BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
Prevalens Nasional : 5,0% 5 Kabupaten/Kota dengan prevalens tertinggi: 1.Aceh Barat 13,6% 2.Buol 13,5% 3.Pahwanto 13,0% 4.Sumba Barat 11,5% 5.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang banyak ditemui dan

M.D. : Faculty of Medicine, University of Indonesia, Pulmonologist: Faculty of Medicine, Univ. of Indonesia, 2007.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di. dunia dan merupakan penyakit kronis pada sistem

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN ASMA BRONKHIAL DI RUANG ANGGREK BOUGENVILLE RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengi, sesak nafas, batuk-batuk, terutama malam menjelang dini hari. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

DRUG RELATED PROBLEMS

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting

BAB I PENDAHULUAN. masih cenderung tinggi, menurut world health organization (WHO) yang bekerja

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kelompok gangguan saluran pernapasan kronik ini. Dalam beberapa

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BALAKANG. sedang berkembang. Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli

BAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma.

BAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan. penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut.

kekambuhan asma di Ruang Poli Paru RSUD Jombang.

Asma sering diartikan sebagai alergi, idiopatik, nonalergi atau gabungan.

Dr. Masrul Basyar Sp.P (K)

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Seseorang bisa kehilangan nyawanya hanya karena serangan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan manusia, kesehatan merupakan hal yang sangat

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut

HUBUNGAN ANTARA LAMA SENAM ASMA DENGAN FREKUENSI SERANGAN ASMA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kita telah hidup di zaman yang semakin berkembang, banyaknya inovasi yang telah bermunculan, hal ini

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT

BAB I PENDAHULUAN. negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global

ASMA DAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN (PENJASORKES) DI SEKOLAH. I Made Kusuma Wijaya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan kisaran usia 5-14 tahun (Gerald dkk, 2004). Prevalens asma di Indonesia belum

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. maju maupun di negara-negara sedang berkembang. berbagai sel imun terutama sel mast, eosinofil, limposit T, makrofag, neutrofil

2006 Global Initiative for Asthma (GINA) tuntunan baru dalam penatalaksanaan asma yaitu kontrol asma

BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah

DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR.MOEWARDI SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri

PENJELASAN PENELITIAN UNTUK BERPARTISIPASI SEBAGAI RESPONDEN PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu penyakit jalan nafas obstruktif intermitten,

PENATALAKSANAAN ASMA MASA KINI

DI RT 06 RW 02 DESA KUDU KELURAHAN BAKI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAKI I SUKOHARJO

DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG, DAN OBAT SALAH DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007 SKRIPSI

PENGARUH PEMBERIAN SENAM ASMA TERHADAP FREKWENSI KEKAMBUHAN ASMA BRONKIAL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasanudin, No. 806 Salatiga, Jawa Tengah. Sesuai dengan SK

BAB I PENDAHULUAN. pada paru-paru terhadap partikel asing maupun gas (GOLD, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

BAB I PENDAHULUAN. (40 60%), bakteri (5 40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain. Setiap. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma (Medlinux, (2008).

BAB I PENDAHULUAN. asma di dunia membuat berbagai badan kesehatan internasional. baik, maka akan terjadi peningkatan kasus asma dimasa akan datang.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. A DENGAN GANGGUAN PERNAFASAN : ASMA BRONKIAL DI BANGSAL CEMPAKA RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa dekade

Lampiran 1 Form PIO 209

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang

BAB I PENDAHULUAN. satunya sehat secara fisik. Tujuan tersebut memicu seseorang untuk menjaga

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang lebih dari 25% populasi dewasa. (Smeltzer & Bare, 2001)

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

Bab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sering juga penyaki-penyakit ini disebut dengan Cronic Obstruktive Lung

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Penyakit Paru Obstruktif Kronik selanjutnya disebut PPOK atau

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan obat didefinisikan oleh World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di

BAB I PENDAHULUAN. SK/XI/2008 tentang pedoman pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik,

