BAB II PENGATURAN HIBAH MENURUT HUKUM DI INDONESIA. Hibah di Indonesia dalam hukum perdata diatur dalam pasal Pasal 1666

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PENGATURAN HIBAH MENURUT HUKUM DI INDONESIA. Hibah di Indonesia dalam hukum perdata diatur dalam pasal Pasal 1666"

Transkripsi

1 BAB II PENGATURAN HIBAH MENURUT HUKUM DI INDONESIA A. Hibah Menurut Hukum Perdata 1. Pengertian dan dasar Hukum Hibah Hibah di Indonesia dalam hukum perdata diatur dalam pasal Pasal 1666 KUHPerdata, Penghibahan adalah suatu persetujuan, dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu. Didalam masyarakat hukum adat, hibah ini dilakukan sewaktu anak-anaknya sudah menikah dan diipisahkan dengan membuatkan rumah, memberikan pekarangan untuk pertanian, ini harus dibedakan dengan hal yang bersifat semacam wasiat sebelum seseorang meninggal, maka pemberi wasiat mengadakan ketetapan-ketetapan yang ditujukan kepada ahli warisnya atau keluarganya. Pemberi wasiat semasa hidupnya memberi petunjuk -petunjuk bagaimana harta bendanya akan dibagi waris kalau ia meninggal. Jadi barang barang atau harta itu belum dibagi bagikan kepada ahli warisnya, melainkan masih berada dibawah kekuasaanya, sehingga hanya kalau pemberi hibah meninggal maka pembagian harta peninggalannya harus dilakukan menurut petunjuk petunjuk tersebut. 28

2 29 2. Subjek dan Objek Hibah Subyek Hibah Dalam Hukum Perdata bisa siapa saja, namun ada beberapa pengecualian tertentu, misalnya saja anak-anak dibawah umur. Anak dibawah umur diangap tidak kuasa menerima maupun memberi hibah. Meraka dilarang membuat persetujuan hibah atau sesuatu barang apapun. Hibah yang mereka perbuat dapat diminta pembatalanya (vernietingbaar) namun bukan batal dengan sendirinya. Antara suami istri tidak boleh menjadi subyek persetujuan hibah. Karena itu pemberian hibah antara suami istri yang terikat dalam perkawinan adalah terlarang. Maksud pelaranggan hibah semacam ini jelas, untuk memperlindunggi pihak ketiga yang mempunyai tagihan kepada salah seorang diantara suami istri tersebut. Menurut pasal 1679 KUH Perdata supaya dapat dikatakan sah untuk menikmati barang yang di hibahkan, ketentuan lainnya adalah orang yang diberi hibah harus sudah ada di dunia atau dengan memperhatikan aturan pasal 2 (anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan, diangap sebagai telah dilahirkan, bila mana juga kepentingan ssianak menghendakinya), sudah ada dalam kandungan ibunya pada saat pengibahan dilakukan. Menurut pasal 1680 KUH Perdata hibah-hibah kepada lembaga umum atau lembaga keagamaan tidak berakibat hukum, kecuali jika presiden atau pembesar yang di tunjuknya telah memberikan kuasa kepada para pengurus lembaga-lembaga tersebut untuk menerimanya. Pada Objek hibah Benda dan barang yang dapat di hibahkan menurut pasal 1667 KUH Perdata menyatakan, hibah hanyalah dapat mengenai benda-benda yang sudah ada. Jika hibah itu meliputi benda-benda yang baru akan ada dikemudian hari, 29

3 30 maka sekedar mengenai ketentuan itu hibahnya adalah batal dan selanjutnya dinyatakan pula dalam Pasal 1672 KUH Perdata menyatakan si penghibah dapat memperjanjikan bahwa ia tetap berhak mengambil kembali benda-benda yang telah di berikannya, baik dalam halnya si penerima hibah sendiri, maupun dalam halnya sipenerima hibah beserta turunan-turunannya akan meninggal lebih dahulu daripada si penghibah; tetapi ini tidak dapat di perjanjikan selainnya hanya untuk kepentingan si penghibah sendiri. Mengenai apa itu barang tetap tidak dijelaskan lebih lanjut dalam UU Perkawinan, oleh karena itu kita merujuk kepada ketentuan dalam KUHPer. Tentang benda tetap atau dalam KUHPer disebut dengan benda tidak bergerak, diatur dalam Pasal 506 Pasal 508 KUHPer. KUHPer sendiri tidak memberikan penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan benda tetap/benda tidak bergerak. Mengenai hal ini, Subekti, mengatakan bahwa suatu benda dapat tergolong dalam golongan benda yang tak bergerak; a. Karena sifatnya. Adapun benda yang tak bergerak karena sifatnya adalah tanah, termasuk segala sesuatu yang secara lansung atau tidak langsung, karena perbuatan alam atau perbuatan manusia, digabungkan secara erat menjadi satu dengan tanah itu. b. Karena tujuan pemakaiannya. Benda tak bergerak karena tujuan pemakaiannya, ialah segala apa yang meskipun tidak secara sungguh-sungguh digabungkan dengan tanah atau bangunan, dimaksudkan untuk mengikuti tanah dan bangunan itu untuk waktu yang agak lama, yaitu misalnya mesin-mesin dalam pabrik. 30

4 31 c. Karena memang demikian ditentukan oleh undang-undang. Benda tak bergerak yang ditentukan oleh undang-undang adalah segala hak atau penagihan yang mengenai suatu benda yang tak bergerak. 3. Proses Hibah Menurut hukum undang-undang telah menetapkan cara penghibahan. Penghibahan ini diatur dalam pasal 1882 KUH Perdata yang menyebutkan antara lain bahwa penghibahan itu harus dilakukan dengan akte notaris terutama untuk barang tak bergerak sedangkan untuk barabng yang bergerak dapat di hibahkan begitu saja, maka suatu peng hibahan yang dilakukan diluar dari itu adalah batal. Akte notaris merupakan suatu syarat mutlak dari sahnya suatu hibah, dengan sendirinya kalau hibah dibuat dengan cara dibawah tanggan adalah batal. Demikian juga hibah itu tidak adapat dibuat suatu pembaruan, biarpun hal ini dibuat dengan akte notaris yang artinya bahwa pembaruan tentang hibah atau dengan mengadakan perubahan atau penambahan sejak semula hibah itu dibuat tidak di perbolehkan.tentang penerimaan, hibahpun harus dilakukan dengan akte notaris. Hal ini diatur didalam pasal 1683 KUH Perdata yang menyebutkan tiada suatu hibah mengingkat si penghibah, atau menerbitkan bagai manapun, selain mulai hari penghibahan itu dengan kata-kata yang tegas telah di terima oleh sipenerima hibah sendiri atau oleh seorang yang dengan suatu akte autentik si penerima hibah yang telah dikuasai untuk menerima peng hibahan-penghibahan yang telah diberikan kepadanya.jika penerima tersebut tidak melakukannya didalam surat hibah sendiri, maka itu akan dapat dilakukan didalam suatu akte autentik terkemudian, yang aslinya 31

