BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
|
|
- Hadian Tan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Teori yang relevan 1. Teori Keagenan (agency theory) Dalam teori keagenan (Jensen dan Meckling, 1976) menyatakan hubungan keagenan merupakan sebuah kontrak dimana satu atau lebih (prinsipal) melimpahkan wewenang kepada orang lain (agen) untuk kepentingan mereka. Permasalahan hubungan keagenan ini mengakibatkan terjadinya informasi asimetris (information asymmetry) dan konflik kepentingan (conflict of interest). Kaitan agency theory dalam penelitian ini dapat dilihat melalui hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam penyaluran sisa lebih pembiayaan anggaran (SiLPA) dan juga hubungan antara masyarakat yang diproksikan oleh DPRD (prinsipal) dengan pemerintah daerah (agen). Pemerintah pusat melakukan pelimpahkan wewenang kepada pemerintah daerah dalam mengatur secara mandiri segala aktivitas pemerintahan di daerahnya. Oleh karena itu sebagai konsekuensi dari pelimpahan wewenang tersebut, pemerintah pusat menurunkan sisa lebih pembiayaan anggaran yang tujuannya adalah membantu pemerintah daerah baik dalam mendanai kebutuhan pemerintahan sehari-hari maupun memberi pelayanan publik yang lebih baik kepada masyarakat. Selain itu, teori 7
2 8 keagenan tersirat dalam hubungan pemerintah daerah dengan masyarakat. Masyarakat sebagai prinsipal telah memberikan sumber daya kepada daerah berupa pembayaran pajak, retribusi dan sebagainya untuk dapat meningkatkan pendapatan asli daerah. 2. Teori Fiscal Federalism Teori Fiscal Federalism merupakan teori yang dikembangkan oleh Hayek (1945), Musgrave (1959) dan Oates (1972). Dalam teori ini ditekankan bahwa pertumbuhan ekonomi dicapai dengan jalan desentralisasi fiskal atau pendelegasian wewenang oleh pusat kepada daerah untuk mengatur rumah tangga pemerintahan daerahnya sendiri atau sering disebut dengan otonomi daerah (otda). Teori fiscal federalism terbagi atas dua perspektif teori yakni menurut traditional theories (first generation theory) dan new perspective theories (second generation theories). Penekanan terhadap keuntungan alokatif dari desentralisasi untuk mendapatkan kemudahan informasi dari masyarakat merupakan pandangan teori tradisional tentang fiscal federalism sementara menurut Maggi dan Ladurner (2009) new perspective theories lebih menekankan untuk melihat ke dalam setiap keputusan politik yang diambil oleh pemerintah, bagaimana pemerintah (eksekutif dan legislatif) berperilaku, berperan dan berpikir beserta lembaga-lembaga mereka.
3 9 B. Belanja Modal 1. Pengertian Belanja Modal Menurut Kementrian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Anggaran, Belanja Modal merupakan pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Belanja modal menurut Christy dan Adi (2009) adalah belanja yang dilakukan oleh pemerintah yang menghasilkan aktiva tetap tertentu. Berdasarkan pengertian diatas, belanja modal merupakan pengeluaran-pengeluaran pemerintah dalam berbentuk aset tetap berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 tahun. 2. Jenis-jenis Belanja Modal Belanja Modal dapat dikategorikan dalam 5 (lima) kategori utama (Syaiful,2006) : a. Belanja Modal Tanah Belanja Modal Tanah adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan / pembelian / pembebasan penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurungan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.