BAB I A. LATAR BELAKANG. morbiditas kronik dan mortalitas di seluruh dunia, sehingga banyak orang yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten yang ditandai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

BAB I PENDAHULUAN. penyakit saluran napas dan paru seperti infeksi saluran napas akut,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Pada perkembangan zaman yang semakin berkembang khususnya

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang ditandai dengan pembatasan aliran udara yang irreversibel (Celli & Macnee,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang besar di dunia luas dengan prevalensi, dan biaya yang tinggi. Penyakit ini

FARMAKOTERAPI ASMA. H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM

BAB III ELABORASI TEMA

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus

BAB 4 METODE PENELITIAN

Transkripsi:

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Asma Asma merupakan penyakit inflamasi kronis yang terjadi di saluran pernafasan yang menyebabkan penyempitan pada saluran pernafasan tersebut (Nelson, 2007). Sedangkan menurut The National Asthma Education and Prevention Program (NAEPP) mendefinisikan bahwa asma adalah gangguan inflamasi kronik dari saluran pernafasan dimana terdapat banyak sel dan elemen selular yang berperan. Setiap individu dengan asma, inflamasi merupakan penyebab episode berulang dari wheezing (mengi), sesak, chest thigtness, dan batuk. Asma menyerang ke seluruh bangsa, etnik, dan usia di seluruh dunia, dengan prevalensi anak laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan anak perempuan dan setelah pubertas, asma lebih banyak menyerang wanita dibandingkan dengan pria (NAEPP, 2007). 1. Gejala Klinis Asma Gejala klinis asma dapat berupa wheezing (mengi), sesak nafas, dada terasa berat, dan batuk-batuk yang keparahannya bervariasi dan bersifat reversible secara spontan. Gejala tersebut berhubungan dengan luasnya proses inflamasi yang sedang terjadi, yang memicu terjadinya berbagai kondisi (edema, bronkokontriksi, hipersekresi kelenjar, dan lain-lain). Kondisi tersebut yang menyebabkan pembatasan aliran udara di saluran pernafasan yang akhirnya menimbulkan sesak nafas sebagai manifestasi klinis utama yang sangat mengganggu aktivitas, produktivitas dan kualitas hidup pasien asma (GINA, 2011). 2. Etiologi Asma Faktor-faktor pencetus sering menyerang asma. Faktor pencetus tersebut menyebabkan inflamasi pada jalan nafas, yang kemudian akan menyebabkan gejala asma (Asthma Society of Canada, 2011). 4

5 Setiap orang memiliki faktor-faktor pencetus yang berbeda-beda, tetapi dalam setiap kasus sangatlah penting untuk menghindari pencetus asma untuk meminimalisir inflamasi jalan nafas dan mengurangi gejala. Menurut Asthma Society of Canada (2011) faktor-faktor pencetus tersebut diantaranya tungau debu, bulu binatang, kecoa, tepung sari, asap rokok, latihan fisik, hawa dingin, uap kimia dan substansi-substansi kimia lain dengan bau yang menyengat seperti parfum, penyedap rasa serta emosi hebat. 3. Diagnosis Asma Diagnosis asma berdasarkan : a) Anamnesis : riwayat perjalanan penyakit, riwayat keluarga, riwayat alergi, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap asma, dan gejala klinis. b) Pemeriksaan fisik c) Pemeriksaan laboratorium : darah (terutama eosinofil, IgE total, IgE spesifik), sputum (eosinofil, spiral Curshman, Kristal Cahrcot- Leyden). d) Tes fungsi paru dengan spirometri atau peak flow meter untuk menentukan adanya obstruksi jalan nafas. 4. Penatalaksanaan Asma Tujuan terapi asma yaitu : a) Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma. b) Mencegah kekambuhan. c) Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin dan mempertahankannya. d) Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal termasuk melakukan exercise. e) Menghindari efek samping obat asma. f) Mencegah obstruksi jalan nafas yang irreversible

