Melawan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Melawan"

Transkripsi

1 JAWABAN TERMOHON KEBERATAN terhadap Keberatan yang diajukan oleh Pemohon Keberatan atas Putusan Arbitrase Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kabupaten Probolinggo Nomor 06/AK/BPSK/ /2014 antara : ZAINUL HUSEN, 37 tahun, Wiraswasta, beralamat di Jl. Argopuro No. 4 A RT/RW:001/014 Kelurahan Citrodiwangsan Lumajang, untuk selanjutnya disebut sebagai TERMOHON KEBERATAN (dahulu sebagai PENGADU). Melawan PT. TOYOTA ASTRA FINANCIAL SERVICES, Jl. Letjen Sutoyo No. 3A RT/RW:001/001 Lowokwaru Malang 65141, untuk selanjutnya disebut sebagai PEMOHON KEBERATAN (dahulu sebagai TERADU) Kepada Yth. Ketua Pengadilan Negeri Lumajang di LUMAJANG Mempermaklumkan dengan hormat, Yang bertanda tangan di bawah ini, ZAINUL HUSEN, yang beralamat di beralamat di Jl. Argopuro No. 4 A RT/RW : 001/014 Kelurahan Citrodiwangsan Lumajang, disebut sebagai TERMOHON KEBERATAN (dahulu sebagai Pengadu). Bertindak untuk dan atas nama sendiri, dahulu sebagai Pengadu dalam Perkara Arbitrase Sengketa Konsumen di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, Perkara No. 06/AK/BPSK/ /2014 tertanggal 13 Maret 2014, sekarang sebagai Termohon Keberatan, bersama ini hendak mengajukan Jawaban terhadap Keberatan dari PT. Toyota Astra Financial Services dahulu sebagai Teradu Tegakkan UU Perlindungan Konsumen Sampai Titik Darah Penghabisan 1

2 sekarang sebagai Pemohon Keberatan, yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Lumajang pada tanggal 24 April Sebelumnya, Termohon Keberatan memohon izin untuk menjelaskan bahwa teknis permohonan keberatan telah diatur tidak berbeda (baca: sama) seperti upaya hukum banding terhadap putusan Pengadilan Tingkat Pertama. Bahwa Pengadilan Negeri yang menerima permohonan keberatan atas putusan BPSK hanya memeriksa berkas perkara, bukan menyidangkan permohonan keberatan sebagaimana perkara perdata umum, yang mekanismenya dimulai dari gugatan-jawaban, replik-duplik, pembuktian, kesimpulan, dan putusan. Bahwa jika membaca Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2008, Hlm , telah diatur bahwa Pemeriksaan Keberatan Hanya Dilakukan Atas Dasar Putusan BPSK Dan Berkas Perkara. Bahwa Termohon Keberatan akan mengajukan jawaban secara komprehensif terhadap seluruh argumentasi dari Pemohon Keberatan sebagai berikut : JAWABAN ATAS DALIL-DALIL KEBERATAN PEMOHON: Bahwa Termohon Keberatan telah membaca seluruh alasan-alasan keberatan yang diajukan oleh Pemohon Keberatan, dan dapat difahami bahwa dalil alasan-alasan yang di ajukan oleh Pemohon Keberatan sebenarnya telah tuntas di jawab sebagaimana tertera didalam pertimbangan hukum Putusan BPSK Kab. Probolinggo No. 06/AK/BPSK/ /2014 tertanggal 13 Maret Namun untuk memenuhi dahaga Pemohon Keberatan, maka Termohon Keberatan akan memberikan beberapa paparan argumentasi ilmiah yang tentu saja dapat secara tuntas dan akan secara runtut menjawab dalil alasan-alasan Pemohon Keberatan yang berbobot, sedangkan dalildalil yang Termohon Keberatan anggap tidak berbobot secara ilmiah maka Termohon Keberatan tidak akan membuang-buang waktu untuk menanggapinya. Dapat Termohon Keberatan simpulkan bahwa pada pokok-pokoknya adalah sebagai berikut : I. Pemohon Keberatan Berdalil : BPSK Kab. Probolinggo Tidak Mempunyai Kewenangan Memeriksa Dan Mengadili Perkara A Quo. Tegakkan UU Perlindungan Konsumen Sampai Titik Darah Penghabisan 2

3 Bahwa Pemohon dalam hal ini berdalil dengan salah satu klausula di dalam perjanjian pembiayaan No tertanggal 15 Maret 2013 yang telah di tanda tangani oleh Termohon dan Pemohon mengenai pemilihan tempat penyelesaian hukum. Bahwa ketentuan diatas yang ada di dalam perjanjian pembiayaan No tertanggal 15 Maret 2013, tidak dapat secara ekstrim dan serta-merta di jadikan suatu halangan atau larangan terhadap Termohon untuk melakukan upaya hukum berupa penyelesaian sengketa konsumen secara arbitrase di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kabupaten Probolinggo. Ini dapat kami jelaskan lebih rinci dengan mencermati ketentuan Peraturan Perundang-Undangan sebagai berikut : 1. Bahwa Perkara a quo adalah MENGENAI AKIBAT JASA yang diberikan oleh Pemohon Keberatan. 2. Bahwa Pihak Pemohon Keberatan (dahulu Teradu) di dalam persidangan menyatakan TIDAK KEBERATAN diperiksa di BPSK Kab. Probolinggo, sebagaimana terurai didalam pertimbangan hukum Putusan BPSK Kab. Probolinggo No. 06/AK/BPSK/ /2014 tertanggal 13 Maret 2014 pada Halaman Bahwa di dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 45 ayat (1) di sebutkan : Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui LEMBAGA YANG BERTUGAS MENYELESAIKAN SENGKETA ANTARA KONSUMEN DAN PELAKU USAHA atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum. 4. Keputusan Presiden RI No. 27 Tahun 2012 tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen pada Kabupaten Probolinggo sebagaimana di dalam Pasal 2 disebutkan : Setiap konsumen yang di rugikan atau ahli warisnya dapat menggugat Pelaku Usaha melalui BPSK di tempat domisili konsumen atau PADA BPSK TERDEKAT. Selama belum didapati Undang-Undang yang melarang konsumen secara jelas untuk mengajukan aduan pada BPSK selain ditempat domisili konsumen, maka konsumen tidak dibatasi terhadap suatu aturan yang belum ditegaskan oleh Undang- Undang. Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang telah Termohon Keberatan uraikan di atas, maka ketentuan di dalam perjanjian pembiayaan No tertanggal 15 Maret Tegakkan UU Perlindungan Konsumen Sampai Titik Darah Penghabisan 3

