksida yang ditopang material dengan luas permukaan yang besar. Seperti katalis homogeny, katalis basa padat lebih aktif daripada katalis asam padat. Oksida kalsium dan magnesium teraktivasi. Di alam, CaO dan MgO tersedia dalam jumlah yang melimpah dan secara luas telah digunakan. Ngamcharussrivichai et al. mengkalsinasi domomite yang kandungan utamanya CaCO 3 dan MgCO 3 pada 800 0 C selama 2 jam untuk membuat katalis CaO dan MgO untuk transesterifikasi minyak kelapa sawit. Kondisi optimal yang diperoleh adalah jumlah katalis 6wt% terhadap minyak, rasio molar methanol dengan minyak 30:1, waktu reaksi 3 jam dan suhu reaksi 60 0 C dan hasil FAME 98%. Setelah selesai reaksi, katalis diperoleh kembali dengan sentrifugasi dan dicuci dengan methanol dan digunakan kembali untuk proses selanjutnya. Hasil FAME lebih dari 90% diperoleh sampai pemakaian katalis 7 kali. Huaping et al melakukan transesterifikasi minyak Jatropha curcas dengan methanol dan katalis CaO. Hasil FAME yang diperoleh lebih dari 93% dengan jumlah katalis 1.5 wt%, suhu 70 0 C, rasio molar 9:1 dan waktu reaksi 3,5 jam. Aktivitas katalis padat tergantung dari bagian aktif permukaan CaO atau MgO. Jika permukaan logam oksida tersebut mudah teracuni oleh absorpsi CO 2 dan air di udara membentuk karbonat dan hidroksida, maka aktivitas katalis tersebut menurun seiring berjalannya waktu. Aktivitas katalis tersebut bisa diperbaiki dengan kalsinasi untuk menghilangkan CO 2 dan air pada suhu tinggi. Danu Purwanugraha 10/301213/TK/36869 11

Katalis Padat Basa Activated Oxides of Calcium and Magnesium Alkaline Modified Zirconia, ex Sr/ZrO2 Tri-Potassium (K3PO4) Phosphate Metal Oxides Supported on Silica, ex ZS/Si Mixed Oxides of TiO2 MgO Bahan Baku Palm kernel oil waste cooking oil waste cooking oil waste cooking oil (15 wt.% FFA) waste cooking oil FAME yield, % Jumlah katalis, wt% Rasio molar methanol dengan minyak Suhu Reaksi, 0 C Waktu Reaksi, menit Keterangan 98 6 30:1 60 3x60 Penggunaan katalis bisa 7 kali dengan FAME yield lebih dari 90% 79.7 2.7 29:1 115.5 169 97.3 4 60 120 FAME yield 88% jika digunakan katalis yang telah diregenerasi 98 3 18:1 200 600 rpm, katalis bisa digunakan kembali tanpa ada pengurangan aktivitas 92.3 10 50:1 160 6x60 MT-1-923 comprising a Mg/Ti molar ratio of 1, aktivitas katalis menurun perlahan Danu Purwanugraha 10/301213/TK/36869 12