4 10 b. Belanja Modal Peralatan dan Mesin Belanja Modal Peralatan dan Mesin adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan / penambahan / penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai. c. Belanja Modal Gedung dan Bangunan Belanja Modal Gedung dan Bangunan adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaaan / penambahan / penggantian, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai. d. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan / penambahan / penggantian / peningkatan pembangunan / pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai. e. Belanja Modal Fisik Lainnya Belanja Modal Fisik Lainnya adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan / penambahan / penggantian pembangunan / pembuatan serta serta perawatan fisik lainnya yang tidak dikategorikan
5 11 kedalam kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan, termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku dan jurnal ilmiah. Berkaitan dengan pelayanan publik, alokasi belanja modal merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan karena akan meningkatkan produktifitas perekonomian daerah. Semakin banyak modal maka semakin tinggi pula produktifitas perekonomian karena belanja modal berupa infrastruktur jelas berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Senada dengan hal tersebut Hariyanto dan Hari Adi (2006) menjelaskan bahwa tersediaanya infrastruktur yang baik diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan efektifitas di berbagai sektor, sehingga produktifitas masyarakat semakin tinggi. Dengan melakukan belanja modal akan menimbulkan konsekuensi berupa penambahan biaya yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan. Belanja pemeliharaan merupakan belanja yang dialokasikan untuk menjaga agar aset tetap senantiasa dalam kondisi siap digunakan sesuai dengan estimasi umur ekonomisnya (Halim, 2006). C. Pendapatan Per Kapita 1. Pengertian Pendapatan Per Kapita Pendapatan per kapita (per capita income) adalah pendapatan rata-rata penduduk suatu negara pada suatu periode tertentu, yang biasanya satu
6 12 tahun. Pendapatan per kapita bisa juga diartikan sebagai jumlah dari nilai barang dan jasa rata-rata yang tersedia bagi setiap penduduk suatu negara pada suatu periode tertentu (Susman, 2010). Menurut Budiono (1985), pertumbuhan ekonomi merupakan proses kenaikan output per kapita. Dimana secara tradisional, pertumbuhan ekonomi ditujukan untuk peningkatan yang berkelanjutan produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Pendapatan Per Kapita (Saragih, 2003 ; Kuncoro, 2004). Produk Domestik Regional Bruto adalah jumlah nilai tambah bruto yang dihasilkan seluruh unit usaha dalam wilayah tertentu atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik, pendapatan perkapita adalah gambaran rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk sebagai hasil dari proses produksi yang terjadi di suatu daerah. 2. Golongan Pendapatan per Kapita Bank Dunia (World Bank) telah mengelompokkan negara-negara menjadi 5 kelompok berdasarkan tinggi rendahnya pendapatan per kapita. a. Kelompok Negara Berpendapatan Rendah (Low Income Economies), yaitu negara-negara yang memiliki PNB per kapita US $ 520,00 atau kurang. b. Kelompok Negara Berpendapatan Menengah Bawah (Lower-Middle Economies), yaitu negara-negara yang mempunyai PNB per kapita antara US $ 521,00 sampai US $ 1.740,00.
7 13 c. Kelompok Negara Berpendapatan Menengah (Middle Economies), yaitu negara-negara yang mempunyai PNB per kapita antara US $ 1.741,00 sampai US $ 2.990,00. d. Kelompok Negara Berpendapatan Menengah Tinggi (Upper-Middle Economies), yaitu negara-negara yang mempunyai PNB per kapita antara US $ 2.991,00 sampai US $ 4.870,00. e. Kelompok Negara Berpendapatan Tinggi (High Income Economies), yaitu negara-negara yang mempunyai PNB per kapita antara US $ 4.871,00 sampai US $ ,00 bahkan lebih (Susman, 2010). D. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) menurut Permendagri Nomor 13 tahun 2006 adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran. SiLPA tahun anggaran sebelumnya mencakup pelampauan penerimaan PAD, pelampauan penerimaan dana perimbangan, pelampauan penerimaan lain-lain pendapatan daerah yang sah, pelampauan penerimaan pembiayaan, penghematan belanja, kewajiban kepada fihak ketiga sampai dengan akhir tahun belum terselesaikan, dan sisa dana kegiatan lanjutan. SiLPA adalah suatu indikator yang menggambarkan efisiensi pengeluaran pemerintah. SiLPA sebenarnya merupakan indikator efisiensi, karena SiLPA hanya akan terbentuk bila terjadi Surplus pada APBD dan sekaligus terjadi Pembiayaan Neto yang positif, dimana komponen Penerimaan lebih besar dari komponen Pengeluaran Pembiayaan (Balai Litbang NTT, 2008).
8 14 E. Pajak Air Permukaan 1. Pengertian Pajak Air Permukaan Menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009, pajak air permukaan adalah pajak atas pengambilan atau pemanfaatan air permukaan. Sedangkan air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah, tidak termasuk air laut baik yang berada dilaut maupun di darat. 2. Subjek Pajak Air Permukaan Subjek Pajak Air Permukaan adalah orang pribadi atau badan yang dapat melakukan pengambilan atau pemanfaatan air permukaan. Wajib pajak air permukaan adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan atau pemanfaatan air permukaan 3. Objek Pajak Air Permukaan Objek Pajak Air Permukaan adalah pengambilan atau pemanfaatan Air Permukaan. Dikecualikan dari objek Pajak Air Permukaan adalah : a. Pengambilan atau pemanfaatan Air Permukaan untuk keperluan dasar rumah tangga, pengairan pertanian dan perikanan rakyat, dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan dan peraturan perundang-undangan; dan b. Pengambilan atau pemanfaatan Air Permukaan lainnya yang diterapkan dalam Peraturan Daerah.