4 2013, TENTU SAJA TIDAK DAPAT MEMBATASI ATAU MENJADI HALANGAN ATAU BAHKAN MENJADI SUATU KETENTUAN YANG MELARANG bagi konsumen untuk melakukan gugatan di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kabupaten Probolinggo. Karena gugatan konsumen tersebut di realisasikan atas amanah UU Perlindungan Konsumen jo. Kepres RI No. 27 Tahun 2012 bukan tanpa dasar hukum!. II. Pemohon Keberatan Berdalil : Keberatan Terhadap Eksekusi Jaminan Fidusia Yang Dilakukan Oleh Pemohon Keberatan Adalah Tidak Beralasan. Bahwa Termohon Keberatan menjadi tergugah nalar ilmiah mengenai hukum acara yang benar sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan dalam perspektif hukum Pemohon Keberatan. Sejauh apa pemahaman Pemohon Keberatan terhadap hukum acara eksekusi jaminan fidusia??? Didalam gugatan keberatannya terhadap putusan BPSK Kab. Probolinggo No. 06/AK/BPSK/ /2014 tertanggal 13 Maret 2014, Pemohon Keberatan sama sekali tidak menyajikan dalil-dalil hukum mengenai tuduhan Pemohon Keberatan yang menuduh keberatan Termohon Keberatan atas eksekusi jaminan fidusia yang dilakukan oleh Pemohon Keberatan. Jika boleh flash-back, maka perlu Yang Mulia Majelis Hakim ketahui jika eksekusi jaminan fidusia yang dilakukan oleh Pemohon Keberatan sangat jauh dari nilai-nilai keadilan dan prinsip-prinsip hukum yang benar. Pemohon Keberatan melakukan eksekusi di dekat Jembatan Suramadu Surabaya. Eksekusi tersebut direalisasikan dengan penuh intimidasi. Padahal mobil yang tereksekusi tersebut sedang mengangkut rombongan pernikahan saudara Termohon Keberatan ke Pulau Madura. Karena eksekusi dilakukan dengan memberhentikan langsung mobil yang menjadi jaminan fidusia tersebut (layaknya seorang juru sita Pengadilan Negeri) oleh beberapa orang yang mengaku debt collector Pemohon Keberatan, maka mobil pun terhenti dan semua rombongan pun turun dari mobil tersebut (termasuk sang Pengantin), dan terpaksa mencari mobil lain agar acara pernikahan saudara Termohon Keberatan tidak gagal. Apakah seperti ini mekanisme eksekusi jaminan fidusia yang benar??? Sudah sesuaikah dengan rasa keadilan dan hati nurani??? Tegakkan UU Perlindungan Konsumen Sampai Titik Darah Penghabisan 4

5 Apakah tidak terjadi chaos jika kewenangan untuk eksekusi diserahkan kepada masyarakat biasa, apalagi yang menjadi juru sita/eksekutor swasta ini adalah diduga kuat preman-preman??? Bukankah ini justru menumbuhkembangkan dan melembagakan orang-orang yang diduga kuat preman tersebut??? Dimana disebutkan secara jelas hukum acara/mekanisme/tata cara eksekusi jaminan fidusia??? Di UU Jaminan Fidusia hanya menyebutkan secara global/general sehingga menimbulkan banyak ketidak pastian dan berbagai interpretasi. Oleh karena itu, untuk menjembatani perbedaan interpretasi tersebut, Mahkamah Agung RI menerbitkan buku Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus. Bahwa dengan ditariknya kendaraan tersebut yang tentu saja tidak sesuai dengan tata cara yang diamanahkan oleh peraturan perundang-undangan khususnya Prosedur dan tatacara eksekusi jaminan fidusia sebagaimana diatur dalam Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2008, hlm , sehingga dalil Pemohon Keberatan yang menyatakan keberatan atas eksekusi jaminan fidusia adalah tidak beralasan, haruslah ditolak dan/atau dikesampingkan. Bahwa meskipun sertifikat jaminan fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial namun tata cara eksekusi diatur dalam buku II, edisi 2007, Mahkamah Agung RI, sehingga dengan demikian eksekusi jaminan fidusia yang bertentangan dengan yang diatur dalam buku II, Mahkamah Agung RI adalah tidak dibenarkan dan melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan. III. Pemohon Keberatan Berdalil : Perjanjian yang memuat klausula baku tidaklah dilarang selama pada waktu penandatanganan masing-masing pihak sudah diberitahu atau dibacakan isi perjanjian. Bahwa Pemohon Keberatan perlu sedikit dicerahkan peradigmanya mengenai asas konsesualisme. Asas konsesualisme bukan satu-satunya alasan untuk membenarkan segala tindakan Pemohon Keberatan yang melanggar Undang-Undang. Telah jelas terdapat didalam Pasal 1320 KUHPerdata mengenai konsesualisme yang prosedural, bukan konsesualisme menurut penasfiran Pemohon Keberatan sendiri. Tegakkan UU Perlindungan Konsumen Sampai Titik Darah Penghabisan 5