Katalis padat asam memberikan hasil yang kurang baik jika dibandingkan dengan katalis padat basa. 1.4 Transesterifikasi dengan katalis enzim Enzim yang biasanya digunakan dalam produksi biodiesel adalah lipase. Kelemahan proses katalisis dengan enzim adalah mahalnya harga lipase. Selain itu, ketidakaktifan enzim yang menyebabkan penurunan hasil FAME sebagian besar dibatasi oleh kelarutan enzim dalam methanol. Aplikasi di industri masih jarang karena aspek kelayakan dan tantangan teknisnya. Kondisi reaksi optimum dari transesterifikasi tallow adalah suhu 45 0 C, kecepatan pengadukan 200 rpm, konsentrasi enzim 12.5-25% terhadap trigliserida, rasio molar methanol dengan air 3:1, waktu reaksi 4-8 jam (untuk alcohol primer) dan 16 jam (untuk alcohol sekunder). Lipozyme, i.e., IM 60 paling efektif dengan konversi 95% dengan alcohol primer dan lipase dari C. antarctica and P. cepacia (PS-30) paling efisien dengan konversi 90% dengan alcohol sekunder. 2. Ultrasonic Irradiation Method Karena sifat kimia dan fisika minyak nabati sangat berbeda dengan methanol maka tidak saling melarutkan (immiscible). Transfer massa antar reaktan tersebut adalah parameter paling penting yang mempengaruhi hasil FAME. Ultrasonic Irradiation sangat berguna untuk meningkatkan transfer massa pada system liquid-liquid heterogen. Dengan meningkatnya transfer massa, minyak dan methanol mudah bercampur. Ketika gelombang suara dengan frekuensi yang cocok ditransmisikan secara efektif dari transduser ke cairan minyak dan alkohol, sejumlah gelembung kavitasi terbentuk dalam cairan. Pembentukan dan hancurnya gelembung kavitasi ini mengganggu batas fase dalam sistem cairan dua fase tersebut. Dengan begitu alcohol dan minyak dengan mudah membentuk emulsi yang bagus dimana ukuran tetesan minyak dan methanol dalam micrometer. Sebagai hasilnya, luas permukaan tetesan alcohol dan minyak meningkat dan kemudian reaksi transesterifikasi berjalan dengan efektif. Dengan Ultrasonic Irradiation transesterifikasi dapat dilakukan pada suhu yang lebih rendah dengan jumlah katalis dan methanol lebih sedikit jika dibandingkan dengan metode pengadukan mekanik. Karena frekuensi rendah ultrasound memberikan efisiensi pencampuran yang tinggi, frekuensi ini diadopsi dalam proses produksi biodiesel yaitu dari 20 sampai 40 khz. Transesterifikasi ultrasonic bisa dilakukan secara batch atau continuous, tetapi untuk industry skala besar yang bisa digunakan adalah continuous. Pada proses continuous biasanya digunakan horn type high power transducer dengan kapasitas 1-3 kw dan tranducer ini dihubungkan ke reactor yang bervolume 1-3L. Thanh et al mendesain pilot plant menggunakan horn Danu Purwanugraha 10/301213/TK/36869 13

type transducer dengan kapasitas 1 kw dan frekuensi 20kHz untuk memproduksi biodiesel dari minyak canola dan methanol. Sistem ini dijalankan dengan sister sirkulasi menggunakan tangki 100L. Hasil FAME yang diperoleh lebih dari 99% dengan kondisi rasio molar 5:1, katalis KOH sebanyak 0.7 wt%, waktu reaksi 1 jam pada suhu lingkungan. Bagaimanapun sangat sulit untuk dilakukan scale up sampai ratusan atau ribuan liter karena methanol dan gliserol terpisah dari ampuran reaksi dan membuat campuran tidak seragam pada tangki sirkulasi. 3. Supercritical Alcohol Method Transesterifikasi tanpa katalis bisa dilakukan dengan metode ini pada tekanan tinggi (sekitar 80 atm) dan suhu tinggi (300-400 0 C) pada reactor kontinyu. Pada kondisi superkritis, campuran reaktan menjadi satu fase dan reaksi berjalan sangat cepat dan spontan. Jika dibandingkan dengan proses berkatalis, metode superkritis ini memiliki 3 kelebihan, yaitu : a. Proses ini ramah lingkungan karena tidak menggunakan katalis dalam reaksi, oleh karena itu tidak diperlukan proses pemisahan katalis dan sabun yang terbentuk. b. Reaksi super kritis membutuhkan waktu reaksi yang singkat, yaitu 2-4 menit dan laju konversi lebih cepat. c. Adanya FFA ataupun air tidak mempengaruhi reaksi pada metode ini. FFA dikonversi menjadi FAME, bukan sabun. Oleh karena itu proses ini dapat diaplikasikan secara luas untuk bermacam-macam bahan baku. Kelemahan metode ini adalah dibutuhkan tekanan dan suhu tinggi dan juga rasio molar methanol dengan minyak tinggi (biasanya 42:1) yang membuat biaya produksinya mahal. Demirbas menjalankan transesterifikasi dengan metode ini dengan bahan baku sunflower dan methanol dengan katalis CaO. Hasilnya adalah reaksi selesai dalam waktu 6 menit dengan CaO 3 wt%, rasio molar methanol dengan minyak 41:1 pada suhu 525 K, bukan di atas 600K tanpa katalis. 4. Co-Solvent Method Untuk mendapatkan reaksi satu fase co-solvents seperti tetrahydrofuran (THF), 1,4-dioxane and diethyl ether telah diteliti. Dari list tersebut, THF adalah solven pertama yang digunakan dalam transesterifikasi. Rasio molar methanol dengan minyak 6:1 penambahan THF sebanyak 1.25 volume methanol ke minyak menghasilkan system satu fase dimana proses transesterifikasi dipercepat. Selain itu, THF dipilih karena titik didihnya (67 0 C) hanya 2 0 C di atas methanol. Oleh karena itu, kelebihan methanol dan THF bisa didistilasi dan direcycle. Danu Purwanugraha 10/301213/TK/36869 14

