BAB I PENDAHULUAN. Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tahun 2008 pendapatan per kapita Indonesia sudah meliwati US$ 2.000,

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

VII. SIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk menilai

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

I. PENDAHULUAN. Hal ini dilakukan karena penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak tidak

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dengan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pinjaman luar negeri merupakan sesuatu yang wajar untuk negaranegara

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional (Wikipedia, 2014). Pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

KRISIS EKONOMI DI INDONESIA MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. konsisten, perekonomian dibangun atas dasar prinsip lebih besar pasak dari pada

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. tabungan paksa dan tabungan pemerintah (Sukirno dalam Wibowo, 2012).

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar.

UTANG PEMERINTAH EKONOMI POLITIK KEBIJAKAN FISKAL

Tabel 1a APBN 2004 dan APBN-P 2004 (miliar rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran.

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka,

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengakibatkan gejolak ekonomi moneter karena inflasi akan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara yang sedang membangun, ingin mencoba

BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

BAB I PENDAHULUAN. yang dimulai dengan bangkrutnya lembaga-lembaga keuangan di Amerika

BAB I PENDAHULUAN. mengalami krisis yang berkepanjangan. Krisis ekonomi tersebut membuat pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

SUN SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN DEFISIT APBN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah)

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur

BAB I PENDAHULUAN. satunya ialah kredit melalui perbankan. penyediaan sejumlah dana pembangunan dan memajukan dunia usaha. Bank

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

Ringkasan eksekutif: Penyesuaian berlanjut

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan fiskal secara keseluruhan. Indikator kerentanan fiskal yang dihadapi adalah meningkatnya

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

BAB I PENDAHULUAN. dapat terus tumbuh, namundengan tetap memperhatikan prinsip kehatian-hatian

I. PENDAHULUAN. telah memanfaatkan pinjaman luar negeri dalam pembangunannya. Pinjaman luar

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2005

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

Ringkasan eksekutif: Pertumbuhan melambat; risiko tinggi

SURVEI PERSEPSI PASAR. Triwulan IV

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR...

Perkiraan Kondisi Ekonomi Makro Triwulan IV Perkiraan Tw. I Perkiraan Kondisi Ekonomi Realisasi

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pembangunan yang

SURVEI PERSEPSI PASAR

Andri Helmi M, SE., MM. Sistem Ekonomi Indonesia

STAN KEBIJAKAN FISKAL PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA. oleh: Rachmat Efendi

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014

CATATAN ATAS APBN-P 2015 DAN PROSPEK APBN 2016

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat

Subsidi dan Tata Kelola Keuangan Negara: Inefektif dan Manipulatif

BAB I PENDAHULUAN. akumulasi modal yang diperlukan untuk pembangunan perekonomian.

I. PENDAHULUAN. Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang diambil pemerintah untuk mengarahkan

Pembangunan Ekonomi Indonesia Yang Berkualitas: Langkah dan Tantangan

SURVEI PERSEPSI PASAR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. (growth). Pembangunan ekonomi yang mengalami pertumbuhan yaitu apabila tingkat

BAB I PENDAHULUAN. internasional tidak bisa lepas dari hal-hal yang sedang dan akan berlangsung di

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

LATAR BELAKANG MODERASI PERTUMBUHAN EKONOMI GLOBAL

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014

ekonomi K-13 KEBIJAKAN MONETER DAN KEBIJAKAN FISKAL K e l a s A. PENGERTIAN KEBIJAKAN MONETER Tujuan Pembelajaran

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan fiskal pemerintah. Pada dasarnya, kebijakan fiskal mempunyai keterkaitan yang erat dengan kebijakan lainnya. Seperti sektor moneter, neraca pembayaran dan sektor riil. Keterkaitannya dengan neraca pembayaran antara lain tercermin dari sebagian komponen penerimaan negara yang berasal dari penerimaan ekspor migas, defisit domestik APBN, dan transaksi berjalan ditutup oleh utang luar negeri (pinjaman program dan proyek). Dalam kasus Indonesia, kebijakan fiskal mempunyai kendala (constraint), terutama berasal dari stok utang yang sangat besar maka secara tidak langsung akan berdampak pada kenaikan tingkat suku bunga yang pada akhirnya dapat menurunkan tingkat investasi swasta yang disebut dengan Crowding-Out Effect sehingga mempersempit perkembangan sektor swasta di Indonesia. Namun jika defisit anggaran dapat membantu peningkatan perekonomian nasional maka investor akan menjadi optimis mengambil keputusan untuk berinvestasi di Indonesia maka ini dapat disebut dengan Crowding-In Effect.