6 Bahwa mengenai syarat sahnya perjanjian telah diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang berbunyi sebagai berikut : Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat : 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab (causa) yang halal; Bahwa menurut Prof. Subekti, SH dalam bukunya Pokok-Pokok Hukum Perdata, apabila syarat nomor 1 (satu) dan syarat nomor 2 (dua) sebagaimana tersebut di atas tidak terpenuhi, maka perjanjian dapat dibatalkan, sehingga pembatalan perjanjian tersebut harus dilakukan oleh Hakim atas permintaan pihak, sedangkan apabila syarat nomor 3 (tiga) dan syarat nomor 4 (empat) sebagaimana tersebut di atas tidak terpenuhi, maka perjanjian batal demi hukum (batal secara mutlak), sehingga perjanjian tersebut dianggap dari semula sudah batal meskipun tidak diminta oleh suatu pihak. Bahwa yang dimaksud dengan sepakat mereka yang mengikatkan dirinya adalah adanya kemauan yang bebas untuk mengikatkan diri dari para pihak, dan kemauan tersebut haruslah dinyatakan, sedangkan yang dimaksud dengan kecakapan untuk membuat suatu perikatan adalah bahwa kedua belah pihak yang membuat perjanjian harus cakap menurut hukum, yaitu orang-orang yang belum dewasa dan orang-orang yang berada dalam pengampuan. Bahwa yang dimaksud dengan suatu hal tertentu adalah yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian haruslah suatu hal atau suatu barang yang cukup jelas atau tertentu, sedangkan yang dimaksud dengan suatu sebab (causa) adalah tujuan, yaitu apa yang dikehendaki oleh kedua pihak dengan mengadakan perjanjian itu. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1335 KUH Perdata, dinyatakan suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan, sedangkan dalam Pasal 1337 KUH Perdata dinyatakan suatu sebab adalah terlarang apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum. Tegakkan UU Perlindungan Konsumen Sampai Titik Darah Penghabisan 6

7 Bahwa BPSK diberi kewenangan untuk mengawasi dan menentukan klausula baku dalam perjanjian yang melanggar Pasal 18 UU No. 8 Tahun 1999, sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 52 huruf (c) UU No. 8 Tahun Bahwa BPSK Kab. Probolinggo sebagaimana didalam Putusan No. 06/AK/BPSK/ /2014 tertanggal 13 Maret 2014 telah memutuskan bahwa perjanjian tersebut telah mengandung klasula baku yang dilanggar oleh Undang-Undang, tepatnya Melanggar Pasal 18 ayat (1) huruf (g) UU No. 8 Tahun 1999, bahwa dalam Pasal 1.1 Melanggar Pasal 18 ayat (1) huruf (g) UU No. 8 Tahun 1999, Pasal 3.1 Melanggar Pasal 18 ayat (1) huruf (d) UU No. 8 Tahun 1999, Pasal 3.2 Melanggar Pasal 18 ayat (1) huruf (d) UU No. 8 Tahun 1999, Pasal 4.4 Melanggar Pasal 18 ayat (1) huruf (g) UU No. 8 Tahun 1999, Pasal 4.7 Melanggar Pasal 18 ayat (1) huruf (g) UU No. 8 Tahun 1999, Pasal 7.3 Melanggar Pasal 18 ayat (1) huruf (d) UU No. 8 Tahun 1999, Pasal melanggar pasal 18 ayat (2) UU No. 8 Tahun 1999, pasal melanggar pasal 18 (1) huruf (a) UU No. 8 Tahun 1999, pasal 12.1 melanggar pasal 18 (1) huruf (d) UU No. 8 Tahun 1999, pasal 15.1 melanggar pasal 18 ayat (2) UU No. 8 Tahun Bahwa oleh karena itu, sangatlah cerdas, cermat, lagi tepat keseluruhan pertimbangan hukum Putusan BPSK Kab. Probolinggo No. 06/AK/BPSK/ /2014 tertanggal 13 Maret 2014; sebab uraiannya sangat komprehensif dan seluruhnya berlandaskan hukum. Bahwa perlu Pemohon Keberatan perlu memahami dan mencermati, meskipun suatu perjanjian telah memenuhi syarat konsensualisme namun asas konsensualisme saja tidak cukup menjadikan perjanjian tersebut sah dan mengikat apabila perbuatan hukum yang wajib dilakukan dalam bentuk formal tertentu yang diwajibkan oleh Undang-Undang tidak dipatuhi, sehingga akan berakibat perjanjian tersebut Batal Demi Hukum (dalam Elly Erawati dan Herlien Budiono, Penjelasan Hukum Tentang Kebatalan Perjanjian, Halaman 7, diterbitkan oleh National Legal Reform Program, Jakarta, pada Tahun 2010); Bahwa penandatanganan Perjanjian Pembiayaan No yang dibuat dan ditandatangani pada tanggal 15 Maret 2013 antara Pemohon Keberatan dengan Termohon Keberatan dilakukan di dekat terminal Lumajang, bukan dikantor Pemohon Keberatan, dalam keadaan hujan, serta Termohon Keberatan tidak diberikan kesempatan untuk membaca isi Perjanjian Pembiayaan No tersebut. Tegakkan UU Perlindungan Konsumen Sampai Titik Darah Penghabisan 7