9 15 4. Tarif Pajak Air Permukaan Tarif Pajak Air Permukaan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. F. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 1. Pengertian Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah,warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha. 2. Subjek Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Subjek Pajak Bea Balik Nama Kendaraan adalah orang pribadi atau badan yang dapat menerima penyerahan Kendaraan Bermotor. Wajib Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau badan yang menerima penyerahan Kendaraan Bermotor. 3. Objek Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Objek Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah penyerahan kepemilikan Kendaraan Bermotor. Pengertian Kendaraan Bermotor yang dimaksud adalah kendaraan bermotor beroda beserta gandengannya, yang dioperasikan disemua jenis jalan darat dan kendaraan bermotor yang dioperasikan di air dengan ukuran isi kotor GT 5 (lima
10 16 Gross Tonnage) sampai dengan GT 7 (tujuh Gross Tonnage).Dikecualikan dari Pengertian Kendaraan Bermotor adalah: a. Kereta api; b. Kendaraan Bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara; c. Kendaraan Bermotor yang dimiliki atau dikuasai kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dengan asas timbal balik dan lembaga-lembaga internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari Pemerintah; dan d. Objek pajak lainnya yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah. 4. Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi masing-masing sebagai berikut: a. Penyerahan pertama sebesar 20% (dua puluh persen); dan b. Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1% (satu persen). Khusus untuk Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar yang tidak menggunakan jalan umum tarif pajak ditetapkan paling tinggi masing-masing sebagai berikut: a. Penyerahan pertama sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen); dan b. Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,075% (nol koma nol tujuh lima persen)
11 17 G. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh David Harianto dan Priyo Hari Adi (2007) tentang hubungan antara dana alokasi umum, belanja modal, pendapatan asli daerah dan pendapatan per kapita. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dana alokasi umum sangat berpengaruh terhadap belanja modal, belanja modal mempunyai dampak yang signifikan dan negatif terhadap pendapatan per kapita tetapi juga mempunyai hubungan yang positif dalam hubungan tidak langsung melalui pendapatan asli daerah. Dan pendapatan asli daerah sangat berpengaruh terhadap pendapatan per kapita. Kusnandar dan Dodik Siswantoro (2007) tentang pengaruh dana alokasi umum, pendapatan asli daerah, sisa lebih pembiayaan anggaran dan luas wilayah terhadap belanja modal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara empiris besarnya alokasi belanja modal dipengaruhi oleh dana alokasi umum, pendapatan asli daerah, sisa lebih pembiayaan anggaran dan luas wilayah. Dan secara parsial dana alokasi umum tidak berpengaruh terhadap belanja modal sedangkan pendapatan asli daerah, sisa lebih pembiayaan anggaran dan luas wilayah berpengaruh. Berdasarkan penelitian Walidi (2009) tentang pengaruh dana alokasi umum terhadap pendapatan perkapita, belanja modal sebagai variabel intervening. Hasil penelitian menunjukkan dana alokasi umum mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan per kapita, belanja modal mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan perkapita. Dana alokasi umum mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap belanja modal
12 18 serta dana alokasi umum dan belanja modal mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan per kapita. Berdasarkan penelitian Ida Mentayani dan Rusmanto (2013) tentang pengaruh pendapatan asli daerah, dana alokasi umum dan sisa lebih pembiayaan anggaran terhadap belanja modal pada kota dan kabupaten di pulau Kalimantan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan asli daerah, dana alokasi umum dan sisa lebih pembiayaan anggaran secara simultan berpengaruh signifikan terhadap belanja modal pada kota dan kabupaten di pulau Kalimantan. Sedangkan secara parsial pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum tidak berpengaruh secara signifikan terhadap belanja modal pada kota dan kabupaten di pulau Kalimantan. Penelitian Rahmat (2010) tentang tinjauan atas pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah (ABT) Serta air permukaan (APER). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah serta air permukaan berpengaruh positif terhadap pendapatan asli daerah. Tri Mustika Sari (2012) tentang analisis kontribusi pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor terhadap pendapatan asli daerah. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor berpengaruh positif terhadap pendapatan asli daerah terdahulu : Berikut ini pada table 2.1 dapat dilihat hasil ringkasan dari hasil penelitian
