BAB I PENDAHULUAN. sebagai Produsen/Pelaku Usaha dan satu subjek hukum berperan sebagai pihak yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Kompas 18 Maret 2004, Perlindungan terhadap konsumen di Indonesia ternyata masih

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, dan daya tawar. Oleh karena itu sangatlah dibutuhkan adanya undang-undang yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. efektif hanya dalam kondisi jika Pelaku Usaha dan Konsumen mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. kepastian hukum untuk member perlindungan kepada konsumen. 1 Perlindungan

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

PENGATURAN UPAYA HUKUM DAN EKSEKUSI PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK)

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan hukum bagi konsumen 1 bertujuan untuk melindungi hak-hak

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM MELAKUKAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DI INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini kebutuhan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari semakin

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut maka setiap manusia mengkonsumsi atau menggunakan

Oleh : Made Dwi Pranata A.A. Sri Indrawati Dewa Gede Rudy Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

POLITIK HUKUM PEMBENTUKAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) HAERANI. Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nurmardjito (Erman Rajagukguk, dkk,

PERLINDUNGAN KONSUMEN PENUMPANG PESAWAT TERBANG TERHADAP KEHILANGAN BARANG BAGASI

BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK

KEKUATAN HUKUM PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) SEBAGAI LEMBAGA SMALL CLAIM COURT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM TRANSAKSI ONLINE. Oleh : Rifan Adi Nugraha, Jamaluddin Mukhtar, Hardika Fajar Ardianto,

BAB I PENDAHULUAN. menjadi bervariasi, baik produk dalam negeri maupun produk luar negeri.

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan dan analisa mengenai penerapan alternatif

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN SECARA MEDIASI TERHADAP PRODUK CACAT DALAM KAITANNYA DENGAN TANGGUNG JAWAB PRODUSEN

PELAKSANAAN MEDIASI SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN SEBAGAI WUJUD PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terbukti turut mendukung perluasan

BAB V PENUTUP. 1. Berdasarkan tugas dan wewenang yang diberikan oleh UUPK, BPSK Kota Semarang

PERLINDUNGAN KONSUMEN. Business Law Semester Gasal 2014 Universitas Pembangunan Jaya

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan

BAB I PENDAHULUAN. dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Perlindungan Konsumen

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN NOMOR : 24/DJPDN/KEP/ VIII/2002

BAB II MEKANISME PERMOHONAN PENYELESAIAN DAN PENGAMBILAN PUTUSAN SENGKETA KONSUMEN. A. Tata Cara Permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen

B. Rini Heryanti, Dewi Tuti Muryati (dosen Fakultas Hukum USM) ABSTRAK

PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA KONSUMEN DENGAN PELAKU USAHA MELALUI MEDIASI DI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) KOTA DENPASAR

Undang Undang Perlindungan Konsumen : Kebaharuan dalam Hukum Indonesia dan Pokok- Pokok Perubahannya

PELAKSANAAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KOTA DENPASAR

JURNAL. Peran BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) dalam Menyelesaikan Sengketa Konsumen Melalui Proses Mediasi di Yogyakarta

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 22

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN. variasi produk barang dan jasa yang dapat dikonsumsi. 27 Kemajuan di bidang

BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP MAKANAN KEMASAN TANPA TANGGAL KADALUARSA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Bandung: PT. Citra Adiya Bakti, 2001, hal.vii-viii.

Kata Kunci: Penyelesaian Sengketa, Konsumen, BPSK, Pengadilan,

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN TELEKOMUNIKASI

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK

Jl. Jend. Ahmad Yani No.30 KARAWANG Telp. (0267) Fax. (0267) P U T U S A N

BAB II PROSES PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MENURUT UU NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999

Lex Administratum, Vol. V/No. 3/Mei/2017

PROFIL BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) KOTA MALANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

OPTIMALIASI PERAN DAN FUNGSI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KABUPATEN KARAWANG

BAB V PENUTUP. 1. Kebutuhan masyarakat akan kendaraan bermotor saat ini mudah diperoleh dengan cara

PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MELALUI MEKANISME GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK ( CLASS ACTIONS

1. Pelaksanaan Perlindungan yang Diberikan kepada Konsumen Atas. Penggunaan Bahan-Bahan Kimia Berbahaya dalam Makanan Dikaitkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sengketa atau konflik tersebut timbul disebabkan karena adanya hubungan antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kegiatan perekonomian, ada 2 (dua) pemain utama yang