5 32 harus disimpan asal yang demikian itu dilakukan diwaktu si penghibah masih hidup dalam hal mana peng hibah, terhadap orang yang belakangan tersebut ini, hanya akan berlaku sejak hari penerimaan itu diberitahukan kepadanya. Syarat - syarat yang harus dipenuhi agar suatu hibah sah adalah : 1. Syarat-syarat bagi penghibah a. Barang yang dihibahkan adalah milik si penghibah; dengan demikian tidaklah sah menghibahkan barang milik orang lain. b. Penghibah bukan orang yang dibatasi haknya disebabkan oleh sesuatu alasan. c. Penghibah adalah orang yang cakap bertindak menurut hukum (dewasa dan tidak kurang akal). d. Penghibah tidak dipaksa untuk memberikan hibah. Apabila seseorang menghibahkan hartanya sedangkan ia dalam keadaan sakit, yang mana sakitnya tersebut membawa kepada kematian, hukum hibahnya tersebut sama dengan hukum wasiatnya, maka apabila ada orang lain atau salah seorang ahli waris mengaku bahwa ia telah menerima hibah maka hibahnya tersebut dipandang tidak sah. 2. Syarat-syarat penerima hibah Bahwa penerima hibah haruslah orang yang benar-benar ada pada waktu hibah dilakukan. Adapun yang dimaksudkan dengan benar-benar ada ialah orang tersebut (penerima hibah) sudah lahir. Dan tidak dipersoalkan apakah dia anak-anak, kurang akal, dewasa. Dalam hal ini berarti setiap orang dapat menerima hibah, walau 32

6 33 bagaimana pun kondisi fisik dan keadaan mentalnya. Dengan demikian memberi hibah kepada bayi yang masih ada dalam kandungan adalah tidak sah. 3. Syarat-syarat benda yang dihibahkan a. Benda tersebut benar-benar ada. b. Benda tersebut mempunyai nilai. c. Benda tersebut dapat dimiliki zatnya, diterima peredarannya dan pemilikannya dapat dialihkan. d. Benda yang dihibahkan itu dapat dipisahkan dan diserahkan kepada penerima hibah. 4. Ijab Kabul Adapun mengenai ijab kabul yaitu adanya pernyataan, dalam hal ini dapat saja dalam bentuk lisan atau tulisan. Menurut beberapa ahli hukum bahwa ijab tersebut haruslah diikuti dengan kabul, misalnya : si penghibah berkata : "Aku hibahkan rumah ini kepadamu", lantas si penerima hibah menjawab : "Aku terima hibahmu". 5. Pelaksanaan Hibah Sekaitan pelaksanaan hibah menurut ketentuan syari'at Islam adalah dapat dirumuskan sebagai berikut : a. Penghibahan dilaksanakan semasa hidup, demikian juga penyerahan barang yang dihibahkan. b. Beralihnya hak atas barang yang dihibahkan pada saat penghibahan dilakukan. 33

7 34 c. Dalam melaksanakan penghibahan haruslah ada pernyataan, terutama sekali oleh si pemberi hibah. d. Penghibahan hendaknya dilaksanakan di hadapan beberapa orang saksi (hukumnya sunat), hal ini dimaksudkan untuk menghindari silang sengketa dibelakang hari. B. Hibah Menurut Hukum Islam 1. Ketentuan Hibah Selain hukum perdata, terdapat beberapa ketentuan hukum lainnya mengenai hibah, misalnya saja dari sudut pandang hukum islam. Sebagai mana pada umumnya peraturan dalam ajaran Islam, peraturan menyangkut perpindahan harta dari seseorang kepada seseorang lainnya atau yang yang berkenaan dengan transaksi, hibah pun tidak hanya memilki pengertian dan definisi saja, akan tetapi memiliki pula apa yang di sebut dengan rukun dan syarat, dimana kedua hal inilah yang menjadi tolak ukur sah atau tidaknya suatu transaksi. Hal ini lah, yang menjadi pembeda antara hukum Islam dengan hukum-hukum lainya. Berkatan dengan rukun dan syarat sah dari pada hibah menurut kalangan ulama mujtahid fiqih walaupun sebenaranya dalam beberapa buku fiqih ataupun buku il mu waris sebagai contoh dalam buku Ilmu-l-faoidh yang memberikan rukun dan syarat yang sama, walau ada perbedaan istilah atau bahasa, mengenai hibah dan wasiat ini. Dibawah ini adalah penjelasan mengenai syarat dan rukun hibah. 34

8 35 Ibn Rusyd dalam mengatakan bahwa rukun hibah ada tiga, yaitu: 31 a. Orang yang menghibahkan b. Orang yang menerima hibah c. Pemberiannya Sedangkan, Sayyid Sabiq dalam mengatakan Hibah dilakukan dengan ijab dan qabul, dengan perkataan yang menunjukan adanya proses pemberian suatu barang tanpa penukar. 32 Syarat-syaratnya: 1. Orang yang menghibahkan Menurut Sayyid, orang yang menghibahkan memiliki beberapa ketentuan sebagai berikut: a. Pemilik sah dari harta benda yang dihibahkan. b. Dalam keadaan sehat c. Memiliki kebebasan untuk menghibahkan bendanya itu. Apabila orang yang menghibahkan dalam keadaan sakit, hibahnya dibatasi 1/3 saja dari bendanya itu 2. Benda yang dihibahkan Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 210 ayat (2) menyatakan bahwa harta benda yang dihibahkan harus merupakan hak dari penghibah. Jadi menghibahkan yang dimiliki orang lain, tida sah hukumnya. Dalm hal ini dapat dibedakan kepada dua hal, jika hubah itu diberikan kpada orang lain atau suatu 31. Ibn Rusyd, Bidayah Al-Mujtahid, juz 2 Semarang: Usaha Keluarga Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 4, Pena Pundi Aksara, Jakarta Pusat,