Transesterifikasi soybean oil dengan methanol dilakukan dengan variasi konsentrasi NaOH dengan menggunakan co-solvent THF. Hasil FAME adalah 82.5, 85, 87 dan 96% diperoleh dengan konsentrasi katalis 1.1, 1.3, 1.4 dan 2.0 wt.% dan waktu reaksi 1 menit. Transesterifikasi coconut oil dengan menggunakan rasio volum THF/methanol 0.87 dengan NaOH 1wt% konversi yang diperoleh adalah 99% dalam waktu 1 menit. 5. Continuous Method Using a Gas-Liquid Reactor Proses ini dilakukan dengan atomisasi minyak/lemak lalu dimasukkan ke reaction chamber yang berisi uap methanol dan katalis basa dengan aliran counter current. Proses atomisasi ini meningkatkan area kontak methanol minyak dengan menghasilkan tetesan berukuran mikro yaitu 100 200 μm dan meningkatkan transfer panas dan transfer massa yang menjadi kunci kecepatan reaksi. Proses ini memerlukan kelebihan methanol yang besar karena tidak seperti proses batch yang metanolnya bisa direcycle kembali ke reactor tanpa membutuhkan proses pemisahan dan kebutuhan energy yang mahal. Transesterifikasi soybean oil dengan methanol dilakukan dengan continuous gas-liquid reactor pada kondisi optimum yaitu NaOH 5 7 g L 1 dalam methanol, methanol 17.2 L h 1, minyak 10 L h 1 dan suhu 100 120 C. Dengan kondisi ini konversi trigliserida yang diperoleh sebesar 94 96%. Pemilihan Reaktor : Batch : cocok untuk produksi skala kecil, digunakan untuk memproduksi produk dengan variasi grade dalam satu alat, Continous : biaya produksi lebih murah jika dibandingkan dengan batch, biasa dipilih untuk produksi skala besar Stirred tank reactor : cocok untuk reaksi dengan transfer massa yang bagus dan dibutuhkan perpindahan panas. Cocok untuk zat-zat dengan viskositas tinggi dan cairan yang tidak saling melarutkan. Daya yang dibutuhkan untuk pengadukan sedang 0.2 kw/m3 dan intense mixing 2 kw/m3. Karakteristik CISTR (continuous ideal stirred tank reactor) didekati dengan waktu tinggal rata-rata 5-10 kali waktu pengadukan sampai diperoleh campuran yang homogen. Dengan mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan masing-masing proses produksi biodiesel di atas maka dipilih Mechanical Stirring Method dengan menggunakan Continous Stirred Tank Reactor (CSTR). Proses produksi biodiesel dilakukan dengan menggunakan dua buah CSTR. Kapasitas pabrik besar sehingga dipilih CSTR yang bisa memberikan kapasitas besar dan lebih hemat reaktor jika Danu Purwanugraha 10/301213/TK/36869 15

