BAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007:23), keuangan daerah dapat diartikan

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. II.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan oleh Pemda untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Belanja Pemeliharaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran menurut Yuwono (2005:27) adalah rencana terinci yang

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Otonomi daerah yang berlaku di Indonesia Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota,

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengertian pertumbuhan ekonomi seringkali dibedakan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LANDASAN TEORI Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi sehingga dapat menggambarkan bagaimana kemajuan atau kemunduran yang

BAB I PENDAHULIAN. Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian dan Ruang Lingkup Keuangan Daerah. semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, desentralisasi fiskal mulai hangat dibicarakan sejak

I. PENDAHULUAN. pemerintahan termasuk kewenangan daerah. Salah satu bukti adalah Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Halim (2002:29) mengemukakan bahwa akuntansi yang berkaitan dengan. maka akuntansi yang berkaitan dengan pemerintah daerah termasuk dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, bentuk

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam menciptakan good governance sebagai prasyarat dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. yang sangat besar, terlebih lagi untuk memulihkan keadaan seperti semula. Sesuai

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di berbagai aspek kehidupan. Salah satu dari perubahan tersebut adalah

ABSTRAK. Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Flypaper Effect.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah memisahkan

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL (Studi Empiris di Wilayah Karesidenan Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

3. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan perubahan peraturan perundangan yang mendasari pengelolaan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian terdahulu tentang Pengaruh Fiscal Stress terhadap Pertumbuhan

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tentang Otonomi Daerah, yang dimulai dilaksanakan secara efektif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Keuangan Daerah dan APBD Menurut Mamesah (1995 : 16), keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki/ dikuasi oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai ketentuan/ peraturan perundangan yang berlaku. Menurut Halim (2004 : 20), ruang lingkup keuangan daerah terdiri dari keuangan daerah yang dikelola langsung dan kekayaan daerah yang dipisahkan. Yang termasuk dalam keuangan daerah yang dikelola langsung adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan barang-barang inventaris milik daerah. Keuangan daerah yang dipisahkan meliputi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Keuangan daerah dalam arti sempit yakni terbatas pada hal-hal yang berkaitan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Oleh sebab itu, keuangan daerah identik dengan APBD. (Saragih, 2003 : 12) Bentuk dan susunan APBD berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) No. 29 Tahun 2002 adalah terdiri atas tiga bagian, yaitu Pendapatan, Belanja dan Pembiyaan. Anggaran daerah merupakan salah

satu alat yang memegang peranan penting dalam rangka meningkatkan pelayanan publik dan didalamnya tercermin kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan potensi dan sumber-sumber kekayaan daerah. Menurut Mamesah (1995 : 20), APBD dapat didefenisikan sebagai : rencana operasional keuangan Pemerintah Daerah, dimana di satu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah dalam 1 tahun anggaran tertentu, dan pihak lain menggambarkan perkiraan penerimaan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaranpengeluaran dimaksud. Pada era Orde Lama, defenisi APBD yang dikemukakan oleh Wajong (1962 : 81) dalam Halim (2002 : 16) adalah : berikut : rencana pekerjaan keuangan (financieel werkplan) yang dibuat untuk jangka waktu tertentu, dalam waktu mana badan legislatif (DPRD) memberikan kredit kepada badan eksekutif (kepala daerah) untuk melakukan pembiayaan guna kebutuhan rumah tangga daerah sesuai dengan rancangan yang menjadi dasar (grondslag) penetapan anggaran, dan yang menunjukkan semua penghasilan untuk menutup pengeluaran tadi. Unsur-Unsur APBD menurut Halim (2004 : 15-16) adalah sebagai 1) Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci. 2) Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas tersebut, dan adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaranpengeluaran yang akan dilaksanakan. 3) Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka. Periode anggaran yang biasanya 1 (satu) tahun. Menurut Bastian (2006 : 189), APBD merupakan pengejawantahan rencana kerja Pemda dalam bentuk satuan uang untuk kurun waktu satu tahunan dan berorientasi pada tujuan kesejahteraan publik.