Fenomena defisit anggaran di Indonesia, dimana pemerintah terpaksah mengambil beberapa kebijakan dalam menanggulangi defisit anggaran untuk meredam gejolak perekonomian pada jangka pendek, tetapi dapat menciptakan akumulasi persoalan yang lebih besar pada jangka panjang. Karena sebagian besar dari komponen kebijakan fiskal justru didominasi oleh unsur-unsur yang tidak produktif dan dinamis, seperti pembayaran cicilan pokok dan bunga utang luar negeri serta penyisihan anggaran untuk keperluan rekapitalisasi perbankan. Akibatnya APBN yang terkesan ekspansif, namun rincian kebijakan yang ada di dalamnya sama sekali tidak menunjukan arah kebijakan dan menjadi program guidlines yang dapat memberikan peluang stimulasi bagi aktivitas perekonomian dan sektor swasta. Hal ini diperkuat dengan banyaknya proyek-proyek pembangunan yang pengerjaanya dikuasai oleh kontraktor-kontraktor BUMN sehingga mempersempit peluang sektor swasta yang seharusnya diajak bermitra untuk memancing minat investasi swasta di Indonesia. Di Indonesia pada beberapa tahun belakangan, dimana indikator makro mengalami kondisi yang menunjukan terjadinya perbaikan namun di sisi lain, sektor ekonomi riil tidak mengalami perbaikan atau malah terkesan lebih buruk. Angka pengangguran tinggi, kemiskinan meningkat dan beberapa harga kebutuhan meningkat, investasi tidak menunjukan kenaikan yang signifikan.

Indonesia saat ini sedang melakukan konsolidasi fiskal dalam rangka mencapai kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) dan pertumbuhan ekonomi yang stabil. Akan tetapi konsolidasi fiskal ini menghadapi beban berat berupa utang publik yang cukup tinggi, subsidi yang semakin meningkat terutama subsidi BBM dan penerimaan pajak yang kurang optimal. Kenaikan harga minyak dunia yang diikuti dengan penurunan kurs rupiah terhadap dollar AS serta kenaikan BI rate untuk meredam inflasi dan penurunan kurs, semakin menambah beban APBN. Kebijakan subsidi yang dilakukan pemerintah selalu menimbulkan pendapat pro dan kontra. Ada kalangan yang berpendapat bahwa subsidi itu tidak sehat sehingga berapapun besarnya, subsidi harus dihapuskan dari APBN. Sementara pihak lain berpendapat bahwa subsidi masih diperlukan untuk mengatasi masalah kegagalan pasar. Sedangkan dalam bidang investasi, pemerintah telah berupaya mengambil suatu kebijakan untuk melakukan penyesuaian tarif pajak penghasilan badan dan perorangan yang pada saat itu menggunakan tarif yang sama. Tarif pajak yang sebelumnya berlaku adalah 15%, 25% dan 35% diturunkan menjadi 10%, 15% dan 30%. Penurunan ini menggambarkan bahwa tarif nominal diturunkan tetapi diikuiti dengan perluasan pembayar pajak. Selama tahun 2005, 2006, dan 2007 perekonomian Indonesia tumbuh cukup signifikan (rata-rata di atas 6%), menjadikan Indonesia secara ekonomi cukup

dipertimbangkan dalam kegiatan perekonomian dunia. Hal ini dapat dilihat dengan diundangnya Indonesia ke pertemuan kelompok 8-plus (G8plus) di Kyoto Jepang pada bulan Juli 2008 bersama beberapa negara yang disebut BRIICS (Brasil, Rusia, India, Indonesia dan South Africa). Pada tahun 2008 pendapatan per kapita Indonesia sudah meliwati US$ 2.000, bahkan pada tahun 2009, GDP Indonesia ditetapkan di atas angka 5.000 triliun Rupiah atau setara dengan US$ 555 milyar. Angka-angka ini cukup mendukung estimasi bahwa pada tahun 2015 Indonesia sudah menjadi salah satu raksasa ekonomi dunia dengan GDP di atas US$ 1 triliun. Namun masih banyak hambatan yang dihadapi oleh perekonomian Indonesia untuk menuju kesana, misalnya; kondisi infrastruktur perekonomian (seperti jalan, jembatan, pelabuhan dan listrik), tingginya angka pengangguran (kisaran 9%), tingginya inflasi yang disebabkan oleh meningkatnya harga energi dunia (sudah menyentuh 11,,%), belum optimalnya kedatangan FDI ke Indonesia dan belum optimalnya peranan APBN sebagai stimulus ekonomi (belum ekspansif). Berdasarkan gambaran di atas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh pengaruh defisit anggaran terhadap investasi swasta di Indonesia dari tahun 1985 sampai dengan 2007 dengan mengambil judul Defisit Anggaran dan Investasi Swasta di Indonesia sehingga akan diketahui apakah kondisi yang terjadi selama kurun waktu tertentu terjadi Crowding-out Effect atau sebaliknya yang terjadi adalah Crowding-in Effect terhadap investasi swasta di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Berapa besar pengaruh defisit anggaran terhadap investasi di Indonesia. 2. Berapa besar pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap investasi di Indonesia. 3. Berapa besar pengaruh tingkat suku bunga terhadap investasi di Indonesia 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk menganalisis berapa besar pengaruh defisit anggaran terhadap investasi swasta di Indonesia. 2. Untuk menganalisis berapa besar pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap investasi swasta di Indonesia. 3. Untuk menganalisis berapa besar pengaruh tingkat suku bunga kredit investasi terhadap investasi swasta di Indonesia 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat diharapkan dapat memberikan manfaat :

1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan fiskal 2. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat untuk berivestasi di Indonesia 3. Sebagai refrensi bagi peneliti selanjutnya 4. Untuk menambah wawasan penulis tentang investasi