8 IV. Pemohon Keberatan Berdalil : Keberatan Atas Amar Putusan Butir Ke-5 Pada Putusan BPSK Kab. Probolinggo No. 06/AK/BPSK/ /2014 Tertanggal 13 Maret Bahwa Putusan BPSK Kab. Probolinggo No. 06/AK/BPSK/ /2014 tertanggal 13 Maret 2014 telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya dengan Pasal 40 ayat 3 huruf (a) Kepmenperindag RI No. 350/MPP/Kep/12/2001 : Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berupa pemenuhan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) yaitu meliputi ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau memanfaatkan jasa. Dalil yang mendasari ganti rugi tersebut adalah berdasarkan fakta yang terungkap persidangan, kendaraan yang menjadi objek jaminan ditarik oleh Pemohon Keberatan (dahulu Teradu), dengan ditariknya kendaraan tersebut maka tidak sesuai dengan tata cara yang diamanahkan oleh peraturan perundang-undangan khususnya Prosedur dan tatacara eksekusi jaminan fidusia sebagaimana diatur dalam Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2008, hlm Sehingga jelas sudah Pengadu mengalami kerugian dan sangat beralasan pula jika majelis BPSK Kab. Probolinggo memberikan putusan ganti rugi terhadap Termohon Keberatan. V. Pemohon Keberatan Berdalil : BPSK Kab. Probolinggo Telah Melampaui Kewenangannya Dalam Masalah Formalitas Ketika Melakukan Pemeriksaan Perkara. Bahwa, Persidangan Arbitrase yang di realisasikan oleh BPSK Kab. Probolinggo sebagaimana menghasilkan Putusan No. 05/AK/BPSK/ /2014 tertanggal 11 Maret 2014 adalah telah sesuai dengan hukum acara yang tertuang di dalam Kepmenperindag RI No. 350/MPP/Kep/12/2001 Tentang Pelaksanaan Tugas Dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Bahwa, Pemohon Keberatan kurang membaca secara teliti dan komprehensif Kepmenperindag RI No. 350/MPP/Kep/12/2001 Tentang Pelaksanaan Tugas Dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Tegakkan UU Perlindungan Konsumen Sampai Titik Darah Penghabisan 8

9 Bahwa, di dalam hukum acara arbitrase tentu saja wajib merujuk pengertian arbitrase dalam perspektif definisi Kepmenperindag RI No. 350/MPP/Kep/12/2001; karena Kepmenperindag RI No. 350/MPP/Kep/12/2001 adalah peraturan perundang-undangan yang di buat secara khusus sebagai pedoman hukum acara di BPSK. Bahwa perlu Pemohon Keberatan pahami secara mendalam, telah disebutkan dengan sangat jelas di dalam Pasal 4 ayat (1) Kepmenperindag RI No. 350/MPP/Kep/12/2001 Tentang Pelaksanaan Tugas Dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen : Penyelesaian sengketa konsumen oleh BPSK melalui cara Konsiliasi atau Mediasi atau Arbitrase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, dilakukan atas dasar pilihan dan persetujuan para pihak yang bersangkutan. Bahwa Pemohon Keberatan (dahulu Teradu) di depan anggota majelis arbiter BPSK Kab. Probolinggo MENYATAKAN TIDAK KEBERATAN diperiksa dalam persidangan arbitrase di BPSK Kab. Probolinggo. Hal ini sebagaimana diuraikan didalam Putusan BPSK Kab. Probolinggo No. 06/AK/BPSK/ /2014 tertanggal 13 Maret 2014, Hlm. 09. Bahwa, tentu saja pernyataan tidak keberatan ini dapat diartikan sebagai wujud persetujuan dari Pemohon Keberatan. Dan suatu persetujuan terlahir pasti dari sebuah pilihan, apalagi yang hadir mewakili Pemohon Keberatan pada persidangan arbitrase di BPSK Kab. Probolinggo adalah seorang memahami huku, artinya bukan orang yang awam hukum. Pernyatan tidak keberatan Pemohon Keberatan tentu saja tidak dinyatakan dalam kekhilafan atau kealpaan, namun dinyatakan dalam keadaan sadar hukum. Bukankah Pemohon Keberatan dapat saja secara tegas menyatakan keberatannya di depan Majelis Arbiter??? Tapi mengapa justru sebaliknya, Pemohon Keberatan di depan Majelis Arbiter menyatakan tidak keberatan untuk disidangkan secara arbitrase??? Bahwa berdasarkan uraian diatas telah nyata jika persidangan perkara arbitrase di BPSK Kab. Probolinggo dengan Putusan No. 06/AK/BPSK/ /2014 tertanggal 13 Maret 2014 telah memenuhi hukum acara sebagaimana diatur dalam Kepmenperindag RI No. 350/MPP/Kep/12/2001. Bahwa berdasarkan uraian diatas, maka Putusan BPSK Kab. Probolinggo No. 06/AK/BPSK/ /2014 tertanggal 13 Maret 2014 dalam perkara a quo telah sesuai dan tidak sedikitpun bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Tegakkan UU Perlindungan Konsumen Sampai Titik Darah Penghabisan 9

10 Catatan Kecil : Bahwa, Pemohon Keberatan terkesan menggiring Majelis Hakim untuk hanya memperhatikan Pasal 1320 jo. Pasal 1338 KUHPerdata. Namun, berikut akan di uraikan sebagai pertimbangan Majelis Hakim untuk secara progressif juga lebih merujuk kepada UU Perlindungan Konsumen berikut instrumennya Peraturan Perundang-Undangannya. Bahwa, Pemohon Keberatan terkesan hanya menggunakan kaca mata kuda dalam melakukan pembacaan terhadap sebuah klausul kontrak perjanjian, sebab Pemohon Keberatan hanya merujuk kepada Pasal 1320 jo BW/KUHPerdata tanpa mencoba memahaminya dengan benar, dan tanpa mencoba merujuk Undang-Undang lainnya. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1335 KUH Perdata, dinyatakan suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan, sedangkan dalam Pasal 1337 KUH Perdata dinyatakan suatu sebab adalah terlarang apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum. Oleh karenanya, perlu Pemohon Keberatan pahami bahwa perjanjian itu berlaku sebagai Undang-Undang jika tidak melanggar Undang-Undang. Perjanjian yang dibuat oleh Pemohon Keberatan tersebut telah melanggar ketentuan dalam Pasal 18 ayat (1) jo. Ayat (2) UU No. 8 Tahun 1999; artinya melanggar juga ketentuan didalam Pasal 1320 nomor 4 (empat) KUHPerdata, sehingga sebagai konsekwensinya perjanjian tersebut adalah BATAL DEMI HUKUM. Bahwa, jelas Majelis BPSK Kabupaten Probolinggo sudah dengan tepat dan benar dalam memberikan putusan dalam perkara arbitrase No. 06/AK/BPSK/ /2014 tertanggal 13 Maret 2014, sehingga Keberatan dari Pemohon Keberatan (dahulu Teradu/Pelaku Usaha) haruslah ditolak atau setidak-tidaknya tidak diterima atau dikesampingkan, dan Pengadilan Negeri Lumajang melalui majelis hakim pemeriksa perkara ini seyogyanya memberikan putusan : 1. Menyatakan Permohonan Keberatan yang diajukan oleh Pemohon Keberatan (dahulu Teradu/Pelaku Usaha) tertanggal 24 April 2014 tidak dapat diterima; 2. Menguatkan Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kabupaten Probolinggo No. 06/AK/BPSK/ /2014 tertanggal 13 Maret 2014; 3. Menyatakan perjanjian pembiayaan No tertanggal 15 Maret 2013 Batal Demi Hukum; 4. Menyatakan BPSK Kab. Probolinggo mempunyai kewenangan untuk memeriksa perkara antara Termohon Keberatan melawan Pemohon Keberatan; Tegakkan UU Perlindungan Konsumen Sampai Titik Darah Penghabisan 10