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan kehadiran manusia yang lain. Pada masa dahulu ketika kehidupan manusia

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang;

KETERBATASAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAB III TINJAUAN TEORITIS. A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen

Mahkamah Agung yang berfungsi untuk melaksanakan kekuasaan. wewenang yang dimiliki Pengadilan Agama yaitu memeriksa, mengadili,

PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN APABILA TIDAK HANYA SATU KONSUMEN YANG MERASA TELAH DIRUGIKAN OLEH PRODUK YANG SAMA

BAB II PERAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN SEBAGAI LEMBAGA PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan sesamanya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Melawan

BAB I PENDAHULUAN. pesat, sehingga produk yang dihasilkan semakin berlimpah dan bervariasi.

POSISI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN NOMOR 8 TAHUN 1999 DALAM UPAYA PERLINDUNGAN TERHADAP KONSUMEN

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 1 /PBI/2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/5/PBI/2006 TENTANG MEDIASI PERBANKAN

No. 42 Tahun 1999, TLN No. 3821, ps. 6 huruf a. Perlindungan hukum..., Dea Melina Nugraheni, FHUI, 2009 Universitas Indonesia

J U R N A L H U K U M A C A R A P E R D A T A ADHAPER

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI KOTA

OPTIMALISASI PEMBERDAYAAN KONSUMEN MELALUI PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Oleh : Arrista Trimaya *

SOSIALISASI PENTINGNYA BPSK TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN DI DESA BUAHAN KAJA, KECAMATAN PAYANGAN, KABUPATEN GIANYAR, PROPINSI BALI ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. akan kebutuhan informasi tersebut bersifat penting. Informasi meresap ke. juga mempengaruhi sistem nilai dan cara hidup manusia.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERANAN LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENJUALAN OBAT-OBATAN MELALUI INTERNET

Perlindungan Konsumen Dalam Persaingan Usaha Industri Jasa Penerbangan

PERLINDUNGAN KONSUMEN PENGGUNA TELEPON SELULAR TERKAIT PENYEDOTAN PULSA

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Pelaksanaan Pengawasan Pencantuman Klausula Baku oleh BPSK Yogyakarta

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 58 TAHUN 2001 (58/2001) TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

Penyelesaian Sengketa Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah melalui Pengadilan atau Alternatif Penyelesaian Sengketa

BAB V PENUTUP. maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: (UUPK) tidak mengatur tentang uang kembalian konsumen secara khusus.

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PENGGUNA LAYANAN JASA SPEEDY PADA PT TELKOM, Tbk CABANG PADANG SKRIPSI

Juridical Review of Consumer Protection in Sell and Purchase Transaction Through

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENYIARAN TELEVISI MELALUI KABEL

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Lex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017. PERBUATAN MELAWAN HUKUM OLEH PRODUSEN TERHADAP MAKANAN DALUWARSA 1 Oleh: Yunia Mamarama 2

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Iklan Mengikat Produsen (Pengembang) Dalam Perjanjian Jual Beli

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha

BAB V PENUTUP. terhadap turis asing sebagai konsumen, sehingga perjanjian sewamenyewa. sepeda motor, kepada turis asing sebagai penyewa.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya

BAB I PENDAHULAN. seseorang adalah hal penting yang kadang lebih utama dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. mobilitas masyarakat yang semakin tinggi di era globalisasi sekarang ini. mengakibatkan kerugian pada konsumen.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DARI PELAKU USAHA YANG TUTUP TERKAIT DENGAN PEMBERIAN LAYANAN PURNA JUAL/GARANSI

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERKAIT DENGAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN SERVICE CHARGE DI RESTORAN

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dalam era pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia sekarang ini, transaksi jual beli barang dan jasa semakin meningkat keberadaannya, dimana dalam transaksi tersebut terdapat dua subjek hukum yang saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya sehingga terjadi suatu hubungan hukum jual beli barang dan/atau jasa, satu subjek hukum berperan sebagai pihak yang menjalankan aktifitas usaha dengan memproduksi dan/atau menjual barang dan/atau jasa dinamakan sebagai Produsen/Pelaku Usaha dan satu subjek hukum berperan sebagai pihak yang membutuhkan dengan membeli barang dan/atau jasa dinamakan sebagai Konsumen. Dalam hubungan hukum tersebut walaupun terdapat suatu kebutuhan yang saling betergantungan, namun dalam kenyataan sehari-hari sering ditemukan kedudukan antara Pelaku Usaha dan Konsumen tersebut tidak berimbang, dalam hal mana Pelaku Usaha mempunyai posisi yang lebih dominan daripada Konsumen, hal ini dapat terlihat ketika Konsumen membutuhkan suatu barang dan/atau jasa, terkadang dihadapkan pada suatu kondisi dimana Konsumen tidak bisa menentukan pilihan atau menawar, karena Pelaku Usaha sudah menerapkan standar transaksi baku yang sudah disiapkan dan diatur oleh Pelaku Usaha melalui suatu perjanjian baku