Menurut Saragih (2003 : 122), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah dasar dari pengelolaan keuangan daerah dalam tahun anggaran tertentu, umumnya satu tahun. Keterbatasan sumberdaya sebagai pangkal masalah utama dalam pengalokasian anggaran sektor publik dapat diatasi dengan pendekatan ilmu ekonomi melalui berbagai teori tentang teknik dan prinsip seperti yang dikenal dalam public expenditure management (Fozzard, 2001). Tuntutan untuk mengubah struktur belanja menjadi semakin kuat, khususnya pada daerah-daerah yang mengalami kapasitas fiskal rendah (Halim, 2001). 2. Pengelolaan Pemerintah Daerah dalam Desentralisasi Fiskal Penerapan otonomi daerah/desentralisasi fiskal oleh pemerintah pusat Indonesia memiliki tujuan untuk kemandirian pemerintah daerah dalam pengelolaan rumah tangganya. Dalam penerapannya pemerintah pusat tidak lepas tangan secara penuh dan masih memberikan bantuan kepada pemerintah daerah berupa dana perimbangan yang dapat digunakan oleh pemerintah daerah dalam pembangunan dan menjadi menjadi komponen pendapatan daerah dalam APBD. Pemerintah daerah harus dapat menjalankan rumah tangganya secara mandiri dan dalam upaya peningkatan kemandirian ini, pemerintah dituntut untuk meningkatkan pelayanan publiknya. Oleh karena itu, anggaran belanja daerah akan tidak logis jika proporsi anggarannya lebih banyak untuk belanja rutin (Abimanyu, 2005). Pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja modal dalam APBD untuk menambah aset tetap. Alokasi belanja modal ini didasarkan pada kebutuhan

daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik. Oleh karena itu, dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik, pemerintah daerah seharusnya mengubah komposisi belanjanya. Selama ini belanja daerah lebih banyak digunakan untuk belanja rutin yang relatif kurang produktif. Saragih (2003) menyatakan bahwa pemanfaatan belanja hendaknya dialokasikan untuk hal-hal produktif, misal untuk melakukan aktivitas pembangunan. Sejalan dengan pendapat tersebut, Stine (1994) menyatakan bahwa penerimaan pemerintah hendaknya lebih banyak untuk program-program layanan publik. Kedua pendapat ini menyiratkan pentingnya mengaloksikan belanja untuk berbagai kepentingan publik. 3. Belanja Modal Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan Belanja Modal adalah Pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, dan aset tak berwujud dan pembangunan serta perbaikan sektor pendidikan, kesehatan, transportasi, sehingga masyarakat juga menikmati manfaat dari pembangunan daerah. Menurut Halim (2004 : 73), belanja modal merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah asset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum.

Tersedianya infrastruktur yang baik diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan efektifitas di berbagai sektor, produktifitas masyarakat diharapkan menjadi semakin tinggi dan pada gilirannya terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan dalam sektor pelayanan kepada publik akan merangsang masyarakat untuk lebih aktif dan bergairah dalam bekerja karena ditunjang oleh fasilitas yang memadai selain itu investor juga akan tertarik kepada daerah karena fasilitas yang diberikan oleh daerah. Dengan bertambahnya produktivitas masyarakat dan investor yang berada di daerah akan berdampak pada peningkatan pendapatan asli daerah. Pendapatan asli daerah yang semakin tinggi akan merangsang pemerintah daerah untuk lebih meningkatkan mutu pelayanannya kepada publik sehingga tingkat pertumbuhan ekonomi daerah akan meningkat seiring dengan meningkatnya pendapatan per kapita. Kelompok belanja ini mencakup jenis belanja berikut, baik untuk bagian aparatur daerah maupun pelayanan publik berdasarkan Permendagri 13/ 2006 adalah terdiri dari : 1) Belanja modal tanah 2) Belanja modal jalan dan jembatan 3) Belanja modal bangunan air (irigasi) 4) Belanja modal instalasi 5) Belanja modal jaringan 6) Belanja modal bangunan gedung 7) Belanja modal monumen 8) Belanja modal alat-alat besar 9) Belanja modal alat-alat angkutan 10) Belanja modal alat-alat bengkel 11) Belanja modal alat-alat pertanian 12) Belanja modal alat-alat kantor dan rumah tangga 13) Belanja modal alat-alat studio dan alat-alat komunikasi 14) Belanja modal alat-alat kedokteran 15) Belanja modal alat-alat laboratorium 16) Belanja modal buku/ perpustakaan 17) Belanja modal barang bercorak kesenian, kebudayaan