9 36 badan, maka mayoritas ulam sepakat tidak adanya batasan. Namun apabila hibah itu anak-anak pemberi hibah, menurut malik, boleh membedakan pemberian hibah kepada anak-anaknya. Sedangkan menurut Sayyid Sabiq dalam syarat barang yang dihibahkan adalah sabegai berikut: 33 a. Barangnya benar-benar ada b. Merupakan harta yang memiliki nilai c. Bisa dimiliki d. Tidak menempel dengan harta orang yang berhibah secara tetap, seperti tanaman, pohon, dan bangunan tanpa tanah. e. Merupakan milik pribadi. 3. Orang yang menerima hibah Pada dasarnya setiap orang yang memilii kecakapan melakukan perbuatan hukum daapat menerima hibah. Bhkan dapat ditambahkan disini, anak-anak atau mereka yang berada dibawah kuratele (pengmpuan) dapat menerima hibah melalui kuasa (wali)nya. Adapun syarat-syarat hibah, selain yang mengikiuti ketentuan hibah tersebut Sayyid Sabiq mengatakan orang yang diberi hibah disyaratkan benar-benar ada ketika hibah diberikan. Kemudian didalam hukum islam hibah menjadi sah apabila telah memenuhi beberapa syarat yakni: ijab, qabul, dan qabda.pengertian secara jelasnya 33 Sayyid Sabiq, Op Cit 36

10 37 mengenai ketiga syarat sahnya hiibah tersebut akan lebih jelas apabila diberi penjelasan singkat, yakni: 34 a. Ijab ialah pernyataan yang dilakukan oleh pihak yang memberi hibah mengenai pemberian tersebut. b. Qabul ialah penerimaan pemberian oleh pihak yang dihibahi baik penerimaan tersebut dilakukan secara jelas tegas maupun secara samar-samar. c. Qabda ialah penyerahan milik yang dilakukan oleh penghibah kepada yang dihibahi. 2. Perbedaan Hibah, Warisan dan Wasiat Hibah dan wasiat adalah perbuatan hukum yang mempunyai arti dan peristiwa yang berbeda dan sekilas tampaknya begitu sederhana apabila dilihat dari perbuatan hukum dan peristiwanya sendiri. Meskipun tampaknya sederhana tetapi apabila pelaksanaannya tidak dilakukan dengan cara-cara yang benar dan untuk menguatkan atau sebagai bukti tentang peristiwa hukum Dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama (UUPA) dan kompilaasi Hukum Islam (KHI) kata wasiat disebut lebih dahulu dari kata hibah, tetapi didalam kitab-kitab fiqih dan KUH Perdata hukum hibah lebih dahulu. Tidak prinsip memang antara yang lebih dahulu disebut atau dibahas antara hukum hibah dan hukum wakaf, namun sistematika pembahasan terhadap materi tersebut dalam tnini hukum hibah dan hukum wakaf dimulai membahas hibah, perbuatan hukum yang berlakunya setelah kematian pemberi 34 Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, cetakan pertama, Hlm

11 38 wasiat. 35 Hibah dan wasiat berdasarkan hukum Islam dalam konteks kompetensi absolut Badan-badan Peradilan di Indonesia adalah kewenangan Peradilan Agama (pasal 49 ayat(1) UUPA, sedang hibah dan wasiat didalam KHI merupakan pedoman bagi hakim Pengadilan Agama khususnya untuk menyelesaikan masalah-masalah berkenan bidang hukum yang terdapat didalamnya (Inpres nomor 1 Tahun 1990). Hibah dan wasiat adalah hak mutlak pemilik harta yang akan dihibahkan atau yang akan diwasiatkan karena hukum Islam mengakui hak bebas pilih (Free Choise) dan menjamin bagi setiap muslim dalam melakukan perbuatan hukum terhadap haknya Oleh karena itu apabila (misalnya) ayah atau ibu dari anak akan menghibahkan atau mewasiatkan hartanya, maka tidak seorangpun dapat menghalanginya, karena sedekat-dekatnya hubungan anak dengan ayanya masih lebih dekat ayahnya itu dengan dirinya sendiri, Syari at Islam hanya menolong hak anak dengan menentukan jangan sampai hibah dan wasiat melebihi 1/3 (sepertiga) dari harta atau jangan sampai kurang 2/3 (dua pertiga) dari warisan ayah yang menjadi hak anak. Oleh karena itu pula wasiat selalu didahulukan dari pembagian waris, tingkat fasilitasnya sama dengan membayar zakat atau hutang (jika ada) berkenaan dengan perbuatan hukum dan peristiwa hukum pelaksanaan hibah dan wasiat yang tampak sepele sehingga karena dianggap sepele cenderung dilakukan tanpa perlu dibuatkan akta sebagai alat bukti. Memang hukum hibah ansich tidak menimbulkan masalah 35 Kompilasi Hukum Islam. Nuansa Aulia, Bandung,

12 39 hukum, karena hibah ansich adalah pemberian yang bersifat final yang tidak ada seorangpun yang ikut campur, namun apabila hibah dikaitkan dengan wasiat apabila wasiat berhubungan dengan kewarisan, maka akan menimbulkan masalah hukum. Walaupun hibah dan wasiat berdasarkan hukum Islam merupakan salah satu tugas pokok atau wewenang Peradilan Agama(pasal 49 Undang-undang Nomor 3 tahun 2006), namun diantara perkara yang diajukan ke Pengadilan Agama jarang sekali, bahkan hampir tidak ada yang diselesaikan melalui Pengadilan Agama dibandingkan dengan perkara perceraian dan yang assesoir dengan perkara perceraian, seperti pemeliharaan anak, nafkah anak, harta bersama dan lain-lain serta perkara kewarisan. Hal ini mungkin karena hibah dan wasiat dianggap perbuatan baik, maka tidak diperlukan akta sebagai alat buktiatau nilai objek hibah dan wasiat tidak bernilai ekonomi tinggi, atau mungkin sudah dilakukan menurut ketentuan hukum yang berlaku, dan kemungkinan lain karena tidak memiliki bukti (walaupun terjadi sengketa), maka tidak diselesaikan melalui Pengadilan Agama. Dengan demikian sulit mendapatkan putusan yang bernilai yurisprudensi (stare decicis) tentang penemuan hukum oleh hakim dibidang wasiat dan hibah ini untuk dianalisis dan kajian ilmia serta diuji dari metode dan teori hukum Islam. Hibah dan wasiat yang diatur dalam KHI dimuat dalam Bab V (wasiat Pasal ) dan Bab VI (hibah Pasal ). Ketentuan wasiat yang diatur didalamnya menyangkut mereka yang berhak untuk berwasiat, jenis-jenis wasiat, hal-hal lain yang boleh dan tidakboleh dalam wasiat. Sedangkan ketentuan hibah diatur secara singkat yang terdiri dari 4 pasal. 39