2 yang tentunya perjanjian ini hanya menguntungkan Pelaku Usaha saja dengan mengabaikan hak dan kepentingan konsumen, sehingga dalam kondisi tersebut diatas posisi konsumen demikian lemah dan terkadang cenderung dirugikan. Posisi konsumen sebagai pihak yang lemah diakui secara internasional sebagaimana tercermin dalam Resolusi Majelis Umum PBB, No. A/RES/39/249 Tahun 1985 tentang Guidelines For Consumer Protection yang menyatakan bahwa : Taking into account the interests and needs of consumers in all countries, particularly those in developing countries, recognizing that consumers often face imbalances in economics term, educational levels, and bargaining power, and bearing in mind that consumers should have the right of access to non hazard ous products, as well as the right to promote just, equaitable and sustainable and social development. 1 Sehubungan dengan posisi yang lemah tersebut terdapat tiga agenda yang harus ditindaklanjuti oleh pemerintah masing-masing yaitu : 1. Pemerintah harus menetapkan perangkat-perangkat hukum dan administratif yang memungkinkan konsumen atau organisasi-organisasi terkait lainnya untuk memperoleh penyelesaian melalui prosedur-prosedur formal dan informal yang cepat (expeditious), adil (fair), murah (inexpensive), dan terjangkau (accessible) untuk menampung, terutama kebutuhan-kebutuhan konsumen berpenghasilan rendah (the needs of low income consumers). 1. Resolusi Majelis Umum PBB, No.A/RES/39/248 Tahun 1985 tentang Guidelines for Consumer Protection,dalam buku Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen, Susanti Adi Nugroho,2008, Praneda Media Group:Jakarta, hlm 2

3 2. Pemerintah harus mendorong semua pelaku usaha (enterprises) untuk menyelesaikan sengketa-sengketa konsumen dengan secara adil,murah dan informal, serta menetapkan mekanisme sukarela (voluntary mechanism), termasuk jasa konsultasi (advisory sevices) dan prosedur penyelesaian informal (informal complaints procesdures) yang dapat membantu konsumen. 3. Tersedia informasi penyelesaian ganti rugi dan prosedur penyelesaian sengketa lainnya bagi konsumen. 2 Oleh karena itu, kehadiran Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) diharapkan dapat memberikan iklim yang sehat dalam aspek perlindungan konsumen di Indonesia, dimana sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 yang dimaksud Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Sebagaimana diamanatkan dalam UUPK, pasal 4 butir e bahwa : Hak Konsumen adalah untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. Untuk menjamin hak sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan undang-undang dimaksud diatas, dalam pasal 49 UUPK ditentukan bahwa Pemerintah membentuk Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen di daerah tingkat II sebagai badan penyelesaian di luar pengadilan untuk kepentingan perlindungan terhadap konsumen. 2. Ibid.,hlm 4

4 Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) merupakan alternatif penyelesaian yang cepat, karena BPSK wajib mengeluarkan putusan sengketa konsumen dalam tenggang waktu 21 hari kerja setelah gugatan diterima dan penyelesaiannya sangat murah bahkan tidak dikenakan biaya, dalam kondisi seperti ini tentunya kehadiran BPSK sangat diharapkan keberadaan dan membawa angin segar di tengah carut marutnya dunia peradilan saat ini terjadi, dimana penyelesaian melalui peradilan umum sangat lama dan memerlukan biaya yang tidak sedikit, oleh karena itu keberadaan BPSK sangat diharapkan oleh masyarakat konsumen Indonesia untuk berperan secara efektif dalam menyelesaikan sengketa-sengketa yang terjadi antara Pelaku Usaha dan Kosumen. Dalam Pasal 52 butir a UUPK dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, Pasal 4 ayat (1) ditentukan bahwa : Penyelesaian sengketa konsumen oleh BPSK melalui cara konsiliasi, atau mediasi atau arbitrase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, dilakukan atas dasar pilihan dan persetujuan para pihak bersangkutan. Dengan demikian ketika konsumen berkehendak untuk menyelesaikan sengketa di BPSK harus memilih terlebih dahulu cara penyelesaian yang tersedia di BPSK yaitu konsiliasi atau mediasi atau arbitrase, dimana pilihan ini harus disetujui oleh kedua belah pihak yaitu antara konsumen dan pelaku usaha, sehingga terkesan para pihak diberikan kebebasan cara penyelesaian