6 5. Obat Asma a. Obat pengontrol (Controllers) Obat pengontrol merupakan obat asma yang digunakan dalam jangka panjang untuk mengontrol asma, karena mempunyai kemampuan mengatasi proses inflamasi yang merupakan patogenesis dasar penyakit asma. Obat yang mempunyai sifat sebagai pengontrol, yaitu : 1) Kortikosteroid inhalasi 2) Kortikosteroid sistemik 3) Sodium chromoglicate 4) Nedochromil sodium 5) Methylxanthine 6) Agonis β 2 kerja lama (LABA) inhalasi 7) Leukotriene modifiers 8) Antihistamin (antagonis H1) generasi kedua b. Obat pelega (Reliever) Obat pelega merupakan bronkodilator yang berfungsi melebarkan saluran pernafasan melalui relaksasi otot polos, untuk memperbaiki serta menghambat bronkokonstriksi yang berkaitan dengan gejala akut asma seperti mengi, rasa berat pada dada dan batuk. Obat yang mempunyai sifat sebagai pelega, yaitu : 1) Agonis β 2 kerja singkat dan kerja lama 2) Anticholinergic (atrophine sulphate, ipratropium, tiotropium, dan lain-lain) 3) Xanthine (aminophylline) 4) Simpatomimetik lainnya seperti adrenalin, ephedrine, dan lainlain.

7 B. Adverse Drug Reactions (ADRs) 1. Definisi Adverse Drug Reactions World Health Organization (WHO) 1972 mendefinisikan ADR merupakan respon dari suatu obat yang berbahaya dan tidak diharapkan yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan oleh manusia dengan tujuan profilaksis, diagnosis, maupun terapi. Sedangkan menurut Food and Drug Administration (FDA) ADR yaitu setiap kejadian yang merugikan berkaitan dengan penggunaan obat pada manusia. 2. Klasifikasi Adverse Drug Reactions (Edward et al., 2000 Adverse Drug Reactions (ADRs) diklasifikasikan menjadi: a. Reaksi tipe A (Augmented) Reaksi tipe A merupakan reaksi yang dapat diprediksi sebelumnya dan tergantung pada dosis obat yang diberikan. b. Reaksi tipe B (Bizzare) Reaksi tipe B merupakan reaksi yang tidak dapat diprediksi sebelumnya dan tidak ada hubungannya dengan respon farmakologi, kebanyakan terjadi karena faktor imunologi dan farmakogenetik. Reaksi tipe B ini tidak tergantung pada dosis obat yang diberikan walaupun kasus tipe B ini jarang terjadi, akan tetapi dapat menyebabkan penyakit yang serius atau bahkan kematian. c. Reaksi Tipe C (Chronic) Terkait dengan dosis kumulatif. d. Tipe D (Delayed) 1) Biasanya tergantung dosis. 2) Terjadi beberapa waktu setelah penggunaan obat. e. Tipe E (End of use) Terjadi setelah terapi dihentikan secara mendadak. f. Tipe F (Failure) 1) Tergantung dosis. 2) Sering disebabkan oleh interaksi obat.

8 3. Penilaian dugaan terjadinya Adverse Drug Reactions (Edward et al., 2000) a. Certain : Kejadian klinis termasuk gambaran hasil laboratorium abnormal, terjadinya berhubungan dengan jarak waktu pemberian suatu jenis obat tertentu, tetapi efek yang terjadi tidak dapat ada kaitannya dengan penyakit yang diderita atau dengan obat yang lainnya. Efek yang diakibatkan obat tersebut dapat dibuktikan secara farmakologi dan fenomenologi. Apabila pemberian obat yang dicurigai dihentikan, akan terjadi respon. b. Probable/likely : Kejadian klinis termasuk gambaran hasil laboratorium abnormal, diduga (kemungkinan besar) berhubungan dengan waktu pemberian suatu obat, sangat kecil kemungkinan kaitan dengan efek penyakit yang diderita atau dari jenis obat lainnya, yang akan terjadi respon apabila pemberian obat itu dihentikan. c. Possible : Kejadian klinis termasuk gambaran hasil laboratorium abnormal dengan dugaan berhubungan dengan pemberian suatu jenis obat, tapi masih ada kemungkinan kaitan dengan efek penyakit yang diderita. d. Unlikely : Kejadian klinis termasuk gambaran hasil laboratorium abnormal, hubungan antara pemberian obat tertentu bersifat temporal sehingga dugaan kaitan dengan obat tersebut kecil, tapi besar kemungkinan berkaitan dengan penyakit yang diderita. e. Conditional / unclassified : Kejadian klinis termasuk gambaran hasil laboratorium abnormal, namun belum ada data yang jelas mengenai kaitan hubungan sebab-akibat dengan pemberian obat. f. Unassesable / unclassifiable : Suatu laporan dugaan efek samping obat, tapi tidak dapat dinilai kaitan hubungan sebab-akibat dari pemberian suatu obat tersebut dikarenakan tidak cukupnya informasi yang diperoleh atau kontradiksi, sehingga data tersebut tidak dapat diverifikasi.