13 19 Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Nama Peneliti dan Tahun Variabel 1 David Harianto dan Dana alokasi umum, Priyo Hari Adi belanja modal, (2007) pendapatan asli daerah dan pendapatan per kapita 2 Kusnandar dan dana alokasi umum, Dodik Siswantoro pendapatan asli (2007) daerah, sisa lebih pembiayaan anggaran, luas wilayah dan belanja modal 3 Walidi (2009) dana alokasi umum,pendapatan perkapita, dan belanja modal Hasil Penelitian Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dana alokasi umum sangat berpengaruh terhadap belanja modal, belanja modal mempunyai dampak yang signifikan dan negatif terhadap pendapatan per kapita tetapi juga mempunyai hubungan yang positif dalam hubungan tidak langsung melalui pendapatan asli daerah. Dan pendapatan asli daerah sangat berpengaruh terhadap pendapatan per kapita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara empiris besarnya alokasi belanja modal dipengaruhi oleh dana alokasi umum, pendapatan asli daerah, sisa lebih pembiayaan anggaran dan luas wilayah. Dan secara parsial dana alokasi umum tidak berpengaruh terhadap belanja modal sedangkan pendapatan asli daerah, sisa lebih pembiayaan anggaran dan luas wilayah berpengaruh. Hasil penelitian menunjukkan dana alokasi umum mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan per kapita, belanja modal mempunyai pengaruh yang
14 20 4 Ida Mentayani dan Rusmanto (2013) pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, sisa lebih pembiayaan anggaran, dan belanja modal 5 Rahmat (2010) Pajak Pengambilan Dan Pemanfaatan Air Bawah tanah (ABT) Serta Air Permukaan (APER) 6 Tri Mustika Sari Pajak Kendaraan (2012) Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Pendapatan Asli daerah signifikan terhadap pendapatan perkapita. Dana alokasi umum mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap belanja modal serta dana alokasi umum dan belanja modal mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan per kapita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan asli daerah, dana alokasi umum dan sisa lebih pembiayaan anggaran secara simultan berpengaruh signifikan terhadap belanja modal pada kota dan kabupaten di pulau Kalimantan. Sedangkan secara parsial pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum tidak berpengaruh secara signifikan terhadap belanja modal pada kota dan kabupaten di pulau Kalimantan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pajak Pengambilan dan pemanfaatan Air Bawah Tanah Serta Air Permukaan Berpengaruh positif terhadap pendapatan asli daerah Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor berpengaruh positif terhadap pendapatan asli daerah
15 21 H. Rerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian ini menggunakan empat variabel independen yaitu Pendapatan Per Kapita, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA), Pajak Air Permukaan dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor serta satu variabel dependen yaitu Belanja Modal. Pengalokasian belanja modal hal yang penting karena belanja modal pemerintah daerah difokuskan untuk menambah aset daerah yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan terhadap publik. Untuk dapat menambah aset daerah belanja modal sangat berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah sedangkan pendapatan asli daerah bersumber dari pajak daerah dan retribusi daerah. Sumber pendanaan lainnya untuk alokasi belanja modal penyediaan berbagai fasilitas publik adalah penerimaan daerah yang bersumber dari Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) tahun anggaran sebelumnya. Dengan ditambahkannya infrastruktur dan perbaikan infrastruktur yang ada oleh pemerintah daerah dengan belanja modal, diharapkan akan memacu pertumbuhan perekonomian di daerah. Pertumbuhan perekonomian daerah dapat meningkatkan pendapatan penduduk di daerah yang bersangkutan, seiring dengan meningkatnya pendapatan penduduk akan berdampak pada meningkatnya pendapatan per kapita.
