TINJAUAN PUSTAKA Bioekologi Ulat Krop Kubis Crocidolomia pavonana

dokumen-dokumen yang mirip
KEPEKAAN LARVA Crocidolomia pavonana ASAL CIANJUR, JAWA BARAT, TERHADAP TIGA JENIS INSEKTISIDA ANITA WIDYAWATI

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Ulat Api Setothosea asigna Eecke (Lepidoptera: Limacodidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

Hama Kedelai dan Kacang Hijau

HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Hama pada Pertanaman Edamame Hama Edamame pada Fase Vegetatif dan Generatif

BAB I PENDAHULUAN. kedelai dan industri pakan ternak. Rata rata kebutuhan kedelai setiap tahun sekitar ± 2,2 juta

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

KEMENTERIAN PERTANIAN ISBN :

Manfaat NPV Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. hama. Pertanian jenis sayuran kol, kubis, sawi dan sebagainya, salah satu

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kubis (Brassica oleracea L.) adalah salah satu tanaman hortikultura yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pengamatan para ahli, kedelai (Gycines max L. Merril) merupakan tanaman

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

I. Ordo Hemiptera ( bersayap setengah )

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di

PENDAHULUAN. Bertambahnya jumlah penduduk disertai dengan meningkatnya. pendapatan mempengaruhi jumlah konsumsi pangan. Kebutuhan pangan tidak

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

I. PENDAHULUAN. Usaha produksi pertanian tidak terlepas kaitannya dengan organisme pengganggu

AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN)

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus

PENGARUH EKSTRAK ETANOL CABAI MERAH

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Insektisida Bacillus thuringiensis

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4

PENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. Dapat diklasifikasikan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

BAB I PENDAHULUAN. ulat grayak merupakan hama penting pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor pembatas proses produksi pertanian adalah hama. Hama timbul dan

KETAHANAN DAN PENGARUH FITOTOKSISITAS CAMPURAN EKSTRAK Piper retrofractum & Annona squamosa PADA PENGUJIAN SEMI LAPANG. Oleh: Nur Isnaeni A

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong

TINJAUAN PUSTAKA. (Ostrinia furnacalis) diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. yang perlu dikembangkan adalah produk alam hayati (Sastrodiharjo et al.,

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Hama Kedelai Cara Pengendalian

HASIL DAN PEMBAHASAN

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua)

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara

BAB I PENDAHULUAN. (OPT). Pestisida nabati bersifat mudah terurai (bio-degradable) di alam. dan ternak peliharaan karena residu mudah hilang.

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

BAB I PENDAHULUAN. tanaman sayuran, kacang-kacangan, tomat, jagung dan tembakau. Helicoverpa

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max L. Merril) merupakan salah satu komoditas pangan bergizi

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan penurunan hasil pertanian, perkebunan maupun sayursayuran.

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun,

BAB I PENDAHULUAN. satu hama daun yang penting karena hama ini bersifat polifag atau mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. dan kehidupan makhluk hidup lainnya. Tumbuhan yang dapat digunakan sebagai

Waspadai Kemunculan Pengorok Daun (Liriomyza sp) pada Tanaman Kopi

Hama penghisap daun Aphis craccivora

TINJAUAN PUSTAKA. Thrips termasuk ke dalam ordo Thysanoptera yang memiliki ciri khusus, yaitu

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L) Meriill) merupakan salah satu komoditi tanaman yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman sawi (Brassica juncea L.) merupakan salah satu jenis

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN PRAKATA v

BAB I PENDAHULUAN. masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN Budidaya Cabai Keriting Hibrida TM 999 secara Konvensional dan PHT

TINJAUAN PUSTAKA. utama (primer) dan akar lateral (sekunder). Dari akar lateral keluar serabut-serabut

I. PENDAHULUAN. lebih dari setengah penduduk menggantungkan hidupnya pada beras yang

TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Patogen serangga adalah mikroorganisme infeksius yang membuat luka atau

TINJAUAN PUSTAKA. bulu-bulu atau sisik dari induknya. Tiap kelompok telur maksimum terdapat

I. PENDAHULUAN. memikat perhatian banyak mata. Pemuliaan anggrek dari tahun ke tahun,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pestisida nabati perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap

Keanekaragaman Serangga Hama dan Musuh Alami pada Lahan Pertanaman Kedelai di Kecamatan Balong-Ponorogo

MENGENAL ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) BAWANG MERAH DAN MUSUH ALAMINYA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Telur P. castanae Hubner. Bentuk telur oval dan dapat menghasilkan telur sebanyak butir perbetina.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and

Hama penting tanaman kacang hijau.

TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan daun kelapa sawit. Namun demikian, penggunaan insektisida kimia

TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana lazimnya makhluk hidup, tak terkecuali tumbuhan, tidak

BAB I PENDAHULUAN. Serangga merupakan hewan yang paling banyak jumlah dan ragamnya di

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sayuran sawi sehari-harinya relatif cukup tinggi, sehingga

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sirih hijau (Piper betle L.) sebagai pengendali hama Plutella xylostella tanaman

BAB I PENDAHULUAN. hama karena mereka menganggu tumbuhan dengan memakannya. Belalang, kumbang, ulat,

PENDAHULUAN. Di seluruh dunia, produksi kentang sebanding dengan produksi gandum,

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang

Transkripsi:

3 TINJAUAN PUSTAKA Bioekologi Ulat Krop Kubis Crocidolomia pavonana Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae) merupakan salah satu hama penting pada tanaman famili Brassicaceae. Larva C. pavonana menyerang tanaman pada fase vegetatif dan generatif yang dapat terjadi sepanjang tahun (Sastrosiswojo dan Setiawati 1993). Daerah persebaran hama ini meliputi Afrika Selatan, Asia Selatan, Asia Tenggara, Australia, dan Kepulauan Pasifik (Kalshoven 1981). Telur C. pavonana biasanya diletakkan pada permukaan bawah daun kubis. Sebelum menetas, warna telur berubah menjadi oranye, lalu menjadi cokelat kekuningan, hingga akhirnya berwarna cokelat gelap. Kelompok telur yang diletakkan terdiri atas 9 sampai 120 butir telur dengan rata-rata 48 butir (Othman 1982). Masa inkubasi telur rata-rata 4 hari pada suhu antara 26.0 dan 33.2 o C (Sastrosiswojo dan Setiawati 1992) dan persentase penetasan telur rata-rata dapat mencapai 92.4% (Othman 1982). Larva C. pavonana instar awal berwarna kuning kehijauan dengan kepala cokelat tua yang berukuran panjang berkisar dari 2.1 sampai 2.7 mm dan lama stadium rata-rata sekitar 2 hari. Larva instar II C. pavonana berwarna hijau muda, dengan panjang berkisar dari 5.5 sampai 6.1 mm dan lama stadium rata-rata 2 hari. Larva instar III C. pavonana berwarna hijau, dengan panjang berkisar dari 1.1 sampai 1.3 cm dan lama stadium rata-rata 1.5 hari. Larva instar IV C. pavonana berwarna hijau lebih tua dengan tiga titik hitam dan tiga garis memanjang pada bagian dorsal serta satu lainnya di sisi lateral dengan lama stadium rata-rata sekitar 3.2 hari. Menjelang berpupa, larva instar IV akan berhenti makan dan mengalami perubahan warna kulit dari hijau menjadi cokelat. Pupa di dalam kokon yang tipis dan berwarna cerah serta ditutupi butir-butir tanah. Panjang pupa sekitar 9 sampai 10 mm dengan lama stadium rata-rata 11.4 hari. Imago betina mempunyai abdomen yang lebih besar daripada imago jantan. Imago jantan dapat dibedakan dari imago betina dengan adanya rambut-rambut cokelat tua pada tepi anterior sayap depan. Siklus hidup imago betina berkisar dari

