BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Article Review. : Jurnal Ilmiah Islam Futura, Pascasarjana UIN Ar-Raniry :

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Perolehan dan peralihan hak atas tanah dapat terjadi antara lain melalui: jual

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KETENTUAN PASAL 182 KHI DAN PERSPEKTIF HAZAIRIN TENTANG BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN KANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Apabila ada peristiwa hukum, yaitu meninggalnya seseorang

PENERAPAN WASIAT WAJIBAH MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI) DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS

BAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap kematian erat kaitannya dengan harta peninggalan. Setiap

WASIAT WAJIBAH DAN PENERAPANNYA (Analisis Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam)

BAB IV WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF. dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam negara

BAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB II PENGATURAN HIBAH MENURUT HUKUM DI INDONESIA. Hibah di Indonesia dalam hukum perdata diatur dalam pasal Pasal 1666

HIBAH, FUNGSI DAN KORELASINYA DENGAN KEWARISAN. O l e h : Drs. Dede Ibin, SH. (Wkl. Ketua PA Rangkasbitung)

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan kehidupan sehari-hari setiap individu memiliki kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. martabat, dan hak-haknya sebagai manusia. faktor-faktor lainnya. Banyak pasangan suami isteri yang belum dikaruniai

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu

BAB I PENDAHULUAN. Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan

KELOMPOK 1 : AHMAD AHMAD FUAD HASAN DEDDY SHOLIHIN

HAK ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA PENINGGALAN ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM ISLAM

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB I PENDAHULUAN. alamiah. Anak merupakan titipan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Perkataan

PEMBAHASAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. melalui Rasulullah saw yang bersifat Rahmatan lil alamin dan berlaku

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Mempunyai anak adalah kebanggaan hidup dalam keluarga supaya kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengatur hubungan manusia dan pencipta (hablu min allah) dan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. hukum yang selanjutnya timbul dengan adanya peristiwa kematian

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARISAN KEPADA AHLI WARIS PENGGANTI

Waris Tanpa Anak. WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006)

BAB I PENDAHULUAN. seluruh alam, dimana didalamnya telah di tetapkan ajaran-ajaran yang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berlainan jenis antara laki-laki dan perempuan serta menjadikan hidup

BAB I PENDAHULUAN. Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2004, hlm.1. 2

B A B I P E N D A H U L U A N. Puasa di dalam Islam disebut Al-Shiam, kata ini berasal dari bahasa Arab

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya telah mampu merombak tatanan atau sistem kewarisan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian

BAB I PENDAHULUAN. Allah melalui Rasulullah Muhammad SAW, untuk disampaikan kepada

PELEMBAGAAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA. Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. sendiri. Jadi, hukum Islam mulai ada sejak Islam ada. Keberadaan hukum Islam di

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia. Manusia

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

BAB I PENDAHULUAN. hukum tersebut memiliki unsur-unsur kesamaan, walaupun dalam beberapa

BAB IV ANALISIS MENGENAI PANDANGAN IMAM SYAFI I TENTANG STATUS WARIS ANAK KHUNTSA MUSYKIL

Landasan Sosial Normatif dan Filosofis Akhlak Manusia

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA BANJARMASIN TENTANG HARTA BERSAMA. A. Gambaran Sengketa Harta Bersama pada Tahun 2008 di PA Banjarmasin

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya :

BAB IV ANALISIS DATA. Yogyakarta, 2008, hlm Dimyauddin Djuwaini, Pengantar fiqh Muamalah, Gema Insani,

BAB I PENDAHULUAN. Islam bukan keluarga besar (extended family, marga) bukan pula keluarga inti

melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1

Oleh RIAN PRIMA AKHDIAWAN

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat, yang diwujudkan dalam bentuk hubungan hukum yang mengandung hak-hak dan

Salah satu misi yang ingin disampaikan Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 yang di

BAB IV ANALISIS. A. Ahli Waris Pengganti menurut Imam Syafi i dan Hazairin. pengganti menurut Hazairin dan ahli waris menurut Imam Syafi i, yaitu:

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan adalah wasiat. Wasiat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kegiatan ekonomi merupakan suatu hal yang tidak bisa terlepas dari

BAB IV. dalam perkara nomor : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda mengenai penolakan gugatan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

BAB I PENDAHULUAN. mengenai anak sah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

KEDUDUKAN SAKSI NON MUSLIM DALAM PERADILAN AGAMA YOGYAKARTA SKRIPSI

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM. harta kerabat yang dikuasai, maupun harta perorangan yang berasal dari harta

KEDUDUKAN AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM WARIS ISLAM (STUDI KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA) TESIS

BAB IV KELEBIHAN DAN KELEMAHAN MANHAJ. sama, pengambilan hukum yang dilakukan oleh lembaga Dewan Hisbah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Sumber sumber Ajaran Islam

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SELURUH HARTA KEPADA ANAK ANGKAT DI DESA JOGOLOYO KECAMATAN SUMOBITO KABUPATEN JOMBANG

WARIS ISLAM DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak mampu. Walaupun telah jelas janji-janji Allah swt bagi mereka yang

BAB IV ANALISIS. Setelah mempelajari duduk perkara No 709/Pdt.G/2006/PA.Bgl dan

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH. A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan dimaksud adalah tersebut dalam Pasal 25 ayat (3) Undang -Undang

Pendidikan Agama Islam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu perkawinan yang di lakukan oleh manusia bukanlah persoalan nafsu

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dalam agama Islam mempunyai kedudukan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. hidup dalam masyarakat dan saling membutuhkan satu sama lain. 2 Firman

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang mengalami tiga peristiwa penting dan sangat berpengaruh

BAB V PENUTUP. 1. Pendapat ulama Muhammadiyah dan Nahd atul Ulama (NU) di kota. Banjarmasin tentang harta bersama.

Hibah di Bawah Tangan tanpa Sepengetahuan Pemilik Harta Hibah Ditinjau Berdasarkan Hukum Islam (Studi Kasus Putusan Nomor: 1000/Pdt.G/2011/PA.

BAB 1 PENDAHULUAN. diwajibkan oleh Allah SWT untuk diberikan kepada mustahik yang telah

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Sejarah Penyusunan Buku II Tentang Kewarisan Dalam Kompilasi

MASALAH HAK WARIS ATAS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN KEDUA MENURUT HUKUM ISLAM

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

RINGKASAN Bagi umat Islam yang mentaati dan melaksanakan ketentuan pembagian warisan sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah swt.

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan

BAB IV. ANALISIS TERHADAP PEMBATALAN PUTUSAN PA TULUNGAGUNG NO.1326/Pdt.G/2006/PA TA OLEH PTA SURABAYA DALAM PERKARA WARIS

A. Pengertian Fiqih. A.1. Pengertian Fiqih Menurut Bahasa:

BAB IV ANALISIS DATA

BAB I PENDAHULUAN. Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang laki-laki yang

HADITS KEsembilan Arti Hadits / :

BAB IV ANALISIS TERHADAP SEBAB-SEBAB JANDA TIDAK MENDAPAT WARIS

Transkripsi:

64 BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS A. Implikasi Yuridis Pasal 209 KHI Kedudukan anak angkat dan orang tua angkat dalam hokum kewarisan menurut KHI secara tegas telah diatur dalam Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam. Secara umum dapat dikatakan bahwa status anak angkat dan orang tua angkat yang diatur dalam KHI tetap sebagaimana status asalnya, yaitu hanya mempunyai hubungan nasab dengan orang tua kandungnya sama dengan pendapat para ulama ahli fikih, karenanya dia hanya mempunyai hubungan waris dengan mereka. Dengan demikian terlihat bahwa pengangkatan anak tidaklah merubah status dan kedudukan serta hubungan nasab yang telah ada sebelumnya. 64