18) Belanja modal hewan, ternak, serta tanaman 19) Belanja modal alat-alat persenjataan/ keamanan. 4. Pendapatan Asli Daerah Menurut Halim(2004: 67), Pendapatan asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Menurut UU Republik Indonesia No 33 tahun 2004 mengenai Perimbangan antara Pusat dan Daerah Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Menurut Mardiasmo (2002:132), Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah,retribusi daerah hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah yang terbaru berdasarkan Permendagri 13/ 2006 adalah terdiri dari : Pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Jenis pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut obyek pendapatan sesuai dengan undang-undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/ BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/ BUMN, dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/ atau pengadaan barang dan/

atau jasa oleh daerah, penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, pendapatan denda pajak, pendapatan denda retribusi, pendapatan hasil eksekusi atas jaminan, pendapatan dari pengembalian, fasilitas sosial dan fasilitas umum, pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, pendapatan dari angsuran/ cicilan penjualan. 5. Pendapatan Per Kapita Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita (Boediono, 1985). Secara tradisional, pertumbuhan ekonomi ditujukan untuk peningkatan yang berkelanjutan Produk Domestik Regional Daerah / PDRB dan pendapatan per kapita (Saragih, 2003 ; Kuncoro, 2004). Hasil penelitian yang dilakukan Lin dan Liu (2000) menunjukkan desentralisasi memberikan dampak yang sangat berarti bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Lin dan Liu (2000) yang membuktikan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara desentralisasi fiskal dengan pertumbuhan ekonomi. Hasil ini mendukung sintesa yang menyatakan bahwa, pemberian otonomi yang lebih besar akan memberikan dampak yang lebih besar bagi pertumbuhan ekonomi, hal inilah yang mendorong daerah untuk mengalokasikan secara lebih efisien berbagai potensi lokal untuk kepentingan pelayanan publik (Lin dan Liu, 2000; Mardiasmo, 2002; Wong, 2004). Menurut Badan Pusat Statistik, pendapatan per kapita adalah gambaran rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk sebagai hasil yang diterima oleh setiap penduduk sebagai hasil dari proses produksi yang terjadi di suatu daerah. Jumlah pendapa tan suatu daerah Pendapatan Per Kapita = Jumlah Penduduk

B. Hubungan Belanja Modal, PAD, dan Pendapatan Per Kapita 1. Hubungan Antara Belanja Modal dengan Pendapatan Asli Daerah Infrastruktur dan sarana prasarana yang ada di daerah akan berdampak pada pertumbuh ekonomi daerah. Jika sarana dan prasarana memadai maka masyarakat dapat melakukan aktivitas sehari harinya secara aman dan nyaman yang akan berpengaruh pada tingkat produktivitasnya yang semakin meningkat, dan dengan adanya infrastruktur yang memadai akan menarik investor untuk membuka usaha di daerah tersebut. Dengan bertambahnya belanja modal maka akan berdampak pada periode yang akan datang yaitu produktivitas masyarakat meningkat dan bertambahnya investor akan meningkatkan pendapatan asli daerah (Abimanyu, 2005). 2. Hubungan antara Belanja Modal dan Pendapatan Per Kapita Pembangunan sarana dan prasarana oleh pemerintah daerah berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi (Kuncoro, 2004). Peningkatan pelayanan sektor publik secara berkelanjutan akan meningkatkan sarana dan prasarana publik, investasi pemerintah juga meliputi perbaikan fasilitas pendidikan, kesehatan, dan sarana penunjang lainnya. Syaratan fundamental untuk pembangunan ekonomi adalah tingkat pengadaan modal pembangunan yang seimbang dengan pertambahan penduduk. Pembentukan modal tersebut harus didefinisikan secara luas sehingga mencakup semua pengeluaran yang sifatnya menaikan produktivitas (Ismerdekaningsih dan Rahayu, 2002). Dengan ditambahnya infrastruktur dan perbaikan infrastruktur yang ada oleh pemerintah daerah, diharapkan akan memacu pertumbuhan perekonomian di