11 5. Menghukum Pemohon Keberatan membayar biaya perkara sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Atau apabila Ketua Pengadilan Negeri Lumajang melalui majelis hakim Pengadilan Negeri Lumajang yang memeriksa perkara ini berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). Lumajang, 24 April 2014 Hormat kami, Termohon Keberatan ZAINUL HUSEN Tegakkan UU Perlindungan Konsumen Sampai Titik Darah Penghabisan 11

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 113/PUU-XII/2014 Keputusan Tata Usaha Negara yang Dikeluarkan atas Dasar Hasil Pemeriksaan Badan Peradilan Tidak Termasuk Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara

Lebih terperinci

BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK

BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK A. Penyelesaian Sengketa Oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen 1. Ketentuan Berproses Di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN

Lebih terperinci

memperhatikan pula proses pada saat sertipikat hak atas tanah tersebut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

memperhatikan pula proses pada saat sertipikat hak atas tanah tersebut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 101 kepemilikannya, bertujuan untuk memberikan kepastian hukum terhadap sertipikat hak atas tanah dan perlindungan terhadap pemegang sertipikat hak atas tanah tersebut. Namun kepastian hukum dan perlindungan

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 9 ARBITRASE (2)

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 9 ARBITRASE (2) BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 9 ARBITRASE (2) G. Prosedur Pemeriksaan Perkara Prosedur pemeriksaan di arbitrase pada dasarnya tidak berbeda jauh dengan di pengadilan karena

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas I. PEMOHON Ir. Samady Singarimbun RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas KUASA HUKUM Ir. Tonin Tachta Singarimbun, SH., M., dkk. II.

Lebih terperinci

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum Sejalan dengan perkembangan zaman era globalisasi sudah barang tentu tuntutan perkembangan penyelesaian sengketa perburuhan

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Maia P U T U S A N Nomor 103 K/Pdt.Sus-BPSK/2016 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata khusus sengketa konsumen pada tingkat

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 6/PUU-XVI/2018 Kewajiban Pencatatan PKWT ke Intansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 6/PUU-XVI/2018 Kewajiban Pencatatan PKWT ke Intansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 6/PUU-XVI/2018 Kewajiban Pencatatan PKWT ke Intansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan I. PEMOHON Abdul Hakim, Romi Andriyan Hutagaol, Budi Oktariyan, Mardani,

Lebih terperinci

BAB II MEKANISME PERMOHONAN PENYELESAIAN DAN PENGAMBILAN PUTUSAN SENGKETA KONSUMEN. A. Tata Cara Permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen

BAB II MEKANISME PERMOHONAN PENYELESAIAN DAN PENGAMBILAN PUTUSAN SENGKETA KONSUMEN. A. Tata Cara Permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen BAB II MEKANISME PERMOHONAN PENYELESAIAN DAN PENGAMBILAN PUTUSAN SENGKETA KONSUMEN A. Tata Cara Permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen Konsumen yang merasa hak-haknya telah dirugikan dapat mengajukan

Lebih terperinci

Nomor: 361/Pdt.G/2013/PA Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Nomor: 361/Pdt.G/2013/PA Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA SALINAN P U T U S A N Nomor: 361/Pdt.G/2013/PA Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada

Lebih terperinci

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu peradilan di Indonesia yang berwenang untuk menangani sengketa Tata Usaha Negara. Berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Maia P U T U S A N Nomor 399 K/Pdt.Sus-BPSK/2016 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata khusus sengketa konsumen pada tingkat

Lebih terperinci

TUGAS KELOMPOK HUKUM ASURANSI

TUGAS KELOMPOK HUKUM ASURANSI TUGAS KELOMPOK HUKUM ASURANSI NAMA: GITTY NOVITRI (2013200009) VICKY QINTHARA (2013200108) PRINCESSA YASSENIA ANI KAROLINA (2013200108) KELAS: B DOSEN: TETI MARSAULINA, S.H., LL.M. 2016 0 I. KASUS POSISI

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Dari uraian di atas, selanjutnya dari hasil penelitian penulis menyimpulkan sebagai

BAB IV PENUTUP. Dari uraian di atas, selanjutnya dari hasil penelitian penulis menyimpulkan sebagai BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian di atas, selanjutnya dari hasil penelitian penulis menyimpulkan sebagai berikut: 1. Pelaksanaan eksekusi objek fidusia yang tidak terdaftar di Kota Bukittinggi

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 88/PUU-XII/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN Nomor 88/PUU-XII/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN Nomor 88/PUU-XII/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 26/PUU-XV/2017 Pembatalan Putusan Arbitrase

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 26/PUU-XV/2017 Pembatalan Putusan Arbitrase I. PEMOHON Zainal Abidinsyah Siregar. Kuasa Hukum: RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 26/PUU-XV/2017 Pembatalan Putusan Arbitrase Ade Kurniawan, SH., Heru Widodo, SH., MH., dkk, advokat/ penasehat hukum

Lebih terperinci

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama?