65 Konsep pengangkatan anak seperti ini berbeda dengan konsep adopsi sebagaimana yang diatur dalam hokum positif yang berkembang saat ini yang menisbahkan anak angkat dengan orang tua angkatnya, sehingga diantara mereka bisa saling mewarisi. Meskipun pengangkatan ini tidak merubah status anak tersebut, akan tetapi hal itu tidaklah mengurangi nilai dan makna pengangkatan anak tersebut, terutama hal ini bisa dilihat dari Kompilasi Hukum Islam pasal 209 dengan tegas mengatur tentang orang tua angkat mewajibkan untuk melakukan wasiat wajibah demi kemaslahatan anak angkatnya sebagaimana orang tua angkat telah menerima pembebanan tanggung jawab untuk mengurus dari segala kebutuhan anak angkatnya. Jadi, meskipun anak angkat secara dalil naqli tidak mendapatkan harta peninggalan orang tua angkatnya, namun dari segi kemaslahatan terutama demi anak tersebut yang secara emosional dan social begitu dekat hubungannya dengan orang tua angkatnya, tanggung jawab orang tua angkat tetap ada. Kompilasi Hukum Islam konsisten sesuai dengan faraid yang menempatkan kedudukan anak angkat tetap ditempatkan diluar ahli waris, sama dengan pendapat dalam fikih, namun dengan mengadopsi hokum adat secara terbatas kedalam nilai hokum Islam karena beralihnya tanggung jawab orang tua asal kepada orang tua angkat mengenai pemeliharaan kehidupan sehari-hari. Substansi lembaga wasiat termasuk didalamnya adalah lembaga wasiat wajibah yaitu suatu wasiat yang harus dianggap telah ada, baik telah terucap,

66 tertulis atau sama sekali belum terucap dan tertulis oleh orang tua angkat kepada anak angkatnya, ataupun sebaliknya dari anak angkat terhadap orang tua angkatnya mengenai harta peninggalannya, maka dianggap ada wasiat itu dan pelaksanaan pembagiannya lebih didahulukan dari pelaksanaan wasiat biasa ataupun pembagian wasiat. Keberadaan Pasal 209 KHI tentang wasiat wajibah merupakan suatu pemikiran tentang wasiat yang bercirikan Indonesia, dimana dalam wacana pemikiran hokum Islam di Indonesia pernah dilontarkan pemikiran tentang perlunya membina Fikih yang berkepribadian Indonesia. Dan dari keberadaan pasal 209 KHI tersebut, ternyata KHI telah melahirkan suatu hukum yang baru yang selama ini tidak dikenal didalam wacana fiqh. Pemberian wasiat wajibah adalah jalan tengah yang ditempuh oleh para ulama penyusun KHI yang diselaraskan dengan melalui kompromi antara pemikiran fiqh yang sangat keras dengan realitas masyarakat bahwa tidak sedikit orang yang dalam kehidupan berumah tangga ternyata tidak dikaruniai keturunan yang pada akhirnya mereka mengangkat anak. Dalil Al-Qur an surat Al-Baqarah ayat 180 dapat dipahami bahwa kewajiban berwasiat adalah dengan ketetapan agama yang harus dilaksanakan dan bukan dengan keputusan hakim, namun demikian, Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama (pasal 2), dan dalam Pasal 11 dinyatakan Hakim adalah pejabat yang melaksanakan

67 tugas kekuasaan kehakiman dalam bidang perkara tertentu berdasarkan azas personalitas keislaman. 104 Penguasa maupun hakim tidak dapat memaksa seseorang untuk memberikan wasiat. Adapaun kewajiban wasiat bagi seseorang disebabkan keteledorannya dalam memenuhi hak-hak Allah SWT, seperti tidak menunaikan ibadah haji, tidak membayar zakat, melanggar larangan-larangan berpuasa dan lain sebagainya yang telah diwajibkan oleh syariat sendiri, bukan oleh penguasa atau oleh Hakim. Berbeda dengan hakim sebagai aparat Negara yang mempunyai kekuasaan didalam satu pemerintahan, dalam hal ini Hakim mempunyai hak dan wewenang untuk memaksa seseorang untuk memberikan wasiat atau memberikan surat putusan wajib wasiat yang dikenal dengan istilah Wasiat Wajibah kepada orang tertentu dan dalam keadaan tertentu pula. Kewajiban wasiat bagi seseorang adalah menunaikan kewajibankewajiban yang bersangkut paut dengan harta yang belum dilaksanakan sendiri oleh orang yang berwasiat semasa ia hidup seperti zakat harta yang belum dibayarnya, masih mempunyai hutang puasa yang wajib atasnya dan lain-lain sebagainya. Maka wasiat itu wajib dengan ketentuan agama, bukan dengan keputusan atau ketetapan hakim. 105 104 Abdul Manan, Hakim Pengaadilan Agama, Hakim dimata Hukum, Ulama dimata Umat (Jakarta; Pustaka Bangsa 2003), 93 105 Noruzzaman Shiddieqy, Fiqh Indonesiadan Gagasannya (Yogyakarta; Pustaka Pelajar 1997), 215-239