16 22 1).Pengaruh Pendapatan Per Kapita terhadap keputusan Belanja Modal Pembangunan sarana dan prasarana oleh pemerintah daerah berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi (Kuncoro, 2004). Peningkatan pelayanan sektor publik secara berkelanjutan akan meningkatkan sarana dan prasarana publik, investasi pemerintah juga meliputi perbaikan fasilitas pendidikan, kesehatan, dan sarana penunjang lainnya. Syaratan fundamental untuk pembangunan ekonomi adalah tingkat pengadaan modal pembangunan yang seimbang dengan pertambahan penduduk. Pembentukan modal tersebut harus didefinisikan secara luas sehingga mencakup semua pengeluaran yang sifatnya menaikan produktivitas (Ismerdekaningsih & Rahayu, 2002). Dengan ditambahnya infrastruktur dan perbaikan infrastruktur yang ada oleh pemerintah daerah, diharapkan akan memacu pertumbuhan perekonomian di daerah. Pertumbuhan ekonomi daerah akan merangsang meningkatnya pendapatan penduduk di daerah yang bersangkutan, seiring dengan meningkatnya pendapatan penduduk akan berdampak pada meningkatnya pandapatan per Kapita. Jika PEMDA menetapkan anggaran belanja pembangunan lebih besar dari pengeluaran rutin, maka kebijakan ekspansi anggaran daerah ini akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi daerah (Saragih, 2003). Dalam penelitiannya Lin dan Liu (2000) menyatakan bahwa pemerintah perlu untuk meningkatkan investasi modal guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Penelitian yang dilakukan oleh Adi (2006) membuktikan
17 23 bahwa belanja modal mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Alokasi belanja modal untuk pengembangan infrastruktur penunjang perekonomian, akan mendorong tingkat produktifitas penduduk. Pada gilirannya hal ini dapat meningkatkan pendapatan masyarakat secara umum yang tercermin dalam pendapatan per kapita. Dari gambaran ini, dapat disusun hipotesis penelitian sebagai berikut : H1 : Pendapatan Per Kapita berpengaruh positif terhadap keputusan belanja modal 2). Pengaruh Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) terhadap keputusan Belanja Modal SiLPA tahun sebelumnya yang merupakan penerimaan pembiayaan digunakan untuk menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil daripada realisasi belanja, mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan atas beban belanja langsung (belanja barang dan jasa, belanja modal, dan belanja pegawai) dan mendanai kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir tahun anggaran belum diselesaikan. Penelitian yang dilakukan Ardhini (2011) menguatkan hal tersebut dimana SiLPA berpengaruh positif terhadap Belanja Modal. Berdasarkan landasan teori tersebut, hipotesis dapat dinyatakan sebagai berikut : H2 : Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) berpengaruh positif terhadap keputusan belanja modal
18 24 3). Pengaruh Pajak Air Permukaan terhadap keputusan Belanja Modal Dalam menunjang kelancaran penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah, salah satu sumber pendapatan daerah diantaranya berasal dari penerimaan pajak daerah. Pajak daerah memegang peranan yang sangat penting dalam mendukung penyediaan dana untuk kegiatankegiatan pemerintah dan pembangunan daerah, hal ini dapat berjalan dengan baik bila ada sumber dana yang digunakan untuk membiayai pelaksanaannya satu diantaranya dari sektor pajak. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air permukaan termasuk pajak daerah dan merupakan salah satu sumber penerimaan daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pembangunan dan kegiatan pemerintah daerah. Penelitian yang dilakukan oleh Rahmat (2010) menguatkan hal tersebut. Berdasarkan landasan teori tersebut, hipotesis dapat dinyatakan sebagai berikut : H3 : Pajak Air Permukaan berpengaruh positif terhadap keputusan belanja modal 4).Pengaruh Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Terhadap keputusan Belanja Modal Penelitian Tri Mustika Sari menunjukkan bahwa bea balik nama kendaraan bermotor memiliki pengaruh yang positif terhadap pendapatan asli daerah. Dengan semakin meningkatnya jumlah kendaraan bermotor maka peluang meningkatkan penerimaan PKB dan BBNKB sangat besar secara ekonomis terhadap pendapatan asli daerah. Karena pendapatan asli
19 25 daerah adalah salah satu sumber pendanaan terhadap belanja modal sehingga bea balik nama kendaraan bermotor berpengaruh terhadap belanja modal. Berdasarkan konsep tersebut maka dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut: H4 : Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor berpengaruh positif terhadap keputusan belanja modal I. Model Konseptual Penelitian Berdasarkan rerangka pemikiran dan hipotesis, maka model konseptual penelitian ini adalah: Pendapatan Per Kapita Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) Pajak Air Permukaan Ha 1 Ha 2 Ha 3 Ha 4 Belanja Modal Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Gambar 2.1 Model Konseptual Penelitian
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Keuangan Daerah dan APBD Menurut Mamesah (1995 : 16), keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Arsyad (1999) dalam Setiyawati (2007) menyatakan bahwa pertumbuhan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi Secara umum pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, bentuk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi merupakan suatu langkah yang telah dilakukan oleh pemerintah, salah satunya pada bidang pemerintahan daerah dan pengelolaan keuangan. Reformasi tahun
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan dalam dunia bisnis dapat dideskripsikan sebagai hubungan antara pemegang saham
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
10 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Otonomi Daerah Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia tumbuh semakin pesat seiring dengan adanya otonomi daerah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori 2.1.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1.1 Pengertian APBD Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. prinsipal (Jensen dan Meckling, 1976). Scott (2000) dalam Bangun (2009)
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Keagenan Teori keagenan menyatakan bahwa hubungan keagenan merupakan sebuah persetujuan (kontrak) di antara dua
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua
BAB II LANDASAN TEORI A. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan Asli
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan Teori yang menjelaskan hubungan prinsipal dan agen ini salah satunya berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi.