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama? PANDUAN WAWANCARA Mediator: 1. Apa saja model-model Pendekatan Agama dalam proses mediasi terhadap perkara perceraian? a. Bagaimana cara menerapkan model-model pendekatan agama dalam proses mediasi terhadap

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Mahkamaa P U T U S A N Nomor 354 K/Pdt.Sus-BPSK/2016 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata khusus sengketa konsumen pada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

Jl. Jend. Ahmad Yani No.30 KARAWANG Telp. (0267) Fax. (0267) P U T U S A N

Jl. Jend. Ahmad Yani No.30 KARAWANG Telp. (0267) Fax. (0267) P U T U S A N BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN ( B P S K ) KABUPATEN KARAWANG Jl. Jend. Ahmad Yani No.30 KARAWANG 41315 Telp. (0267) 8490995 Fax. (0267) 8490995 P U T U S A N Nomor : / BPSK KRW / VIII / 2013 Tanggal

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan M P U T U S A N Nomor 1077 K/Pdt.Sus-BPSK/2016 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata khusus sengketa konsumen pada tingkat

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan M P U T U S A N Nomor 1513 K/Pdt.Sus-BPSK/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata khusus tentang alasan atas putusan

Lebih terperinci

PERKARA NO. 451/PDT. G/ 2012/ PN. JKT BARAT

PERKARA NO. 451/PDT. G/ 2012/ PN. JKT BARAT PERKARA NO. 451/PDT. G/ 2012/ PN. JKT BARAT Penggugat Tergugat : PT Bangun Karya Pratama Lestari : Nine AM Ltd. FAKTA & LATAR BELAKANG PERKARA 1. Penggugat telah memperoleh pinjaman uang dari Tergugat

Lebih terperinci

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara BAB III Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara oleh Pejabat Tata Usaha Negara A. Upaya Hukum Ada kalanya dengan keluarnya suatu putusan akhir pengadilan sengketa antara Penggugat

Lebih terperinci

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004).

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004). RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 68/PUU-XIII/2015 Implikasi Interpretasi Frasa Anjuran Mediator dan Konsiliator pada Penyelesaian Sengketa Hubungan Industrial I. PEMOHON 1. Muhammad Hafidz

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 98/PUU-XIII/2015 Izin Pemanfaatan Hutan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 98/PUU-XIII/2015 Izin Pemanfaatan Hutan RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 98/PUU-XIII/2015 Izin Pemanfaatan Hutan I. PEMOHON - P.T. Inanta Timber & Trading Coy Ltd.yang diwakili oleh Sofandra sebagai Direktur Utama -------------------------------------

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. 1A Padang, berjalan dengan baik, tertib dan lancar. Tidak di temukannya. tersebut, hanya saja hambatan-hambatannya dalam kekurangan

BAB IV PENUTUP. 1A Padang, berjalan dengan baik, tertib dan lancar. Tidak di temukannya. tersebut, hanya saja hambatan-hambatannya dalam kekurangan BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan berikut; Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai 1. Dalam pelaksanaan PERMA No.1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan

Lebih terperinci

KONTRA MEMORI BANDING. Atas Putusan Pengadilan Negeri Surabaya. Tanggal 23 Desember 2008, Nomor 340/Pdt.G/2008/PN.Sby. Dalam Perkara Antara:

KONTRA MEMORI BANDING. Atas Putusan Pengadilan Negeri Surabaya. Tanggal 23 Desember 2008, Nomor 340/Pdt.G/2008/PN.Sby. Dalam Perkara Antara: KONTRA MEMORI BANDING Atas Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Tanggal 23 Desember 2008, Nomor 340/Pdt.G/2008/PN.Sby Dalam Perkara Antara: 1. I PUTU NGURAH SUTISNA sebagai TERBANDING I / dahulu PENGGUGAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA A. Analisis Dualisme Akad Pembiayaan Mud{arabah Muqayyadah Keberadaaan suatu akad atau perjanjian adalah sesuatu yang

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. (perkara Nomor: 305/Pdt.G/BANI/ 2014/PNJkt.Utr) adalah sebagai berikut:

BAB IV PENUTUP. (perkara Nomor: 305/Pdt.G/BANI/ 2014/PNJkt.Utr) adalah sebagai berikut: BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1. Proses pembatalan putusan arbitrase oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara (perkara Nomor: 305/Pdt.G/BANI/ 2014/PNJkt.Utr) adalah sebagai berikut: tahap pertama Pemohon mengajukan

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. Bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI DUALISME AKAD DALAM PUTUSAN MAHKAMAH. AGUNG No. 272 K/Ag/2015

BAB III DESKRIPSI DUALISME AKAD DALAM PUTUSAN MAHKAMAH. AGUNG No. 272 K/Ag/2015 BAB III DESKRIPSI DUALISME AKAD DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG No. 272 K/Ag/2015 A. Gambaran Dualisme Akad Dalam Putusan Mahkamah Agung No. 272 K/Ag/2015 Perkara wanprestasi dalam putusan Mahkamah Agung

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR : 146/PDT/2013/PTR

P U T U S A N NOMOR : 146/PDT/2013/PTR P U T U S A N NOMOR : 146/PDT/2013/PTR DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Pekanbaru yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam tingkat banding telah menjatuhkan

Lebih terperinci

PENGADILAN TINGGI MEDAN

PENGADILAN TINGGI MEDAN P U T U S A N Nomor : 101 / PDT / 2017 / PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara perdata pada pengadilan tingkat banding

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 19/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 19/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 19/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan M P U T U S A N Nomor 187 K/Pdt.Sus-BPSK/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata khusus sengketa konsumen pada tingkat

Lebih terperinci

PENGGUGAT KONTRAK KARYA FREEPORT TAK PUNYA LEGAL STANDING

PENGGUGAT KONTRAK KARYA FREEPORT TAK PUNYA LEGAL STANDING PENGGUGAT KONTRAK KARYA FREEPORT TAK PUNYA LEGAL STANDING www.kompasiana.com Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang dipimpin Suko Harsono menyatakan gugatan Indonesian Human Right Comitte