daerah. Pertumbuhan ekonomi daerah akan merangsang meningkatnya pendapatan penduduk di daerah yang bersangkutan, seiring dengan meningkatnya pendapatan penduduk akan berdampak pada meningkatnya pandapatan per kapita. Jika PEMDA menetapkan anggaran belanja pembangunan lebih besar dari pengeluaran rutin, maka kebijakan ekspansi anggaratn daerah ini akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi daerah (Saragih, 2003). Dalam penelitiannya Lin dan Liu (2000) menyatakan bahwa pemerintah perlu untuk meningkatkan investasi modal guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Penelitian yang dilakukan oleh Adi (2006) membuktikan bahwa belanja modal mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Alokasi belanja modal untuk pengembangan infrastruktur penunjang perekonomian, akan mendorong tingkat produktifitas penduduk. Pada gilirannya hal ini dapat meningkatkan pendapatan masyarakat secara umum yang tercermin dalam pendapatan per kapita. 3. Hubungan antara Pendapatan Asli Daerah dan Pendapatan per Kapita Salah satu tujuan utama dari desentralisasi fiskal adalah terciptanya kemandirian daerah. Pemerintah daerah diharapkan mampu mengali sumbersumber keuangan lokal, khususnya melalui Pendapatan Asli Daerah (Sidik, 2002). Daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan PAD yang positif mempunyai kemungkinan untuk memiliki tingkat pendapatan per Kapita yang lebih baik. PAD berpengaruh positif dengan petumbuhan ekonomi di daerah (Brata, 2004). PAD merupakan salah satu sumber pembelanjaan daerah, jika

PAD meningkat maka dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan lebih tinggi dan tingkat kemandirian daerah akan meningkat pula, sehingga pemerintah daerah akan berinsisiatif untuk lebih menggali potensi potensi daerah dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan PAD secara berkelanjutan akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah itu (Tambunan, 2006). Peningkatan PAD harus berdampak pada perekonomian daerah (Saragih, 2003). Oleh karena itu, daerah tidak akan berhasil bila daerah tidak mengalami pertumbuhan ekonomi yang berarti meskipun terjadi peningkatan penerimaan PAD. Bila yang terjadi sebaliknya, maka bisa diindikasikan adanya eksploitasi PAD terhadap masyarakat secara berlebihan tanpa memperhatikan peningkatan produktifitas masyarakat itu sendiri. Sidik (2002) menegaskan bahwa keberhasilan peningkatan PAD hendaknya tidak hanya diukur dari jumlah yang diterima, tetapi juga diukur dengan perannya untuk mengatur perekonomian masyarakat agar dapat lebih berkembang, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah. C. Tinjauan Penelitian Terdahulu Hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan belanja modal, pendapatan asli daerah, dan pendapatan per kapita dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.2 Hasil Penelitian terdahulu Nama Judul Variabel yang digunakan David Hubungan Belanja Modal, Harianto dan Belanja Modal, DAU, PAD, dan Priyo DAU, PAD, dan Pendapatan Per Hariadi(2007) Pendapatan Per Kapita Kapita pada Pemerintah Kabupaten dan Kota se Jawa- Bali Adi (2006) pengaruh belanja modal terhadap pertumbuhan ekonomi belanja modal, pertumbuhan ekonomi Hasil Penelitian Dana Alokasi Umum sangat berpengaruh terhadap Belanja Modal, Belanja Modal mempunyai dampak yang signifikan dan negatif terhadap Pendapatan Per Kapita dalam hubungan langsung,, Pendapatan Asli Daerah sangat berpengaruh terhadap Pendapatan Per Kapita, Dana Alokasi Umum mempunyai dampak yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah melalui Belanja Modal (efek tidak langsung Belanja modal mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Alokasi belanja modal untuk pengembangan infrastruktur penunjang perekonomian, akan mendorong tingkat produktifitas penduduk. Pada gilirannya hal ini dapat meningkatkan pendapatan masyarakat secara umum yang tercermin dalam pendapatan per kapita. David Harianto dan Priyo Hariadi ( 2007 ) melakukan penelitian dengan judul Hubungan Belanja Modal, DAU, PAD, dan Pendapatan Per Kapita pada Pemerintah Kabupaten dan Kota se Jawa-Bali, Data yang dianalisis adalah data tahun 2001 sampai 2004, data penelitian diperoleh dari Badan