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. keagenan didefinisikan sebagai sebuah kontrak antara satu atau lebih (prinsipal)
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori keagenan Menurut Jensen dan Meckling (1976), hubungan keagenan dalam teori keagenan didefinisikan sebagai sebuah kontrak antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah Menurut Darise ( 2007 : 43 ), Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) adalah pendapatan yang diperoleh
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. keputusan, sosiologi, organisasi. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan di
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan Menurut Halim dan Abdullah (2006) Teori Keagenan yakni teori yang mengaitkan hubungan prinsipal dengan agen yang berasal
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. LANDASAN TEORITIS 2.1.1 Alokasi Anggaran Belanja Modal Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap berwujud yang memberi manfaaat lebih dari satu tahun
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah dan APBD Menurut Mamesah (1995), keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. yang mana dinyatakan oleh Jansen dan Meckling (1976), bahwa hubungan
BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Agency Theory Grand Theory dalam penelitian ini menggunakan Agency Theory, yang mana dinyatakan oleh Jansen dan Meckling (1976),
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas lebih mendalam mengenai teori-teori dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Pada bab ini akan dibahas lebih mendalam mengenai teori-teori dan pendekatan-pendekatan yang menjelaskan pengertian Belanja Modal, Fiscal Stress, Dana Bagi Hasil
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Belanja Modal Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, desentralisasi fiskal mulai hangat dibicarakan sejak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, desentralisasi fiskal mulai hangat dibicarakan sejak bergulirnya era reformasi pasca runtuhnya tembok kekuasaan pemerintahan orde baru. Dalam perkembangan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat menjadi APBD adalah suatu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Konsep Pendapatan Asli Daerah 2.1.1.1 Pendapatan Asli Derah Setiap daerah memiliki wewenang dan kewajiban untuk menggali sumber sumber keuangannya sendiri
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pendapatan Asli Daerah a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah Menurut Mardiasmo (2002:132), Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dan sektor
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah dan APBD Peraturan Menteri Dalam Negeri No 21 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah mendefinisikan Keuangan Daerah sebagai semua hak dan kewajiban
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengertian pertumbuhan ekonomi seringkali dibedakan dengan
BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Literatur 2.1.1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah Pengertian pertumbuhan ekonomi seringkali dibedakan dengan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi bersangkut-paut dengan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan Pemerintah Daerah di Indonesia sejak tahun 2001 memasuki era baru yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai dengan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 KAJIAN PUSTAKA Penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian sebelumnya, penelitianpenelitian tersebut adalah : Darwanto dan Yustikasari (2014) yang meneliti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam manajemen keuangan daerah, reformasi ditandai dengan pelaksanaan otonomi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam manajemen keuangan daerah, reformasi ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Otonomi daerah adalah wewenang yang dimiliki daerah otonom untuk mengatur
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. II.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) II.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Paradigma pengelolaan keuangan daerah telah mengalami perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah pada tahun 2001. Undang-undang No. 32 tahun 2004
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Ekonomi, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum. Kemudian, akan menjabarkan penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak, wewenang, dan kewajiban daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah, baik di tingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang (UU)
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan Peraturan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Dalam UU No 33 pasal 1 ayat 17, menyebutkan bahwa APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Belanja Modal Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.06/2007 tentang Bagan Akun Standar mendefinisikan belanja
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Otonomi Daerah Di dalam pembangunan ekonomi terutama pembangunan di daerah, peranan yang sangat penting dari keuangan daerah adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka daerah diberi wewenang untuk mengatur rumah tangganya sendiri hal ini telah diamanatkan dalam Undang Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi yang bergulir tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, salah satu bentuk reformasi tersebut adalah perubahan bentuk pemerintahan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007:23), keuangan daerah dapat diartikan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Keuangan Daerah dan APBD a. Pengertian dan Ruang Lingkup Keuangan Daerah Menurut Mamesah dalam Halim (2007:23), keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua
Lebih terperinciDaerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,
APBD merupakan suatu gambaran atau tolak ukur penting keberhasilan suatu daerah di dalam meningkatkan potensi perekonomian daerah. Artinya, jika perekonomian daerah mengalami pertumbuhan, maka akan berdampak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pemerintahan Daerah Pemerintahan Daerah menurut Ketentuan Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran menurut Yuwono (2005:27) adalah rencana terinci yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Tinjauan Teori 2.1.1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran menurut Yuwono (2005:27) adalah rencana terinci yang dinyatakan secara formal dalam ukuran kuantitatif,