13 40 Meskipun ketentuan wasiat dan hibah telah diatur dalam KHI yang notabene merupakan transformasi dari ketentua syari ah dan fiqih, namun karena jarang terjadi sengketa yang sampai diselesaikan di Pengadilan Agama, maka dengan sendirinya belum ada permasalahan hukum yang timbul diluar yang ditentukan dalam KHI. kemungkinan masalah yang timbul, sehingga lazim terjadi perbedaan pendapat diantara Ulama fiqih dalam mengkaji setiap permasalahan yang terjadi. Hibah yang diatur dalam Pasal 210 KHI dan fiqih dibatasi sebanyakbanyaknya 1/3 harta benda dari harta benda yang merupakan hak penghibah, malah Ibu Abbas yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim menganjurkan sebanyak-banyaknya 1/4 dari seluruh harta, yaitu pemberian benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki. Pengertian hibah dalam kajian fiqih adalah pemberian sesuatu untuk menjadi milik orang lain dengan maksud untuk berbuat baik yang dilaksanakan semasa hidupnya tanpa imbalan dan tanpa illat (karena sesuatu). Definisi yang diatur dalam KHI dan yang terdapat dalam kitab fiqih pada dasarnya tidak ada perbedaan, namun dalam kajian fiqih dijelaskan pengertian shadaqah dan illat untuk mengharapkan pahala dari Allah SWT, sedangkan hadiah semata-mata untuk memuliakan orang yang diberi hadiah yang dampaknya akan melahirkan saling mengasihi (tahaaduu tahaabuu). Dalam KHI disyaratkan penghibah sudah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat tanpa paksaan yang sama maknanya dengan kajian fiqih, bahwa 40

14 41 anak kecil dan wali tidak sah menghibahkan, karena belum cukup umur (ahliyatul ada al-kamilah) dan bagi wali karena benda yang dihibahkan bukan miliknya.pelaksanaan hibahdisyaratkan ijab kabul, sedangkan dalam shadaqah dan hadiah tidak disyaratkan ijab kabul. Dalam Pasal 211 KHI disebutkan hibah orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan. Maksud dapat diperhitungkan berarti harta yang dihibahkan dapat dijadikan bagian waris yang bagian waris sendiri dapat lebih kecil karena karena sudah mendapatkan hibah. Dalam fiqih hak anak terhadap orang tuannya dapat diperoleh dari 2 jalan, yaitu hibah atau hibah wasiat dan waris. Pasal 212 KHI disebutkan hibah kepada anak dapat ditarik kembali. Ketentuan ini merupakan garis hukum islam berdasarkan hadits Rasulullah yang diwriwayatkan oleh Ibnu Umar dan Ibnu Abbas yang pada intinya dapat dicabut secara sepihak, tetapi ketentuan ini tidak mudah dilaksanakan apabila harta hibah sudah berganti tangan dalam bentuk benda lain. Oleh karena itu Ulama fiqih berpendapat apabila benda hibah masih dimiliki anak atau masih bergabung dengan milik orang tuanya dapat dicabut, tetapi apabila sudah bercampur dengan harta miliknya, istrinya atau dengan harta orang lain tidak dapat dicabut kembali. Pasal 213 KHI hibah yang diberikan pada pemberi hibah dalam keadaan sakit yang dekat dengan kematiannya harus mendapat persetujuan ahli warisnya. Ketentuan ini menurut kajian fiqih orang yang sakit dapat menghibahkan 1/3 hartanya dengan dianalogkan dengan wasiat dengan dasar istishhabul-hal menganggap tetap berlakunya sesuatu yang sama karena ijma, menetapkan orang yang sakit boleh 41

15 42 menghibahkan hartanya. Hukum Hibah dan wasiatwasiat yang diatur dalam 194 pasal 209 KHI yang disebutkan diatas memuat mereka yang berhak untuk berwasiat, bentuk wasiat, jenis-jenis wasiat, hal-hal lain yang boleh dan tidak boleh dalam wasiat. Perbedaan hibah dan wasiat dilaksanakan setelah kematian pemberi wasiat (pasal 194 ayat (3) KHI). Sehubungan wasiat wajib atau wasiat wajibah adala wasiat yang dianggap ada walaupun yang sesungguhnya tidak ada karena demi kemaslahatan. Wasiat wajibah ini bersifat Ijtihadiyyah, karena tidak ada nash yang shorih, sehingga yang berkenaan dengan rukun dan syarat sah dan batalnya wasiat wajibah merupakan lapangan kajian hukum. Dasar hukum wasiat wjibah adala firman Allah SWT dalam surat Al- Baqoroh ayat 180, sehingga para ulama setelah masa tabi in seperti Sa idbin Musayyab, hasan bashri, Thawus, Imam Ahmad bin Hamabal, daud Az-Zhahiri,Ibu jarir Al-Tobari Ishaq bin Rahawaih, Ibnu hazm dan lain-lain berdasarkan hal ayat tersebut berpendapat wajib untuk berwasiat kepada kerabat yang tidak berhak mendapat waris karena terhijab oleh ahli waris yang lainnya. Tersebut bersifat muhkam, yang tetap berlaku bagi kerabat yang tidak mendapat bagian waris. Apabila seorang meninggal tanpa meninggalkan wasiat wajibah, Ibnu Hazm Cs membatasi hanya pada cucu sebanyak bagian ayah atau ibunya apabila keduanya masih hidupdan tidak boleh lebih dari 1/3 harta (Ibrahim Husen, 1985:24). Sebagaimana yang diketahui dalam hukum waris bahwa menurut pendapat jumhur posisi cucu di hijab oleh anak pewaris sehingga cucu yang orang tuanya (ayah atau ibu) meninggal dunia dihijab oleh pamannya (saudara ayah atau ibu) sedangkan 42

16 43 pendapat lain yang tidak mu tamad, tetapi mencerminkan rasa keadilan berpendapat seseorang yang meninggalkan anak tidak putus hak kewarisan anak atas hak orang tuanya yang meninggal dunia lebih dahulu dari orang tuannya, tetapi tetap tersambung meneruskan juarinnya (keturunannya). Tetapi berbeda ketentuannya antara wasiat wajibat dengan ahli waris pengganti (plaatsvervangend erfgenaam). Wasiat wajibah maksimal mendapat 1/3 bagian berdasarkan hadits Sa ad bin Abi Waqqosh, bahkan menurut Ash-Shon ani pengarang kitab Subulussalam para ulama sepakat membatasi wasiat 1/3. Kalaupun akan mewasiatkan hartanya lebih dari 1/3 harus seizin ahli waris. Tanpa seizin ahli waris wasiat lebih dari 1/3 batal demi hukum. Masalahnya belum ada peraturan perundang-undangan atau setidak-tidaknya perlu SKB antara Mahkamah Agung RI sebagai penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dan merupakan Pengadilan Negara tertinggi dari keempat lingkungan peradilan (UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman) dengan lembaga atau instansi pemerintah untuk menindaklanjuti putusan-putusan Pengadilan Agama. Putusan pengadilan deklarator, konstitutif maupun kondemnator pada asasnya melahirkan hukum baru terhadap peristiwa hukum yang diputuskan. Oleh karena itu mestinya dengan putusan Pengadilan Agama dalam perkara yang terkait dengan hibah atau harta kekayaan lainnya, instansi yang bersangkutan atau pejabat yang menangani harta kekayaan, misalnya Notaris, PPAT atau BPN terikat isi putusan pengadilan in casu Pengadilan Agama yang mempunyai kekuatan mengikat kepada para pihak dan pihak lain. Apabila putusan Pengadilan Agama dalam perkara hibah 43