Pusat Statistik. Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa Dana Alokasi Umum sangat berpengaruh terhadap Belanja Modal. Sayangnya kontribusi dari DAU terhadap Belanja Modal masih kurang efektif akibatnya pembangunan yang terjadi di daerah kurang merata,belanja Modal mempunyai dampak yang signifikan dan negatif terhadap Pendapatan Per Kapita dalam hubungan langsung, tetapi juga mempunyai hubungan yang positif dalam hubungan tidak langsung melalui Pendapatan Asli Daerah, Pendapatan Asli Daerah sangat berpengaruh terhadap Pendapatan Per Kapita, tetapi pertumbuhan yang terjadi masih kurang merata sehingga banyak ketimpangan/jarak ekonomi antar daerah, Dana Alokasi Umum mempunyai dampak yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah melalui Belanja Modal (efek tidak langsung). BAPPENAS (2003), dalam jurnal Kemandirian Daerah : Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap perubahan Pendapatan Per Kapita. Dan menegaskan bahwa pertumbuhan PAD seharusnya sensitif terhadap kenaikan pertumbuhan ekonomi. Adi (2006) meneliti pengaruh belanja modal terhadap pertumbuhan ekonomi, dan hasil uji hipotesis menunjukkan belanja modal mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Alokasi belanja modal untuk pengembangan infrastruktur penunjang perekonomian, akan mendorong tingkat produktifitas penduduk. Pada gilirannya hal ini dapat meningkatkan pendapatan masyarakat secara umum yang tercermin dalam pendapatan per kapita. Wong (2004) dalam jurnal anggaran sektor publik, akuntansi, dan manajemen keuangan ( Journal Of Public Budgeting, Accounting, and

Financial Management) menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur industri mempunyai dampak yang nyata terhadap kenaikan pajak daerah. Dengan terpenuhinya fasilitas publik maka masyarakat merasa nyaman dan dapat menjalankan usahanya dengan efisien dan efektif sehingga pada akhirnya akan meningkatkan partisipasi publik dalam pembangunan. D. Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian 1. Kerangka Konseptual Kerangka konseptual adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor yang penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Penelitian ini menggunakan dua variabel bebas yaitu belanja modal dan pendapatan asli daerah, serta satu variabel terikat yaitu pendapatan per kapita. Adapun yang menjadi kerangka konseptual dari penelitian ini adalah: Berdasarkan latar belakang masalah dan tinjauan pustaka diatas dapat disimpulkan kerangka konseptual sebagai berikut: Ha3 Belanja Modal ( X1) PAD (X2) Ha1 Ha2 Pendapatan Perkapita ( Y )

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 2. Hipotesis Penelitian Menurut Erlina, Mulyani (2007:4), Hipotesis adalah proporsi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris. Hipotesis adalah dugaan atau jawaban sementara terhadap masalah yang akan diuji kebenarannya, melalui analisis data yang relevan dan kebenarannya akan diketahui setelah dilakukan penelitian. Berdasarkan tinjauan teoritis dan kerangka konseptual yang diuraikan sebelumnya, dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: Ha1: Belanja Modal berpengaruh terhadap Peningkatan Pendapatan Per Kapita Ha2: Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap Peningkatan Pendapatan Per Kapita Ha3: Belanja Modal dan PAD berpengaruh terhadap Peningkatan Pendapatan Per Kapita.