TINJAUAN PUSTAKA Merpati Menurut Yonathan (2003), penyebaran merpati hampir merata di seluruh bagian bumi kecuali di daerah kutub. Merpati lokal di Indonesia merupakan burung merpati yang asal penyebarannya dari daerah Eropa (Antawidjaya, 1988). Menurut Levi (1945), kedudukan merpati lokal dalam taksonomi adalah sebagai berikut : Kelas : Aves Sub Kelas : Neornithes Super Ordo : Neognathae Ordo : Columbiformes Sub Ordo : Columbiae Famili : Columbidae Genus : Columba Spesies : Columba livia Merpati termasuk ke dalam golongan hewan bertulang belakang (vertebrata) dan berdarah panas dengan suhu tubuh sekitar 41 o C. Bentuk tubuhnya kompak dan kuat tetapi beragam sehingga dapat beradaptasi dengan kehidupan di darat maupun di udara. Sayap merpati memudahkan saat terbang, kakinya memudahkan saat bertengger dan berjalan. Kepala merpati termasuk besar sehingga mempunyai kapasitas otak yang besar. Lehernya panjang dan fleksibel sehingga dapat berputar ke segala arah (Levi, 1945). Karakteristik Merpati Naluri untuk pulang kandang (homing) merupakan salah satu keistimewaan merpati. Merpati dapat terbang hingga ribuan kilometer untuk pulang kembali ke kandangnya. Merpati juga mempunyai sifat sense of location dalam jarak jauh dengan waktu yang lama (Levi, 1945). Melatih terbang merpati dilakukan dengan melepaskannya pada satu arah, misalkan dari arah timur ke barat. Selain itu, latihan terbang dilakukan dengan jarak yang bertahap mulai dari yang paling dekat dan semakin jauh (Yonathan, 2003). 3
Merpati mempunyai sifat alamiah yaitu monogami. Merpati selalu mencari pasangan tetap yang bakal berlangsung sampai mati (Yonathan, 2003). Blakely dan Bade (1998) menambahkan bila salah satu pasangan merpati mati atau dipisahkan oleh manusia, maka dapat dicarikan pasangan lain. Namun bila pasangan yang dipisahkan itu dipertemukan kembali dengan pasangan lamanya, maka pasangan lama akan kembali terwujud. Merpati betina biasanya lebih kecil dan tidak terlalu ribut dibandingkan dengan merpati jantan pada saat kawin. Ukuran merpati jantan lebih besar dengan tekstur bulu lebih besar dan bulu leher lebih tebal dibandingkan merpati betina. Merpati jantan pada saat bercumbu membuat gerakan melingkari betina, memekarkan bulu ekor dan menjatuhkan atau merebahkan sayapnya. Pada proses cooing dan billing, betina selalu menempatkan paruhnya ke dalam paruh jantan. Seekor merpati jantan dan seekor merpati betina telah menjadi pasangan jika keduanya tampak saling meloloh dan merpati betina mau dikawini oleh merpati jantan (Blakely dan Bade, 1998). Dewasa kelamin pada merpati dicapai pada umur empat bulan untuk merpati jantan dan enam bulan untuk merpati betina. Menurut Yonathan (2003), merpati dianggap dewasa saat menginjak usia 4-6 bulan. Merpati betina mencapai dewasa jika telah bertelur yaitu pada saat umur 5-6 bulan, sedangkan merpati jantan dianggap dewasa setelah timbul sifat giring (birahi). Sifat giring ini dapat diamati saat merpati jantan mematuk-matuk merpati betina. Merpati bertelur sebanyak 1-2 butir telur pada setiap periode bertelur dengan kerabang telur berwarna putih. Produksi telur merpati rata-rata yaitu dua butir setiap periode dengan berat telur sekitar 15 g per butir. Masa pengeraman telur berlangsung selama 17-18 hari. Pengeraman dilakukan secara bergantian oleh induk betina dan induk jantan. Pengeraman yang dilakukan oleh merpati betina lebih lama dibandingkan merpati jantan, merpati jantan hanya mengerami telur dalam waktu yang singkat, yaitu pada pagi sampai siang. Telur merpati tidak menetas dalam waktu yang sama. Setelah telur pertama menetas, telur kedua menetas 48 jam berikutnya (Blakely dan Bade, 1998). Sifat fisik yang dapat dilihat untuk membedakan jantan dan betina adalah dengan melihat bentuk kepala. Merpati jantan memiliki bentuk kepala agak datar, 4
permukaannya lebih kasar dan terlihat lebih bersifat maskulin, sedangkan merpati betina memiliki bentuk kepala agak bulat dan terlihat halus, serta bulu lehernya halus (Levi, 1945 dan Nowland, 2001). Sistem Kerangka Seekor burung penerbang memiliki kerangka khusus yang tersusun oleh tulang berongga pada tulang humerus, memiliki tulang dada, sternum, coracoids, clavicles dan pygostyle yang kuat. Dada merpati tersusun dari tulang sternum yang berfungsi untuk melindungi organ penting pernapasan yaitu paru-paru (Tyne dan Berger, 1976). Kerangka tulang burung memiliki struktur yang berongga dan dapat terisi udara sehingga meringankan berat kerangka pada saat terbang. Pygostile terdiri dari caudal vertebra. Burung dapat