17 44 ini tidak mempunyai kekuatan mengikat kepada para pihak dan pihak lain, maka dapat saja yang bersangkutan mempersulit atau mengingkari putusan tersebut, bahkan mengesampingkan putusan. 44

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS 64 BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS A. Implikasi Yuridis Pasal 209 KHI Kedudukan anak angkat dan orang tua angkat dalam hokum kewarisan menurut KHI secara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Harta Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau berpaling dari tengah ke salah satu sisi, dan al-mal diartikan sebagai segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga

BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga Masyarakat di Indonesia telah menganut tiga hukum mengenai hibah, yaitu Hukum Adat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Akta 1. Pengertian Akta Menurut Sudikno Mertokusumo, akta adalah surat yang diberi tanda tangan yang memuat peristiwa yang menjadi dasar dari suatu hak atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Apabila ada peristiwa hukum, yaitu meninggalnya seseorang

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Apabila ada peristiwa hukum, yaitu meninggalnya seseorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum kewarisan sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia. Bahwa setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa yang sangat penting dalam hidupnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan: Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan

Lebih terperinci

BAB IV WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF. dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam negara

BAB IV WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF. dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam negara BAB IV WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF Hukum positif adalah "kumpulan asas dan kaidah hukum tertulis dan tidak tertulis yang pada saat ini sedang berlaku dan mengikat secara umum atau

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN 1. Akibat Hukum Terhadap Kedudukan, Hak dan Kewajiban Anak dalam Perkawinan yang Dibatalkan a. Kedudukan,

Lebih terperinci

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF A. Wasiat Kepada Non Muslim Perspektif Hukum Islam. 1. Syarat-syarat Mushii a. Mukallaf (baligh dan berakal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan adalah wasiat. Wasiat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan adalah wasiat. Wasiat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Pengaturan Wasiat 1. Pengertian Wasiat Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan adalah wasiat. Wasiat merupakan pesan terakhir dari seseorang yang mendekati

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH A. Isbat Nikah 1. Pengertian Isbat Nikah Kata isbat berarti penetapan, penyungguhan, penentuan. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum tersebut memiliki unsur-unsur kesamaan, walaupun dalam beberapa

BAB I PENDAHULUAN. hukum tersebut memiliki unsur-unsur kesamaan, walaupun dalam beberapa 1 BAB I PENDAHULUAN Hibah diatur baik dalam Hukum Islam, Hukum Perdata yang bersumber pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) maupun Hukum Adat. Pada dasarnya pengaturan hibah menurut sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada umumnya tidak lepas dari kebutuhan baik jasmani maupun rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah SWT untuk

Lebih terperinci

BAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Analisis implementasi Hukum Islam terhadap ahli waris non-muslim dalam putusan hakim di Pengadilan Agama

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI EMAS DI TOKO EMAS ARJUNA SEMARANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI EMAS DI TOKO EMAS ARJUNA SEMARANG BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI EMAS DI TOKO EMAS ARJUNA SEMARANG A. Analisis Praktek Jual Beli Emas di Toko Emas Arjuna Semarang Aktivitas jual beli bagi umat Islam sudah menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai kaidah atau norma sosial yang tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan pencerminan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru dalam kehidupannya. Dalam arti sosiologis manusia menjadi pengemban hak dan kewajiban, selama manusia

Lebih terperinci

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Terhadap Putusan Waris Beda Agama Kewarisan beda agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perolehan dan peralihan hak atas tanah dapat terjadi antara lain melalui: jual

BAB I PENDAHULUAN. Perolehan dan peralihan hak atas tanah dapat terjadi antara lain melalui: jual BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai jenis hak dapat melekat pada tanah, dengan perbedaan prosedur, syarat dan ketentuan untuk memperoleh hak tersebut. Di dalam hukum Islam dikenal banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu dengan yang lain. Mereka saling tolong-menolong, tukar-menukar keperluan dalam segala urusan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF BAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF Salah satu dampak menurunnya moral masyarakat, membawa dampak meluasnya pergaulan bebas yang mengakibatkan banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah melalui Rasulullah Muhammad SAW, untuk disampaikan kepada

BAB I PENDAHULUAN. Allah melalui Rasulullah Muhammad SAW, untuk disampaikan kepada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Syariat Islam merupakan ajaran yang universal yang diturunkan oleh Allah melalui Rasulullah Muhammad SAW, untuk disampaikan kepada ummatnya ke dunia ini sebagai

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK ANGKAT ATAS HARTA YANG DIPEROLEH DARI HIBAH SETELAH ORANG TUA ANGKATNYA MENINGGAL DUNIA RESUME TESIS

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK ANGKAT ATAS HARTA YANG DIPEROLEH DARI HIBAH SETELAH ORANG TUA ANGKATNYA MENINGGAL DUNIA RESUME TESIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK ANGKAT ATAS HARTA YANG DIPEROLEH DARI HIBAH SETELAH ORANG TUA ANGKATNYA MENINGGAL DUNIA RESUME TESIS OLEH : RYAN ADITYA, S.H NIM 12211044 PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, BAB I PENDAHULUAN Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, perkawinan, dan kematian. Dengan adanya kelahiran maka berakibat pada timbulnya hak dan kewajban baik dari

Lebih terperinci

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 2.1 Pengertian Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SELURUH HARTA KEPADA ANAK ANGKAT DI DESA JOGOLOYO KECAMATAN SUMOBITO KABUPATEN JOMBANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SELURUH HARTA KEPADA ANAK ANGKAT DI DESA JOGOLOYO KECAMATAN SUMOBITO KABUPATEN JOMBANG 68 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SELURUH HARTA KEPADA ANAK ANGKAT DI DESA JOGOLOYO KECAMATAN SUMOBITO KABUPATEN JOMBANG A. Analisis terhadap pelaksanaan hibah seluruh harta kepada anak angkat

Lebih terperinci

Waris Tanpa Anak. WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006)

Waris Tanpa Anak. WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006) Waris Tanpa Anak WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006) Pertanyaan: Kami lima orang bersaudara: 4 orang laki-laki

