BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan yang berkesinambungan adalah hal yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas tersebut. Tercapainya tujuan pembangunan manusia tercermin pada besar kecilnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Peran pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam membuat kebijakan sangatlah dibutuhkan untuk menunjang kualitas hidup masyarakat dalam rangka pencapaian kesejahteraan. Sejak awal tahun 2001, Pemerintah pusat telah mencanangkan kebijakan otonomi daerah (Kuncoro, 2009:371). Otonomi yang diberikan dari pemerintah kepada daerah kabupaten dan kota dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab kepada pemerintah daerah secara proporsional. Artinya pelimpahan tanggungjawab akan diikuti oleh pengaturan pembagian, pemanfaatan dan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah (Mardiasmo, 2002:8). Pemerintah pusat memberi pelimpahan wewenang kepada pemerintah daerah dengan tujuan pemerintah daerah dapat mempunyai kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerahnya. 1
Pemerintah daerah dapat meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan pada masyarakat dengan memonitor serta mengevaluasi langsung proyek apa saja yang dapat membantu pembangunan di daerahnya. Sasana (2009) menyatakan bahwa salah satu perangkat yang selama ini banyak digunakan oleh pemerintah untuk mewujudkan peran tersebut adalah perangkat kebijakan fiskal. Di antara instrumen kebijakan fiskal tersebut, ada instrumen dalam bidang pengalokasian dana atau anggaran pembangunan ke bidang yang berkaitan dengan fasilitas publik seperti pendidikan, kesehatan, irigasi, transportasi, dan sebagainya (Badrudin et.al, 2011). Dalam PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, idealnya, pelaksanaan belanja daerah dilaksanakan dengan pendekatan kinerja yang berorientasi pada prestasi kerja, dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan outcome yang diharapkan dari kegiatan dan program. Dengan demikian, pendekatan kinerja sekaligus akan mencerminkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik. Efisien akan diwujudkan dalam kesesuaian antara input (termasuk pendanaan) dengan output yang paling optimal yang bisa dihasilkan. Sedangkan efektifitas akan diwujudkan dengan kesesuaian antara output dengan ekspektasi masyarakat terhadap pemenuhan kualitas dan kuantitas layanan publik yang dihasilkan (DJPK, 2013). Tugas penting dari pemerintahan daerah adalah menyediakan dan membangun kebutuhan publik melalui alokasi belanja pada APBD. Lebih spesifiknya, pemerintah daerah harus bisa mengalokasikan belanja daerah melalui pengeluaran pembangunan di sektor-sektor penting untuk meningkatkan Indeks 2
Pembangunan Manusia (IPM). IPM merupakan salah satu cara untuk mengukur keberhasilan pembangunan manusia. Sebagai ukuran kualitas hidup, IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar. Dimensi tersebut mencakup umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kehidupan yang layak. Kaitan antara pengeluaran untuk sektor publik terhadap pembangunan manusia sebenarnya mudah untuk ditelusuri. Anggaran pengeluaran pemerintah pada sektor pendidikan, diharapkan dapat dialokasikan untuk meningkatkan akses masyarakat untuk menempuh pendidikan dengan mudah dan murah sehingga angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah meningkat. Untuk anggaran pengeluaran pemerintah pada sektor kesehatan diharapkan dapat dialokasikan secara tepat untuk menunjang akses kesehatan sehingga angka harapan hidup meningkat, serta angka kematian ibu hamil dan bayi menurun. Begitu pula dengan anggaran pengeluaran pemerintah pada sektor infrastruktur yang diharapkan dapat memperbaiki sarana penunjang kebutuhan dasar manusia. Indonesia wilayah yang luas serta jumlah penduduk yang besar ternyata memiliki nilai IPM yang rendah dalam peringkat dunia. Nilai Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia tahun 2012 menduduki peringkat 108 dari 187 negara yang ada di dunia dengan tingkat pembangunan manusia Indonesia dari tahun 1980 sampai dengan 2013 berkisar pada 47-73 (UNDP dan BPS, 2013). Hal tersebut dapat terjadi karena rendahnya mutu pendidikan dan kesehatan yang terdapat di Negara Indonesia. Laju IPM Indonesia tidak secepat pertumbuhan ekonomi. Rendahnya IPM akan berakibat pada rendahnya produktivitas kerja dari penduduk. 3