dibandingkan dengan Batch. Kapasitas reaktor batch juga kecil sehingga kurang feasible untuk dipakai dalam pabrik ini. Reaktor pertama digunakan untuk pretreatment dengan reaksi esterifikasi minyak kemiri sunan yaitu mengkonversi FFA dalam minyak menjadi FAME sehingga kandungan FFA yang tersisa menjadi sangat kecil (<1 wt%). Kondisi operasi reaktor pertama adalah suhu reaksi 60 0 C, katalis H 2 SO 4 5wt% terhadap FFA (basis asam oleat), rasio molar metanol dengan minyak 60:1, kecepatan pengadukan 600 rpm dan waktu reaksi 2 jam. Selanjtunya minyak dengan fraksi terbesarnya berupa trigliserida masuk ke reaktor kedua. Reaksi esterifikasi FFA ditunjukkan oleh gambar 2 berikut : Gambar 2. Reaksi pembentukan biodiesel dengan esterifikasi Di reaktor kedua, terjadi reaksi transesterifikasi dimana trigliserida direaksikan dengan methanol dengan kondisi operasi suhu reaksi 60 0 C, katalis NaOCH 3 1wt% terhadap minyak, rasio molar metanol dengan minyak 6:1, kecepatan pengadukan 600 rpm dan waktu reaksi 80 menit. Pada reaksi transesterifikasi 1 mol trigliserida bereaksi dengan 3 mol methanol menghasilkan 1 mol gliserol dan 3 mol biodiesel (FAME). Reaksi ini melalui 3 tahapan reaksi reversible, yaitu molekul trigliserida menjadi digliserida, digliserida menjadi monogliserida, dan monogliserida menjadi gliserol. Reaksi yang terjadi dalam keadaan kesetimbangan, sehingga untuk meningkatkan produk yang dihasilkan maka methanol dibuat berlebih dari kebutuhan stoikiometrinya sehingga menggeser kesetimbangan ke arah produk atau dengan mengambil salah satu produk, contohnya penghilangan air dengan destilasi atau dengan asam sulfat. Reaksi transesterifikasi keseluruhan ditunjukkan oleh gambar 3 berikut : Gambar 3. Reaksi pembentukan biodiesel dengan transesterifikasi Danu Purwanugraha 10/301213/TK/36869 16

Fatty acid methyl esters (FAME) lebih banyak diproduksi daripada fatty acid ethyl esters (FAEE) karena methanol lebih ekonomis jika dibandingkan dengan etanol sehingga dalam pabrik ini alkohol yang digunakan adalah methanol. Alasan pemilihan masing-masing parameter adalah sebagai berikut : a. Dipilih katalis homogen daripada katalis heterogen karena : Katalis homogen memberikan konversi lebih tinggi dan kecepatan reaksi yang lebih cepat. Katalis homogen tidak sensitif terhadap keberadaan FFA dan air. Teknologi penerapan katalis heterogen masih belum banyak dikembangkan dan diaplikasikan di skala industri. Katalis heterogen memerlukan suhu operasi yang lebih tinggi. Selain harganya yang mahal, katalis heterogen juga sangat sensitif terhadap keberadaan air, karena beberapa katalis dapat terdeaktivasi karena adanya air. Oleh karena itu jika ingin menggunakan katalis heterogen maka diperlukan bahan baku minyak dengan kualitas tinggi. b. Pada reaktor pertama untuk esterifikasi dipilih katalis asam daripada katalis basa karena katalis asam memberikan beberapa keuntungan, yaitu : Katalis asam tidak menyebabkan terbentuknya sabun. Sangat cocok untuk minyak dengan kandungan FFA tinggi karena dapat mengkonversi FFA menjadi FAME dengan yield yang besar. Asam yang dipilih adalah asam kuat, yaitu H 2 SO 4 yang sudah well prove. c. Pada reaktor kedua untuk transesterifikasi dipilih katalis basa daripada katalis asam karena katalis basa memberikan beberapa keuntungan, yaitu : Bisa dijalankan pada kondisi operasi sedang yaitu 1 atm, 60-65 0 C. Rasio molar methanol dengan minyak rendah sekitar 1% dari jumlah minyak nabati. Waktu reaksi lebih cepat dibanding asam yaitu sekitar 1 jam. Memberikan efek korosi yang lebih rendah. d. Katalis basa yang dipilih adalah Natrium Metoksida karena : Katalis Natrium Metoksida tidak seperti katalis basa lain seperti NaOH dan KOH yang bisa menghasilkan air ketika dicampur dengan methanol. Air ini bisa meningkatkan kadar FFA dan mendorong terjadinya penyabunan sehingga keberadaan air sangat dihindari. Ktalis metoksida lebih reaktif daripada katalis hidroksida. Katalis metoksida memberikan yield yang lebih besar daripada katalis hidroksida. Danu Purwanugraha 10/301213/TK/36869 17

Katalis berbasis Kalium menghasilkan pembentukan sabun yang lebih tinggi daripada katalis berbasis Natrium.( KOH >> KOCH 3 > NaOH > NaOCH 3 ) Pelarutan senyawa hidroksida dalam methanol bersifat eksotermis, sehingga untuk sekala besar suhu dapat meningkat melebihi titik didih methanol dan hal ini berpotensi menimbulkan kebakaran ataupun explosion hazard. Danu Purwanugraha 10/301213/TK/36869 18