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN A. Pengalihan Hak Atas Bangunan Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah: Penjualan, tukarmenukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan

Lebih terperinci

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA Dalam peradilan atau dalam hukum Indonesia juga terdapat hukum waris adat. Selama ini, khususnya sebelum munculnya UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama memang

Lebih terperinci

BAB III PENGERTIAN UMUM TENTANG PENGADILAN AGAMA. peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota

BAB III PENGERTIAN UMUM TENTANG PENGADILAN AGAMA. peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota 37 BAB III PENGERTIAN UMUM TENTANG PENGADILAN AGAMA A. Pengertian Pengadilan Agama Pengadilan Agama (biasa disingkat: PA) merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN A. Analisis Terhadap Hibah Sebagai Pengganti Kewarisan Bagi Anak Laki-laki dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai anak sah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

BAB I PENDAHULUAN. mengenai anak sah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status anak dalam hukum keluarga dapat dikategorisasikan menjadi dua macam yaitu: anak yang sah dan anak yang tidak sah. Pertama, Definisi mengenai anak sah diatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu, yaitu ada seorang anggota dari

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO A. Analisis Penarikan Kembali Hibah Oleh Ahli Waris Di Desa Sumokembangsri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan ketentuan yang mengatur pelaksanaan perkawinan yang ada di Indonesia telah memberikan landasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alamiah. Anak merupakan titipan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Perkataan

BAB I PENDAHULUAN. alamiah. Anak merupakan titipan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Perkataan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Setiap pasangan (suami-istri) yang telah menikah, pasti berkeinginan untuk mempunyai anak. Keinginan tersebut merupakan naluri manusiawi dan sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hartanya kepada para ahli warisnya. Hal ini tidak bisa dipungkiri atau diingkari oleh

BAB I PENDAHULUAN. hartanya kepada para ahli warisnya. Hal ini tidak bisa dipungkiri atau diingkari oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan, manusia tidak bisa dipisahkan dari permasalahan waris. Karena setiap manusia yang meninggal dunia dan meninggalkan harta pasti akan mewariskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pula harta warisan beralih kepada ahli waris/para ahli waris menjadi. Peristiwa pewarisan ini dapat terjadi ketika :

BAB I PENDAHULUAN. pula harta warisan beralih kepada ahli waris/para ahli waris menjadi. Peristiwa pewarisan ini dapat terjadi ketika : 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peristiwa pewarisan adalah perihal klasik dan merupakan salah satu hal penting dalam kehidupan manusia. Apabila ada seseorang meninggal dunia, maka pada saat itulah

Lebih terperinci

PELAKSANAAN HIBAH KEPADA ANAK DIBAWAH UMUR DAN AKIBAT HUKUMNYA SETELAH ANAK MENJADI DEWASA DITINJAU DARI HUKUM PERDATA IRA EWITA

PELAKSANAAN HIBAH KEPADA ANAK DIBAWAH UMUR DAN AKIBAT HUKUMNYA SETELAH ANAK MENJADI DEWASA DITINJAU DARI HUKUM PERDATA IRA EWITA I r a E w i t a 1 PELAKSANAAN HIBAH KEPADA ANAK DIBAWAH UMUR DAN AKIBAT HUKUMNYA SETELAH ANAK MENJADI DEWASA DITINJAU DARI HUKUM PERDATA IRA EWITA ABSTRACT Hibah (gift) is regulated in Article 1666 of

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai

Lebih terperinci

Oleh Administrator Kamis, 15 Januari :42 - Terakhir Diupdate Rabu, 22 Desember :51

Oleh Administrator Kamis, 15 Januari :42 - Terakhir Diupdate Rabu, 22 Desember :51 KOMPETENSI ABSOLUT PERADILAN AGAMA Kewenangan PA dari masa ke masa: Sebelum Kemerdekaan: Staatsblaad 1882 No. 152 tidak disebutkan secara tegas kewenangan PA, hanya disebutkan bahwa wewenang PA itu berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup dengan saling berdampingan satu dengan yang lainnya, saling membutuhkan dan saling

Lebih terperinci

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. DAMPAK PEMBATALAN PERKAWINAN AKIBAT WALI YANG TIDAK SEBENARNYA TERHADAP ANAK DAN HARTA BERSAMA MENURUT HAKIM PENGADILAN AGAMA KEDIRI (Zakiyatus Soimah) BAB I Salah satu wujud kebesaran Allah SWT bagi manusia

Lebih terperinci

AKIBAT PERKAWINAN & PUTUSNYA PERKAWINAN

AKIBAT PERKAWINAN & PUTUSNYA PERKAWINAN AKIBAT PERKAWINAN & PUTUSNYA PERKAWINAN 1 KUHPerdata 103 106 105 107 KUHPerdata 107 108 110 Akibat perkawinan terhadap diri pribadi masing-masing Suami/Istri Hak & Kewajiban Suami-Istri UU No.1/1974 30

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya :

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya : 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu amalan sunah yang disyari atkan oleh Al- Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat, yang diwujudkan dalam bentuk hubungan hukum yang mengandung hak-hak dan

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat, yang diwujudkan dalam bentuk hubungan hukum yang mengandung hak-hak dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seorang manusia selaku anggota masyarakat, selama hidup mempunyai tempat dalam kehidupan bermasyarakat, yang diwujudkan dalam bentuk hubungan hukum yang mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. milik mawhub lah (yang menerima hibah). Dalam Islam, seseorang dianjurkan

BAB I PENDAHULUAN. milik mawhub lah (yang menerima hibah). Dalam Islam, seseorang dianjurkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sebab perpindahan hak milik menurut pandangan hukum Islam adalah dengan hibah. Dengan menghibahkan suatu benda berarti keluarlah sesuatu itu dari

Lebih terperinci

Ditulis oleh Administrator Kamis, 07 Oktober :57 - Terakhir Diperbaharui Kamis, 28 Oktober :12

Ditulis oleh Administrator Kamis, 07 Oktober :57 - Terakhir Diperbaharui Kamis, 28 Oktober :12 KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Sejarah Penyusunan Buku II Tentang Kewarisan Dalam Kompilasi

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Sejarah Penyusunan Buku II Tentang Kewarisan Dalam Kompilasi BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Sejarah Penyusunan Buku II Tentang Kewarisan Dalam Kompilasi Hukum Islam Dan Alasan Munculnya Bagian Sepertiga Bagi Ayah Dalam KHI Pasal 177 Hukum waris Islam merupakan

Lebih terperinci

Pada prinsipnya asas pada Hukum Acara Perdata juga berlaku di PA Asas Wajib Mendamaikan Asas Persidangan Terbuka Untuk Umum, kec.

