PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat

BAB I PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi

PENAMBATAN KARBON PADA BERBAGAI BENTUK SISTEM USAHA TANI SEBAGAI SALAH SATU BENTUK MULTIFUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya

Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

II. TINJAUAN PUSTAKA. iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. tidak berkelanjutan. Pertanian dengan olah tanah intensif di lahan kering merusak

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

BERDAGANG KARBON DENGAN MENANAN POHON: APA DAN BAGAIMANA? 1

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah

> MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PT. SANJI WANATIRTA INDONESIA. Jalan Anggrek No. 09, Sambilegi Baru, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta Telp: Fax:

BAB I PENDAHULUAN. ini telah melampaui kemampuan sumber daya alam dalam memproduksi kayu

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

Ilmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon

BAB I. PENDAHULUAN. Aktivitas manusia telah meningkatkan emisi gas rumah kaca serta

MODEL PENDUGAAN PERSEDIAAN KARBON TEGAKAN AGROFORESTRI UNTUK PENGELOLAAN HUTAN MILIK MELALUI SKEMA PERDAGANGAN KARBON TEDDY RUSOLONO

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.128, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Tata Cara. Perizinan. Karbon. Hutan Lindung. Produksi. Pemanfaatan.

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PUP (Petak Ukur Permanen) sebagai Perangkat Pengelolaan Hutan Produksi di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan tanaman kayu putih sebagai salah satu komoditi kehutanan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. peradaban umat manusia di berbagai belahan dunia (Maryudi, 2015). Luas hutan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), yang dapat memberikan manfaat ekologi, ekonomi, sosial

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

I. PENDAHULUAN. terhadap sumber daya hutan. Eksploitasi hutan yang berlebihan juga mengakibatkan

Persyaratan ISPO Untuk Bahan Baku Energi Terbarukan (Bioenergi)

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

2 dilakukan adalah redesign manajemen hutan. Redesign manajemen hutan mengarah pada pencapaian kelestarian hutan pada masing-masing fungsi hutan, teru

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada pulau. Berbagai fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial budaya dari

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 74/Menhut-II/2014 TENTANG

REHABILITASI HUTAN DAN MITIGASI PERUBAHAN IKLIM SEKTOR KEHUTANAN DI SULAWESI UTARA

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

BAB I PENDAHULUAN. Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)

PENDAHULUAN. Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi

WORKSHOP PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING KARBON HUTAN:PENGELOLAAN HUTAN BERKELANJUTAN DAN MASYARAKAT SEJAHTERA

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.50/Menhut-II/2014P.47/MENHUT-II/2013 TENTANG

Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau. Daddy Ruhiyat.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan

BAB I. PENDAHULUAN. menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut

Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Budidaya Karet 2.2 Karbondioksida

3 METODOLOGI PENELITIAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

KELAYAKAN KOMPENSASI YANG DITAWARKAN DALAM PERDAGANGAN KARBON

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Kemitraan Untuk REDD+: Lokakarya Nasional bagi Pemerintah dan Masyarakat Sipil CIFOR, Maret Untuk apa kita berada disini?

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kebijakan Fiskal Sektor Kehutanan

BAB 1. PENDAHULUAN. Kalimantan Tengah pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 292 MtCO2e 1 yaitu

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem,

Oleh/by: Nurlita Indah Wahyuni

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekitar 60 Pg karbon mengalir antara ekosistem daratan dan atmosfir setiap

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. /Menhut-II/2012 T E N T A N G MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Kalimantan Tengah

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 68/Menhut-II/2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan

Transkripsi:

PENDAHULUAN Latar Belakang Peran dan fungsi jasa lingkungan ekosistem hutan makin menonjol dalam menopang kehidupan untuk keseluruhan aspek ekologis, ekonomi dan sosial. Meningkatnya perhatian terhadap peranan hutan tersebut muncul setelah keberadaan hutan terancam di berbagai belahan dunia, terutama akibat laju deforestasi yang tinggi (FAO 2001) dan disadari mulai hilangnya sejumlah fungsi hutan yang penting bagi keberlangsungan peradaban manusia seperti pengaturan tata air dan perlindungan daerah aliran sungai, jasa serapan karbon dan keanekaragaman hayati yang terkandung dalam ekosistem hutan (Pagiola et al. 2002). Sejumlah inisiatif telah muncul yang bertujuan untuk menciptakan sistem berbasis pasar dimana para pemakai jasa lingkungan memberikan kompensasi untuk pengelolaan ekosistem hutan yang dapat memperbaiki dan meningkatkan jasa lingkungan dan pada waktu yang bersamaan menciptakan sumber pendapatan baru yang yang mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat terutama yang langsung berinteraksi dengan lingkungan hutan (Robertson & Wunder 2005). Hambatan dalam pengelolaan hutan untuk menjadikan fungsi jasa ekologis/ lingkungan hutan sebagai tujuan adalah mendapatkan manfaat ekonomi langsung jasa ekologis tersebut. Untuk ini diperlukan adanya sistem dan metode penilaian yang tepat, metode pendugaan, sistem monitoring dan skema pengelolaannya. Salah satu bentuk manfaat ekonomi jasa lingkungan hutan yang telah beroperasi adalah jasa serapan karbon melalui skema Protokol Kyoto (PK) khususnya melalui Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB). Melalui UU No. 17/2004, Indonesia telah meratifikasi PK dan juga telah membentuk Komnas Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB). PK sendiri sudah berjalan dan berlaku efektif, setelah diratifikasi sejumlah negara-negara maju yang wajib menurunkan tingkat emisi gas rumah kaca (GRK) hingga mencapai 55% dari total emisi dunia GRK. Dengan berlakunya PK, maka Indonesia dapat berpartisipasi melalui MPB, termasuk melalui sektor kehutanan dengan proyek penyerapan karbon (carbon sequestration).