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Fiscal Federalism dan Otonomi Daerah Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah menyebutkan bahwa Otonomi
Lebih terperinciPENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL (Studi Empiris di Wilayah Karesidenan Surakarta)
PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL (Studi Empiris di Wilayah Karesidenan Surakarta) NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintah pusat sehingga dengan demikian pembangunan daerah diupayakan sejalan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Keagenan Teori yang menjelaskan hubungan prinsipal dan agen ini salah satunya berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. wujud dari diberlakukannya desentralisasi. Otononomi daerah menurut UU No.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tingkat Kinerja Pelayanan Publik Otonomi daerah yang diterapkan di Indonesia sampai saat ini merupakan wujud dari diberlakukannya desentralisasi. Otononomi daerah menurut UU
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Agency problem muncul ketika
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan menganalisis hubungan kontraktual di antara dua atau lebih individu, kelompok,
Lebih terperinciLANDASAN TEORI Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang
8 II. LANDASAN TEORI 2.1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, struktur APBD merupakan satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penilitian Otonomi daerah di Indonesia adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah diatur dalam UU RI Nomor 33 Tahun 2004. UU ini menegaskan bahwa untuk
Lebih terperinciBAB I. Kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia, yang dikukuhkan dengan
BAB I 1.1 Latar Belakang Kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia, yang dikukuhkan dengan undang undang membawa konsekuensi tersendiri bagi daerah untuk dapat melaksanakan pembangunan di segala bidang,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang undangan. Tujuan
10 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Otonomi Daerah Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, Otonomi Daerah merupakan hak, wewenang dan kewajiban
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Akuntansi Sektor Publik Akuntansi sektor publik merupakan akuntansi yang digunakan untuk organisasi nirlaba yang memiliki karakteristik
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. KAJIAN PUSTAKA 1. Otonomi Daerah Dalam pemerintahan Reformasi, perkembangan ekonomi di daerah ikut berkembang dengan baik. Tidak pada pemerintahan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. diartikan sebagai hak, wewenwang, dan kewajiban daerah otonom untuk
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berdasarkan Undang-Undang No. 32 tahun 2004, otonomi daerah diartikan sebagai hak, wewenwang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Stewardship dalam Pemerintahan Teori stewardship adalah teori yang menggambarkan situasi dimana para manajer tidaklah termotivasi oleh tujuan-tujuan individu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan mendasar paradigma pengelolaan keuangan daerah terjadi sejak diterapkan otonomi daerah pada tahun 2001. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang
Lebih terperinci3. KERANGKA PEMIKIRAN
3. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka pemikiran Penelitian Pemerintah pusat memberikan wewenang yang besar kepada pemerintah daerah untuk mengelola pemerintahannya sendiri dalam wadah negara kesatuan Republik
Lebih terperinciPENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA
PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA (Studi pada Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2009-2011 ) NASKAH PUBLIKASI Diajukan
Lebih terperinciPENGARUH DANA ALOKASI UMUM (DAU), PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN
PENGARUH DANA ALOKASI UMUM (DAU), PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN (SiLPA) DAN LUAS WILAYAH TERHADAP BELANJA MODAL STUDI EMPIRIS PADA KABUPATEN DI KARESIDENAN PATI PERIODE 2009-2013
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Agensi (Agency Theory) a. Hubungan Keagenan dalam Penganggaran Sektor Publik Teori keagenan yang menjelaskan hubungan prinsipal dan agen berakar pada
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013) Belanja Modal adalah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belanja Modal Belanja Modal merupakan salah satu jenis Belanja Langsung dalam APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013) Belanja Modal adalah pengeluaran
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belanja Langsung Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Pasal 36 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja langsung merupakan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Otonomi daerah Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, otonomi daerah merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan bentuk kontrak antara eksekutif, legislatif dan publik.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manajemen pemerintah daerah di Indonesia memasuki era baru seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah.kebijakan ini berlaku di Indonesia berdasarkan UU 22/1999
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Jawa Barat adalah salah satu Provinsi di Indonesia. Provinsi Jawa Barat memiliki luas wilayah daratan 3.710.061,32 hektar, dan Jawa Barat menduduki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah berlaku di Indonesia berdasarkan UU 22/1999 (direvisi Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas antara fungsi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Badriyah (2016). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh belanja daerah terhadap PDRB Jawa Tengah menggunakan Panel Vector Error Corection
Lebih terperinciBAB I PENDHULUAN. kebijakan otonomi daerah yang telah membawa perubahan sangat besar terhadap
BAB I PENDHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu aspek yang mendapat perhatian sampai saat ini adalah persoalan kebijakan otonomi daerah yang telah membawa perubahan sangat besar terhadap hubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia mengacu pada Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah direvisi menjadi Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pemerintahan Indonesia menerapkan sistem pemerintahan desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya kepada pemerintah daerah,
Lebih terperinciAbstrak. Kata kunci: Kinerja Keuangan, Dana Alokasi Umum, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Belanja Modal.