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor: xxx/pdt.g/2013/ms-aceh

P U T U S A N. Nomor: xxx/pdt.g/2013/ms-aceh P U T U S A N Nomor: xxx/pdt.g/2013/ms-aceh DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Mahkamah Syar'iyah Aceh yang mengadili perkara cerai gugat pada tingkat banding dalam persidangan Majelis Hakim

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XIV/2016 Pengajuan Grasi Lebih Dari Satu Kali

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XIV/2016 Pengajuan Grasi Lebih Dari Satu Kali RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XIV/2016 Pengajuan Grasi Lebih Dari Satu Kali I. PEMOHON 1. Su ud Rusli, (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. H. Boyamin, (selanjutnya disebut sebagai Pemohon

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sistem dan mekanisme

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017 Keterangan Saksi Yang Diberikan di Bawah Sumpah dan Tidak Hadir Dalam Persidangan Disamakan Nilainya dengan Keterangan Saksi Di Bawah Sumpah Yang Diucapkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perlindungan Konsumen Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen dan bukan Undang-Undang tentang Konsumen. menyebutkan pengertianpengertian

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 243, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4045) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 81/PUU-XIV/2016 Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 81/PUU-XIV/2016 Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 81/PUU-XIV/2016 Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara I. PEMOHON Nico Indra Sakti, S.H., M.Kn., bin Burhanudin.. selanjutnya disebut Pemohon II. III. OBJEK PERMOHONAN

Lebih terperinci

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n 2 000 Tentang Desain Industri DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK Sularto MHBK UGM PERISTILAHAN Kontrak sama dengan perjanjian obligatoir Kontrak sama dengan perjanjian tertulis Perjanjian tertulis sama dengan akta Jadi antara istilah kontrak,

Lebih terperinci

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999).

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999). RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 65/PUU-XIII/2015 Kepastian Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Kewajiban Pelaku Usaha Atas Informasi Badan Hukum Secara Lengkap I. PEMOHON 1. Capt. Samuel

Lebih terperinci

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XII) PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL copyright by Elok Hikmawati 1 Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekayaan budaya dan etnis bangsa

Lebih terperinci

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999).

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999). RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 65/PUU-XIII/2015 Kepastian Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Kewajiban Pelaku Usaha Atas Informasi Badan Hukum Secara Lengkap I. PEMOHON 1. Capt. Samuel Bonaparte,

Lebih terperinci

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR 3.1. Pemutusan Hubungan Kerja Pemutusan hubungan kerja oleh majikan adalah jenis PHK yang sering terjadi,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015. RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 12/PUU-XIV/2016 Waktu Penyelesaian, Produk Hukum penyelesaian BNP2TKI, dan Proses Penyelesaian Sengketa Antara TKI dengan PPTKIS Belum Diatur Di UU 39/2004 I. PEMOHON

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. efektif hanya dalam kondisi jika Pelaku Usaha dan Konsumen mempunyai

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. efektif hanya dalam kondisi jika Pelaku Usaha dan Konsumen mempunyai 96 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan. 1. Kebebasan pilihan penyelesaian sengketa melalui konsiliasi atau mediasi atau arbitrase di Badan Penyelesaian Sengketa Kota Bandung dapat berjalan efektif

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan

Lebih terperinci

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015. RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XIV/2016 Waktu Penyelesaian, Produk Hukum penyelesaian BNP2TKI, dan Proses Penyelesaian Sengketa Antara TKI dengan PPTKIS Belum Diatur Di UU 39/2004 I. PEMOHON

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara I. PEMOHON Bachtiar Abdul Fatah. KUASA HUKUM Dr. Maqdir Ismail, S.H., LL.M., dkk berdasarkan surat

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Mahkamaa P U T U S A N Nomor 718 K/Pdt.Sus-BPSK/2016 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata khusus sengketa konsumen pada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1985 (ADMINISTRASI. KEHAKIMAN. LEMBAGA NEGARA. Mahkamah Agung. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

TINJAUAN MATA KULIAH...

TINJAUAN MATA KULIAH... iii Daftar Isi TINJAUAN MATA KULIAH... xi MODUL 1: SEJARAH, SUMBER, DAN ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA 1.1 Pengertian Hukum Acara Perdata, Sejarah Hukum Acara Perdata Indonesia, dan Sumber Hukum Acara Perdata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

FINAL BUKU JURNAL KEUANGAN PERKARA PERDATA TINGKAT PERTAMA. Nomor Perkara : Pemohon : JUMLAH KETERANGAN NOMOR TANGGAL URAIAN

FINAL BUKU JURNAL KEUANGAN PERKARA PERDATA TINGKAT PERTAMA. Nomor Perkara : Pemohon : JUMLAH KETERANGAN NOMOR TANGGAL URAIAN W9-U2/02/TAPM-FORM-1/PDT/2016 BUKU JURNAL KEUANGAN PERKARA PERDATA TINGKAT PERTAMA Nomor Perkara : Pemohon : NOMOR TANGGAL URAIAN PENERIMAAN JUMLAH PENGELUARAN KETERANGAN W9-U2/02/TAPM-FORM-2/PDT/2016

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XIV/2016 Kewajiban Yang Harus Ditaati Oleh Pelaku Usaha Dalam Melaksanakan Kerjasama Atas Suatu Pekerjaan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XIV/2016 Kewajiban Yang Harus Ditaati Oleh Pelaku Usaha Dalam Melaksanakan Kerjasama Atas Suatu Pekerjaan RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XIV/2016 Kewajiban Yang Harus Ditaati Oleh Pelaku Usaha Dalam Melaksanakan Kerjasama Atas Suatu Pekerjaan I. PEMOHON PT. Bandung Raya Indah Lestari.... selanjutnya

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 276/PDT/2014/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 276/PDT/2014/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 276/PDT/2014/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara perdata dalam pengadilan tingkat banding,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP DISSENTING OPINION DALAM PUTUSAN PERKARA CERAI GUGAT (Studi Putusan Nomor 0164/Pdt.G/2014/PA.Mlg)