9 4. Faktor Resiko terjadinya Adverse Drug Reactions a. Faktor usia, berhubungan dengan kondisi fisiologis organ tubuh yang berperan dalam proses absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat terutama pada pasien pediatri dan geriatri (Lazarou, 1998). b. Pasien dengan resep polifarmasi (pasien yang mendapat lebih dari 3 jenis obat). Polifarmasi ini mengakibatkan kemungkinan terjadinya interaksi obat menjadi lebih besar. c. Ketidakpatuhan pasien, faktor ini dapat timbul karena adanya efek samping obat, sehingga pasien cenderung menolak mengkonsumsi obat. d. Faktor penyakit kronik, faktor ini biasanya berhubungan dengan jumlah obat yang diperoleh dan kemungkinan terjadinya interaksi obat (Lazarou, 1998). C. Rumah Sakit 1. Definisi Rumah Sakit Rumah Sakit merupakan suatu organisasi kompleks dengan menggunakan gabungan ilmiah yang khusu dan rumit, difungsikan oleh berbagai kesatuan tenaga kesehatan yang terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani permasalahan medis modern, yang dimaksudkan untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik (Siregar dan Amalia, 2003). 2. Tugas Rumah Sakit Tugas rumah sakit umum yaitu melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara selaras dan terpadu dengan upaya peningkatan dan upaya pencegahan serta melaksanakan rujukan (KepMenKes RI No. 983/MENKES/SK/XI/1992). 3. Fungsi Rumah Sakit a. Pelayanan dan asuhan keperawatan. b. Pelayanan rujukan dalam upaya kesehatan.

10 c. Pelayanan penunjang medik dan nonmedik, pendidikan dan pelatihan. d. Penelitian dan pengembangan. e. Pencegahan dari penyakit serta peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat (Siregar dan Amalia, 2003). D. Rekam Medik 1. Definsi Rekam Medik Rekam medik yaitu sejarah singkat, jelas, dan akurat mencakup kehidupan dan kesakitan penderita, ditulis dari sudut pandang medis. Menurut Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik rekam medik merupakan suatu berkas yang berisi catatan dan dokumen mengenai identitas, anamnesis, pemeriksaan, diagnosis, dan pengobatan serta pelayanan lainnya yang diberikan kepada seorang pasien selama dirawat dirumah sakit, baik rawat jalan maupun rawat inap. 2. Fungsi Rekam Medik a. Digunakan sebagai dasar perencanaan dan keberlanjutan perawatan penderita. b. Merupakan suatu saran komunikasi antar dokter dan setiap profesional yang berkontribusi pada perawatan penderita. c. Melengkapi bukti dokumen terjadinya / penyebab kesakitan penderita dan penanganan / pengobatan selama tiap tinggal di rumah sakit. d. Digunakan sebagai dasar untuk kaji ulang studi dan evaluasi perawatan yang diberikan kepada penderita. e. Membantu perlindungan kepentingan hukum penderita, rumah sakit dan praktisi yang bertanggung jawab. f. Menyediakan data untuk digunakan dalam penelitian dan pendidikan.