4 23 sampai 28 hari sedangkan imago jantan berkisar dari 24 sampai 29 hari (Prijono dan Hassan 1992). Pengendalian hama C. pavonana dengan menggunakan insektisida kimia merupakan tindakan yang sering dilakukan oleh petani. Penggunaan insektisida secara rutin dapat menimbulkan berbagai dampak negatif. Karena itu, pengendalian terhadap hama C. pavonana perlu lebih memerhatikan prinsipprinsip pengendalian hama terpadu (PHT). Resistensi Hama terhadap Insektisida Resistensi didefinisikan sebagai kemampuan bertahan yang dapat diwariskan dari suatu strain hama untuk mengatasi dosis suatu insektisida yang dapat membunuh sebagian besar individu dalam suatu populasi pada spesies yang sama. Resistensi dapat pula diartikan sebagai suatu fenomena evolusi yang merefleksikan seleksi gen resisten serangga akibat aplikasi insektisida. Gen tersebut menyandi berbagai mekanisme, terutama peningkatan detoksifikasi insektisida atau penurunan kepekaan bagian sasaran di dalam tubuh serangga. Tindakan penyemprotan insektisida yang intensif dilakukan dapat menyebabkan resistensi berkembang dengan cepat (Denholm dan Horowitz 2001; Scott 2001). Resistensi dilaporkan pertama kali pada tahun 1908 yaitu pada kutu perisai Quadrispidiotus perniciosus yang telah resisten terhadap belerang (Pedigo 1989). Contoh kasus resistensi lain yang telah dilaporkan seperti pada P. xylostella, Bemisia tabaci, Myzus persicae, Helicoverpa armigera, dan Musca domestica. Resistensi pada C. pavonana belum banyak dilaporkan baik di dalam negeri maupun luar negeri (Denholm dan Horowitz 2001). Menurut Denholm et al. (1998), faktor-faktor yang memengaruhi resistensi yaitu faktor genetika, faktor bioekologi, dan faktor operasional. Faktor genetika terdiri atas frekuensi alela R, jumlah alela R, dominansi alela R, dan interaksi alela R. Faktor bioekologi meliputi jumlah keturunan per generasi, siklus hidup satu generasi, monogami/poligami atau partenogenesis, isolasi, mobilitas, migrasi, monofag/polifag, dan adanya refugia. Faktor operasional mencakup bahan pestisida yang digunakan, lamanya residu, formulasi, waktu aplikasi dilakukan, fase hama sasaran, cara aplikasi, frekuensi aplikasi, dan rotasi pestisida.

5 Struktur dan Cara Kerja Insektisida Cara masuk insektisida ke dalam tubuh serangga sasaran dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu sebagai racun lambung (racun perut, stomach poison), racun kontak, dan racun pernapasan. Insektisida yang bekerja sebagai racun perut membunuh serangga sasaran jika termakan dan masuk ke dalam organ pencernaan serangga. Selanjutnya, insektisida tersebut diserap dinding saluran pencernaan makanan kemudian dibawa oleh hemolimfe ke bagian tempat kerja insektisida tersebut. Oleh karena itu, serangga harus memakan bagian tanaman yang sudah disemprot dengan insektisida dalam jumlah yang cukup untuk membunuhnya. Insektisida yang bekerja sebagai racun kontak masuk ke dalam tubuh serangga sasaran melalui kulit (lapisan kutikula). Serangga akan mati bila bersinggungan dengan insektisida tersebut. Pada umumnya racun kontak juga berperan sebagai racun perut. Insektisida yang bersifat racun pernapasan merupakan insektisida yang bekerja melalui saluran trakea, sehingga dapat menyebabkan kematian pada hama bila menghirup insektisida dalam jumlah yang cukup (Djojosumarto 2008). Larva serangga umumnya paling peka terhadap insektisida racun kontak sesaat setelah ganti kulit dan ketahanannya meningkat dengan bertambahnya umur, kemudian menurun kembali saat menjelang ganti kulit. Perubahan ketahanan larva terhadap insektisida racun kontak selama perkembangannya disebabkan oleh perubahan kutikula, seperti ketebalan kutikula, kekerasan kutikula, dan penurunan kandungan lipid dalam kutikula. Laju penetrasi insektisida pada suatu bagian kutikula bergantung pada struktur dan ketebalan kutikula pada bagian tersebut. Insektisida umumnya cenderung memasuki tubuh serangga melalui bagian yang dilapisi oleh kutikula yang tipis, seperti selaput antarruas, selaput persendian pada pangkal embelan dan kemoreseptor pada tarsus. Perubahan kepekaan ulat terhadap insektisida racun perut dapat disebabkan oleh peningkatan ketahanan dinding saluran pencernaan terhadap penetrasi insektisida, peningkatan kadar dan aktivitas enzim-enzim yang dapat menguraikan insektisida, dan peningkatan ketahanan bagian sasaran terhadap insektisida tersebut (Matsumura 1985).

6 Abamektin Abamektin merupakan campuran antara avermektin B 1a dan avermektin B 1b (Wood 2012a) yang strukturnya ditunjukkan pada Gambar 1. Abamektin adalah insektisida kelompok avermektin yang termasuk golongan senyawa laktona makrosiklik. Insektisida tersebut diisolasi dari bakteri tanah Streptomyces avermitilis yang bersifat racun perut dan racun kontak (Ishaaya 2001; Djojosumarto 2008). Avermektin bekerja dengan mengganggu fungsi reseptor asam γ-amino butirat (GABA) sehingga terjadi peningkatan pemasukan ion klorida ke dalam sel saraf (Matsumura 1985; Ishaaya 2001). Gejala pada serangga akibat aplikasi insektisida abamektin yaitu paralisis, berhenti makan, dan akhirnya menyebabkan kematian (Xin-Jun et al. 2010). Avermektin B 1a (komponen utama) Avermektin B 1b (komponen minor) Gambar 1 Struktur kimia abamektin (Wood 2012a)