2 Indonesia pada saat ini menghadapi masalah makin luasnya hutan dan lahanlahan yang terdegradasi sementara kemampuan menyediakan dana untuk merehabilitasinya sangat rendah. Oleh karenanya masuknya karbon hutan dalam MPB adalah suatu kesempatan yang berharga. Namun dengan adanya sejumlah masalah dan pembatasan dalam MPB (Murdiyarso 2003; Dutschke 2004; Chatterjee 2004; Boer et al. 2004) mengakibatkan permintaan karbon melalui sekuestrasi karbon memiliki pangsa yang kecil dan tidak seluruh lahan terdegradasi potensial untuk dikelola lewat perdagangan karbon. Dari sejumlah kegiatan karbon kehutanan, praktek agroforestri memiliki peluang besar dilibatkan dalam proyek karbon. Hal ini didukung hasil studi NSS (National Strategy Study) yang menyatakan lebih separuh pasok karbon hutan dapat berasal dari kegiatan yang berbasis masyarakat, melalui agroforestri dan hutan kemasyarakatan (MoE 2003). Bagi petani, masuknya agroforestri dalam proyek karbon kehutanan merupakan peluang untuk memperbaiki taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat lokal, karena memberikan sumber pendapatan baru, meningkatkan akses ke hasil hutan dan jasa, memperbaiki produktivitas lahan, serta mengembangkan pengetahuan dan kapasitas masyarakat lokal (CIFOR 2003). Namun sejumlah potensi resiko juga dikhawatirkan bisa terjadi apabila proyek karbon hutan tidak dirancang dengan baik, misalnya jika proyek akan membatasi akses masyarakat pada lahan dan hasil hutan tanpa pembayaran/ kompensasi yang memadai, hilangnya lapangan kerja dan berkurangnya hak atas lahan bagi masyarakat yang tanpa hak pemilikan lahan yang jelas (Scherr 2000). Nair & Nair (2002) menegaskan bahwa studi tentang karakteristik sistem agroforestri masih sedikit, akan tetapi diyakini kegiatan ini potensial untuk penyerapan karbon. Berbeda dengan pengelolaan hutan tanaman yang umumnya dikelola oleh perusahaan dalam skala besar, dengan preskripsi silvikultur yang baku dan terjadwal, pengelolaan agroforestri berskala kecil, dengan keragaman yang tinggi dalam hal kondisi tempat tumbuh, lingkungan, komposisi spesies, pola tanam, tujuan produk, tindakan pemeliharaan dan penjadwalan panen. Keputusan pengelolaan agroforestri lebih bersifat individu dengan motif ekonomi yang beragam pula. Sehubungan dengan beragamnya kondisi dan kompleksitas