11 g. Sebagai dasar perhitungan biaya, dengan menggunakan data dalam rekam medik, bagian keuangan dapat menetapkan besarnya biaya pengobatan seorang penderita. 3. Isi Rekam Medik Rekam medik yang lengkap mencakup (Siregar, 2003) : a. Data identifikasi dalam rekam medik pada umumnya terdapat dalam lembar penerimaan masuk rumah sakit. Lembaran ini pada umumnya berisikan informasi yang mencakup nomor rekam medik, nama, alamat penderita, nama suami / istri, nomor telepon rumah dan kantor, jenis kelamin, tanggal lahir, tempat lahir, status perkawinan, pekerjaan, nama dan alamat dokter keluarga, diagnosis pada waktu penerimaan, tanggal dan watu masuk rumah sakit, dan tempat di rumah sakit. b. Lembar sejarah penerimaan merupakan lembar yang berisi tentang keluhan utama dan kesakitan penderita yang sekarang. c. Lembar pemeriksaan sejarah dan fisik menyediakan pada dokter informasi masuk rumah sakit pada waktu yang telah lalu, dengan diagnosis, bedah dan luka utama yang telah dialami penderita; sejarah penyakit infeksi; jika ada kehamilan: tanggal, hasil pemeriksaan, dan komplikasi; data imunisasi; sejarah transfusi: tanggal, reaksi, dan komplikasi; pengobatan sekarang; dasar sosiologi meliputi: kebiasaan minum alkohol, merokok, makanan, tinggi dan bobot badan, sejarah pendidikan, sejarah pekerjaan, status perkawinan, kesehatan istri / suami, dan sejarah keluarga. d. Lembar pemeriksaan fisik meliputi pengkajian sistematik pada kulit, kepala, leher, pernapasan, jantung, dada, saluran cerna, uriner, genital dan sebagainya. e. Lembar laboratorium meliputi kimia, hematologi, mikrobiologis, serologis, patologi dan juga radiologi. f. Catatan bedah meliputi uraian temuan, rincian teknik yang digunakan, dan jaringan yang dikeluarkan.

12 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. E. Skala naranjo Skala naranjo merupakan salah satu metode untuk menghitung kemungkinan-kemungkinan terjadinya ADR. Ada beberapa pertanyaan pada skala naranjo dengan skor lebih dari 9 maka pasti ADR (definite ADR), antara 5-8 maka kemungkinan besar ADR (probable ADR), antara 1-4 maka kemungkinan ADR (possible ADR), dan jika 0 maka bukan ADR (doubtful ADR). Skala naranjo tidak dapat memperhitungkan interaksi obat dengan obat. Kelebihan dari skala naranjo obat dievaluasi secara individual untuk kausalitas, dan poin dikurangi jika ada faktor lain dan mengakibatkan efek samping. Tabel. 1 Perhitungan Skala Naranjo Pertanyaan Apakah pasti telah ada laporan mengenai ADR tersebut sebelumnya? Apakah ADR muncul setelah obat yang dicurigai tersebut diberikan? Apakah ADR membaik saat obat dihentikan / diberi antagonis spesifiknya? Apakah ADR makin parah jika dosis dinaikkan / membaik jika dosis diturunkan? Apakah ada penyebab ADR tersebut selain karena obat? Apakah ADR tersebut muncul saat diberikan placebo? Apakah kadar obat dalam darah termasuk kadar toksik? Apakah ADR muncul lagi saat obat diberikan kembali? Apakah pasien pernah mengalami ADR sejenis saat menggunakan obat / golongan obat tertentu? Apakah ADR tersebut didukung dengan bukti yang meyakinkan? Perhitungan Score pada Naranjo Ya Tidak N/A 2-1 0-1 2 0-1 1 0 2-1 0

13 F. Kerangka Konseptual Penggunaan obat asma Kejadian ADR meliputi Causality dan Preventablity Gambar 1. Kerangka konseptual penelitian