Indeks Pembangunan Manusia Indonesia merupakan akumulasi total angka Indeks Pembangunan Manusia pada provinsi di seluruh Indonesia. Tabel 1.1 menunjukkan angka Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia. Tabel 1.1 Indeks Pembangunan Manusia Tiap Provinsi di Indonesia Tahun 2010 2013 Provinsi 2010 2011 2012 2013 IPM Rank IPM Rank IPM Rank IPM Rank 11. Aceh 71,7 17 72,16 18 72,51 19 73,05 20 12. Sumatera Utara 74,19 8 74,65 8 75,13 8 75,55 8 13. Sumatera Barat 73,78 9 74,28 9 74,7 9 75,01 9 14. Riau 76,07 3 76,53 3 76,9 3 77,25 5 15. Jambi 72,74 13 73,3 13 73,78 12 74,35 13 16. Sumatera Selatan 72,95 10 73,42 10 73,99 10 74,36 12 17. Bengkulu 72,92 11 73,4 11 73,93 11 74,41 11 18. Lampung 71,42 20 71,94 20 72,45 20 72,87 21 19. Kep. Bangka Belitung 72,86 12 73,37 12 73,78 13 74,29 14 20. Kepulauan Riau 75,07 6 75,78 6 76,2 6 76,56 6 31. DKI Jakarta 77,6 1 77,97 1 78,33 1 78,59 1 32. Jawa Barat 72,29 15 72,73 16 73,11 16 73,58 17 33. Jawa Tengah 72,49 14 72,94 14 73,36 15 74,05 16 34. Yogyakarta 75,77 4 76,32 4 76,75 4 77,37 2 35. Jawa Timur 71,62 18 72,18 17 72,83 17 73,54 18 36. Banten 70,48 23 70,95 23 71,49 23 71,90 24 51. Bali 72,28 16 72,84 15 73,49 14 74,11 15 52. Nusa Tenggara Barat 65,2 32 66,23 32 66,89 32 67,73 33 53. Nusa Tenggara Timur 67,26 31 67,75 31 68,28 31 68,77 32 61. Kalimantan Barat 69,15 28 69,66 28 70,31 28 70,93 29 62. Kalimantan Tengah 74,64 7 75,06 7 75,46 7 75,68 7 63. Kalimantan Selatan 69,92 26 70,44 26 71,08 25 71,74 26 64. Kalimantan Timur 75,56 5 76,22 5 76,71 5 77,33 4 65. Kalimantan Utara - 34-34 - 34 74,72 10 71. Sulawesi Utara 76,09 2 76,54 2 76,95 2 77,36 3 72. Sulawesi Tengah 71,14 22 71,62 22 72,14 22 72,54 23 73. Sulawesi Selatan 71,62 19 72,14 19 72,7 18 73,28 19 74. Sulawesi Tenggara 70.00 25 70,55 25 71,05 26 71,73 27 75. Gorontalo 70,28 24 70,82 24 71,31 24 71,77 25 76. Sulawesi Barat 69,64 27 70,11 27 70,73 27 71,41 28 81. Maluku 71,42 21 71,87 21 72,42 21 72,70 22 82. Maluku Utara 69,03 30 69,47 30 69,98 30 70,63 30 91. Papua Barat 69,15 29 69,65 29 70,22 29 70,62 31 94. Papua 64,94 33 65,36 33 65,86 33 66,25 34 Indonesia (BPS) 72,27 72,77 73,29 73.81 Sumber: BPS, diolah 4
Variasi pencapaian pembangunan manusia antar provinsi memberikan gambaran adanya ketidakmerataan perkembangan di berbagai sektor pembangunan. Hal ini mengindikasikan bahwa pencapaian IPM kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan sangat beragam. Dengan demikian, kemajuan pembangunan ini sangat tergantung dari komitmen penyelenggara pemerintah daerah dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya. Namun secara keseluruhan, pembangunan manusia Indonesia dari tahun ke tahun cukup menunjukkan hal yang positif karena pencapaian IPM mengalami peningkatan. Jika melihat pencapaian IPM di Provinsi Jawa Tengah pada tabel 1.1, angka pencapaian IPM dari tahun 2010 hingga 2013 mengalami peningkatan. Sementara untuk rangking, rangking IPM di Provinsi Jawa tengah mengalami penurunan dari tahun 2010 hingga 2013. Pada tahun 2010 dan 2011, rangking IPM Provinsi Jawa Tengah menunjukkan pada angka 14. Kemudian turun menjadi rangking 15 pada tahun 2012 dan terjadi penurunan satu angka lagi menjadi rangking 16 pada tahun 2013. Tabel 1.2 Indeks Pembangunan Manusia Tiap Provinsi Di Pulau Jawa (2010 2013) Provinsi 2010 2011 2012 2013 IPM Rank IPM Rank IPM Rank IPM Rank DKI Jakarta 77,6 1 77,97 1 78,33 1 78,59 1 Yogyakarta 75,77 2 76,32 2 76,75 2 77,37 2 Jawa Tengah 72,49 3 72,94 3 73,36 3 74,05 3 Jawa Barat 72,29 4 72,73 4 73,11 4 73,58 4 Jawa Timur 71,62 5 72,18 5 72,83 5 73,54 5 Banten 70,48 6 70,95 6 71,49 6 71,90 6 IPM Pulau Jawa 72,90 73,84 74,31 74,83 Sumber: BPS, diolah 5
Pada tabel 1.2 menunjukkan bahwa perubahan angka indeks pembangunan manusia di Jawa Tengah dari tahun ke tahun cenderung positif dan berbanding lurus dengan perubahan indeks pembangunan manusia Pulau Jawa. Jika dibandingkan dengan provinsi lainnya, angka IPM untuk Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2010 hingga tahun 2013 menduduki peringkat ke tiga dari enam provinsi yang ada di Pulau Jawa. Akan tetapi, angka IPM di Jawa Tengah masih di bawah angka IPM Pulau Jawa. Hal ini berarti bahwa penyelenggara pemerintah daerah di Provinsi Jawa Tengah perlu meningkatkan pembangunan dan kualitas hidup masyarakatnya dengan kebijakan-kebijakan yang lebih komprehensif. Di Indonesia, pengeluaran pemerintah untuk sektor publik masih cenderung rendah. Hal tersebut terjadi karena pengeluaran pemerintah untuk belanja rutin relatif tinggi bila dibandingkan dengan pengeluaran pemerintah untuk belanja pembangunan. Pengeluaran pemerintah untuk belanja pembangunan digunakan untuk membiayai sektor-sektor publik. Diantara semua sektor publik, yang menjadi prioritas pemerintah dalam mencapai pembangunan kualitas SDM yang tercermin dari IPM adalah investasi pada sektor pendidikan dan kesehatan. Namun pembangunan berkesinambungan disektor lain seperti infrastruktur pun tetap mutlak diperlukan sebagai sarana pendukung pembangunan. 6