3 pengelolaan agroforestri tersebut, maka diperlukan banyak variabel untuk menduga besarnya persediaan karbon serta keragaman kemampuannya dalam penyimpanan dan penyerapan karbon. Penyelenggaraan proyek karbon hutan memerlukan sejumlah perangkat mulai dari pendaftaran proyek dan validasi, implementasi, verifikasi dan sertifikasi yang memungkinkan diperolehnya pengakuan oleh pihak pembeli jasa karbon bahwa telah terjadi serapan karbon yang nyata melalui kegiatan agroforestri tersebut. Oleh karenanya maka identifikasi metode pengukuran dan teknik monitoring kemampuan serapan karbon dan dinamikanya sangat penting untuk diketahui sebelum pengelolaan agroforestri melalui skema perdagangan karbon diterapkan di Indonesia. Perumusan Masalah Penelitian Praktek agroforestri melalui penanaman pohon dalam sistem pertanaman di lahan pertanian (tanah milik) dilakukan karena dorongan ekonomi untuk memperoleh ragam pendapatan terutama dari hasil kayu dengan memanfaatkan pemilikan lahan yang sempit seoptimal mungkin dan pada waktu yang sama adanya alasan ekologi untuk konservasi tanah dan memelihara kesuburan lahan. Banyak bukti empiris yang menunjukkan bahwa motif ekonomi lebih diutamakan daripada motif lainnya, yang dicirikan dengan cenderung semakin singkatnya umur penebangan pohon di bawah pertumbuhan optimalnya. Penyerapan karbon yang memanfaatkan potensi biologi pertumbuhan vegetasi menghendaki penyimpanan biomassa karbon yang sebanyak mungkin yang diperoleh dengan meningkatkan laju pertumbuhan atau menahan biomassa karbon untuk waktu yang lebih lama terutama di vegetasi dan tanah. Tindakan pemanenan pohon dan atau terjadinya kerusakan oleh kejadian yang tidak diharapkan yang menyebabkan berkurangnya biomassa dan timbulnya emisi akan mengurangi manfaat penyerapan karbon. Hal ini tidak sejalan dengan prinsip jangka panjang yang diinginkan dalam proyek karbon hutan. Potensi agroforestri untuk menyimpan karbon diperkirakan akan sangat beragam, tidak saja disebabkan oleh kondisi alami tempat tumbuh (terutama zona iklim, kesesuaian lahan), tetapi juga sebagai akibat cara-cara pengelolaan

4 agroforestri itu sendiri. Cara pengelolaan mencakup teknologi budidaya yang dipakai, tingkat pemanfaatan hasil (panen) dan ketergantungan ekonomi petani terhadap hasil tanaman agroforestrinya. Keragaman diperkirakan akan terjadi bahkan dalam bentang lahan pengelolaan yang sama. Dari sisi mekanisme penyelenggaraan proyek perdagangan karbon, beragamnya kondisi tersebut akan menjadi masalah tersendiri dalam mengembangkan metodologi pengukuran dan monitoring manfaat karbon yang dapat dipergunakan untuk melakukan verifikasi besarnya CER (certified emission reduction) yang dihasilkan untuk pihak investor atau pembeli jasa karbon. Walaupun praktek agroforestri dipandang potensial oleh banyak pihak, baik karena kemampuannya menghasilkan tambahan biomassa dari pohon yang ditanam dan partisipasi petani yang akan mendorong perbaikan taraf hidup, namun sampai sejauhmana proyek perdagangan karbon akan menarik minat petani sangat tergantung pada manfaat tambahan yang kelak akan dinikmati petani dan insentif apa yang akan diperoleh apabila pengelolaan dirancang sejalan dengan skema perdagangan karbon. Atas dasar situasi masalah yang dikemukakan tersebut di atas, maka masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah metode yang tepat untuk menduga besar persediaan karbon dalam tegakan agroforestri dan dinamikanya? 2. Berapakah besarnya penyerapan karbon pada komponen-komponen tegakan agroforestri? Faktor-faktor apa sajakah yang dapat menjelaskan terjadinya keragaman tersebut? 3. Berdasarkan informasi dari jawaban bagi permasalahan 1 dan 2, bagaimanakah kemungkinan petani untuk ikut serta dalam pengelolaan agroforestri melalui skema perdagangan karbon. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mendapatkan gambaran mengenai faktorfaktor berikut model matematik yang dapat menjelaskan keragaman potensi penyimpanan karbon berbagai bentuk praktek agroforestri, (2) merumuskan metode pendugaan persediaan karbon pada tegakan agroforestri dari model yang

5 dihasilkan, dan (3) menilai kemungkinan pengelolaan hutan milik melalui skema perdagangan karbon. Hipotesis Penelitian Atas dasar permasalahan penelitian dapat dirumuskan beberapa hipotesis penelitian berikut: 1. Keragaman potensi serapan dan penyimpanan karbon dalam tegakan agroforestri dapat diidentifikasi dari ciri tipologi pengelolaan agroforestri dan faktor-faktor pengelolaannya. 2. Metode pengukuran dan monitoring karbon dapat ditentukan berdasarkan karakteristik agroforestri dan pengelolaannya dengan melibatkan partisipasi aktif petani atau pengelola lahan. Manfaat Hasil Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat baik sisi akademis maupun implikasi praktis sebagai berikut: 1. Dari sisi akademis, hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pengetahuan yang lebih spesifik dalam hal metodologi pengukuran dan monitoring persediaan karbon pada tegakan agroforestri, 2. Dari sisi implikasi praktis, hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk : (a) memberikan wawasan dan pengetahuan kepada petani atau kelompok masyarakat pelaku praktek agroforestri dan pihak-pihak yang mungkin berperan mendukung perdagangan karbon berbasis praktek agroforestri dan (b) alat yang dapat digunakan untuk menilai manfaat ekonomi pengelolaan agroforestri sebagai penghasil jasa karbon.