5 Namun dibalik kebebasan cara penyelesaian kepada para pihak, justru merupakan sisi kelemahan bagi konsumen, dimana ketika pelaku usaha tidak menyetujui cara penyelesaian yang dipilih oleh konsumen akan mengakibatkan kemandegan/proses penyelesaian sengketa menjadi terhenti, sehingga aspek perlindungan konsumen dalam penegakan ketentuan tersebut sangat lemah bahkan sama sekali tidak melindungi konsumen, sudah tentu mekanisme seperti ini dapat dijadikan peluang dan celah bagi Pelaku Usaha untuk menghentikan upaya hukum konsumen dengan tidak menyetujui cara penyelesaian yang ada di BPSK, sehingga bagi konsumen yang tidak mampu dan/atau barang dan/atau jasa yang dibeli mempunyai nilai yang lebih kecil daripada berperkara di Pengadilan Negeri biasa, maka sudah dapat dipastikan Konsumen akan terhenti dalam upaya memperoleh keadilan dan kepastian hukum. Oleh karena itu, berpedoman kepada kondisi tersebut diatas, maka penulis berkeinginan untuk meneliti lebih jauh dari sisi praktis di BPSK tentang efektivitas dalam pelaksanaan kebebasan pilihan penyelesaian sengketa melalui konsiliasi atau mediasi atau arbitrase di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dan perlindungan hak-hak konsumen ketika konsumen dan pelaku usaha tidak sepakat dalam memilih penyelesaian sengketa melalui pilihan cara penyelesaian tersebut.

6 B. Perumusan Masalah Dari uraian latar belakang masalah tersebut diatas, maka dapat dirumuskan beberapa pokok permasalahan antara lain : 1. Bagaimanakah efektifitas dalam pelaksanaan kebebasan pilihan penyelesaian sengketa melalui konsiliasi atau mediasi atau arbitrase di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Bandung? 2. Bagaimanakah perlindungan hak-hak konsumen ketika konsumen dan pelaku usaha tidak sepakat dalam memilih penyelesaian sengketa konsumen baik melalui konsiliasi atau mediasi atau arbitrase? C. Keaslian Penelitian. Sepengetahuan penulis, peneliti yang pernah mengkaji permasalahan perlindungan konsumen sebelumnya yaitu Susanti Adi Nugroho, dalam disertasinya yang berjudul Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau Dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya, namun penelitian terdahulu mengkaji permasalahan secara umum proses penyelesaian sengketa konsumen serta kendala implementasinya, sedangkan penelitian yang spesifik mengkaji permasalahan efektivitas pelaksanaan kebebasan memilih cara penyelesaian sengketa konsumen di BPSK khususnya di Kota Bandung belum pernah ada, sehingga penelitian yang

7 dilakukan penulis mempunyai ruang lingkup yang lebih khusus berkaitan dengan rumusan masalah sebagaimana tersebut diatas. D. Tujuan Penelitian 1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan kebebasan pilihan cara penyelesaian sengketa konsumen di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen di Kota Bandung, apakah pemberian kebebasan memilih cara penyelesaian melalui konsiliasi atau mediasi atau arbitrase dapat berjalan efektif dalam menyelesaikan sengketa dan berperan efektif dalam melindungi konsumen. 2. Disamping tujuan tersebut diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap hak-hak konsumen apabila tidak ada kesepakatan dalam memilih cara penyelesaian sengketa di Badan Penyelesaian Sengketa Kota Bandung. E. Manfaat penelitian. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan bahan kajian bagi Pemerintah dan/atau Pembuat Undang-undang dalam upaya penyempurnaan proses beracara dalam penyelesaian sengketa konsumen, sehingga dengan penyempurnaan proses penyelesaian sengketa konsumen diharapkan dapat berjalan efektif dalam rangka melindungi hak dan kepentingan konsumen ketika konsumen dirugikan, yang

8 pada akhirnya tujuan perlindungan konsumen yang salah satunya untuk menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan berkeadilan dapat terwujud.