Total Pengeluaran Gambar 1.1 Grafik Pengeluaran Pemerintah Sektor Publik di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010 2013 (dalam jutaan rupiah) 25,000,000 20,000,000 15,000,000 10,000,000 5,000,000 Pendidikan Kesehatan Infrastruktur - 2010 2011 2012 2013 Tahun Sumber: DJPK (2015), diolah Anggaran pengeluaran pemerintah Provinsi Jawa Tengah dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Pengeluaran pemerintah sektor publik terbesar yaitu dialokasikan pada sektor pendidikan dengan porsi anggaran kurang lebih 60 persen dari total anggaran sektor publik. Sedangkan sisanya dialokasikan pada sektor kesehatan dan infrastruktur. Data pada gambar 1.1 menunjukkan bahwa alokasi pengeluaran pemerintah untuk kesehatan masih relatif kecil, padahal sektor kesehatan berkontribusi secara langsung pada pembangunan manusia. Hal ini berarti bahwa kontribusi pengeluaran pemerintah daerah di Jawa Tengah perlu ditingkatkan sebagai salah satu upaya meningkatkan pembangunan manusia. Salah satu permasalahan pembangunan manusia di Provinsi Jawa Tengah yaitu berkaitan dengan naiknya alokasi pengeluaran pemerintah di sektor publik yang tidak sebanding dengan kenaikan pembangunan manusia yang tercermin dari Indeks Pembangunan Manusia. Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, penelitian ini bermaksud untuk menganalisis pengaruh alokasi pengeluaran 7
pemerintah sektor pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur terhadap pembangunan manusia di Provinsi Jawa Tengah. Oleh karena itu, disusunlah penelitian dengan judul Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Sektor Publik Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010 2013. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang yang ada, maka rumusan masalah yang diajukan adalah bagaimana pengaruh pengeluaran pemerintah di sektor publik khususnya sektor pendidikan, sektor kesehatan dan sektor infrastruktur terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Jawa Tengah? 1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan utama dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memberi bukti empiris mengenai pengaruh pengeluaran pemerintah di sektor pendidikan, sektor kesehatan dan sektor infrastruktur terhadap indeks pembangunan manusia di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2010 2013. 1.3.2. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa: 1. Kontribusi Empiris Untuk memperkuat penelitian sebelumnya mengenai pengaruh pengeluaran pemerintah sektor publik dan tingkat kemiskinan terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Jawa Tengah. 8
2. Kontribusi Kebijakan Untuk memberikan masukan untuk Pemerintah Pusat ataupun Pemerintah Daerah dalam hal penyusunan kebijakan di masa yang akan datang yang berkaitan dengan dengan perencanaan, pengendalian, dan evaluasi dari APBN ataupun APBD. 3. Kontribusi Teori Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan, serta sebagai bahan referensi dan data tambahan bagi peneliti-peneliti lainnya yang tertarik pada bidang kajian ini. 1.4.Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yaitu: BAB I: PENDAHULUAN Bab ini merupakan bagian dari pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. BAB II: TINJAUAN PUSTAKA Bab Tinjauan Pustaka berisi tentang landasan teori, penelitian terdahulu, kerangka pemikiran, dan pengembangan hipotesis. BAB III: METODE PENELITIAN Bab Metode Penelitian berisi tentang variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian dan definisi operasional, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, model penelitian dan metode analisis data. 9
BAB IV: HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab Hasil Penelitian dan Analisis berisi tentang gambaran umum objek penelitian, analisis data, dan interpretasi data. Bagian pembahasan menerangkan interpretasi dan pembahasan hasil penelitian. BAB V: PENUTUP Bab Penutup merupakan bab terakhir pada penelitian ini yang berisi tentang kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian. Selain itu bab ini juga berisi saran-saran yang nantinya berguna untuk pihak yang berkepentingan. 10