Pada prinsipnya asas pada Hukum Acara Perdata juga berlaku di PA Asas Wajib Mendamaikan Asas Persidangan Terbuka Untuk Umum, kec. SUMBER HUKUM HIR / RBg UU No. 7 / 1989 ttg PA UU No. 3 / 2006 Revisi I UU PA UU No. 50 / 2009 Revisi II UU PA UU No. 14 / 1970 kekuasaan kehakiman UU No. 14 / 1985 ttg MA UU No. 1 / 1974 ttg Perkawinan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH. A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH. A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah 56 BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah Menurut mazhab Hanafi wali dalam pernikahan bukanlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia ( naturlijk person) sebagai subjek hukum merupakan pendukung hak dan kewajiban sehingga dapat melakukan perbuatan hukum. Mempunyai atau menyandang hak dan kewajban

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PUTUSAN SENGKETA WARIS SETELAH BERLAKUNYA PASAL 49 HURUF B UU NO. 3 TAHUN 2006 TENTANG PERADILAN AGAMA

BAB IV ANALISIS PUTUSAN SENGKETA WARIS SETELAH BERLAKUNYA PASAL 49 HURUF B UU NO. 3 TAHUN 2006 TENTANG PERADILAN AGAMA 70 BAB IV ANALISIS PUTUSAN SENGKETA WARIS SETELAH BERLAKUNYA PASAL 49 HURUF B UU NO. 3 TAHUN 2006 TENTANG PERADILAN AGAMA A. Analisis Yuridis Terhadap Dasar Hukum Yang Dipakai Oleh Pengadilan Negeri Jombang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah sebuah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM Oleh : Abdul Hariss ABSTRAK Keturunan atau Seorang anak yang masih di bawah umur

Lebih terperinci

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan 46 BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata Sebelum penulis membahas waris anak sumbang dalam KUH Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan yang mana

Lebih terperinci

BAB IV MENGAPA HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA NOMOR 0091/ Pdt.P/ 2013/ PA.Kdl. TIDAK MENJADIKAN PUTUSAN MAHKAMAH

BAB IV MENGAPA HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA NOMOR 0091/ Pdt.P/ 2013/ PA.Kdl. TIDAK MENJADIKAN PUTUSAN MAHKAMAH BAB IV MENGAPA HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA NOMOR 0091/ Pdt.P/ 2013/ PA.Kdl. TIDAK MENJADIKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI DASAR HUKUM PUTUSAN Pengadilan Agama Kendal telah memeriksa dan memberi

Lebih terperinci

melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1

melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan anugerah yang diberikan Allah kepada hamba- Nya melalui hasil pernikahan guna meneruskan kehidupan selanjutnya. Secara umum anak adalah seorang

Lebih terperinci

Wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan. (Dra. Muhayah, SH) : Apakah pewarisan terhadap anak angkat berdasarkan penetapan

Wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan. (Dra. Muhayah, SH) : Apakah pewarisan terhadap anak angkat berdasarkan penetapan Wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan (Dra. Muhayah, SH) : Apakah pewarisan terhadap anak angkat berdasarkan penetapan nomor : 171/Pdt.P/2009/PA.JS diperkenankan? : tidak,anak angkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri. Manusia dalam kehidupan sehari-harinya tidak pernah lepas dari interaksi dengan sesama. Bahkan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 0012/Pdt.G/2015/PTA.Pdg adalah sebagai berikut:

BAB V PENUTUP. 0012/Pdt.G/2015/PTA.Pdg adalah sebagai berikut: 1 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Beberapa faktor penyebab sengketa pengasuhan anak dalam perkara Nomor 0012/Pdt.G/2015/PTA.Pdg adalah sebagai berikut: - Penggugat dan Tergugat sama-sama merasa berhak mengasuh

Lebih terperinci

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH Hukum Keluarga dan Waris HUKUM WARIS ISTILAH Didalam hukum waris dikenal istilah-istilah seperti pewaris, ahli waris, harta waris, boedel, testament, legaat, dan legitieme portie[1]. Yang dimaksud Pewaris

Lebih terperinci

Psl. 119 BW jo. Psl. 124 BW

Psl. 119 BW jo. Psl. 124 BW Psl. 119 BW jo. Psl. 124 BW Pada asasnya dalam suatu perkawinan (keluarga) terdapat satu kekompok harta (harta persatuan) dan hak melakukan beheer atas harta tersebut dilakukan oleh suami. Penyimpangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses hidup manusia secara kodrati berakhir dengan suatu kematian yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan menimbulkan akibat hukum

Lebih terperinci

Seorang pria yang telah 18 tahun dan wanita yang telah 15 tahun boleh

Seorang pria yang telah 18 tahun dan wanita yang telah 15 tahun boleh Seorang pria yang telah 18 tahun dan wanita yang telah 15 tahun boleh mengikatkan diri dalam perkawinan dan untuk membuat perjanjian kawin mereka wajib didampingi oleh orang-orang yang wajib memberikan

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGALIHAN NAMA ATAS HARTA WARIS SEBAB AHLI WARIS TIDAK PUNYA ANAK

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGALIHAN NAMA ATAS HARTA WARIS SEBAB AHLI WARIS TIDAK PUNYA ANAK 60 BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGALIHAN NAMA ATAS HARTA WARIS SEBAB AHLI WARIS TIDAK PUNYA ANAK Salah satu asas kewarisan Islam adalah asas bilateral yang merupakan perpaduan dari dua

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Pada bagian ini peneliti mencantumkan berbagai macam hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian yang hendak dilakukan, kemudian membuat ringkasannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu sumber alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena fungsi dan perannya mencakup berbagai aspek kehidupan serta penghidupan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP STATUS NASAB DAN KEWAJIBAN NAFKAH ANAK YANG DI LI AN AYAHNNYA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA INDONESIA

BAB IV ANALISIS TERHADAP STATUS NASAB DAN KEWAJIBAN NAFKAH ANAK YANG DI LI AN AYAHNNYA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA INDONESIA BAB IV ANALISIS TERHADAP STATUS NASAB DAN KEWAJIBAN NAFKAH ANAK YANG DI LI AN AYAHNNYA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA INDONESIA A. Status Nasab Dan Kewajiban Nafkah Anak Yang Di Li an Menurut Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahkluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan

BAB I PENDAHULUAN. mahkluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seorang manusia sebagai anggota dari masyarakat merupakan penyandang hak dan kewajiban. Menurut Aristoteles, seorang ahli fikir yunani kuno menyatakan dalam

Lebih terperinci

BAB III WAKAF HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM PASAL 16 UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