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP DISSENTING OPINION DALAM PUTUSAN PERKARA CERAI GUGAT (Studi Putusan Nomor 0164/Pdt.G/2014/PA.Mlg) BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP DISSENTING OPINION DALAM PUTUSAN PERKARA CERAI GUGAT (Studi Putusan Nomor 0164/Pdt.G/2014/PA.Mlg) A. Analisis Terhadap Deskripsi Dissenting Opinion Dalam Putusan Perkara

Lebih terperinci

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XV/2017 Wilayah Jabatan Notaris I. PEMOHON Donaldy Christian Langgar II. OBJEK PERMOHONAN Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris

Lebih terperinci

I. PEMOHON Tomson Situmeang, S.H sebagai Pemohon I;

I. PEMOHON Tomson Situmeang, S.H sebagai Pemohon I; RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 72/PUU-XII/2014 Pembatasan Kewenangan Hakim, Jaksa Penuntut Umum dan Penyidik dalam hal Pengambilan Fotokopi Minuta Akta dan Pemanggilan Notaris I. PEMOHON Tomson Situmeang,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib BAB III LANDASAN TEORI A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Pengaturan perjanjian bisa kita temukan didalam buku III bab II pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi Perjanjian adalah suatu perbuatan

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

KUASA HUKUM Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Maret 2014.

KUASA HUKUM Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Maret 2014. RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 54/PUU-XII/2014 Penetapan Tersangka dan Kewenangan Pegawai Internal BPK Sebagai Ahli Dalam Persidangan Atas Hasil Audit Laporan Internal Badan Pemeriksa Keuangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL 2.1 Pengertian Akta Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta dan dalam bahasa Inggris disebut act atau deed. Secara etimologi menurut

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

P U T U S A N No. : 264 K / AG / 2006 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa

P U T U S A N No. : 264 K / AG / 2006 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa P U T U S A N No. : 264 K / AG / 2006 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata agama dalam tingkat kasasi telah memutuskan

Lebih terperinci

: Replik Penggugat dalam Perkara Perdata Nomor 168/ Pdt. G/ 2013/ PN.Jkt.Pst [REPLIK ATAS EKSEPSI DAN JAWABAN PERTAMA TERGUGAT I]

: Replik Penggugat dalam Perkara Perdata Nomor 168/ Pdt. G/ 2013/ PN.Jkt.Pst [REPLIK ATAS EKSEPSI DAN JAWABAN PERTAMA TERGUGAT I] Perihal : Replik Penggugat dalam Perkara Perdata Nomor 168/ Pdt. G/ 2013/ PN.Jkt.Pst [REPLIK ATAS EKSEPSI DAN JAWABAN PERTAMA TERGUGAT I] Antara TEGUH SUGIHARTO, SE --------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL III - 1 III - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM III-9 BAB II TATACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Lebih terperinci

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm Page 1 of 12 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Kecamatan yang bersangkutan.

Kecamatan yang bersangkutan. 1 PENCABUTAN PERKARA CERAI GUGAT PADA TINGKAT BANDING (Makalah Diskusi IKAHI Cabang PTA Pontianak) =========================================================== 1. Pengantar. Pencabutan perkara banding dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan hubungan atau pergaulan antar masyarakat memiliki batasan yang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan hubungan atau pergaulan antar masyarakat memiliki batasan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara hukum pada prinsipnya mengakui bahwa kehidupan hubungan atau pergaulan antar masyarakat memiliki batasan yang menjamin hak-hak pribadi dan komunal.

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Dari pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Eksekusi adalah pelaksanaan isi putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap dengan cara paksa dan

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor 271/Pdt/2013/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA L A W A N D A N

P U T U S A N Nomor 271/Pdt/2013/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA L A W A N D A N P U T U S A N Nomor 271/Pdt/2013/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI BANDUNG yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara perdata dalam peradilan tingkat banding,

Lebih terperinci

P U T U S A N No. 98 K/TUN/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G

P U T U S A N No. 98 K/TUN/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G P U T U S A N No. 98 K/TUN/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G Memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah mengambil putusan sebagai berikut

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali I. PEMOHON Abd. Rahman C. DG Tompo Kuasa Hukum DR. Saharuddin Daming. SH.MH., berdasarkan surat kuasa khusus

Lebih terperinci

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 32/2000, DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU *12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UPAYA HUKUM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA

UPAYA HUKUM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA UPAYA HUKUM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA 1. Upaya Hukum Banding Upaya banding didaerah jawa dan madura semula diatur dalam pasal 188-194 HIR, sedangkan bagi daerah luar jawa dan madura diatur dalam pasal-pasal

Lebih terperinci

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILIHAN DAN SENGKETA PELANGGARAN

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian

Lebih terperinci

P U T U S A N No. 483 K/TUN/2001

P U T U S A N No. 483 K/TUN/2001 P U T U S A N No. 483 K/TUN/2001 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut dalam

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 49/PUU-X/2012 Tentang Persetujuan Majelis Pengawas Daerah Terkait Proses Peradilan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 49/PUU-X/2012 Tentang Persetujuan Majelis Pengawas Daerah Terkait Proses Peradilan RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 49/PUU-X/2012 Tentang Persetujuan Majelis Pengawas Daerah Terkait Proses Peradilan I. PEMOHON Kan Kamal Kuasa Hukum: Tomson Situmeang, S.H., dkk

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA 1 HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA I. Pengertian, asas & kompetensi peradilan TUN 1. Pengertian hukum acara TUN Beberapa istilah hukum acara TUN, antara lain: Hukum acara peradilan tata usaha pemerintahan

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor <No Prk>/Pdt.G/2017/PTA.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. m e l a w a n

PUTUSAN Nomor <No Prk>/Pdt.G/2017/PTA.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. m e l a w a n PUTUSAN Nomor /Pdt.G/2017/PTA.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Agama Bandung yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat banding dalam sidang

Lebih terperinci