7 Salah satu formulasi insektisida berbahan aktif abamektin yang terdaftar di Indonesia adalah Agrimec 18 EC. Insektisida tersebut terdaftar untuk mengendalikan Aphis pomi pada apel; Thrips parvispinus pada cabai; Phyllocnistis citrella pada jeruk; S. litura, Phaedonia inclusa, Lamprosema indicata, Etiella zinckenella, dan Riptortus linearis pada kedelai; Maruca testulalis pada kacang panjang; Coptotermes curvignathus pada kelapa sawit; Liriomyza huidobrensis dan Thrips palmi pada kentang; L. chrysanthemi pada krisan; P. xylostella pada kubis; dan L. huidobrensis pada tomat (PPI 2012). Klorantraniliprol Klorantraniliprol mempunyai nama kimia 3-bromo-N-[4-kloro-2-metil-6- [(metilamino)karbonilfenil]-1-(3-kloro-2-piridinil-1h-pirazol-5-karboksamida (PCPA-R 2012) yang strukturnya ditunjukkan pada Gambar 2. Insektisida tersebut termasuk golongan senyawa antranilik diamida yang bersifat racun perut dan racun kontak (Djojosumarto 2008; Wang dan Wu 2012). Klorantraniliprol bekerja mengganggu saraf otot dengan mengaktifkan reseptor rianodin serangga yang menyebabkan ion kalsium intraselular berkurang sehingga serangga mengalami kelumpuhan otot kemudian mengalami kematian (Perry et al. 1998). Gejala pada serangga akibat aplikasi insektisida klorantraniliprol yaitu paralisis, berhenti makan, dan mati dalam beberapa hari (Cordova et al. 2006). Gambar 2 Struktur kimia klorantraniliprol (PCPA-R 2012)

8 Salah satu formulasi insektisida berbahan aktif klorantraniliprol yang terdaftar di Indonesia adalah Prevathon 50 SC. Insektisida tersebut terdaftar untuk mengendalikan hama S. exigua pada bawang merah; S. litura pada cabai; M. testulalis dan L. huidobrensis pada kacang panjang; Conopomorpha cramerella pada kakao; S. litura pada kedelai; Metisa plana, C. curvignathus, dan Setora nitens pada kelapa sawit; Phthorimaea opercutella dan L. huidobrensis pada kentang; P. xylostella dan C. pavonana pada kubis; Scirpophaga incertulas dan Cnaphalocrosis medinalis pada padi; S. excerptalis pada tebu; S. litura, Heliothis assulta, dan Helicoverpa armigera pada tembakau; dan H. armigera pada tomat (PPI 2012). Profenofos Profenofos mempunyai nama kimia O-(4-bromo-2-klorofenil) O-etil S- propil fosforotioat (Wood 2012b) yang strukturnya ditunjukkan pada Gambar 3. Profenofos termasuk golongan organofosfat yang bersifat racun perut dan racun kontak (Djojosumarto 2008). Profenofos bersifat non-sistemik dan mempunyai spektrum yang luas. Mekanisme kerja profenofos yaitu menghambat kerja enzim asetilkolinesterase sehingga neurotransmitter asetilkolin yang berikatan dengan reseptornya di daerah pascasinapsis saraf pusat tidak terurai dan menimbulkan impuls saraf secara terus menerus. Gejala yang ditimbulkan berturut-turut eksitasi (kegelisahan), konvulsi (kekejangan), paralisis (kelumpuhan), dan akhirnya kematian (Matsumura 1985; Siegfried dan Scharf 2001; Djojosumarto 2008). Gambar 3 Struktur kimia profenofos (Wood 2012b) Salah satu formulasi insektisida berbahan aktif profenofos yang terdaftar di Indonesia adalah Curacron 500 EC. Insektisida tersebut terdaftar untuk mengendalikan hama M. persicae, Dacus ferrugineus, S. litura, dan Thrips sp.

9 pada cabai; Diaphorina citri pada jeruk; Trichoplusia chalcites dan Spodoptera sp. pada kacang hijau; Earias sp. dan Heliothis sp. pada kapas; P. operculella dan Thrips sp. pada kentang; C. pavonana dan P. xylostella pada kubis; M. persicae, Thrips sp., Aulacophora sp., Aphis sp., dan Dacus sp. pada semangka; Chilo auricillius dan C. sacchariphagus pada tebu; Heliothis sp. dan S. litura pada tembakau; dan H. armigera pada tomat (PPI 2012).