68 B. Sisi Konstruksi Pasal 209 KHI Tentang Wasiat Wajibah Wasiat wajibah yang dirumuskan dalam KHI tidak lepas dari kitabkitab fiqih dan justru memang bersumber dari al-quran, hadist dan kitab-kitab fiqih. Mengaitkan materi KHI dengan kajian fiqih bukanlah suatu ketentuan yang final dan telah mencakup permasalahan wasiat. Disebutkan dalam impres, bahwa KHI merupakan pedoman yang mengisyaratkan patokan umum yang memerlukan perkembangan dan pengkajian lebih lanjut yang tidak lain pengembangannya merujuk pada kajian fiqih, karena dalam kitab fiqih dijelaskan latar belakang dan lahirnya pendapat Ulama Fiqih terhadap obyek yang dikaji dan segala kemungkinan yang akan timbul, sehingga dengan merujuk kepada kitab-kitab fiqih merupakan dasar untuk mengembangkan dan menafsirkan lebih lanjut hasil kajian yang sudah ada. 106 Disamping itu sudah menjadi kodrat, bahwa hukum yang dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan, termasuk dalam hal ini KHI tidak menampung permasalahan hukum yang timbul dalam kehidupan manusia, yang senantiasa berubah dengan membaur permasalahan yang baru, apalagi Wasiat wajibah yang diatur dalam KHI hanya terdiri beberapa pasal yang tidak menutup kemungkinan permasalahan hukum di bidang wasiat belum diatur yang memerlukan penafsiran hukum dalam penerapannya. Hampir setiap hukum yang diatur dalam peraturan prundang-undangan tidak mampu menampung permasalahan hukum yang berakselerasi dengan perkembangan masyarakat. Wajarlah kalau dikatakan hukum berjalan tertatih-tatih dibelakang perkembangan zaman, karena hukum tidak mampu mengantisipasi 106 Ibid

69 perkembangan yang terjadi dalam kehidupan manusia. Bagaimanapun lengkapnya suatu kitab hukum, tidak mampu mengantisipasi persoalan hukum yang timbul dalam kehidupan masyarakat. Adalah suatu kodrat, bahwa kehidupan dan perilaku pergaulan manusia mengalami perubahan. Para ahli ilmu sosial mengajarkan, bahwa sesungguhnya tidak ada masyarakat yang statis, tidak bergerak, melainkan yang ada adalah masyarakat manusia yang secara terus menerus mengalami perubahan. Hanya saja gerak perubahan dari masyarakat yang lain, ada yang cepat, tetapi ada pula yang lambat. Hal ini merupakan ciri dari kehidupan masyarakat. 107 Wasiat Wajibah adalah hak mutlak pemilik harta yang akan mewasiatkan hartanya karena hukum Islam mengakui hak bebas pilih (Free Choise) dan menjamin bagi setiap muslim dalam melakukan perbuatan hukum terhadap haknya (Khiyar Fil-kasab). Oleh karena itu apabila ayah atau ibu dari anak akan mewasiatkan hartanya, maka tidak seorangpun dapat menghalanginya, karena sedekat-dekatnya hubungan anak dengan ayanya masih lebih dekat ayahnya itu dengan dirinya sendiri, Syari at Islam hanya menolong hak anak dengan menentukan jangan sampai wasiat wajibah tersebut melebihi 1/3 (sepertiga) dari harta atau jangan sampai kurang 2/3 (dua pertiga) dari warisan ayah yang menjadi hak anak. Oleh karena itu pula wasiat selalu didahulukan dari pembagian waris, tingkat fasilitasnya sama dengan membayar zakat atau hutang (jika ada) berkenaan dengan perbuatan hukum dan peristiwa hukum pelaksanaan wasiat yang tampak sepele sehingga karena 107 Al- Yasa Abubakar, Wasiat Wajibah dan Anak Angka, ( Dalam Mimbar Hukum No. 29 tahun 1996), 98