BAB III WAKAF HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM PASAL 16 UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF BAB III WAKAF HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM PASAL 16 UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF A. Ruang Lingkup Wakaf HAKI Dalam Pasal 16 Undang-Undang No. 41 Tahun 2004. Salah satu substansi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. maupun manfaat untuk dimiliki oleh penerima wasiat sebagai pemberian yang

I. PENDAHULUAN. maupun manfaat untuk dimiliki oleh penerima wasiat sebagai pemberian yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan salah satu diantaranya adalah wasiat, yaitu pemberian seseorang kepada orang lain, baik berupa benda, piutang, maupun

Lebih terperinci

P E N E T A P A N Nomor : 0015/Pdt.P/2010/PA.Bn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P E N E T A P A N Nomor : 0015/Pdt.P/2010/PA.Bn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P E N E T A P A N Nomor : 0015/Pdt.P/2010/PA.Bn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Kelas I A Bengkulu yang memeriksa dan mengadili perkara perdata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia di dalam perjalanan hidupnya pasti akan mengalami peristiwa hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah kejadian, keadaan atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM HARTA BERSAMA DAN TATA CARA PEMBAGIAN HARTA BERSAMA

BAB II TINJAUAN UMUM HARTA BERSAMA DAN TATA CARA PEMBAGIAN HARTA BERSAMA BAB II TINJAUAN UMUM HARTA BERSAMA DAN TATA CARA PEMBAGIAN HARTA BERSAMA A. Pengertian Harta Bersama 1. Pengertian Harta Bersama Menurut Hukum Islam Dalam kitab-kitab fiqih tradisional, harta bersama diartikan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama 58 BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama Saudara Dan Relevansinya Dengan Sistem Kewarisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya manusia tetap bergantung pada orang lain walaupun sampai

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya manusia tetap bergantung pada orang lain walaupun sampai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia selain sebagai individu juga sebagai makhluk sosial, dimana dalam memenuhi kebutuhannya manusia tetap bergantung pada orang lain walaupun sampai saat ia akan

Lebih terperinci

BUKU III ZAKAT DAN HIBAH

BUKU III ZAKAT DAN HIBAH 188 BUKU III ZAKAT DAN HIBAH BAB I KETENTUAN UMUM Yang dimaksud dengan: Pasal 675 1. Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau lembaga yang dimiliki oleh muslim untuk diberikan

Lebih terperinci

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1 A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata Anak dalam kandungan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) memiliki

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS. Peranan tanah bagi pemenuhan berbagai kebutuhan manusia akan terus

BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS. Peranan tanah bagi pemenuhan berbagai kebutuhan manusia akan terus 1 BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS Peranan tanah bagi pemenuhan berbagai kebutuhan manusia akan terus meningkat, baik sebagai tempat bermukim maupun untuk kegiatan usaha. Hal ini menyebabkan tanah

Lebih terperinci

Hibah di Bawah Tangan tanpa Sepengetahuan Pemilik Harta Hibah Ditinjau Berdasarkan Hukum Islam (Studi Kasus Putusan Nomor: 1000/Pdt.G/2011/PA.

Hibah di Bawah Tangan tanpa Sepengetahuan Pemilik Harta Hibah Ditinjau Berdasarkan Hukum Islam (Studi Kasus Putusan Nomor: 1000/Pdt.G/2011/PA. Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Hibah di Bawah Tangan tanpa Sepengetahuan Pemilik Harta Hibah Ditinjau Berdasarkan Hukum Islam (Studi Kasus Putusan Nomor: 1000/Pdt.G/2011/PA.Mlg) Riffnasetia Andriany

Lebih terperinci

HIBAH DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEWARISAN MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA

HIBAH DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEWARISAN MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA HIBAH DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEWARISAN MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA Oleh : IBNU RUSYDI, S.H., M.Pd.I * ABSTRACT The aim of this research is to analyze the relationship between bequest

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM HIBAH MENURUT HUKUM ISLAM. Hibah secara etimologi adalah bentuk masdar (hubungan antara manusia

BAB II TINJAUAN UMUM HIBAH MENURUT HUKUM ISLAM. Hibah secara etimologi adalah bentuk masdar (hubungan antara manusia BAB II TINJAUAN UMUM HIBAH MENURUT HUKUM ISLAM A. Pengertian Hibah Hibah secara etimologi adalah bentuk masdar (hubungan antara manusia dengan Tuhan) dari kata wahaba, yang berarti pemberian, sedangkan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1 Abstrak Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perkawinan di bawah tangan masih sering dilakukan, meskipun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan

BAB I PENDAHULUAN. Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan BAB I PENDAHULUAN Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok. Pertama, hal-hal yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Allah sebagai penciptanya. Aturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul amanah dan tanggung jawab.

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa meninggal dunia di dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

NIKAH SIRI DARI SUDUT PANDANG HUKUM ISLAM*

NIKAH SIRI DARI SUDUT PANDANG HUKUM ISLAM* NIKAH SIRI DARI SUDUT PANDANG HUKUM ISLAM* Mohamad Hasib Dosen STKIP PGRI Tulungagung ABSTRAKSI : Pada prinsipnya dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 pada Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa perkawinan

Lebih terperinci

BAB V. KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata

BAB V. KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata BAB V KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata Dalam pembahasan bab ini merupakan ulasan mengenai titik singgung antara pembagian kewarisan dalam KHI, CLD KHI dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan untuk berpasang-pasangan, manusia pun tak bisa hidup tanpa manusia lainnya. Seperti yang telah dikemukakan oleh Aristoteles, seorang filsuf

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PEMBATALAN IKRAR WAKAF

BAB IV ANALISIS TERHADAP PEMBATALAN IKRAR WAKAF 69 BAB IV ANALISIS TERHADAP PEMBATALAN IKRAR WAKAF Dalam pasal 49 Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dijelaskan bahwa Pengadilan

Lebih terperinci

DALUWARSA PENGHAPUS HAK MILIK DALAM SENGKETA PERDATA

DALUWARSA PENGHAPUS HAK MILIK DALAM SENGKETA PERDATA DALUWARSA PENGHAPUS HAK MILIK DALAM SENGKETA PERDATA ( Studi Putusan Pengadilan Negeri Wates Nomor : 06/PDT.G/2007.PN.WT ) STUDI KASUS HUKUM Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

HUKUM WARIS PERDATA BARAT

HUKUM WARIS PERDATA BARAT HUKUM WARIS PERDATA BARAT I. PENGERTIAN HUKUM WARIS Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia, dengan lain perkataan mengatur

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D 101 08 063 ABSTRAK Membuat wasiat (testament) adalah perbuatan hukum, seseorang menentukan tentang apa yang terjadi dengan harta kekayaannya

Lebih terperinci