bermanuver dengan ekor sebagai kemudi, sehingga dapat memperlambat dan mengubah arah terbang (Henderson State University, 2012). The Cornell Lab of Ornithology (2012) menyatakan bahwa kombinasi tulang yang ringan, bentuk yang sedemikian rupa dan presisi yang terkontrol memberikan kemampuan burung untuk terbang lama. Menurut Levi (1945), merpati yang ideal adalah merpati yang mempunyai tubuh tidak terlalu panjang atau terlalu pendek. Tubuh merpati harus tegap, kepala, leher, sayap, tubuh, serta ekor harus proporsional atau seimbang. Kecepatan Terbang Pennycuick (1968b) menyatakan bahwa merpati dapat terbang horizontal tanpa kekurangan asupan oksigen dalam tubuh dengan kecepatan 3-16 m/detik, kecepatan terbang minimum merpati adalah 8-9 m/detik. Tyne dan Berger (1976) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan terbang merpati adalah kecepatan angin, temperatur dan motivasi terbang. Menurut Yonathan (2003), kecepatan terbang merpati dipengaruhi oleh sifat birahi (giring). Kondisi fisiologis juga berpengaruh terhadap kecepatan terbang merpati. Naluri untuk kembali pulang lebih besar pada saat merpati jantan dilatih dan merpati betina sedang bertelur. 5
Pola Terbang Seekor burung meluncur menggunakan berat (massa) untuk mengatasi hambatan angin, oleh karena itu burung memerlukan massa tertentu dan sebagai akibatnya hanya burung tipe besar yang mampu meluncur teratur (Ritchison, 2008). Pennycuick (1968a) menyatakan bahwa ketika kecepatan terbang meningkat, merpati akan terbang meluncur dan secara drastis mengurangi rentang sayap. Biewener (2012) menyatakan bahwa otot terbang burung dengan ukuran tubuh yang lebih kecil harus mampu melakukan pekerjaan besar untuk menghasilkan tenaga aerodinamis yang dibutuhkan untuk mendukung berat badan di udara dan untuk mengatasi hambatan angin. Manajemen Pemeliharaan Kandang Levi (1945) menyatakan bahwa tipe kandang merpati ada dua macam, yaitu loft dan flypen. Loft merupakan kandang selama berproduksi dengan sangkar di dalamnya, sedangkan flypen merupakan kandang jodoh untuk merpati muda yang belum memperoleh pasangan. Menurut Knox (2000), peralatan yang harus tersedia dalam kandang yaitu tempat pakan dan tempat minum yang didisain agar tidak mudah tumpah, sarang untuk mengerami telur, mangkuk untuk mandi dan tenggeran. Tempat sarang merpati seperti mangkok harus berbentuk cekung supaya mampu menyediakan tempat yang cocok bagi merpati untuk mengerami dan mencegah anak-anak yang masih kecil jatuh. Tempat bertengger perlu disediakan di luar sangkar. Tenggeran berukuran lebar 10-15 cm dan tinggi 1 m (Blakely dan Bade, 1998). Pakan Menurut Blakely dan Bade (1998), anak merpati mendapatkan makanan dari induknya berupa susu merpati (pigeon milk). Zat yang menyerupai susu ini merupakan sekresi yang berasal dari dinding tembolok yang hanya terdapat pada merpati. Sistem pencernaan anak merpati mulai berkembang seiring berkurangnya produksi pigeon milk, selanjutnya anak merpati mulai mengkonsumsi biji-bijian sedikit demi sedikit. Selain pakan utama, merpati juga membutuhkan grit untuk 6
membantu menggiling dan mencerna biji-bijian yang dimakan serta membentuk kerabang telur karena grit juga mengandung mineral. Pakan merpati umumnya berupa biji-bijian, seperti jagung. Jagung kuning mengandung protein 8,5%, serat kasar 2,2%, kalsium 0,02%, fosfor 0,28% dan energi metabolis 3,470 kkal/kg (National Research Council, 1994). Menurut Nowland (2001), pakan yang baik untuk merpati terdiri atas protein kasar 13,5%, karbohidrat 65%, serat 3,5% dan lemak 3%. Blakely dan Bade (1998) menyatakan bahwa merpati mengkonsumsi biji-bijian sekitar 100-150 g/hari/pasang. Pakan yang dikonsumsi tergantung dari bangsa merpati, cuaca, nafsu makan, besar badan, serta jumlah dan besar anak. Air Minum Air sangat penting dan wajib diberikan kepada merpati. Air yang diberikan harus bersih agar terhindar dari penyakit. Marshall (2004) menyatakan bahwa merpati banyak mengkonsumsi air, dalam satu hari konsumsi air mencapai 10% dari bobot badannya. Levi (1945) menambahkan tiga hal pokok yang sangat penting dalam keberhasilan pemeliharaan merpati yaitu air yang bersih, tidak terkontaminasi dan penggunaan pakan yang tepat serta grit. Burung merpati rentan terhadap penyakit baik secara internal maupun eksternal. Cacing dapat menyerang melalui air, selain itu merpati dapat terserang kutu. Penyediaan air bersih dapat menurunkan parasit eksternal dan hal ini harus dikombinasikan dengan kebersihan kandang dan tenggeran sehingga penyakit tidak mudah berjangkit (Knox, 2000). 7