70 dianggap sepele cenderung dilakukan tanpa perlu dibuatkan akta sebagai alat bukti. 108 Wasiat yang diatur dalam KHI dimuat dalam Bab V (wasiat pasal 194-209) Ketentuan wasiat yang diatur didalamnya menyangkut mereka yang berhak untuk berwasiat, jenis-jenis wasiat, hal-hal lain yang boleh dan tidakboleh dalam wasiat. Meskipun ketentuan wasiat wajibah telah diatur dalam KHI yang notabene merupakan transformasi dari ketentua syari ah dan fiqih, namun karena jarang terjadi sengketa yang sampai diselesaikan di Pengadilan Agama, maka dengan sendirinya belum ada permasalahan hukum yang timbul diluar yang ditentukan dalam KHI. lain halnya kalau dilihat dari pembahasan dalam kitab-kitab fiqih yang begitu detail dan antipatifnya pendapat Ulama Fiqih tentang kemungkinan-kemungkinan masalah yang timbul, sehingga lazim terjadi perbedaan pendapat diantara Ulama fiqih dalam mengkaji setiap permasalahan yang terjadi. Hukum Wasiat wajibah yang diatur dalam KHI memuat mereka yang berhak untuk berwasiat, bentuk wasiat, jenis-jenis wasiat, hal-hal lain yang boleh dan tidak boleh dalam wasiat. Perbedaan wasiat dilaksanakan setelah kematian pemberi wasiat (pasal 194 ayat (3) KHI). Ketentuan ini disepakati oleh Imam 4 mazdhab (Maliki,Hanafi,Hambali, dan Al-Syafi i). Para Imam empat mazdhab berpendapat bahwa berwasiat hendaknya sunnah dengan alasan, karena tidak ada dalil yang menyatakan Rasulullah SAW dan para 108 Ibid

71 sahabatnya melaksanakanya. Namun demikian wasiat dapat beralih hukumnya wajib, mubah, dan makruh bahkan haram tergantung pada maksud dan tujuannya. 1. Wajib apabila selama hidupnya belum melunasi kewajibannya terhadap Allah SWT, misalnya membayar kifarat, zakat atau haji maupun kewajiban terhadap manusia, misalnya hutang dan lainnya. 2. Sunnah adalah berwasiat kepada kerabat yang tidak mendapat warisan. 3. Haram apabila berwasiat untuk hal-hal yang dilarang oleh agama. 4. Makruh apabaila yang berwasiat mengenai hal-hal yang dibenci agama. 5. Mubah apabila berwasiat untuk kaum kerabat atau orang lain yang berkecukupan Sehubungan wasiat wajib atau wasiat wajibah adala wasiat yang dianggap ada walaupun yang sesungguhnya tidak ada karena demi kemaslahatan. 109 Wasiat wajibah ini bersifat Ijtihadiyyah, karena tidak ada nash yang shorih, sehingga yang berkenaan dengan rukun dan syarat sah dan batalnya wasiat wajibah merupakan lapangan kajian hukum. dasar hukum wasiat wajibah adalah firman Allah SWT dalam surat Al-Baqoroh ayat 180, sehingga para ulama berdasarkan hal ayat tersebut berpendapat wajib untuk berwasiat kepada kerabat yang tidak berhak mendapat waris karena terhijab oleh ahli waris yang lainnya. 110 109 Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia (Jakarta; Raja Grafindo Persada 2000), 462 110 Al-Yasa Abubakar, Op.Cit, 75