Judul : Pengaruh Kinerja Keuangan, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) pada Alokasi Belanja Modal (Studi pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali) Nama : Ade Imron Rosadi NIM
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Fiscal Stress Ada beberapa definisi yang digunakan dalam beberapa literature. Fiscal stress terjadi ketika pendapatan pemerintah daerah mengalami penurunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka daerah diberi wewenang untuk mengatur rumah tangganya sendiri hal ini telah diamanatkan dalam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Belanja Pemeliharaan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Anggaran Pemeliharaan Menurut Halim (2012), anggaran merupakan artikulasi dari perumusan dan perencanaan strategis. Begitu juga dalam organisasi sektor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. landasan hukum dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang. menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1997 memberikan dampak besar bagi semua aspek kehidupan, yakni era reformasi. Reformasi yang terjadi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Para peneliti membuat definisi sendiri karena tidak adanya definisi Fiscal
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tekanan Fiskal (Fiscal Stress) Para peneliti membuat definisi sendiri karena tidak adanya definisi Fiscal Stress yang diterima secara universal sehingga mampu menjawab tujuan
Lebih terperinciBab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Keputusan dikeluarkannya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, daerah diberi kewenangan yang luas untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah baik ditingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota, memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No 22 tahun 1999 dan UU
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manajemen pemerintah daerah di Indonesia memasuki era baru seiring dengan diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Undang Nomor 32 tahun 2004) tentang pemerintah daerah menerangkan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Anggaran Daerah Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008 (revisi atas Undang- Undang Nomor 32 tahun 2004) tentang pemerintah daerah menerangkan yang dimaksud Anggaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masa sentralisasi pemerintahan telah berakhir diganti dengan otonomi daerah. Berdasarkan UU No. 32 tahun 2004, setiap daerah diberi kewenangan yang luas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian DAK diatur dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Dana Alokasi Khusus (DAK) Pengertian DAK diatur dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Keuangan Pusat
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. merupakan salah satu unsur belanja langsung. Belanja modal merupakan
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Belanja modal dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu unsur belanja langsung. Belanja modal merupakan pengeluaran yang manfaatnya cenderung
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom. daerah otonom yaitu daerah yang merupakan kewajiban, hak, dan wewenang untuk mengurus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang ditetapkan dengan undang-undang telah membawa konsekuensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Otonomi daerah yang berlaku di Indonesia Berdasarkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya Otonomi daerah yang berlaku di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang 22 tahun 1999 (direvisi menjadi UU 32 tahun 2004) tentang Pemerintahan Daerah memisahkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia merupakan strategi yang bertujuan ganda. Yuwono, dkk (2005) menyatakan strategi tersebut adalah (1) pemberian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengelola keuangannya sendiri. Adanya otonomi daerah menjadi jalan bagi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Perimbangan Keuangan Pusat dan Pemerintah daerah menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program pencapaian pembangunan. Dalam skala internasional dikenal tujuan pembangunan milenium (Millenium
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejak big bang decentralization yang menandai era baru pemerintahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sejak big bang decentralization yang menandai era baru pemerintahan pasca-orde baru, pemerintah pusat tetap memainkan peranan penting dalam mendukung pelaksanaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Sisa Lebih Pembiayaan. perundang-undangan yang diberikan kepada DPRD, dan pegawai
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Dalam landasan teori ini, akan dibahas lebih jauh mengenai Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, dan Belanja Modal. Kemudian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang telah terjadi pada tahun 1998 yang lalu telah berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Krisis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu fungsi alokasi yang meliputi: sumber-sumber ekonomi dalam bentuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintahan suatu negara pada hakikatnya mengemban tiga fungsi utama, yaitu fungsi alokasi yang meliputi: sumber-sumber ekonomi dalam bentuk barang dan jasa pelayanan
Lebih terperinci